Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM PIDANA KHUSUS

UPAYA PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA


TERORISME MENURUT UU NO. 5 TAHUN 2018

DISUSUN OLEH :

JHONSON

200250601017

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segalah
rahmat dan karuniaNya sehingga makalah yang berjudul, “UPAYA
PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA TERORIISME MENURUT UU NO.5
TAHUN 2018” dapat saya selesaikan dengan baik.

Saya sebagai penulis berharap semogah dengan adanya makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca tentang penanganan kasus tindak pidana
terorisme yang ada dalam UU NO.5 tahun 2018. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga makalah ini
dapat disusun melalui beberapa media internet.

Harapan saya semogah informasi dan materi yang terdapat dalam makalah
ini dapat membawa manfaat bagi pembaca. Demikian makalah ini dibuat apabilah
terdapat kesalahan dalam penulisan,ataupun adanya ketidak sesuaian materi
yang diangkat pada makalah ini, saya selaku penulis mohon maaf. Dan tentunya
saya menerima kritik dan saran dari pembaca agar bisa membuat karya makalah
yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Mamuju,10 desember 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………iii

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4

BAB II

RUMUSAN MASALAH…………………………………………………….. 6

BAB III

PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 7

A. Tindak Pidana Terorisme…………………………………... 7

B. Kebijakan Penanggulangan Terorisme…………………. . 9

C. Penanggulangan terorisme di Indonesia Berdasarkan Undang-

Undang No.5 Tahun 2018……………………………………. 12

BAB IV

PENUTUP……………………………………………………………………. 16

A. Kesimpulan………………………………………………………………... 16

B. Saran.................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 18

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Terorisme merupakan salah satu masalah yang sangat serius di
Indodesia. Apabila tidak ditangani dengan serius, dapat menjadi ancaman besar
bagi stabilitas dan keamanan Bangsa dan Negara Indonesia. Terorisme
merupakan permasalahan global seluruh dunia, yang dilakukan oleh kelompok
teroris yang memiliki jaringan luas secara Internasional yang melewati lintas batas
negara dan didukung pendanaan yang besar. Serangan teroris secara global
mulai marak terjadiakibat dari sittuasi politik dan ketidakstabilan serta perang
yang terjadi di negara negara Timur Tengah. Diawali denganperistiwa 11
september 2001 di Amerika Serikat. Perang teluk antara Iraq dan Kuwait tahun
1991 yang dilanjutkan invasi NATO ke Iraq untuk menggulingkan pemerintahan
Saddam Husein di tahun 2003. Terorisme ikut ambil bagian dalam kehidupan
berbangsa ini untuk menunjukkan potensi lain dari berbagai jenis dan ragam
kejahatan. Khususnya kejahatan kekerasan, kejahatan terorganisasi, dan
kejahatan tergolong luar biasa (extra ordinary crime).

Aksi terosrisme yang dilakukan oleh kelompok radikal bukanlah merupakan


hal baru di Indonesia. Gerakan terorisme di Indonesia adalah merupakanbagian
dari gerakan terorisme secara internasional, yang kian jelas menjadi momok
menakutkan bagi peradaban modern. Tujuan, strategis, motivasi, target, dan
metode terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas
bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan biasa, melainkan
sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia.
Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi incaran kelompok radikal ini.
Pasca kejadian 09 september 2001 (WTC), kemudian pada tahun 2002 terjadi
aksi terorisme yang cukup besar di Indonesia yaitu di Sari club dan Paddy’s Club
Kuta Legion Bali 12 oktober 2002 yang dikenal dengan sebutan Bom Bali 1.

Peristiwa Bom bali 1 telah menelan banyak korban jiwa yang tidak bersah,
termasuk warga negara asing. publik global menarik benang merah bahwa tragedi

1
Bali dan kasus WTC AS adalah produk gerakan kelompok terorisme yang
bermaksud merusak kedamaian dunia. Sejak kejadian bom bali 1 tahun 2002
tersebut, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perpu) Nomor 1 tahun 2002, danakhirnya
pada tanggal 4 april 2003 disahkan menjadi Undang-Undang RI dengan nomor 15
tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pasca
diresmikannya UU terorisme, tidak serta-merta menghentikan aksi dari kelompok
terorisme ini. Pada tahun yang sama di bulan Agustus, kemudian terjadi kembali
aksi Bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriot. Setelah itu rentetan Bom bunuh diri
terjadi di Indonesia, seperti Bom Kedubes Australia 2004, Bom Bali 2 tahun 2005,
Bom bunuh diri di Polresta Cirebon tahun 2011,bom Thamrin dan Bom
Mapolresta Surakarta 2016, Bom di halte Busway Kampung Melayu 2017 dan
yang terbaru.

Meskipun memiliki Undang-Undang yang mengatur tentang pemberantasan


Tindak Pidana Terorisme, akan tetapi Undang-Undang tersebut tidak bisa
menjadilandasan hokum yang kuat bagi aparat penegak hukum.melakukan
penangkapan terhadap terduga terorisme sebelum terjadinya tindak pidana. Oleh
karena itu,untuk memperkuat Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme , pemerintah akhirnya memutuskan untuk melakukan revisi
terhadap UU no.15 tahun 2003. Revisi ini sudah diajukan sejak awal 2016 ke
DPR namun mengalami kevacuman yang memunculkan berbagai macam alasan
terkait belum dapat diresmikannya revisi Undang-Undang ini. Akhirnya bom
kampung melayu pada bulan mei 2017 dan berbagai rentetan aksi Bom bunuh diri
pada tahun 2018 yang memaksa DPR harus menyetujui revisi UU No.15 tahun
2003 dan meresmikan UU No.5 tahun 2018.

2
BAB II

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dikemukakan rumusan masala sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya penanganan kasus tindak pidana terorisme


berdasarkan UU No.5 tahun 2018….?
2. Bagaimana penanggulangan terorisme di Indonesia berdasarkan UU No.5
tahun 2018…..?

3
BAB III

PEMBAHASAN
A.Tindak Tidana Terorisme

Kata terorisme berasal dari bahasa inggris “terrorism”, yang diadopsi dari
bahasa latin “terrere” yang berarti “menyebabkan ketakutan”. Jadi kata “teror” itu
berarti membuat rasa takut atau menakut-nakuti.

Menurut Loebby lukman, terorisme merupakan kejahatan luar biasa karena


adanya perbedaan persepsi yang mencolok pelaku dengan korbannya. Bagi
kelompoknya, pelaku terorisme dianggap sebagai pahlawan. Tapi bagi korbannya
dianggap suatu pengkhianatan.

Di Indonesia sendiri yang di maksud dengan pengertian Tindak Pidana


Terorisme terdapat dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.5 tahun 2018,,
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana terorisme adalah
”perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang
menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat
menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan
atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis , lingkungan hidup, fasilitas
publik, atau fasilitas internasional, dengan motif ideology, politik atau gangguan
keamanan”.

Tindak Pidana Terorisme dapat disertai dengan motif ideologi atau motif
politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, dan
radikalisme yang membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. Oleh
karena itu, Tindak Pidana Terorisme selalu diancam dengan pidana berat oleh
hukum pidana dalam yurisdiksi negara.

Dengan adanya rangkaian peristiwa yang melibatkan warga negara Indonesia


bergabung dengan organisasi tertentu yang radikal dan telah ditetapkan sebagai
organisasi atau kelompok teroris, atau organisasi lain yang bermaksud melakukan
permufakatan jahat yang mengarah pada Tindak Pidana Terorisme, baik di dalam
maupun di luar negeri, telah menimbulkan ketakutan masyarakat dan berdampak
pada kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, keaman

4
an dan ketertiban masyarakat, ketahanan nasional, serta hubungan
internasional. Organisasi tertentu yang radikal dan mengarah pada Tindak Pidana
Terorisme tersebut merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan
mempunyai jaringan luas yang secara nyata telah menimbulkan terjadinya Tindak
Pidana Terorisme yang bersifat masif jika tidak segera diatasi mengancam
perdamaian dan keamanan, baik nasional maupun internasional .

Dalam rangka memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin
pelindungan dan kepastian hukum dalam pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan
hukum masyarakat, perlu dilakukan perubahan secara proporsional dengan tetap
menjaga keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum, pelindungan hak
asasi manusia, dan kondisi sosial politik di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang


Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang.

Beberapa materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain:

a. kriminalisasi baru terhadap berbagai modus baru Tindak Pidana Terorisme


seperti jenis Bahan Peledak, mengikuti pelatihan
militer/paramiliter/pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme;
b. pemberatan sanksi pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Terorisme, baik
permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan pembantuan untuk
melakukan Tindak Pidana Terorisme;
c. perluasan sanksi pidana terhadap Korporasi yang dikenakan kepada
pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengarahkan Korporasi;
d. penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki
paspor dalam jangka waktu tertentu;
e. kekhususan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktu
penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penangkapan dan
penahanan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum, serta
penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme oleh penuntut umum;

5
pelindungan Korban sebagai bentuk tanggung jawab negara;

f. pencegahan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh instansi terkait


sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang
dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan
g. kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, peran Tentara
Nasional Indonesia, dan pengawasannya.

B. KEBIJAKAN PENANGGULANGAN TERORISME

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Terorisme telah dilakukan perubahan dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, disamping melindungikedaulatan
negara dari berbagai tindakan terorisme, negara berkewajiban melindungi
tersangka pelaku terorisme sebagai wujud perlindungan hak asasi manusia.
Selain itu,Undang-Undang tersebut berkewajibanmelindungi korban terorisme
yang sebagian besar rakyat yang tidak berdosa (innocent victims). Pasal 34 UU
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bahkan secara lebih rinci
menetapkan bentuk perlindungan yang wajib diberikan oleh negara, baik
sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara kepada saksi,
yaitu perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental,
kerahasiaan identitas ahli, pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di
siding pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa. Adanya ketentuan-
ketentuan semacam itu tentunya merupakan suatu langkah maju dan perwujudan
dari timbulnya kesadaran bahwa dalam proses peradilan bukan hanya
tersangka/terdakwa yang perlu mendapat perlindungan, meskipun masih perlu
dipantau apakah ketentuan ini pada akhirnya dapat diimplementasikan, karena
masih dibutuhkannya adanya Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan
ketentuan UU tersebut. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah dilakukan perubahan
dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme,
merupakan landasan hukum bagi setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak
pidana terorisme untuk mendapatkan kompensasi atau restitusi.Namun demikian,
sampai saat ini belum ada yang mengatur pemberian kompensasi dan restitusi
bagi korban, begitu pula dalam praktik peradilan kasus tindak pidana terorisme.

6
Sekali pun akibat dari perbuatan tindak pidana terorisme telah banyak
menimbulkan korban yang menderita kehilangan anggota badan, mengalami sakit
ataupun sampai kehilangan nyawa. Dikaitkan dengan peraturan yang mengatur
mengenai perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban yakni Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang
bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada
saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan. Dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, LPSK tidak lepas dari peran kerjasama berbagai pihak
terutama aparat penegak hukum. Berkaitan dengan pemberian perlindungan dan
bantuan dari LPSK ini, tidak semuanya permohonan akan dikabulkan oleh LPSK.
Secara internal upaya yang dilakukan oleh Indonesia guna menanggulangi
terorisme adalah sebagai berikut:
1. Penegakan Hukum.
Salah satu prinsip pokok strategi penanggulangan terorisme Indonesia
menurut Ketua BNPT adalah bahwa Pemerintah Indonesia
memperlakukan aksi terorisme sebagai tindakan kriminal,sehingga
yang digunakan adalahpendekatan hukum. Penyelenggaraan
penegakkan hukum terhadap tindak pidana terorisme diatur oleh UU
No. 15 tahun 2003 yang menetapkan Perpu No. 1 tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai Undang-Undang.
Kemudian dibuat UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan No 9 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme. Secara umum, strategi penegakkan hukum ini dapat
dikatakan masih menghadapi berbagai tantangan. Penegakan hukum
terhadap sistem kejahatan terorisme dipandang masih lemah. Dari
segi payung hukum, institusi keamanan nasional mengalami masalah
karena keberadaan UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme belum cukup memayungi operasi
pencegahan dalam bentuk operasi intelejen dan tindakan proaktif di
awal.
2. Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).

7
BNPT dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010,
yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2012 Pembentukan BNPT merupakan Kebijakan Nasional
Penanggulangan Terorisme di Indonesia Badan ini merupakan
pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme
(DKPT) yang dibuat pada Tahun 2002. BNPT juga dibentuk
merupakan sebuah regulasi sebagai elaborasi UU No. 34/2004 tentang
TNI dan UU No. 2/2002 tentang Polri, untuk mengatur ketentuan lebih
rinci tentang “Rule of Engagement” (aturan pelibatan ) TNI, terkait
tugas operasi militer selain perang, termasuk aturan pelibatan TNI
dalam mengatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap Polri.
3. Pelibatan TNI dan Polri
UU No. 34 Tahun 2004 telah memberikan payung hukum agar TNI
juga terlibat dalam mengatasi aksi terorisme. Yang seharusnya
dilakukan prajurit TNI, bukan bagaimana penanganan setelah bom
meledak, mencari siapa pelakunya, akan tetapi lebih pada upaya
preventif. Memberikan bantuan kepada kepolisian dengan koridor
fungsi dan tugasnya secara efektif. Merujuk pada Undang-Undang No.
34 tahun 2004 tentang TNI di Pasal 7 ayat (1) sangat jelas dinyatakan,
bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara. Sebagai penegas, di ayat (2) pasal tersebut
dinyatakan, tugas pokok sebagaimana dimaksud yakni dengan
melakukan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain
perang. Operasi militer selain perang, diperuntukkan antara
lain sebagai upaya untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata,
pemberontakan bersenjata, aksi terorisme serta mengamankan wilayah
perbatasan. Dari pasal ini saja, mengisyaratkan bahwa tidak ada
alasan bagi TNI untuk tidak terlibat dalam menanggulangi terorisme
yang nyata-nyata tidak sekedar menghancurkan citra kehormatan
bangsa di mata internasional, tetapi sudah menghancurkan sendi-sendi
kemanusiaan.
8
4. Deradikalisasi.
Deradikalisasi adalah bagian dari strategikontra terorisme,
deradikalisasi dipahami sebagai cara merubah ideologi kelompok
teroris secara drastis. Deradikalisasi ditujukan untuk mengubah
seseorang yang semula radikal menjadi tidak lagi radikal, termasuk
diantaranya adalah menjauhkan mereka dari kelompok radikal tempat
mereka bernaung. Deradikalisasi terorisme diwujudkan dengan
program reorientasi motivasi, reedukasi.

C. Penanggulangan Teororisme di Indonesia Berdasarkan Undang-undang


Nomor 5 Tahun 2018
Rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik
Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas, mengakibatkan
hilangnya nyawa serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh
yang tidak menguntungkan pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan
hubungan Indonesia dengan dunia internasional. Peledakan bom tersebut
merupakan salah satu modus pelaku terorisme yang telah menjadi fenomena
umum di beberapa negara. Terorisme merupakan kejahatan lintas negara,
terorganisasi, dan bahkan merupakan tindak pidana Internasional yang
mempunyai jaringan luas.

Pemerintah Indonesia sejalan dengan amanat sebagaimana ditentukan dalam


Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, berkewajiban untuk
melindungi warganya dari setiap ancaman kejahatan baik bersifat nasional,
transnasional, maupun bersifat internasional. Pemerintah juga berkewajiban untuk
mempertahankan kedaulatan serta memelihara keutuhan dan integritas nasional
dari setiap bentuk ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Untuk
itu, maka mutlak diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten
dan berkesinambungan.

9
Tindak Pidana Terorisme yang diatur dalam Undang-Undang ini harus
dianggap bukan tindak pidana politik dan dapat diekstradisi atau dimintakan
bantuan timbal balik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan Bahwa untuk memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna
menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana
terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam
masyarakat, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi
Undang-Undang. Dengan kata lain, landasana hukum yang digunakan oleh
pemerintah Indonesia untuk menanggulangi tindak Pidana Terorisme yang
berlaku saat ini ialah “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-
Undang”.

Dalam Undang-undang penanggulangan tindak Pidana Teorisme di atas


menyebutkan bahwa,

“Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Kekerasan atau Ancaman


Kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang
secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap Objek Vital yang Strategis,
lingkungan hidup atau Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati” Berdasarkan isi pasal 6
Undang-Undang tindak pidana terorisme di atas dapat dipahami bahwa begitu
seriusnya pemerintah indonesia dalam memberikan ancaman serta larangan bagi
siapa saja yang melakukan tindak pidana terorisme dengan hukuman paling
singkat lima tahun dan paling berat hukumanmnya ialah hukuman mati.

Dalam Pasal 10A Undang-Undang tersebut menjelaskan tentang ancaman


bagi Setiap Orang yang secara melawan hukummemasukkan ke wilayah Negara

10
Kesatuan Republik Indonesia, membuat, menerima, memperoleh, menyerahkan,
menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam
miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, atau mengeluarkan dari
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia senjata kimia, senjata biologi,
radiologi, mikroorganisme, nuklir, radioaktif atau komponennya, dengan maksud
untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puiuh) tahun, pidana penjara
seumur hidup, atau pidana mati.

Selanjutnya dalam Pasal 12A berbunyi,

1) Setiap orang yang dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme


di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di negara lain,
merencanakan, menggerakkan, atau mengorganisasikan tindak pidana
terorisme dengan orang yang berada di dalam negeri dan/ atau di luar
negeri atau negara asing dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.
2) Setiap orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut
orang untuk menjadi anggota korporasi yang ditetapkan dan/atau
diputuskan pengadilan sebagai organisasi terorisme dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun.
3) Pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yangrnengendalikan
Korporasi sebagairnana dimaksudpada ayat (2) dipidana dengan
pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12(dua
belas) tahun.

Kemudian dalam undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa setiap


orang yang memiliki hubungan dengan organisasi terorisme dan dengan sengaja
menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan
untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan tindak pidana terorisme dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pada dasarnya, pemberantasan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh


pemerintah merupakan kebijakan dan langkah-langkahstrategis untuk

11
memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatanmasyarakat dengan tetap
menjunjung tinggi hukum dan hak asasimanusia, tidak bersifat diskriminatif, baik
berdasarkan suku, agama, ras,maupun antargolongan. Undang-Undang tindak
pidana teoriseme Berlaku terhadap setiap orang yang melakukan atau bermaksud
melakukan tindak pidana terorisme di wilayah negara Republik Indonesia.

Selain itu, dalam mrenanggulangi tindak pidana terorisme yang terjadi di


Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah Indonesia juga
memberikan yurisdiksi terhadap negara lain/pihak luar dengan ketentuan-
ketentuan khusus sebagaimana di atur dalam Pasal 3 ayat (2), Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang yang berbunyi,

Undang-Undang tindak pidana terorisme berlaku bagi setiap orang yang


melakukan atau bermaksud melakukan tindak pidana terorisme di wilayah negara
Republik Indonesia dan/atau negara lain jugamempunyai yurisdiksi dan
menyatakan maksudnya untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku, apabila:

a) Kejahatan dilakukan oleh warga negara dari negara yang bersangkutan.


b) Kejahatan dilakukan terhadap warga negara dari negara yang
bersangkutan
c) Kejahatan tersebut juga dilakukan di negara yang bersangkutan.
d) Kejahatan dilakukan terhadap suatu negara atau fasilitas pemerintah dari
negara yang bersangkutan di luar negeritermasuk perwakilan negara
asing atau tempat kediamanpejabat diplomatik atau konsuler dari negara
yang bersangkutan.
e) Kejahatan dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa negara yang bersangkutan melakukansesuatu atau tidak
melakukan sesuatu.
f) Kejahatan dilakukan terhadap pesawat udara yang dioperasikanoleh
pemerintah negara yang bersangkutan.
g) Kejahatan dilakukan di atas kapal yang berbendera negara tersebut atau
pesawat udara yang terdaftar berdasarkanundang-undang.

12
Untuk pencegahan tindak pidana terorisme sendiri diatur dalam BAB VIIA,
yang memuat; pasal 43 A, pasal 43B, pasal 43C dan pasal43D.
1. Pemerintah wajib melakukukan pencegahan tindak pidana terorisme
2. Kesiapsiagaan Nasional
Kesiapsiagaan nasional merupakan suatu kondisi siap siaga untuk
mengantisipasi terjadinya tindak pidana terorisme
3. Kontra radikalisasi
Kontra radikalisasi merupakan suatu proses yang terencana , terpadu,
sistematis, dan berkesinambungan yang dilakd[sanakan terhadap orang
atau kelompok orang yang terpapar paham radikal terorisme yang
dimaksud untuk menghentikan paham radikal terorisme
4. Deradikalisasi
Deradikalisasi dilakukan kepada; tersangka, terdakwa, terpidana,
narapidana,mantan narapidana terorisme, atau orang atau kelompok yang
sudah terpapar paham radikal terorisme.

BAB IV
PENUTUP
A. kesimpulan
tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan
kejahatan yang serius yang membahayakan ideologi negara, keamanan negara,
kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara,
terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta memiliki tujuan tertentu
sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus, terencana, terarah,
terpadu, dan berkesinambungan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 ;

UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah


cukup berhasil melakukan pencegahan terhadap para pelaku terorisme dengan
menggunakan payung hukum yang baru berdasarkan bukti-bukti intelijen dan
fakta-fakta pendahuluan. Meskipun di dalam proses penyelidikan dan pengadilan
masih menggunakan kaedah hukum UU No. 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sehingga kelemahannya adalah bahwa
13
penuntutan tidak maksimal karena kekurangan alat bukti. Selain itu, program
deradikalisasi yang juga telah diatur di dalam UU No. 5 Tahun 2018 telah memiliki
payung hukum yang kuat.
Di tetapkannya UU no 5 tahun 2018 ini karena UU sebelumnya sudah tidak
relevan lagi mengngat perkembangan teknologi dan perkembangan dunia yang
semakin maju.
Menunjuk suatu badan khusus untuk melaksanakankebijakan dibidang
penanggulangan terorisme yaitu BNPT. Dan juga melibatkat TNI dan POLRI
untuk untuk mengatasi aksi terorisme. Serta serta melibatkan DPR untuk
membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme.

B. Saran

1. Undang-undang ini akan sangat efektif berjalan apabila diawali dengan


semangat untukmemberantas terorisme, sehingga pemerintah seharusnya
melakukan penyuluhan dan sosialisasi agar masyarakat umum mengetahui
apa-apa saja yang menjadi indikasi seseorang dikatakan terorisme, dan
menjelaskan pula bahwa harus dilaoparkan kemana subjek hukum yang
bersindikat terorisme tersebut agar terbangunya kerja sama antara elemen
pemerintah dan masyarakat dalam hal pemberantasaan tindak pidana
pendanaan terorisme dan tindak pidana terorisme di Indonesia

14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-5-2018-uu-15-2003

Https://www.repository.uir.ac.id

https://www.media.neliti.com

https://www.jdih.kemenkopmk.go.id

15

Anda mungkin juga menyukai