Anda di halaman 1dari 3

Menjelaskan Terorisme di Negeri Kita “Bagaikan Makan Buah Simalakama”

Judul : KEJAHATAN TERORISME (Perspektif Agama, HAM, dan Hukum)


Penulis : Drs. Abdul Wahid, SH., MA, dkk.
Penerbit : PT. Refika Aditama.
Cetakan : II, Februari 2011.
Dimensi : v + 169 hlm.; 25 cm x 17 cm.
ISBN : 979-3304-14-6.

Ketika mendengar term teror, teroris, dan terorisme maka pikiran kita akan
langsung dihubungkan dengan bom dan Agama Islam. Sederhananya demikianlah
pemikiran yang tumbuh dan hidup dalam realitas berpikir masyarakat. Para penulis
menyadari bahwa publik hari ini belum sampai pada kesadaran bahwa kejahatan
terorisme tidak ada hubungannya dengan ajaran dalam Agama Islam. Selain
memberikan purification secara komperhensif mengenai hubungan terorisme dengan
Agama Islam, para penulis juga menampilkan, menyelami, dan membedah serangkaian
aksi kejahatan terorisme yang pernah terjadi dalam sejarah yakni serangan pada dua
gedung utama World Trade Center (WTC) dan simbol pertahanan Pentagon di
Amerika Serikat (11 September 2001); bom di Sari Club dan Peddy’s Club Kuta
Legian, Bali (12 Oktober 2002); serta kasus ledakan bom di JW Mariot Jakarta (5
Agustus 2003); yang diklaim sebagai rangkaian aksi terorisme. Ketiga kejadian besar
tersebut menjadi bukti yang paling nyata bahwa para teroris sedang hidup bebas di
sekitar kita seperti virus, tak terlihat dan mengancam nyawa. Kita bahkan berada
serumah dengan para teroris, berpapasan, dan mungkin sering minum kopi bersama.

Sebagai ahli hukum, para penulis juga menampilkan hukum positif tentang
terorisme di Indonesia, yakni: Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; dan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara
Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, Dan Hakim Dalam Perkara
Tindak Pidana Terorisme. Dalam kajian terhadap produk hukum tersebut, para penulis
memperlihatkan karakteristik pemikiran dan penulisannya yang khas serta tajam
seperti melihat korelasi antara hukum dan kasus, menanggapi kinerja para penegak
hukum, dan melihat sejauh mana hukum mampu menjadi penegak yang adil atas Hak
Asasi Manusia.

Buku ini menghadirkan nuansa baru bagi setiap pembacanya dalam memahami
hakikat terorisme. Para pembaca diarahkan untuk berani keluar dari lingkaran berpikir
yang sempit, yang sederhana dan kaku, kepada lingkungan berpikir yang lebih bebas
dan luas. Contohnya ketika masih banyak orang yang berpikir bahwa terorisme dan
Agama Islam adalah satu, maka para penulis menghadirkan serangkaian pemikiran
tokoh-tokoh muslim seperti Azyumardi Azra, Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta,
belum lagi hadirnya pelbagi organisasi teroris non-Islam yang menyebar di seluruh
dunia seperti Aum Sinrikyu di Jepang, kelompok Basque di Spanyol, IRA di
Irlandia/Inggris, Macan Tamil di Sri Lanka, Kahane Chai di Israel, Kelompok
November 17 di Yunani, dan kelompok “American Militant Extremists” di Amerika,
dengan latar belakang aliran yang beragam, antara lain: aliran separatis-nasionalis,
aliran fundamentalis-religius, aliran religius baru, aliran revolusioner sosial, dan aliran
teori sayap kanan.

Pengertian tentang terorisme sendiri menjadi beragam di mata dunia, apalagi


ketika mengaitkan tindakan tersebut dengan unsur politik, ras, agama, dan golongan
tertentu. Meskipun demikian, pengertian terorisme tetap mengandung konotasi negatif-
sensitif karena mendatangkan penderitaan dan kematian bagi setiap orang. Apalagi jika
serangkaian tindakan kejahatan tersebut dikatakan sebagai strategi memperjuangkan
keadilan, atau bahkan menjadi semacam perjuangan memperkenalkan implementasi
keagamaan atau “jihad”. Dalam European Convention on the Suppresion of Terrorism
(ECST) di Eropa tahun 1977, paham terorisme terorisme dipandang sebagai kejahatan
luar biasa, “Extra Ordinary Crime” yang mengalami perluasan paradigma dari Crimes
againts State menjadi Crimes againts Humanity yakni tindakan menyebarkan teror
yang tidak hanya terjadi dalam suatu negara, tetapi lebih kepada setiap individu,
golongan, dan masyarakat umum (Public by Innocents).

Meskipun menghadirkan pembahasana yang terstruktur dan mudah dipahami,


namun ketika membaca dua bab awal dalam buku ini maka akan terlihat ambiguitas
yang secara tidak langsung ditunjukan oleh para penulis. Para penulis menggunakan
term ‘agama’ dalam judul sedangkan dalam pembahasan hanya pandangan Agama
Islam saja yang digunakan. Hal ini menunjukan korelasi yang belum mencapai puncak
antara judul dan isi tulisan. Tentunya penulis sangat konsisten dengan salah satu tujuan
penulisan buku ini, yakni untuk merubah pandangan umum tentang hubungan
terorisme dan Agama Islam. Masyarakat tidak bisa terus hidup dalam alur berpikir
yang keliru bahwa teroris adalah Islam, dan Islam adalah teroris, namun penjelasan
yang belum tuntas mengenai hal tersebut, kemudian hanya akan memperpanjang
perdebatan dan menciptakan peluang lahirnya sesat berpikir yang lebih krusial dalam
lingkungan masyarakat. “Bagaikan Makan Buah Simalakama”, para penulis
dihadapkan dengan dua pilihan sulit, dan keduanya sangat riskan, antara tetap
membiarkan publik dengan perspektif yang keliru, atau memilih untuk memberikan
pemahaman meskipun akan melahirkan lebih banyak kekeliruan. Selain dari perpektif
agama, penulis juga perlu melakukan kajian ulang terhadap produk hukum yang
berlaku di Indonesia hari ini, mengingat lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018
sebagai revisi terhadap Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 dan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002.

Pada akhirnya, buku ini patut diapresiasi, karena setidaknya para penulis telah
berhasil menciptakan bahan permenungan bagi para pembacanya, khususnya bagi
segenap masyarakat Indonesia untuk melihat terorisme dari sudut pandang yang lebih
ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai