Melawan Terorisme dalam negara hukum dengan mengedepankan hak asasi manusia
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara Indonesia adalah
negara hukum. Negara yang mengaku sebagai negara hukum diharuskan untuk menjalani segala
sisi kehidupan negara dengan proses penegakan hukum yang baik maka nilai keadilan serta
kebenaran akan terwujud dan juga harus senantiasa melindungi seluruh warga negaranya.
Perang melawan terorisme merupakan tantangan besar bagi negara Indonesia. Terorisme
belakangan ini menjadi fenomena modern dan telah menjadi fokus perhatian berbagai kalangan
organisasi internasional serta negara lain dan termasuk negara Indonesia. Secara terminologis
terorisme adalah pengggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam rangka mencapai
tujuan politik, sedangkan pelakunya disebut teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan
untuk menimbulkan rasa takut, biasanya dilakukan untuk mencapai tujuan politik.
Jaringan teroris di Indonesia ternyata lebih besar dan lebih berpengalaman dari yang
selama ini dipikirkan oleh banyak pihak. Perekrutan anggota baru dalam jaringan teroris ternyata
dilakukan sangat mudah. Jaringannya pun terus berkembang dan semakin meluas ditanah air.
Meningkatkan kewaspadaan secara fisik semata tidak cukup untuk menghadapi organisasi
terorisme karena secara organisatoris kelompok tersebut sudah memiliki perencanaan dan
persiapan yang sangat diperhitungkan baik dari segi operasional, personil, dukungan
insfrastruktur dan pendanaan.
Data kasus aksi terorisme di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2016 ada 260 kasus
teroris, selain menimbulkan korban jiwa, serangan teroris juga menimbulkan kerugian materi,
ekonomi dan sosial terutama hubungan antar umat beragama. Terorisme mempunyai tujuan
untuk membuat orang lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian
orang, kelompok atau bangsa.
Apa yang tengah menjadi masalah mengenai terorisme adalah lebih dari perlindungan
hak asasi manusia dan pada dasarnya penting merupakan masalah prinsip. Tetapi, selama ini
Indonesia masih menggunakan pendeketan kekerasan dalam menanggapi terorisme misalnya
dengan penyergapan, pembunuhan, pengejaran dan penangkapan serta memperlakukan
penyiksaan yang sangat jauh dari manusiawi dilakukan oleh aparat keamanan.
Beberapa dugaaan dalam gerakan kontra terorisme yang sering mengabaikan nilai-nilai
hak asasi manusia. Berbeda dengan penangkapan para koruptor, padahal teroris dan koruptor
merupakan dua penjahat kelas kakap yang tidak hanya menjadi musuh negara, tetapi menjadi
musuh seluruh rakyat Indonesia bahkan dunia. Bagaimanapun dampak rusaknya negara akibat
teroris tidak sebesar yang dilakukan oleh para koruptor, rakyat lebih merasakan penderitaan
akibat dampak korupsi daripada teroris, dampak korupsi lebih dahsyat disbanding teror.
Para koruptor masih bisa tersenyum, ketawa bebas dan melambaikan tangan didepan
kamera walaupun perbuatan yang dilakukannya merugikan negara, sesungguhnya mereka adalah
penjahat dan maling uang rakyat. Tetapi para koruptor selalu kelihatan rapi dan dibentengi
dengan puluhan pengacara. Jika kita mengamati kinerja Polisi ketika menangkap teroris,
sungguh berbeda dengan diperlakukan kepada koruptor. Para tersangka teroris ditangkap dengan
pengawalan sangat ketat, tangan diborgol dan muka ditutup dengan penutup kepala, hal ini
sangat kontras dengan perlakuan terhadap para koruptor, seharusnya diperlakukan dengan hal
yang serupa namun kenyataannya tidak pernah dilakukan, dimana letak keadilannya.