Anda di halaman 1dari 7

Agama dan Terorisme

Muhamad Firdaus
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
firdausmuhamadroxy@gmail.com
Rosma Nabila
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Riska Aprilizza
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Absrtak:

Istilah Terorisme mengemuka di berbagai belahan dunia, baik di negara-negara


Eropa, Timur Tengah bahkan Asia termasuk Indonesia. Dikarenakan munculnya setiap
kekerasan maupun kehancuran di setiap tempat dengan adanya kerugian tidak saja harta
benda bahkan nyawa manusia. Julukan Teroris selalu dialamatkan pada kelompok tertentu
yang mengumandangkan jihad, dan peristiwa terorisme yang menjadi perhatian dunia pada
saat terjadinya suatu peristiwa Menara Kembar WTC (World Trade Center) milik Amerika
Serikat dibom dan hancur pada tanggal 11 September 2001 lalu. Dari tragedi yang
menghilangkan ribuan nyawa manusia, perang melawan terorisme global (global war on
terrorism) resmi dikumandangkan oleh negara-negara Barat. Sehingga kajian mengenai
terorisme mengundang perhatian berbagai kalangan, baik akademisi maupun instansi atau
lembaga nasional maupun internasional dengan mengkaji dari berbagai macam aspek, yaitu
melalui aspek Teologi, Ideologi, maupun gerakan-gerakan dan jaringannya. Sampai saat ini
terorisme menjadi ancaman terhadap ketahanan dan keamanan negara dan juga membuat
ketakutan di kalangan masyarakat. Makalah ini akan mengkaji seputar tumbuhnya terorisme
atas nama keagamaan.

PENDAHULUAN

Peristiwa-peristiwa kekerasan yang dikategorikan sebagai tindakan terorisme yang


terjadi beberapa dekade terakhir menunjukkan ada jenis kekerasan yang berbeda dari
bentukbentuk kekerasan lainnya. Kekerasan-kekerasan yang sering terjadi belakangan ini,
yang telah banyak menelan korban baik nyawa maupun harta benda, diakui oleh para
pelakunya sebagai bermotifkan agama. Misalnya, pembunuhan terhadap Perdana Menteri
Israel Yitzhak Rabin pada 4 Nopember 1995 oleh Yigal Amir, seorang pemuda ekstrim
Yahudi. Yigal mengatakan kepada polisi, “Saya bertindak sendirian dan atas perintah
Tuhan,” dan “saya tidak menyesal.”1

Kedua orang yang melakukan pembunuhan tersebut, meskipun berbeda agama, Yigal
Amir adalah seorang penganut agama Yahudi sedangkan Khalid al-Islambuli adalah seorang
Muslim, memunyai keyakinan yang sama bahwa membunuh pemimpin negara yang
melanggar hukum-hukum Tuhan merupakan perintah-Nya. Pembunuhan-pembunuhan dan
tindakan-tindakan kekerasan (perbuatan terorisme) semacam ini, yang didorong oleh
keyakinan agama, tidak hanya terjadi di kalangan penganut Yahudi dan Islam, tetapi juga di
dalam penganut agama lain. Sejak 1980an, terorisme jenis ini telah melibatkan unsur-unsur
dari semua agama besar, termasuk sekte dan cult2

Kedua posisi di atas, yang mengatakan bahwa agama memunyai hubungan dengan
tindakan-tindakan kekerasan dan yang menolak adanya hubungan tersebut, menunjukkan
agama bagaikan sekeping mata uang yang memunyai dua sisi. Agama mengandung otoritas
untuk membunuh dan menyembuhkan, menimbulkan tindakantindakan yang biadab, atau
memberkati umat manusia dengan penyembuhan dan keutuhan. Lebih jelasnya akan dibahas
do bawah ini.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama

Tingkatan dien (agama) itu ada tiga; Islam, yaitu berserah diri kepada Allah Ta’ala
dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan serta berlepas diri dari
syirik, Iman, yaitu percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya hari
akhir dan takdirnya, Ihsan, yaitu menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.
Seluruh agama merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah upacara yang
diselenggarakan oleh masyarakat. Hal itu karena masalah agama adalah juga masalah pribadi,
yang menyangkut hak asasi setiap manusia dalam berhubungan dengan Tuhan.

Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok
manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Secara etimologi, istilah agama
banyak dikemukakan dalam berbagai bahasa, antara lain religi, religion (Inggris), religie
(Belanda) religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religion (Bahasa Inggris) dan religie
1
Mark Juergensmeyer, Terror in the Mind of God: Te Global Rise of Religious Violence, Updated Edition with a
New Preface (Berkeley and Los Angeles: University of California Press, 2000), 47
2
Audrey K. Cronin and James M. Ludes, eds., Attacking Terrorism: Elements of a Grand Strategy, 46-73
(Washington, D.C.: Georgetown University Press, 2004), 61
(Bahasa Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa
Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat. Dari makna etimologi ini,
agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan atau ketentuan hidup yang melekat
dalam diri manusia agar hidupnya teratur yang merupakan cara menuju suatu dalam agama
ini harus bersumber dari sesuatu yang dipandang melebihi kekuasaan manusia, yakni Tuhan.3

Agama dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “A” tidak dan “gama” kacau.
Agama adalah peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan serta mengantar
mereka hidup dalam keteraturan dan ketertiban. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang
sosiologi, agama adalah salah satu tindakan pada suatu sistem kemasyarakatan (sosial) yang
terdapat pada diri seseorang tentang kepercayaan terhadap kekuatan tertentu (magis atau
Spiritual) serta berfungsi untuk perlindungan dirinya dan orang lain. Pendapat lain
mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam
berarti tuntunan. Agama juga mempunyai tuntunan, yaitu kitab suci. Dengan makna ini, dapat
dipahami bahwa agama memberikan serangkaian aturan kepada para penganutnya sehingga
hidupnya tidak berantakan.

Agama menyampaikan para pemeluknya kepada suatu cara hidup yang teratur.
Agama mengandung arti ikatan yang mengikat dan harus dipegang dan dipatuhi oleh
manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam kehidupan sehari-hari
manusia. Agama merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk
mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera, bahwa jalan hidup tersebut berupa
aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan
mutlak dan suci yang harus diikuti dan ditaati, aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang
bersama dengan tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia, dan budaya. 4

A. Pengertian Terorisme

Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk pada pelaku yang
bukan anggota angkatan bersenjata, yang diketahui atau tidak mematuhi aturan angkatan
bersenjata. Tindakan terorisme juga berarti bahwa serangan teroris yang dilakukan tidak
manusiawi dan tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, para pelaku (“teroris”) layak
mendapatkan hukuman yang pantas mereka terima.

3
Dadang Kahmad. Sosiologi Agama. (Bandung PT. Remaja Rosdakarya: 2002). Hal. 13.
4
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Agama (Wisata Pemikiran Dan Kepercayaan Manusia), (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. Ke-4.
Karena konotasi negatif dari kata "teroris" dan "terorisme", teroris biasanya menyebut
diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, ekstremis, mujahidin, dll. Namun, dari
perspektif terorisme, ``makna jihad yang sebenarnya, para mujahidin, jauh dari aksi terorisme
yang menyerang warga sipil tanpa melakukan perang'', dapat dilihat di bawah ini.

Selain pelaku individu, terorisme dilakukan oleh negara atau yang dikenal dengan
state terrorism. Misalnya, seperti yang dikatakan Noam Chomsky, kami menempatkan
Amerika Serikat dalam kategori itu. Isu standar ganda selalu mewarnai berbagai referensi
yang awalnya keluar dari Barat. Seperti halnya Amerika Serikat yang sering menyebut teroris
terhadap berbagai kelompok di dunia, laporan media di sisi lain menunjukkan fakta bahwa
Amerika Serikat telah melakukan tindakan terorisme yang mengerikan yang melanggar
perjanjian yang telah disepakati.

Terorisme global bukanlah hal baru, terutama sejak serangan World Trade Center
(WTC) 11 September 2001 di New York, AS, yang dikenal sebagai "September Greys", yang
menewaskan 3.000 orang dan menjadi kenyataan. Serangan itu dilakukan oleh kelompok
militan al-Qaeda dari udara, menggunakan pesawat komersial milik perusahaan Amerika
sendiri, bukan jet tempur, dan dengan demikian tidak terdeteksi oleh radar Amerika. Tiga
pesawat komersial AS dibajak, dua di antaranya menabrak Menara Kembar World Trade
Center dan Menara Kembar Pentagon.

Berita jurnalistik tampaknya menunjukkan bahwa World Trade Center dan Pentagon
adalah korban utama serangan ini. Bahkan, sebagai akibat dari genosida yang direncanakan,
sekitar 3.000 pria, wanita, dan anak-anak diteror, dibunuh, dibakar, mati, dan dikubur di
bawah reruntuhan dalam waktu dua jam setelah menjadi korban utama. Menurut Dana Panti
Asuhan Menara Kembar, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua mereka akibat
serangan teroris. Di Pentagon di negara bagian Washington, 189 orang tewas, termasuk
penumpang di pesawat, dan 45 tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di pedesaan
Pennsylvania. Teroris mengira serangan terhadap World Trade Center adalah serangan
terhadap "simbol Amerika." Namun, bangunan yang mereka serang ternyata adalah sebuah
lembaga internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Dihadiri oleh
perwakilan dari berbagai negara, yakni 430 perusahaan dari 28 negara. Jadi sungguh, mereka
menyerang dunia, bukan hanya Amerika Serikat. AS mencurigai Osama bin Laden sebagai
tersangka utama dalam serangan itu.
Peristiwa ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik semua
negara di dunia dan merupakan titik awal untuk diakuinya perang melawan terorisme sebagai
musuh internasional. Genosida menyatukan dunia melawan terorisme internasional. Serangan
teroris Bali pada 12 Oktober 2002 menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang,
menjadikannya serangan teroris terburuk di dunia. Perang melawan teror yang dipimpin AS
pada awalnya disambut oleh sekutu Eropa. Pemerintahan Tony Blair adalah salah satu
pemerintah pertama yang mengeluarkan Undang-Undang Anti-Terorisme, Kejahatan, dan
Keamanan Publik pada bulan Desember 2001, yang kemudian meminta tindakan dari negara-
negara lain yang pada dasarnya berperang melawan terorisme global.

Salah satunya adalah definisi berikut yang termuat dalam pasal 14(1) Undang-Undang
Anti-Terorisme 1984 (Ketentuan Sementara): Kegiatan terorisme bertujuan untuk menakut-
nakuti orang lain sehingga dapat menarik perhatian seseorang, kelompok, atau
bangsa.Terorisme biasanya digunakan ketika tidak ada jalan keluar lain.Terorisme digunakan
sebagai senjata psikologis, menciptakan suasana panik dan ketidakpastian, menciptakan
ketidakpercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah, dan memaksa orang atau
kelompok tertentu untuk tunduk pada kehendak teroris. terorisme bukan

C. Terorisme Atas Nama Agama

Agama mengajarkan kepada umatnya memanusiakan manusia sehingga perbuatan


yang merugikan dan menghancurkan peradaban manusia bukanlah ajaran agama yang
sesungguhnya, bahkan lemahnya ruh agama jika pengikutnya selalu melakukan perbuatan
kejahatan yang berdampak kehancuran.5

Terdapat empat alasan disebutnya doktrin keagamaan yang disebut oleh para
mujahidin disebut “jihad akbar”6 oleh organisasi jihad khususnya di negara Pakistan yang
dianggap oleh negara-negara Barat atau Amerika Serikat sebagai Organisasi Teroris :

Pertama, Jihad untuk menjaga dan mempertahankan keyakinan beragama dari


gangguan baik dalam atau luar negeri.

Kedua, Bagi orang yang berjihad memiliki tempat tertinggi jika mereka meninggal
dunia maka disebut “Syahid”.

5
Agus Handoko, Bagaimana Saya Berjihad, (Jakarta, Pustaka Pena Ilahi, 2011), h. 40
6
Muhammad Amir Rana, A to Z of Jehadi Organizations in Pakistan (Pakistan: Mashal Books, 2007) h. 122-123
Ketiga, seluruh persoalan hidup manusia akan berakhir bahagia dan kematian
merupakan jalan yang ditempuh para militan. Keempat, Keyakinan terhadap kehidupan yang
kekal sehingga para militan selalu berada di baris terdepan dalam setiap petempuran

Keempat, Keyakinan terhadap kehidupan yang kekal sehingga para militan selalu
berada di baris terdepan dalam setiap petempuran. Dari sekian alasan tersebut maka negara-
negara yang menjadi tempat kamp-kamp pelatihan mereka seperti Afganistan, Pakistan,
Syuriah, Iraq termasuk Indonesia sangatlah subur bagi para calon-calon teroris.

Tapi apakah perasangka teroris tersebut hanya untuk umat islam saja? Dalam
tulisannya Imam Shamsi Ali, Imam Besar Masjid New York AS yang berasal dari Indonesia
menjelaskan bahwa menghapus prasangka terhadap Islam bukanlah pekerjaan ringan,
terutama setelah kejadian runtuhnya Gedung WTC (World Trade Centre). Pasca kejadian
tersebut hingga saat ini, sudah ada sekitar 50 kasus berlabel terorisme yang dilakukan mereka
yang mengaku sebagai muslim. 7

Setiap kali ada tindakan kejahatan yang melibatkan muslim, dampaknya sangat terasa
bagi komunitas muslim dan Islam. Sekalipun pada faktanya hal tersebut hanya dilakukan oleh
perseorangan dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan esensi ajaran Islam.

Penggiringan opini oleh dunia barat seakan perbuatan terorisme bersumber dari islam
disebabkan:

Pertama, peran media sangat besar, beberapa media cetak maupun eletronik selalu
memberitakan kajadian terorisme dengan berlebihan dan tidak proporsional. Misalnya
kejadian tentang kasus Boston di Amerika, yang ditulis tentang sisi negatif dari paham
radikalisme, tetapi media jarang sekali mengupas fakta bahwa sebenarnya komunitas muslim
Amerika mengutuk keras kejadian pengeboman tersebut dan membantu pihak berwenang
mengungkap kasus tersebut.

Kedua, faktor pemahaman agama, terutama dalam memahami nash-nash dalam


agama itu sendiri. Jika ada sebuah pemahaman terhadap agama atau teks dalam kitab suci
yang tidak sesuai konteks, bahkan bertentangan dengan spirit agama itu sendiri, terutama
dalam memahami ayat tentang jihad atau ayat tentang semangat perang sering dipahami
secara sepotong-potong tidak lengkap baik asbab an-Nuzulnya maupun konteks objeknya.
Hal ini menjadi distorsi pemahaman oleh kalangan yang memiliki semangat dalam beragama

7
4 Imam Shamsi Ali, Menebar Damai di Bumi Barat, (Jakarta:Noura Books, 2013) h. 204-205
sehingga menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat luas. Sangat disayangkan pihak
yang berwenang disuatu negara seringkali mengkaitkan kasus yang dilakukan oleh para
teroris dengan ajaran jihad itu sendiri.

KESIMPULAN

Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa tidak ada hubungan agama dengan tindakan-
tindakan kekerasan, termasuk yang dikategorikan sebagai terorisme. Sebagian lagi percaya
bahwa agama dapat menjadi motivasi dan justifkasi bagi timbul semua perbuatan, termasuk
tindakan-tindakan terorisme. Sebagian dari kelompok kedua ini mengatakan bahwa tindakan
terorisme dimotivasi oleh agama dan memunyai tujuan agama saja. Sebagian lagi
mengatakan bahwa terorisme keagamaan dimotivasi dan bertujuan politik dan keagamaan.
Tujuan utama mereka bersifat keagamaan, sedangkan tujuan jangka pendek mereka bersifat
politik.

Terorisme keagamaan, karena terjadi dalam konteks yang bermacam-bermacam, tidak


dapat dihindari bisa juga dimotivasi oleh faktor politik dan faktor-faktor lainnya. Hal ini
harus diakui karena dalam bertindak manusia didorong oleh berbagai macam motif. Hanya
saja dalam terorisme keagamaan, yang dominan adalah motif keagamaannya.

DAFTAR PUSTAKA

4 Imam Shamsi Ali, Menebar Damai di Bumi Barat, (Jakarta:Noura Books, 2013)

Audrey K. Cronin and James M. Ludes, eds., Attacking Terrorism: Elements of a Grand Strategy, 46-73
(Washington, D.C.: Georgetown University Press, 2004)

Agus Handoko, Bagaimana Saya Berjihad, (Jakarta, Pustaka Pena Ilahi, 2011)

Dadang Kahmad. Sosiologi Agama. (Bandung PT. Remaja Rosdakarya: 2002)

Mark Juergensmeyer, Terror in the Mind of God: Te Global Rise of Religious Violence, Updated
Edition with a New Preface (Berkeley and Los Angeles: University of California Press, 2000)

Muhammad Amir Rana, A to Z of Jehadi Organizations in Pakistan (Pakistan: Mashal Books, 2007)

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Agama (Wisata Pemikiran Dan Kepercayaan Manusia),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)

Anda mungkin juga menyukai