Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MATA KULIAH HUKUM PIDANA KELAS GZ SEMESTER GANJIL

TAHUN AKADEMIK 2021-2022

LANDASAN TEORI DAN RASIO LEGIS TERHADAP TINDAK PIDANA


TERORISME

Disusun oleh:

Tiffany Noel Dumais – 205200013


Grace Jelita Andiana Wijaya – 205200194
Nadya Salsha Tanjung – 205200206
Syifani Ristia Santi – 205200247

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANEGARA
JAKARTA BARAT
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………........2

BAB I…………………………………………………………………………………………3

PENDAHULUAN…………………………………………………………………………....3

BAB II………………………………………………………………………………………...6

ISI……………………………………………………………………………………………..6

BAB III ……………………………………………………………………………………...14

PENUTUP………………………………………………………………………………..… 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….……………………15

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fenomena Terorisme telah ada sejak abad ke-19 dalam percaturan politik internasional.
Aksi dari terorisme awalnya bersifat kecil dan lokal dengan sasaran tertentu saja dan
berada dalam kerangka low intensity conflict, yang pada umumnya berkaitan erat
dengan stabilitas domestik suatu negara. Tetapi dewasa ini aksi terorisme telah
berdimensi luas yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan dan melampaui
batas-batas negara dan tidak lagi dikategorikan sebagai low intensity conflict.1 Menurut
undang–undang dasar 1945 Pasal 28 G ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” ini menjelaskan bahwa
setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari negara mengenai ancaman yang
dalam kasus ini yaitu terorisme.

Aksi terorisme di Indonesia dari kurun waktu 2010 sampai dengan 2017 telah terjadi
130 kasus terorisme. Dalam hal ini 896 pelaku terorisme telah ditangkap dan telah
dijatuhi hukuman, 126 pelaku diantaranya dijatuhi hukuman mati, 674 sedang
menjalani masa hukuman dan 96 pelaku aksi terorisme bebas. Jumlah yang disebutkan
dalam aksi terorisme tersebut menunjukkan bahwa hal ini masih menjadi masalah
serius di Indonesia yang pelakunya bukan hanya dari dalam negeri, melainkan pelaku
juga terdapat dalam jaringan lintas negara 2. Sehingga terorisme termasuk ke dalam
kategori extra ordinary crime berdasarkan pada dua alasan, yaitu pola tindak pidana
terorisme termasuk sangat sistematis dan dilakukan oleh pihak yang memegang
kekuasaan sehingga kejahatan tersebut baru bisa diadili jika kekuasaan itu runtuh, dan

1
Moch. Faisal Salam. 2005. Motivasi Tindakan Terorisme, Bandung: Mandar Maju, hal. 14.
2
Universitas Indonesia, 2018, Menelaah Tren Terorisme di Indonesia Dari Masa Ke Masa,
diakses melalui https://www.ui.ac.id/menelaah-tren-terorisme-di-indonesia-dari-masa-ke-masa/. pada
tanggal 11 November 2021.

3
alasan bahwa kejahatan tersebut sangat bertentangan dan mencederai rasa kemanusiaan
yang mendalam.

Terkait dengan rasio legis berkaitan di dalam Undang–Undang Nomor 5 Tahun 2018
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang– Undang tidak mengatur
lebih lanjut mengenai bagaimana jika anggota teroris yang meninggal dunia akan
dilakukan penyitaan harta atau tidak. Hal ini menyebabkan adanya kekosongan hukum
dalam undang-undang tersebut dikarenakan pelaku tindak pidana terorisme memiliki
banyak sekali dana untuk melakukan tindakannya tersebut. Dalam kasus tindak pidana
terorisme, jika pelaku tersebut meninggal dunia atau melakukan kegiatan bom bunuh
diri tidak ada tindak lanjut dari kasus tersebut dikarenakan dianggap pelaku dari kasus
tersebut telah meninggal dunia. Dan tak banyak pula teroris yang tertangkap usai
melakukan tindak pidana tersebut

Terorisme sendiri merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian
dunia. Bukan hanya sekedar aksi teror - meneror semata, akan tetapi pada kenyataannya
tindak kejahatan terorisme juga melanggar hak asasi manusia sebagai hak dasar yang
secara kodrat melekat dalam diri manusia, yaitu hak untuk merasa nyaman dan aman
ataupun hak untuk hidup. Selain itu terorisme juga menimbulkan korban jiwa dan
kerusakan pada harta benda, tindak kejahatan terorisme juga merusak stabilitas negara,
terutama dalam sisi ekonomi, pertahanan, keamanan, dan sebagainya. Sementara itu,
secara sosiologis, tindak kejahatan terorisme merusak nilai spiritual dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat dengan menimbulkan dalil agama sebagai pembenaran
tindakan teror tersebut.3 Padahal, dampak dari kejahatan ini adalah masyarakat yang
tidak berdosa yang menjadi korban dari aksi terorisme yang keji dan tidak
berprikemanusiaan. Hal inilah yang mendasari pentingnya menyelesaikan
permasalahan terorisme secara tuntas.untuk itu kami memutuskan untuk membuat
makalah dengan judul, “Landasan Teori dan Rasio Legis Terhadap Tindak Pidana
Terorisme.”

3
Mulyana W. Kusumah, 2002, Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum, Jurnal
Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III, hal. 22

4
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang ada, maka terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apakah definisi dan unsur dari tindak pidana terorisme?
2. Faktor – Faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana terorisme?
3. Bagaimana cara mencegah tindak pidana terorisme di Indonesia?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan unsur tindak pidana terorisme

Tindak pidana terorisme merupakan tindak pidana murni (mala per se) dibedakan dengan
“administrative criminal law” mala prohibita). Kriminalisasi tindak pidana terorisme
sebagai bagian dari perkembangan hukum pidana dapat dilakukan melalui tiga cara:
Pertama, sistem evolusi berupa amandemen terhadap pasal-pasal KUHP. Kedua, melalui
sistem global yakni melalui pengaturan yang lengkap di luar KUHP termasuk kekhususan
hukum acaranya. Ketiga, sistem kompromi alam bentuk memasukkan bab baru dalam
KUHP tentang Kejahatan Terorisme. Untuk memahami makna terorisme, kiranya perlu
dikaji terlebih dahulu makna atau definisi yang dikemukakan oleh beberapa lembaga
maupun penulis:

1. US Central Intelligence Agency (CIA)

“International terrorism is terrorism conducted with support of foreign governments or


organization and/or directed against foreign nations, institutions, or governments”

2. US Departments of State and Defense

“Terrorism is premeditated, politically motivated violence perpetrated against a


noncombatant target by subnational groups or clandestine state agents, usually intended
to influence an audience . International terrorism is terrorism involving the citizens or
territory of more than one country”

3. Black Law Dictionary

Terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek
bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana Amerika, atau negara
bagian Amerika, dan dimaksudkan untuk mengintimidasi penduduk sipil, mempengaruhi

6
kebijakan pemerintah, mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan dan
pembunuhan4

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 jo. Perpu Nomor 1 Tahun
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Pasal 6 berbunyi “ Seseorang yang
dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
masal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang
lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objekobjek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana
dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Sebagai catatan dari definisi ini adalah bahwa hakekat perbuatan terorisme mengandung
perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik. Perbuatan dapat
berupa perompakan, pembajakan udara dan penyanderaan. Sementara itu pelaku bisa
bersifat negara, individu atau kelompok, dan dalam hal state sponsorship terrorism, tujuan
strategisnya bisa berupa kampanye untuk memperluas kontrol politik perluasan geografi.
Bisa juga tujuan politik tersebut merupakan kelanjutan operasi bisnis gelap seperti narco
terrorism atau tujuan-tujuan politik lain yang tidak mungkin dicapai melalui langkah-
langkah konvensional di bidang politik, ekonomi atau militer. Adapun hasil yang
diharapkan segera muncul adalah rasa takut, pemerasan, perubahan politik radikal, tuntutan
HAM dan kebebasan dasar untuk pihak-pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan
politik lain. Untuk itu yang menjadi target adalah manusia dan harta kekayaan baik yang
bersifat umum maupun pribadi dan seringkali pula dengan target khusus berupa kepala
pemerintahan, diplomat, pejabat publik, pelaku bisnis, atau sasaran militer. Terakhir,
metode yang digunakan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, termasuk penculikan,
penyanderaan, pembunuhan perorangan atau massal.

Yang dimana Pengertian dari Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas,
yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan
atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau

4
Muladi, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, Jakarta:
HabibieCenter , 2002, hal..174.

7
fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Dengan
dasar hukum : Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Perubahan atas UndangUndang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi
Undang-Undang .

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Terorisme

Terorisme merupakan tindak pidana yang unik, karena motif dan faktor penyebab
dilakukannya tindak pidana ini sangat berbeda dengan motifmotif dari tindak pidan lain.
Salahuddin wahid sebagaimana dikutip oleh Abdul Zulfikar Akaha mengatakan bahwa
terorisme dapat di lakukan dengan berbagai motivasi, yaitu karena alasan agama, alasan
idiologi, alasan untuk memperjuangkan kemerdekaan, alasan untuk membebaskan diri dari
ketidakadilan, dan karena adanya kepentingan tertentu. Dengan kompleksnya motif
dilakukanya terorisme,maka fenomena politik kekerasan dan pengaturan terorisme tidak
dapat dengan mudah dirumuskan sehingga tindak kekerasan itu dapat dilakukan oleh
individu maupun kelompok. Faktor penyebab dilakukannya tindak pidana ini sangat
berbeda dengan dari tindak pidana lain, seperti tindak pidana pencucian uang, perdangan
manusia, perdagangan narkoba secara illegal maupun perompakan laut dan perdanganan
senjata Illegal. Menurut Bambang Pranowo, setidaknya ada 5 faktor penyebab terjadinya
terorisme, yakni5

1. Kesukuan, nasionalisme/ separatism (Etnicity, nationalism/separatism) Tindak teror


ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis/suku atau pada suatu bangsa yang
ingin memerdekan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula sebagai satu cara untuk
mencapai tujuan atau alat perjuangan. Sasarannya jelas, yaitu etnis atau bangsa lain
yang sedang diperangi.
2. Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi (Poverty and economic disadvantage,
globalisation) Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang
mampu memantik terorisme. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam:
kemiskinan natural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural bisa dibilang
“miskin dari asalnya”, sedang kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dibuat.
Hal ini terjadi ketika penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang malah

5
Bambang Pranowo, Orang Jawa Jadi Teroris, Pustaka Alfabet, Jakarta, 2011, hal. 5

8
memiskinkan rakyatnya. Jenis kemiskinan kedua punya potensi lebih tinggi bagi
munculnya terorisme.
3. Non demokrasi (non democracy) Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat
tumbuh suburnya terorisme. Di negara demokratis, semua warga negara memiliki
kesempatan untuk menyalurkan semua pandangan politiknya. Iklim demokratis
menjadikan rakyat sebagai representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara.
Artinya rakyat merasa dilibatkan dalam pengolaan negara. Hal serupa tentu tidak terjadi
di negara non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan partusipasi
masyarakat, penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan
represif terhadap rakyatnya. Sehingga hal ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya
benih terorisme.
4. Pelanggaran harkat kemanusiaan (Dehumanisation) Aksi teror akan muncul jika ada
diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam masyarakat. Hal ini terjadi saat ada satu
kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya.
Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan
diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong
berkembang biaknya teror.
5. Radikalisme agama (Religion) Butir ini nampaknya tidak asing lagi. Peristiwa teror
yang terjadi di Indonesia banyak terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama
menjadi penyebab unik karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata.
Beda dengan kemiskinan atau perlakuan diskriminatif yang mudah diamati.
Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para penganutnya.

9
C. Cara Mencegah Tindak Pidana Terorisme

Tindakan kekerasan atau radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki


adanya perubahan atau pergantian terhadap suatu sistem di masyarakat sampai keakarnya
dengan menggunakan cara-cara kekerasaan. Ada anggapan dikalangan masyarakat awam
bahwa radikalisme dilakukan oleh satu agama tertentu saja dan anggapan tersebut tidak
salah, karena kenyataannya demikian. Untuk itu, Perlu adanya antisipasi terhadap
kemungkinan adanya perekrutan menjadi anggota ISIS(Islamic State of Iraq and Suriah)
yang memiliki paham radikal yang selalu melancarkan serangan dan merusak nilai-nilai
agama. Aksi kekerasan yang terjadi selama ini mayoritas dilakukan oleh kelompok orang
yang mengatasnamakan agama dengan menyalahartikan sejumlah pengertian kebaikan
untuk dijadikan dalil untuk melakukan tindakan kekerasan atas nama jihad. Semua aksi
kekerasan yang atas nama agama sangat tidak dibenarkan, baik menurut hukum agama dan
negara cara mencegah radikalisme dan terorisme agar tidak semakin menjamur, terutama
di bangsa Indonesia ini, antara lain:

1. Memperkenalkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar


Hal pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah paham radikalisme dan tindak
terorisme ialah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengenalan
tentang ilmu pengetahuan ini harusnya sangat ditekankan kepada siapapun, terutama
kepada para generasi muda. Hal ini disebabkan pemikiran para generasi muda yang
masih mengembara karena rasa keingintahuannya, apalagi terkait suatu hal yang baru
seperti sebuah pemahaman terhadap suatu masalah dan dampak pengaruhglobalisasi.
Dalam hal ini, memperkenalkan ilmu pengetahuan bukan hanya sebatas ilmu umum saja,
tetapi juga ilmu agama yang merupakan pondasi penting terkait perilaku, sikap, dan juga
keyakinannya kepada Tuhan. Kedua ilmu ini harus diperkenalkan secara baik dan benar,
dalam artian haruslah seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Sedemikian
sehingga dapat tercipta kerangka pemikiran yang seimbang dalam diri.
2. Memahamkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar
Hal kedua yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindak
terorisme ialah memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Setelah
memperkenalkan ilmu pengetahuan dilakukan dengan baik dan benar, langkah berikutnya
ialah tentang bagaimana cara untuk memahamkan ilmu pengetahuan tersebut. Karena
tentunya tidak hanya sebatas mengenal, pemahaman terhadap yang dikenal juga

10
diperlukan. Sedemikian sehingga apabila pemahaman akan ilmu pengetahuan, baik ilmu
umum dan ilmu agama sudah tercapai, maka kekokohan pemikiran yang dimiliki akan
semakin kuat. Dengan demikian, maka tidak akan mudah goyah dan terpengaruh terhadap
pemahaman radikalisme sekaligus tindakan terorisme dan tidak
menjadipenyebablunturnyabhinnekatunggalikasebagai semboyan Indonesia.
3. Meminimalisir Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial yang terjadi juga dapat memicu munculnya pemahaman radikalisme
dan tindakan terorisme. Sedemikian sehingga agar kedua hal tersebut tidak terjadi, maka
kesenjangan sosial haruslah diminimalisir. Apabila tingkat pemahaman radikalisme dan
tindakan terorisme tidak ingin terjadi pada suatu Negara termasuk Indonesia, maka
kesenjangan antara pemerintah dan rakyat haruslah diminimalisir. Caranya ialah
pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya dengan
rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat. Begitu pula dengan
rakyat, mereka harusnya juga selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada pihak
pemerintah bahwa pemerintah akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai
pengayom rakyat dan pemegang kendali pemerintahan Negara.
4. Menjaga Persatuan Dan Kesatuan
Menjaga persatuan dan kesatuan juga bisa dilakukan sebagai upaya untuk mencegah
pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme di kalangan masyarakat, terbelih di tingkat
Negara. Sebagaimana kita sadari bahwa dalam sebuah masyarakat pasti terdapat
keberagaman atau kemajemukan, terlebih dalam sebuah Negara yang merupakan
gabungan dari berbagai masyarakat. Oleh karena itu, menjaga persatuan dan kesatuan
dengan adanya kemajemukan tersebut sangat perlu dilakukan untuk mencegah masalah
radikalisme dan terorisme. Salah satu yang bisa dilakukan dalam kasus Indonesia ialah
memahami dan penjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sebagaimana
semboyan yang tertera di sana ialahBhinnekaTunggal Ika.
5. Mendukung Aksi Perdamaian
Aksi perdamaian mungkin secara khusus dilakukan untuk mencegah tindakan terorisme
agar tidak terjadi. Kalau pun sudah terjadi, maka aksi ini dilakukan sebagai usaha agar
tindakan tersebut tidak semakin meluas dan dapat dihentikan. Namun apabila kita tinjau
lebih dalam bahwa munculnya tindakan terorisme dapat berawal dari muncul pemahaman
radikalisme yang sifatnya baru, berbeda, dan cenderung menyimpang sehingga
menimbulkan pertentangan dan konflik. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mencegah
agar hal tersebut (pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme) tidak terjadi ialah
11
dengan cara memberikan dukungan terhadap aksi perdamaian yang dilakukan, baik oleh
Negara (pemerintah), organisasi/ormas maupun perseorangan.
6. Berperan Aktif Dalam Melaporkan Radikalisme Dan Terorisme
Peranan yang dilakukan di sini ialah ditekankan pada aksi melaporkan kepada pihak-
pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul pemahaman radikalisme dan tindakan
terorisme, entah itu kecil maupun besar. Contohnya apabila muncul pemahaman baru
tentang keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan, maka hal pertama yang
bisa dilakukan agar pemahaman radikalisme tindak berkembang hingga menyebabkan
tindakan terorisme yang berbau kekerasan dan konflik ialah melaporkan atau
berkonsultasi kepada tokoh agama dan tokok masyarakat yang ada di lingkungan tersebut.
Dengan demikian, pihak tokoh-tokoh dalam mengambil tindakan pencegahan awal,
seperti melakukan diskusi tentang pemahaman baru yang muncul di masyarakat tersebut
dengan pihak yang bersangkutan.
7. Meningkatkan Pemahaman Akan Hidup Kebersamaan
Meningkatkan pemahaman tentang hidup kebersamaan juga harus dilakukan untuk
mencegah munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Meningkatkan
pemahaman ini ialah terus mempelajari dan memahami tentang artinya hidup bersama-
sama dalam bermasyarakat bahkan bernegara yang penuh akan keberagaman, termasuk
Indonesia sendiri. Sehingga sikap toleransi dan solidaritas perlu diberlakukan, di samping
menaati semua ketentuan dan peraturan yang sudah berlaku di masyarakat dan Negara.
Dengan demikian, pasti tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan karena kita
sudah paham menjalan hidup secara bersama-sama berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
sudah ditetapkan di tengah-tengah masyarakat dan Negara.
8. Menyaring Informasi Yang Didapatkan
Menyaring informasi yang didapatkan juga merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Hal ini
dikarenakan informasi yang didapatkan tidak selamanya benar dan harus diikuti, terlebih
dengan adanya kemajuan teknologi seperti sekarang ini, di mana informasi bisa datang dari
mana saja. Sehingga penyaringan terhadap informasi tersebut harus dilakukan agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman, di mana informasi yang benar menjadi tidak benar dan
informasi yang tidak benar menjadi benar. Oleh karena itu, kita harus bisa menyaring
informasi yang didapat sehingga tidak sembarangan membenarkan, menyalahkan, dan
terpengaruh untuk langsung mengikuti informasi tersebut.

12
9. Ikut Aktif Mensosialisasikan Radikalisme Dan Terorisme
Mensosialisasikan di sini bukan berarti kita mengajak untuk menyebarkan pemahaman
radikalisme dan melakukan tindakan terorisme, namun kita mensosialisasikan tentang apa
itu sebenarnya radikalisme dan terorisme. Sehingga nantinya akan banyak orang yang
mengerti tentang arti sebenarnya dari radikalisme dan terorisme tersebut, di mana kedua
hal tersebut sangatlah berbahaya bagi kehidupan, terutama kehidupan yang dijalani secara
bersamasama dalam dasar kemajemukan atau keberagaman. Jangan lupa pula untuk
mensosialisasikan tentang bahaya, dampak, serta cara-cara untuk bisa menghindari
pengaruh pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang kami dapatkan dapat disimpulkan bahwa Masalah
radikalisme dan terorisme saat ini memang sudah marak terjadi di mana-mana,
termasuk di Indonesia sendiri. Pengaruh radikalisme yang merupakan suatu
pemahaman baru yang dibuat-buat oleh pihak tertentu mengenai suatu hal, seperti
agama, sosial, dan politik, seakan menjadi semakin rumit karena berbaur dengan tindak
terorisme yang cenderung melibatkan tindak kekerasan. Berbagai tindakan terror yang
tak jarang memakan korban jiwa seakan menjadi cara dan senjata utama bagi para
pelaku radikal dalam menyampaikan pemahaman mereka dalam upaya untuk mencapai
sebuah perubahan. dan cara mencegahnya dengan cara Memperkenalkan Ilmu
Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar, Memahamkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik
Dan Benar, Meminimalisir Kesenjangan Sosial, Menjaga Persatua dan Kesatuan,
Mendukung Aksi Perdamaian, Berperan Aktif Dalam Melaporkan Radikalisme dan
Terorisme, Meningkatkan Pemahaman kan Hidup Kebersamaan, Menyaring Informasi
yang Didapatkan, Ikut Aktif Mensosialisasikan Radikalisme dan Terorisme dan juga
Ratio Legis mengenai Tindak Pidana Terorisme, didasarkan berdasarkan faktor-faktor
yang ada yaitu : Kesukuan, nasionalisme/ separatism (Etnicity,
nationalism/separatism), Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi (Poverty and
economic disadvantage, globalisation), Non demokrasi (non democracy), Pelanggaran
harkat kemanusiaan (Dehumanisation), Radikalisme agama (Religion).

B. Saran

Dengan demikian sebagaimana kesimpulan yang diberikan bahwa pemerintah tidak


dapat hanya bertindak sendiri saja dalam menanggulangi permasalahan terorisme di
tengah kehidupan masyarakat. Namun juga, pemerintah membutuhkan peran
masyarakat agar tidak mudah terpengaruh dengan aksi-aksi yang menyebabkan ada nya
tindak pidana terorisme dan tetap bersandarkan kepada pancasila sebagai ideologi
negara.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Aburusman & Muhyiddin. (2006). Terorisme di Tengah Arus Global Demokrasi, Specturm,
Jakarta.
Akaha, H. (2002). Terorisme dan Konspirasi Anti-Islam, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
Barda Nawawi, A. (1999). Arief ukum Pidana II, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

Bemmelen, J. M. Van. (1984). Hukum Pidana I: Pidana Material Bagian Umum, diterjemahkan
oleh Hasan, Bina Cipta.

Wahid, A. (2005). Jakarta: Kejahatan Terorisme, PT. Refika Aditama, Bandung.

Waluyo & Bambang, (2004). Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta.

Jurnal

Bastian, Angga, dkk. (2006). Makalah Sistem Pembuktian dan Beban Pembuktian pada
Matakuliah Hukum Pembuktian, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Indriyanto Seno, A. (2001). Terorisme, Perpu No. 1 Tahun 2002 dalam Perpektif Hukum
Pidana, O.C. Kaligis & Associates, Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai