DISUSUN OLEH :
JHONSON
200250601017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segalah
rahmat dan karuniaNya sehingga makalah yang berjudul, “UPAYA
PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA TERORIISME MENURUT UU NO.5
TAHUN 2018” dapat saya selesaikan dengan baik.
Saya sebagai penulis berharap semogah dengan adanya makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca tentang penanganan kasus tindak pidana
terorisme yang ada dalam UU NO.5 tahun 2018. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga makalah ini
dapat disusun melalui beberapa media internet.
Harapan saya semogah informasi dan materi yang terdapat dalam makalah
ini dapat membawa manfaat bagi pembaca. Demikian makalah ini dibuat apabilah
terdapat kesalahan dalam penulisan,ataupun adanya ketidak sesuaian materi
yang diangkat pada makalah ini, saya selaku penulis mohon maaf. Dan tentunya
saya menerima kritik dan saran dari pembaca agar bisa membuat karya makalah
yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………iii
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4
BAB II
RUMUSAN MASALAH…………………………………………………….. 6
BAB III
PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 7
BAB IV
PENUTUP……………………………………………………………………. 16
A. Kesimpulan………………………………………………………………... 16
B. Saran.................................................................................................... 17
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Terorisme merupakan salah satu masalah yang sangat serius di
Indodesia. Apabila tidak ditangani dengan serius, dapat menjadi ancaman besar
bagi stabilitas dan keamanan Bangsa dan Negara Indonesia. Terorisme
merupakan permasalahan global seluruh dunia, yang dilakukan oleh kelompok
teroris yang memiliki jaringan luas secara Internasional yang melewati lintas batas
negara dan didukung pendanaan yang besar. Serangan teroris secara global
mulai marak terjadiakibat dari sittuasi politik dan ketidakstabilan serta perang
yang terjadi di negara negara Timur Tengah. Diawali denganperistiwa 11
september 2001 di Amerika Serikat. Perang teluk antara Iraq dan Kuwait tahun
1991 yang dilanjutkan invasi NATO ke Iraq untuk menggulingkan pemerintahan
Saddam Husein di tahun 2003. Terorisme ikut ambil bagian dalam kehidupan
berbangsa ini untuk menunjukkan potensi lain dari berbagai jenis dan ragam
kejahatan. Khususnya kejahatan kekerasan, kejahatan terorganisasi, dan
kejahatan tergolong luar biasa (extra ordinary crime).
Peristiwa Bom bali 1 telah menelan banyak korban jiwa yang tidak bersah,
termasuk warga negara asing. publik global menarik benang merah bahwa tragedi
1
Bali dan kasus WTC AS adalah produk gerakan kelompok terorisme yang
bermaksud merusak kedamaian dunia. Sejak kejadian bom bali 1 tahun 2002
tersebut, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perpu) Nomor 1 tahun 2002, danakhirnya
pada tanggal 4 april 2003 disahkan menjadi Undang-Undang RI dengan nomor 15
tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pasca
diresmikannya UU terorisme, tidak serta-merta menghentikan aksi dari kelompok
terorisme ini. Pada tahun yang sama di bulan Agustus, kemudian terjadi kembali
aksi Bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriot. Setelah itu rentetan Bom bunuh diri
terjadi di Indonesia, seperti Bom Kedubes Australia 2004, Bom Bali 2 tahun 2005,
Bom bunuh diri di Polresta Cirebon tahun 2011,bom Thamrin dan Bom
Mapolresta Surakarta 2016, Bom di halte Busway Kampung Melayu 2017 dan
yang terbaru.
2
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dikemukakan rumusan masala sebagai berikut:
3
BAB III
PEMBAHASAN
A.Tindak Tidana Terorisme
Kata terorisme berasal dari bahasa inggris “terrorism”, yang diadopsi dari
bahasa latin “terrere” yang berarti “menyebabkan ketakutan”. Jadi kata “teror” itu
berarti membuat rasa takut atau menakut-nakuti.
Tindak Pidana Terorisme dapat disertai dengan motif ideologi atau motif
politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, dan
radikalisme yang membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. Oleh
karena itu, Tindak Pidana Terorisme selalu diancam dengan pidana berat oleh
hukum pidana dalam yurisdiksi negara.
4
an dan ketertiban masyarakat, ketahanan nasional, serta hubungan
internasional. Organisasi tertentu yang radikal dan mengarah pada Tindak Pidana
Terorisme tersebut merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan
mempunyai jaringan luas yang secara nyata telah menimbulkan terjadinya Tindak
Pidana Terorisme yang bersifat masif jika tidak segera diatasi mengancam
perdamaian dan keamanan, baik nasional maupun internasional .
Dalam rangka memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin
pelindungan dan kepastian hukum dalam pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan
hukum masyarakat, perlu dilakukan perubahan secara proporsional dengan tetap
menjaga keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum, pelindungan hak
asasi manusia, dan kondisi sosial politik di Indonesia.
Beberapa materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain:
5
pelindungan Korban sebagai bentuk tanggung jawab negara;
6
Sekali pun akibat dari perbuatan tindak pidana terorisme telah banyak
menimbulkan korban yang menderita kehilangan anggota badan, mengalami sakit
ataupun sampai kehilangan nyawa. Dikaitkan dengan peraturan yang mengatur
mengenai perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban yakni Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang
bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada
saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan. Dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, LPSK tidak lepas dari peran kerjasama berbagai pihak
terutama aparat penegak hukum. Berkaitan dengan pemberian perlindungan dan
bantuan dari LPSK ini, tidak semuanya permohonan akan dikabulkan oleh LPSK.
Secara internal upaya yang dilakukan oleh Indonesia guna menanggulangi
terorisme adalah sebagai berikut:
1. Penegakan Hukum.
Salah satu prinsip pokok strategi penanggulangan terorisme Indonesia
menurut Ketua BNPT adalah bahwa Pemerintah Indonesia
memperlakukan aksi terorisme sebagai tindakan kriminal,sehingga
yang digunakan adalahpendekatan hukum. Penyelenggaraan
penegakkan hukum terhadap tindak pidana terorisme diatur oleh UU
No. 15 tahun 2003 yang menetapkan Perpu No. 1 tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai Undang-Undang.
Kemudian dibuat UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan No 9 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme. Secara umum, strategi penegakkan hukum ini dapat
dikatakan masih menghadapi berbagai tantangan. Penegakan hukum
terhadap sistem kejahatan terorisme dipandang masih lemah. Dari
segi payung hukum, institusi keamanan nasional mengalami masalah
karena keberadaan UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme belum cukup memayungi operasi
pencegahan dalam bentuk operasi intelejen dan tindakan proaktif di
awal.
2. Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
7
BNPT dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010,
yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2012 Pembentukan BNPT merupakan Kebijakan Nasional
Penanggulangan Terorisme di Indonesia Badan ini merupakan
pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme
(DKPT) yang dibuat pada Tahun 2002. BNPT juga dibentuk
merupakan sebuah regulasi sebagai elaborasi UU No. 34/2004 tentang
TNI dan UU No. 2/2002 tentang Polri, untuk mengatur ketentuan lebih
rinci tentang “Rule of Engagement” (aturan pelibatan ) TNI, terkait
tugas operasi militer selain perang, termasuk aturan pelibatan TNI
dalam mengatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap Polri.
3. Pelibatan TNI dan Polri
UU No. 34 Tahun 2004 telah memberikan payung hukum agar TNI
juga terlibat dalam mengatasi aksi terorisme. Yang seharusnya
dilakukan prajurit TNI, bukan bagaimana penanganan setelah bom
meledak, mencari siapa pelakunya, akan tetapi lebih pada upaya
preventif. Memberikan bantuan kepada kepolisian dengan koridor
fungsi dan tugasnya secara efektif. Merujuk pada Undang-Undang No.
34 tahun 2004 tentang TNI di Pasal 7 ayat (1) sangat jelas dinyatakan,
bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara. Sebagai penegas, di ayat (2) pasal tersebut
dinyatakan, tugas pokok sebagaimana dimaksud yakni dengan
melakukan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain
perang. Operasi militer selain perang, diperuntukkan antara
lain sebagai upaya untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata,
pemberontakan bersenjata, aksi terorisme serta mengamankan wilayah
perbatasan. Dari pasal ini saja, mengisyaratkan bahwa tidak ada
alasan bagi TNI untuk tidak terlibat dalam menanggulangi terorisme
yang nyata-nyata tidak sekedar menghancurkan citra kehormatan
bangsa di mata internasional, tetapi sudah menghancurkan sendi-sendi
kemanusiaan.
8
4. Deradikalisasi.
Deradikalisasi adalah bagian dari strategikontra terorisme,
deradikalisasi dipahami sebagai cara merubah ideologi kelompok
teroris secara drastis. Deradikalisasi ditujukan untuk mengubah
seseorang yang semula radikal menjadi tidak lagi radikal, termasuk
diantaranya adalah menjauhkan mereka dari kelompok radikal tempat
mereka bernaung. Deradikalisasi terorisme diwujudkan dengan
program reorientasi motivasi, reedukasi.
9
Tindak Pidana Terorisme yang diatur dalam Undang-Undang ini harus
dianggap bukan tindak pidana politik dan dapat diekstradisi atau dimintakan
bantuan timbal balik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan Bahwa untuk memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna
menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana
terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam
masyarakat, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi
Undang-Undang. Dengan kata lain, landasana hukum yang digunakan oleh
pemerintah Indonesia untuk menanggulangi tindak Pidana Terorisme yang
berlaku saat ini ialah “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-
Undang”.
10
Kesatuan Republik Indonesia, membuat, menerima, memperoleh, menyerahkan,
menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam
miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, atau mengeluarkan dari
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia senjata kimia, senjata biologi,
radiologi, mikroorganisme, nuklir, radioaktif atau komponennya, dengan maksud
untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puiuh) tahun, pidana penjara
seumur hidup, atau pidana mati.
11
memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatanmasyarakat dengan tetap
menjunjung tinggi hukum dan hak asasimanusia, tidak bersifat diskriminatif, baik
berdasarkan suku, agama, ras,maupun antargolongan. Undang-Undang tindak
pidana teoriseme Berlaku terhadap setiap orang yang melakukan atau bermaksud
melakukan tindak pidana terorisme di wilayah negara Republik Indonesia.
12
Untuk pencegahan tindak pidana terorisme sendiri diatur dalam BAB VIIA,
yang memuat; pasal 43 A, pasal 43B, pasal 43C dan pasal43D.
1. Pemerintah wajib melakukukan pencegahan tindak pidana terorisme
2. Kesiapsiagaan Nasional
Kesiapsiagaan nasional merupakan suatu kondisi siap siaga untuk
mengantisipasi terjadinya tindak pidana terorisme
3. Kontra radikalisasi
Kontra radikalisasi merupakan suatu proses yang terencana , terpadu,
sistematis, dan berkesinambungan yang dilakd[sanakan terhadap orang
atau kelompok orang yang terpapar paham radikal terorisme yang
dimaksud untuk menghentikan paham radikal terorisme
4. Deradikalisasi
Deradikalisasi dilakukan kepada; tersangka, terdakwa, terpidana,
narapidana,mantan narapidana terorisme, atau orang atau kelompok yang
sudah terpapar paham radikal terorisme.
BAB IV
PENUTUP
A. kesimpulan
tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan
kejahatan yang serius yang membahayakan ideologi negara, keamanan negara,
kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara,
terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta memiliki tujuan tertentu
sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus, terencana, terarah,
terpadu, dan berkesinambungan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 ;
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-5-2018-uu-15-2003
Https://www.repository.uir.ac.id
https://www.media.neliti.com
https://www.jdih.kemenkopmk.go.id
15