Anda di halaman 1dari 7

TINGGINYA KEKERASAN DI INDONESIA YANG

MENGATASNAMAKAN AGAMA

Di susun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Religion
Dosen Pengampu : Any Sani’atin, S.HI., M.H.
Oleh : Mohammad Septiabudi Wicaksono
NPM : 22 02 3 1 0114
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dari dulu kita semua tidak luput dari suatu masalah, maupun di
lingkungan keluarga, pertemanan, masyarakat, dan lingkungan sosial. Di
Indonesia kita hidup berdampingan suku dan budaya dan juga berbagai
macam agama di Indonesia, di Indonesia sendiri ada enam agama yang di
akui, ada Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Buddha, Hindu, dan
Konghucu. Dan semua agama itu megajarkan kebaikan, keadilan, dan
kasih saying terhadao semua makhluk hidup tuhan. Tidak ada agama yang
mengajarakn kekerasan seperti pembunuhan, tindak asusila, merugikan
kelompok lain dan masih banyak lagi. Bagaimana bisa tindakan kekerasan
itu di kaitkan dengan nilai agama? Mungkin orang yang melakukan itu
tidal pernah memahami nilai yang sebenarnya di ajarkan oleh agama,
hanya mengambil hal-hal yang bertentangan dengan agama.
Banyak sekali tindakan kekerasan yang terjadi di Indonesia, contohnya
pengeboman yang di lakukan di Surabaya tahun 2018 silam. Bom itu
meledak di tiga gereja yang terletak di Surabaya.
Peristiwa ini sudah pasti memberikan dampak kurang bagus bagi
lingkungan sekitar maupun kenyamanan bersama. Misalnya, lingkungan
sekitar jadi kurang nyaman, orang orang merasa khawatir jika melewati
tempat kejadian bahkan bisa jadi masyarakat jadi takut untuk beribadah
lagi di sana.

2. Rumusan Masalah
a. Motif pelaku melakukan tindakan pengeboman tersebut
b. Tangapan dari beberapa tokoh agama
c. Solusi untuk mengurangi tindakan kekerasan yang mengatasnamakan
agama

3. Tujuan Penelitian
Mengusut tentang kejadian pengeboman tersebut dan secara umum
analisis ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan diri sendiri
untuk menyusun penelitian.
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Kekerasan
Kekerasan adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan
privat romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan
secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada
tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat
seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok
orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila
diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan
tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan
kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan
kekerasan ini.

Jenis-jenis kekerasan

Dalam buku Pengantar Sosiologi Konflik (2009) karya Novri Susan,


dijelaskan beberapa jenis kekerasan, antara lain:
a. Kekerasan struktural
Kekerasan struktural adalah kekerasan yang diciptakan oleh
suatu sistem yang menyebabkan manuasia tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya.
b. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung bisa dilihat pada kasus pemukulan seorang
terhadap orang lain yang menyebabkan luka pada tubuh.
c. Kekerasan budaya
Kekerasan budaya merupakan pemicu terjadinya kekerasan
struktural dan kekerasan langsung. Sebab sifat budaya bisa
muncul pada dua jenis kekerasan tersebut.
d. Kekerasan model litke
Robert F. Likte membuat skema definisi kekerasan pada
dimensi fisik-psikologis dan personal-instusional. Kekerasan
personal pada dimensi fisik dapat berupa pemerkosaan,
pembunuhan, dan perampokan.
ANALISIS
13 Mei atau 4 tahun yang lalu aksi bom bunuh diri meletus di 3 gereja di
Surabaya. Aksi teror tersebut dilakukan oleh satu keluarga (ayah, ibu, dan
anaknya). Kejadian itu kemudian membawa kesedihan yang mendalam bagi
masyarakat indonesia. Rentetan pengeboman bunuh diri yang melibatkan keluarga
inti terbilang baru. Mereka disinyalir adalah bagian dari jamaah Ansharut Daulah
(JAD) yang berbaiat pada pemimpin ISIS, Abu Bakar Al-Baghdadi. Untuk itu
kabar peristiwa ini juga menjadi sorotan dunia.
Bom meledak di tiga gereja dalam waktu yang nyaris berdekatan. Satu keluarga
yang terlibat antara lain Dita Oepriarto (suami), Puji Kuswati (istri), dan anak
anaknya dengan inisial Famela Rizqita, Fadhila Sari, Firman Alim, dan Yusuf
Fadhil. Ledakan pertama terjadi di Gereja Katolik Santa Maria pada pukul 06:30
WIB. Ledakan kedua terjadi di Gereja Kristen Indonesia (GKI) di jalan
Dipenogoro Surabaya pada pukul 07:15 WIB. Terakhir, bom diledakkan oleh Dita
Oeprianto di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya pada pukul 07:53 WIB.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menduga motif satu keluarga
pelaku bom Surabaya tak lepas dari terpojoknya Negara Islam Irak dan Suriah
(ISIS), baik di tingkat internasional maupun dalam negeri. "Pertama, di tingkat
internasional, ISIS ini ditekan oleh kekuatan baik dari Barat Amerika, Rusia dan
lain-lain, sehingga dalam keadaan terpojok," kata Tito saat di Rumah Sakit
Bhayangkara Kepolisian Daerah Jawa Timur pada Ahad sore, 13 Mei 2018.
Setelah terpojok, kata Tito, mereka memerintahkan semua jaringannya di luar,
termasuk yang sudah kembali ke Indonesia untuk melakukan serangan di seluruh
dunia. "Termasuk di London, juga ada peristiwa terorisme yang gunakan pisau,"
ujarnya. Tito memperkirakan ada lebih dari 1.100 orang yang berangkat di Suriah.
Dari jumlah tersebut, 500 orang di antaranya masih berada di sana sedangkan 500
orang sudah dideportasi kembali ke Indonesia, dan 103 lainnya telah meninggal di
sana.
Menanggapi serangan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, para tokoh lintas
agama menyampaikan pernyataan sikapnya. Mereka bersatu melawan terorisme.

"Maka dengan ini negara tidak boleh kalah oleh ulah segelintir orang yang
mengatasnamakan jihad tapi justru merusak dan menodai makna jihad itu sendiri,
yakni amar maruf nahi mungkar," kata Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU), Helmy Faisal Zaini, di Kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat,
Minggu (13/5/2018).
Ada perwakilan dari berbagai agama yang hadir dalam pernyataan sikap ini. Dari
Walubi ada YM Maha Biksu Dutavira Sthavira (Suhu Beni), dari PGI ada Pendeta
Penrad Siagian, dari LPOI ada Marsudi Syuhud, dari PBNU ada Helmy sendiri,
dari KWI ada Romo Agus Ulahayanan, dari Muslimat NU ada Yenni Wahid, dan
dari Ketua PBNU Eman Suryaman.
Ada enam poin yang disampaikan secara bergantian oleh para tokoh lintas agama
itu. Berikut adalah enam poin itu:

1. Mengutuk keras pelbagai tindakan terorisme atas dasar dan latar belakang
apapun. Tindakan-tindakan yang menggunakan kekerasan, terorisme, menebarkan
rasa benci, dan juga mengkafirkan mereka yang di luar keyakinannya bukanlah
ajaran agama.
2. Mendesak dan sekaligus mendukung sepenuhnya upaya dan langkah-langkah
pemerintah dan aparat keamanan untuk mengusut secara cepat dan tuntas motif,
pola, serta gerakan yang memicu terjadinya peristiwa tersebut. Gerakan terorisme
sudah semakin merajala, maka diperlukan penanganan khusus dan ekstra yang
lebi intensif dari pelbagai pihak, utamanya negara melalui keamanan. Negara
wajib hadir untuk menjamin keamanan hidup setiap wartanya.
3. Menyampaikan rasa bela sungkawa yang sangat mendalam kepada seluruh
keluarga korban atas musibah yang sedang dialami. Segala yang terjadi
merupakan suratan takdir dan kita harus menerimanaya dengan penuh sikap
kedewasaan, lapang dada, dan kesabaran.
4. Mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk bersatu padu menahan diri,
tidak terporovokasi, serta terus menggalang solidaritas kemanusiaan sekaligus
menolak segala bentuk kekerasan. Jika mendapati peristiwa sekecil apapaun yang
menjurus pada radikalisme dan terorisme, segera laporkan kepada aparat
keamanan.
5. Mengimbau segenap umat beragama untuk menghentikan segala spekulasi yang
bisa memperkeruh situasi ini. Kita percayakan penanganan sepenuhnya di tangan
aparat keamanan. Kita mendukung aparat keamanan, salah satunya dengan cara
tidak menyebarkan isu, gambar korban, juga berita yang belum terverifikasi
kebenarannya atas peristiwa ini.
6. Mengimbau semua tokoh politik dan masyarakat agar mengutakamakan
kepentingan bangsa dan negara, dan tidak memperkeruh suasana, dan
mengeluarkan statement yang tendensius yang menciderai perdamaian dan
toleransi beragama.
Untuk mengurangi tindakan kekerasan seperti itu kita harus pintar memilih mana
informasi yang sekiranya tidak melenceng dari agama tersebut, dan juga iman kita
yang harus kuat untuk menghadapi informasi seperti itu. Memilih pergaulan juga -
mempengaruhi hal-hal seperti itu.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelan di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan tersebut terjadi
akibat pengetahuan agama yang kurang dan mempercayai hal-hal yang seperti
pengeboman adalah jihad di jalan Allah SWT. Agama hadir di tengah-tengah
masyarakat sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Tindakan manusia
yang berpedoman pada nilai-nilai agama, akan menghasilkan suatu tatanan
masyarakat yang akan memberikan kebaikan. Setiap agama tidak perah
mengajarkan seseorang untuk menyiksa dirinya atau orang lain, maka bila ada
sekelompok orang yang menyatakan bahwa tindakan kekerasan yang
mengatasnamakan agama perlu dikaji. Dan kekerasan seperti itu sebagai
pengingat kita kepada Allah SWT. Dan tidak ada satupun agama terumana
islam untuk melakukan kekerasan, apalagi terhadap agama lain. Kita hanya
cukup untuk saling menghormati semua agama yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

 VOI. (2021). Pengeboman Tiga Gereja di Surabaya dalam Sejarah 13 Mei


2018. Diakses pada 12 November 2022, dari
https://voi.id/memori/51062/pengeboman-tiga-gereja-di-surabaya-dalam-
sejarah-13-mei-2018
 Detiknews. (2018). Tokoh lintas Agama Kutuk Bom Gereja
Surabaya:Negara Tak Boleh Kalah. Diakses pada 10 November 2022, dari
https://news.detik.com/berita/d-4018707/tokoh-lintas-agama-kutuk-bom-
gereja-surabaya-negara-tak-boleh-kalah
 Tempo.co. (2018). Bom di Surabaya, Polisi Ungkap Dugaan Motif Pelaku.
Diakses pada 12 November 2022, dari
https://nasional.tempo.co/read/1088484/bom-di-surabaya-polisi-ungkap-
dugaan-motif-pelaku

Anda mungkin juga menyukai