Anda di halaman 1dari 10

Tugas AIK IV

Hasil Review Jurnal yang Berjudul “Islamic Law and Terrorism in


Indonesia” Oleh Ramlani Lina Sinaulan

Dosen Pengampu:
Muhammad Subhki, S.Pd., M.Pd.I

Disusun Oleh :

Ahmad Rizaldi Zahir (201610100311168)

Pendidikan Bahasa Inggris

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Malang

2019
Pertama yang akan saya jelaskan adalah isi tentang jurnal ini, jurnal ini dalam bahasa
Indonesia berjudul Hukum Islam dan Terorisme di Indonesia, dimana akan membahas hal-hal
apa saja yang berhubungan dengan Hukum islam, terorisme dan jihad yang terjadi di
Indonesia serta dampak-dampak yang ditimbulkanya.

1. Terorisme

Hal pertama yang dibahas di dalam jurnal ini ialah mengenai Terorisme, disini dijelaskan
bahwa kejahatan yang melanggar norma kemanusiaan dan termasuk ancaman yang sangat
berbahaya di setiap negara. Maka dari itu banyak negara-negara yang menunjukan
perlawanan ketat terhadap terorisme.

Terorisme diantaranya disebabkan oleh beberapa hal, seperti isu politik dan isu agama
atau kepercayaan yang dilandaskan oleh adanya rasa ketidakadilan oleh pelaku atau grup
terorisme. Contoh munculnya terorisme dalam isu politik adalah bila ada orang atau
kelompok yang tidak suka sama lain maka mereka akan menghalalkan segala cara untuk
menjatuhkan lawanya tidak terkecuali dengan melakukan aksi teror. Bisa juga melakukan
aksi teror untuk pemerintah yang dianggap tidak becus dalam bekerja.

Dilain hal, terjadinya aksi terorisme yang timbul oleh isu agama adalah menyimpangnya
konsep dan makna dari kata Jihad dalam islam. Beberapa pelaku terorisme menyalah artikan
kata Jihad sebagai perjuangan dijalan islam tanpa memperdulikan Aqidah dan aturan-aturan
sebenarnya dalam berjihad sesuai yang tertera di dalam Al-qur’an dan hadist.

Terkait pernyataan diatas tentang bagaimana terjadi terorisme dapat menunjukan kepada
kita bahwa tindakan tersebut sudah melenceng dimana dapat menyebabkan banyak kejahatan,
pelanggaran, dan beberapa perbuatan tercela lainya yang menyimpang dari hukum dalam
negri maupun hukum dalam beragama. Kejadian tersebut juga dapat menimbulkan
perpecahan antar masyarakat dimana sulit untuk menemukan kedamaian didalam kehidupan
bersosial.

Dikutip dari Muchammad Ali Syafa’at (2003:59) berargumen bahwa terjadinya


pelanggaran dan kekerasan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Thus, Nasir Abas
(2012:1) berkata bahwa kegiatan teror merupakan aksi yang keji, dimana biasannya dilihat
sebagai “kurang jahat” oleh pelakunya, jadi ini bukan interaksi yang dapat digolongkan
kedalam kelompok kejahatan. Selain itu Dafrizal dan Faridah Ibrahim (2010:360)
mengatakan bahwa terorisme adalah suatu be tuk kejahatan yang tidak dapat diduga oleh
pemerintah dimana aksi yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang ingin mendapat
kekuatan atau pemgaruh yang kuat di kehdupan sosial. Terakhir, menurut Abdurrahman
Pribadi and Abu Rayyan (2009: 9-10) teror adalah kekacauan; keadaan yang menyebabkan
kekacauan dalam publik; tindakan kejam dan mengancam.

Disisi lain Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomer 03 tahun 2004 menyatakan
bahwa “aksi terorisme merupakan tindak kejahatan yang melawan hak kemanusiaan dan
peradaban yang menimbulkan ancaman serius bagi kedaulatan bangsa bahaya bagi
perdamaian dan keamanan dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat, terorisme adalah
kejahatan yang terorganisir baik kejahatan trans-nasional maupun rahasia, yang tidak
membedakan target”.

Semenjak kejadian 9/11 pada tahun 2001 dimana terjadi serangan teroris di New York
dan Washington DC, Amerika dimana aksi tersebut dilakukan oleh militan islam “Al-Qaeda”
dimana sosok Osama Bin Laden dikenal seluruh dunia sebagai salah satu pelaku aksi teror
tersebut. Dari situlah orang-orang diluar sana mengecap bahwa bila ada aksi terorisme pasti
pelakunya adalah orang muslim atau beragama islam atau Islam adalah Teroris. Meski dalam
hakekatnya islam tidak pernah mengajarkan tindak kejahatan terorisme seperti ini tapi masih
banyak orang yang tetap mengecap orang islam adalah teroris.

Kejadian terorisme pertama kali yang tercatat di Indonesia adalah pada saat ada sebuah
acara di Bali dimana ada 2 buah ledakan bom yang disebabkan oleh teroris. Yang pertama
terjadi pada 12 Oktober 2002 di Paddy Pub dan didepan Sari Club, Legian, Bali, diaman para
korban kebanyakan dari pendatang dari luar Indonesia. Kejadian kedua terjadi 3 tahun
setelahnya, tepatnya pada 10 Oktober 2005 dimana korban kebanyakan orang lokal yang
sedang berlibur ke Bali. Selain itu masi banyak aksi terorisme di Indonesia, seperti
pengeboman sebuah Mall di Makasar, aksi terorisme yang terjadi di Hotel Mariott dan depan
kantor kedutaan Australia di , Di Jakarta juga pernah terjadi aksi teror dimana kejadian
dilakukan seorang pemuda yang terjadi di Sarinah Thamrin. Dan kasus beberapa waktu lalu
yang terjadi di Surabaya dimana satu keluarga dimana Ayah, Ibu, dan Anak-anaknya
melakukan aksi pengeboman di tiga gereja di lokasi berbeda dimana kejadian tersebut terjadi
pada minggu pagi hari dimana jamaat gereja sedang melakukan ibadah pagi. Kejadian ini
memberi pukulan berat bagi warga Indonesia, karena satu keluarga itu dikenal keluarga yang
rajin beribadah di Masjid dan terkenal ramah antar tetangga, tapi rela melakukan hal keji
seperti ini. Polisi belum dapat memastikan latar belakang keluarga ini melakukan aksi teror
ini, meski sempat ada pelaku yang selamat yaitu empat anak dari pelaku teror tersebut. Tapi
dari data yang saya dapat mengenai anak tersebut mereka semua mengalami gangguan
psikologi sehingga tidak bisa menarik informasi tentang tujuan keluarga ini melakukan aksi
terorisme.

Terkait kejadian itu, Pemerintah Indonesia secara reaktif menindaklanjuti dengan yang
berwenang dan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Pengganti Hukum (Peraturan
Pemerintah) No. 1 tahun 2002 tentang Memerangi Tindak Pidana Terorisme, yang kemudian
dikukuhkan oleh UU No. 15 tahun 2003 tentang UU No. Pembentukan Peraturan Pemerintah
Pengganti UU No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi
hukum, dan dikukuhkan kembali oleh Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam pemboman di Bali pada tanggal 21 April
2002 dan 12 Oktober 2002 Tanggal menjadi undang-undang. Dalam kemajuan pencegahan
dan penuntutan terorisme, Pemerintah bersama DPR RI meratifikasi dan memberlakukan UU
No. 9 tahun 2013tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme, sebagai pelengkap UU No. 5 tahun 2003, khususnya yang berkaitan dengan
pembiayaan aksi terorisme.

Dari beberapa pemahaman yang pernah say abaca, teroris melancarkan kejahatanya
untuk memecahbelah kehidupan masyarakat, mereke akan mengadu domba beberapa pihak
untuk menimbulkan kekacauan dan pepcahan.

Oleh karena itu, kita sebagai warga Indonesia yang baik, dihimbau untuk tidak memiliki
rasa dendam yang mendalam yang dapat kita melakukan tindakan balas dendam kepada
oknum-oknum tertentu. Karena memang itulah tujuan teroris, untuk memecahbelah antar
sesame sehingga tidak ada lagi kehidupan yang damai.

2. Sikap Pemerintah

Sikap pemerintah terhadap gerakan radikal selama ini telah diwakili oleh para ahli
bahasa melalui seni penulisan yaitu Jenderal Polisi Drs. Arsyad Mbai (2003: 128), di mana
ada motif di balik pergerakan terorisme di Indonesia, salah satunya adalah "Ideologi Agama
Ekstremisme", yang menegaskan sebagai berikut:

“Teori motivasi ini didasarkan pada sikap radikalisme agama untuk membangun yang
eksklusif komunitas sebagai modal dan identitas kelompok berhadap-hadapan dengan dunia
sekitarnya yang dipertimbangkan, dunia kejahatan yang harus dihancurkan. Mereka percaya
dirinya yang paling benar dan terdekat dengan pintu surga. Bertarung melawan mereka
adalah sebuah kewajiban, sementara kematian adalah kepergian menuju rumah terakhir
(surga). Sikap radikalisme seperti ini yang setiap saat dapat melahirkan sosial dan politik
bencana. Dan sikap ini juga merupakan tindakan kekerasan yang mereka sebut sebagai
pemboman jihad di Bali, Makassar, dan berbagai aksi teror seperti pemboman sebelum Natal
2000 dan aksi anarkis seperti menyapu warga Amerika, perusakan tempat-tempat hiburan
dan sebagainya. Indonesia sebagai salah satu negara Muslim terbesar mereka sebagai
kelompok radikal dengan motivasi seperti yang dijelaskanatas."

Dari pandangan diatas para pejabat atau pemerintah dan serta jajaran polisis sepakat
dengan stigma pelaku tindak kriminal yang dilakukan seseorang atau bahkan kelompok atau
terorisme akan diadili dengan menggunakan hukum islam. Dimana banyak pelaku terror
yang tertangkap akan diadili dengan hukuman mati karena merupakan suatu tindak kejahatan
yang sangat besar yang dapat memecahbelah kepercayaan antar masyarakat yang dapat
menimbulkan perpecahan.

Namun, jihad dalam arti qitāl (berperang), konsep hukum Islam juga telah menetapkan
etika, yang khususnya harus diterapkan dengan mengacu pada rahmatan lῑ al-`ālamῑn dari
ajaran Islam, maka dalam peperangan dilarang membunuh anak-anak, wanita lemah, manula
yang tak berdaya, warga sipil tak bersenjata, menghancurkan tempat ibadat, bahkan tidak
boleh mengganggu ternak.

Sebagaimana ditegaskan pernyataan Pusat Hizbut-Tahrir Indonesia No. 86 / PU / E /


12/05 tanggal 18 Desember, 2005 yang menegaskan bahwa Jihad dalam Islam berarti perang
fisik dilakukan di medan perang (Qitāl), dan bertatap muka dengan musuh, memiliki hukum,
aturan, dan karakter yang mulia, antara lain, harus tidak membunuh anak-anak, wanita, orang
tua, merusak rumah, rumah ibadah, dan termasuk pohon. Pusat Hizbut Tahrir Indonesia juga
menegaskan bahwa jihad harus dilakukan sesuai dengan aturan islam dan amr ma'rūf nahy
munkar, islam tidak pernah mengajarkan kekerasan yang tidak terarah yang berdampak pada
kebencian.

Pendapat yang disebutkan berdasarkan Al-Quran Surah Ali Imran ayat 110 yang
menegaskan sebagai berikut, “Anda adalah bangsa terbaik yang diproduksi [sebagai contoh]
untuk umat manusia. Anda memerintahkan apa yang benar dan terlarang apa yang salah dan
percaya pada Allah. Andai saja Ahli Kitab percaya, itu akan terjadi lebih baik bagi mereka.
Di antara mereka adalah orang-orang percaya, tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang
yang tidak menurut.”

Menurut Komaruddin Hidayat bahwa terorisme sedang terjadi di Indonesia, tidak hanya
dihancurkan, tetapi juga nikmati komprehensif yang diterapkan (kegembiraan gestalt) dan
euforia luar biasa untuk merenggut nyawa dan menghancurkan banyak orang. Dia
mengatakan bahwa teroris layak diadili dan dihukum berat. Tidak peduli mereka (diklaim
sebagai) anggota Jamaah Islamiyah atau Jamaah Nasraniah.

Komarudin Hidayat juga mengatakan bahwa kelompok itu salah menafsirkan makna
jihad dengan qitāl (pertempuran fisik). Ini menunjukkan bahwa terorisme sebagai kelompok
sempalan. Sementara Azyumardi Azra mengatakan bahwa sebenarnya Islam Indonesia secara
umum tidak berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Sedangkan, sejak tragedi September
2001 persepsi ini tiba-tiba berubah. Islam di Indonesia kemudian disalahkan sebagai markas
para teroris. Terlalu cepat bagi kita untuk membenarkan pernyataan ini. tetapi gerakan itu
Radikalisme Islam Indonesia adalah fenomena yang tak terbantahkan. Selanjutnya, menurut
Suherman bahwa fenomena itu bukan hal yang baru, sejak lama sebelum ini, seperti gerakan
Padri, telah muncul gerakan serupa. Tapi dia berpendapat, bahwa dari semua karakter dari
gerakan itu, the radikalisme Indonesia lebih bermotivasi politik daripada agama (Suherman,
2008: 72-73).

Maka dari itu, bila ada pendatang dari luar mereka akan dikenali lebih lanjut dengan
hokum islam yang ada di Indonesia dan meyakinkan mereka bahwa dalam islam sendiri
tidak ada ajaran mengenai terorisme guna memberi kebenaran kepada orang asing bahwa
agama islam tidaklah berbahaya seperti apa yang banyak dikatakan diluar sana.

3. Jihad
Dalam pandangan Islam, menurut Mubarak Zulfi (2012: 245), banyak orang mengaitkan
suatu ideologi terorisme dengan doktrin jihad, yang dalam agama Kristen disamakan dengan
perang salib. Ada 41 kali - menurut Quraish Shihab - mengatakan jihad disebutkan dalam Al
Qur'an. Dalam tradisi Islam, jihād memiliki beragam arti. Namun, garis besar jihad dibagi
menjadi dua konsep:

a. Konsep moral didefinisikan sebagai perjuangan umat Islam melawan nafsu atau
perjuangan melawan dirinya sendiri (jihād alnafs), yang disebut al-jihād al-akbar.
Kedua, konsep politik, didefinisikan oleh konsep tersebut "perang yang adil," al-jihād
al-aṣghar. Menurut Bonney,
b. Konsep ini selalu berdampingan berubah dan tumbuh sepanjang waktu.
c. Pada awal Islam ketika wilayah batas dominasi belum ada pada Islam, dan jihad
didefinisikan sebagai konsep perang. Namun demikian makna jihad telah berubah
ketika pemerintah Islam berdiri dan telah membatasi wilayah.

Proses selanjutnya, dunia Islam diakui dan pada kenyataannya hidup harmonis dengan
tetangga negara-negara yang bukan Muslim. Bonney menegaskan bahwa penggunaan
konsep jihad di awal Islam untuk mendefinisikan makna "perang" di era modern Islam
adalah anakronistik, serta merusak reputasi Islam.

Menurut konsep hukum Islam, setiap tindakan yang mengandung kekerasan dan
membawa kerusakan tanpa berdasarkan pada alasan bahwa syariah dilarang, bahkan Allah
SWT mengancam siapa saja yang melakukannya dan Hukum Islam dan Terorisme di
Indonesia membuat tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerusakan di muka bumi,
seperti firman Allah SWT di Qur'an Surah Al-Maida ayat 33 yang berisi, “Sungguh,
hukuman bagi mereka yang berperang melawan Allah dan Rasul-Nya dan berjuang di bumi
[menyebabkan] korupsi tidak lain adalah bahwa mereka dibunuh atau disalibkan atau tangan
dan kaki mereka dipotong dari sisi yang berlawanan atau mereka diasingkan dari tanah. Bagi
mereka itu adalah aib di dunia ini; dan bagi mereka di akhirat adalah hukuman yang berat”.

Dalam Islam, jihad memiliki landasan yang kuat yaitu al-Qur'an dan hadis yang
kemudian disosialisasikan telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Karena itu,
dalam Islam ketika dinilai dari sudut pandang hukum Islam dan sejarah, teori dan aplikasi
akan sangat jauh berbeda di antara keduanya jihād dengan terorisme. Perbedaannya seperti
surga dan bumi. Terorisme tidak membedakan apa benar dan apa yang salah. Mereka hanya
melakukan apa yang mereka yakini dan mereka kehendaki tanpa memikirkan efeknya untuk
orang lain.

Pelakunya selalu merasa haus dengan kekerasan dan darah, jadi kapan korban jatuh
kemudian mereka puas, dan tentu saja perilaku seperti itu dikutuk oleh Islam (Arake, 2012:
190). Tentang jihād, yang oleh sebagian orang diartikan sebagai jihād qitāl (perang), maka ia
harus mengetahui terlebih dahulu tingkat konsep jihad dalam Islam. Sebagaimana
dikonfirmasi oleh Ibn Qayyim al -Jawziyyah (1994: 9) yang mengklasifikasikan jihād
menjadi empat bagian, yaitu:

1. Jihad di muka nafsu.

2. Jihad di muka iblis.

3. Jihad dalam menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang munafik

4. Jihad dalam menghadapi kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan kejahatan.

Namun, pemahaman tentang jihad yang sebenenarnya sangatlah bertentangan dengan


jihad yang dilakukan para pelaku terror. Karena para terorisme tersebut belum mengerti
sepenuhnya tentang jihad, mereka hanya diperalat oleh oknum-oknum yang ingin
menciptakan kehancuran dengan mengiming-imgingi pelaku teror bahwa apa yang akan
mereka lakukan adalah suatu kebenaran dan dapat membuat mereka diterima di surga.
Orang-orang yang terhasut dengan perkataan tersebut adalah orang-orang yang tidak
memiliki iman yang kuat, mereka tidak bisa berfikir jernih tentang apa yang akan mereka
lakukan. Karena mereka hanya menuruti apa yang sudah dikatakan oleh oknum-oknum
tersebut.

ISIS merupakan kelompok terorisme yang sangat besar dan paling berbaya, karena
tindakan mereka yang sangat brutal dan kekejaman yang sangat parah. Mereka dengan
bangganya mengemukakan bahwa mereka merupakan gerakan yang mengaku ber-asas
agama islam. Tapi tindakan mereka sangat menyimpang dari jihad itu sendiri. Jihad bagi
mereka adalah memerangi atau memusuhi siapa saja yang ingin menghancurkan mereka,
tujuan utama mereka memang belum diketahui, tapi kebanyakan mereka melakukan aksi
teror dengan mengatasnamakan islam.
Kejadian ini membuat orang diluar sana semakin percaya bahwa agama islam adalah
agama teroris, bukanya membela islam mereka malah melecehkan nama islam. Sehingga
tidak banyak orang diluar negeri yang membenci agama islam. Karena tujuan terorisme yang
mereka lakukan mungkin untuk memecahbelah hubungan beragama, maupun itu satu agama
atau berbeda agama. Mereka akan menyebarkan kebencian, kesedihan, dan rasa sakit yang
mendalam kepada korban atau orang-orang yang akan mereka adu domba.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hal tersebut di atas, makna jihad tidak sama dengan terorisme.
Implementasi jihad dalam konteks parameter Syariah diukur dengan etika berdasarkan
perintah Alquran dan Hadits Nabi dan interpretasi individu ulama. Pandangan umat Islam di
Indonesia Hukum Islam dan Terorisme di Indonesia pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan pandangan tentang jihad dan teror di negara-negara Islam lainnya, terutama Timur
Tengah.

Jihad dalam konteks hukum Islam, memiliki studi multi-spektral, tetapi tidak satu pun
dari studi ini yang menyamakan makna jihad dengan terorisme, atau tidak ada dari mereka
yang setuju bahwa tindakan teror seperti yang telah ditunjukkan oleh kelompok-kelompok
radikal, adalah bagian dari konsep Islam.

Perkembangan aksi teroris yang terjadi masih belum menunjukkan bentuknya sebagai
tindakan yang sahih. Perkembangan aksi-aksi teroris di Indonesia tidak selalu murni untuk
motif keagamaan sebagai politik panggung, demikian juga aksi teror di Sarinah adalah salah
satu pengecualian, yang secara umum oleh orang Indonesia tidak akan dianggap sebagai
bentuk terorisme.

Berdasarkan hal tersebut di atas, makna jihad tidak sama dengan terorisme.
Implementasi jihad dalam konteks para meter Syariah diukur dengan etika berdasarkan
perintah Al Qur'an dan Hadits Nabi dan interpretasi individu para ulama. Pandangan umat
Islam di Indonesia,Hukum Islam dan Terorisme di Indonesia pada dasarnya tidak jauh
berbeda dari pandangan tentang jihad dan teror di negara-negara Islam lainnya, khususnya
Timur Tengah.

Jihad dalam konteks hukum Islam, memiliki studi multi-spektral, tetapi tidak satupun
dari studi ini yang menyamakan arti jihad dengan terorisme, atau tidak ada dari mereka yang
setuju bahwa tindakan teror telah terjadi diperagakan oleh kelompok radikal, adalah bagian
dari konsep Islam.

Perkembangan aksi teroris yang terjadi masih belum menunjukkan bentuknya sebagai
tindakan yang sahih. Dan perkembangan aksi-aksi teroris di Indonesia tidak selalu murni
untuk motif keagamaan sebagai politik panggung, juga aksi teror di Sarinah adalah salah satu
pengecualian, yang secara umum oleh Indonesia orang tidak akan dianggap sebagai bentuk
terorisme. Karena tidak adanya informasi untuk apa mereka melakukan hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai