Anda di halaman 1dari 24

Makalah Resensi Buku

TERORIS(ME): AKTOR DAN ISU GLOBAL ABAD XXI


Penulis: Dr. Agus Subagyo, S.IP.,M.Si.
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional
Dosen: Dr. Agus Subagyo,S.IP.,M.Si

Oleh
Nama

: Dian Oktavia Kusuma Dewi

NIM

: 6211151186

Kelas

: D Hubungan Internasional

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016
IDENTITAS BUKU
Judul Buku

: Teroris(Me) Aktor & Isu Global Abad XXI

Penulis

: Dr. Agus Subagyo, S.IP., M.Si.

Tebal Buku

: 116 halaman

Penerbit

: Alfabeta, cv

Terbit

: April 2015

Ukuran buku

: 14,5 X 20,5 cm

Cetakan

: Cetakan I, tahun 2015

ISBN

: 978-602-289-127-7

Jumlah Halaman

: x + 106 halaman

Jumlah Bab

: 6 Bab

Text Bahasa

: Bahasa Indonesia

PENDAHULUAN

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resensi itu sendiri diartikan


sebagai pertimbangan atau pembicaraan tentang buku dan sebagainya. Secara
garis besar resensi diartikan sebagai kegiatan untuk mengulas atau menilai sebuah
hasil karya baik itu berupa buku, novel, maupun film dengan cara memaparkan
data-data, sinopsis, dan kritikan terhadap karya tersebut. Resensi bermanfaat agar
kita mengetahui tentang banyak hal, selain itu juga bermanfaat agar dapat melatih
kita untuk membaca dan menilai suatu karya dari orang lain. Selain manfaat
membaca yang menambah wawasan, membaca juga dapat membuka pemikiran
kita terhadap permasalahan agar permasalahan yang kita hadapi dapat dipecahkan
dengan pemikiran yang luas dan tidak terbatas.
Konstelasi politik internasional selalu mengalami perubahan dari waktu ke
waktu dan dari masa ke masa, tergantung dari pola, interaksi, dan tata hubungan
antar negara. Pada masa Perang Dingin, konstelasi global diwarnai dengan
perebutan pengaruh antara Blok Barat (blok liberalisme kapitalisme, Amerika
Serikat, Eropa Barat) versus Blok Timur (blok sosialisme komunisme, Uni Soviet
dan Eropa Timur), dimana penentuan kawan atau lawan ditentukan oleh faktor
ideologi. Pasca perang dingin, konstelasi politik global mengalami perubahan
dimana dinamika global diwarnai oleh isu HAM, Demokrasi dan Lingkungan
Hidup. Penentuan kawan atau lawan dalam masa itu ditentukan oleh nilai-nilai
HAM dan demokrasi. Demokrasi dan HAM menjadi penentu siapa kawan dan
siapa lawan dalam hubungan internasional.
Namun demikian, penentuan kawan atau lawang saat ini ditentukan oleh,
apakah negara tersebut mendukung perang global melawan terorisme atau tidak.
Pola konstelasiglobal dan kebijakan global sangat dipengaruhi oleh perang global
melawan terorisme yang dikumandangkan oleh Amerika Serikat.
Dinamika hubungan internasional sekarang ini terbelah menjadi dua zona,
yakni zona teroris dan zona anti teroris. Semua negara di dunia terpengaruh oleh
munculnya isu dan aktor global abad 21, yakni teroris dan terorisme. Berbagai
organisasi internasional, seperti PBB juga setiap tahunnya mengeluarkan daftar
hitam nama-nama organisasi terorisme internasional yang patut untuk
dihancurkan. Berbagai organisasi ragional, seperti ASEAN dan Uni Eropanya
misalnya, mengeluarkan berbagai konvensi atau kesepakatan yang menentang

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

keberadaan terorisme dan melakukan langkah aksi bersama untuk melawan


terorisme.
Buku ini mengulas tentang aktor dan isu global abad XXI yang banyak
mendapatkan sorotan oleh publik internasional, yaitu terorisme. Terorisme
merupakan salah satu aktor dalam hubungan internasional dan menjadi isu global
yang mewarnai konstelasi hubungan internasional dewasa ini. Buku ini mengulas
tentang terorisme yang dilihat dari perspektif global dan hubungan internasional.
Selain itu, dibahas pula bagaimana dinamika aksi terorisme di Indonesia dan
upaya yang dilakukan oleh Polri, dan juga TNI, dalam melakukan pemberantasan
terhadap terorisme di Indonesia.
Manfaat merensensi buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI selain
kita mengetahui ada aktor apa saja di dalam Ilmu Hubungan Internasional, kita
juga dapat mengetahui bahwa pada abad ini yaitu abad XXI ada banyak isu yang
tidak dapat dipungkiri, yaitu adalah adanya aktor baru di dalam Ilmu Hubungan
Internasional yaitu Teroris, karena disadari atau tidak dan baik secara langsung
ataupun tidak Teroris sangat mempengaruhi perkembangan Ilmu Hubungan
Internasional.

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

ISI/ SUBSTANSI BUKU


1. Bab I Hubungan Internasional dan Terorisme

HAM dalam Hubungan Internasional


Dalam Literatur Ilmu Politik, hak asasi adalah hak yang
dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan
dangan

kelahiran

atau

kehadirannya

di

dalam

kehidupan

masyarakat, tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau


kelamin, dan bersifat asasi serta universal. Dasar dari semua hak
asasi ialah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk
berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citaya.
Secara historis-empiris, pemikiran dan gerakan HAM
terlihat pada lahirnya Magna Charta 1215, Glorius Revolution
1688, Deklarasi Kemerdekaan AS, pemikiran Trias Politika, dan
Kontrak Sosial. Isu pokoknya adalah bahwa kewenangan negara
harus mewujudkan dan sekaligus memberikan perlindungan atas
hak-hak individu , hak-hak politik, sipil, maupun hak-hak ekonomi.
Daam konteks hubungan internasional, upaya implementasi
HAM megalami benturan dan perdebatan. Kisaran perdebatan
terletak pada masalah bagaimana interaksi anatara implementasi
nilai HAM yang bersifat universal-internasional dengan kedaulatan
negara. Dimanakah domain masalah hak asasi, apakah ini
merupakan masalah domestik suatu negara yang kedaulatannya
tidak dapat diganggu gugat ataukah ia sebagai masalah yang
melampaui batas-batas kedaulatan negara.
Secara garis besar, perdebatan itu dapat dirangkum dalam
dua pandangan berikut. Pertama, Autonomy of States. Pandangan
ini menekankan pada pengakuan atas prinsip kedaulatan negara
dalam hubungan internasional. Masalah yang muncul pada negara
tertentu, termasuk masalah hak asasi, dilihat sebagai masalah
Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

domestik. Pandangan ini didasarkan pada prinsip tidak campur


tangan (non-intervation) urusan dalam negara lain.
Pandangan Autonomy of States bersumber dari pemikiran
klasik Thomas Hobbes, bahwa dalam hubungan interasional,
masing-masing negara mempunyai kedudukan yang sama; dalam
keadaan states of nature. Karena itu, kedaulatan negara tidak dapat
disubordinasi terhadap hukum yang lebih tinggi; suatu hukuman
internasional.

Karena

asas

kedaulatan

negara,

hubungan

internasional harus menghormati hak-hak menentukan nasib


sendiri (the rights of self-determination) suatu negara.
Kedua, Cosmopolitan Perspective. Pandangan ini bertumpu
pada pengakuan HAM pada tingkat individu secara universal.
Karena itu, masalah hak asasi pada hakekatnya melampaui batasbatas nasional negara bangsa. Dalam dunia yang mengalami saling
ketergantungan, tidak relevan membatasi prinsip keadilan dalam
batas-batas nasional yang sempit.
Meskipun Autonomy of States dan

Cosmopolitan

Perspective saling bertolak belakang baik dilihat dari asumsiasumsi yang mendasari meupun pemikiran yang dikembangkan,
terdapat kesamaan yang mendasar, yakni keduanya mengklaim
HAM sebagai masalh fundamental dari demokrasi. Ironisnya,
kesamaan klaim ini tidak dapat mencegah pertentangan seputar
pengaplikasian isu HAM secara internasional atau proses
internasionalisasi HAM.

Terorisme: Kembali Ke High Politics?


Terdapat

empat

perubahan

mendasar

yang

turut

menentukan wujud tatanan politik dunia. Pertama, kecenderungan


ke arah perubahan dalam kontelasi politik global dari suatu
Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

kerangka bipolar mengarah ke kerangka mulipolar. Kedua,


menguatnya gejala saling ketergantungan (interpendensi) antar
negara dan saling keterkaitan (interlink age) antar masalah global
di berbagai bidang, politik, keamanan, ekonomi, dan lingkungan
hidup. Seiring dengan itu, semakin menguat dampak globalisasi
baik yang positif maupun yang negatif. Ketiga, meningkatnya
peranan-peranan aktor non pemerintah dalam tata hubungan antar
negara. Keempat, munculnya isu baru dalam agenda internasional,
seperti masalah HAM, intervensi humaniter, demokrasi, good
governance, civil society, lingkungan hidup dan pemberantasan
korupsi.
Dengan demikian, perubahan tata politik global pasca
perang Dingin telah menggeser isu high politics menjadi low
politics. Bahkan, pada dasawarsa 1990-an, semakin menguat gejala
baru dalam tata hubungan internasional, yaitu kecenderungan ke
arah apa yang disebut dengan intervensi humaniter. Kemelut
yang terjadi di Somalia, Rwanda, Haiti, Kosovo, dan Kongo
merupakan kasus yang sangat kental bernuansa intervensi
humaniter.
AS mengubah politik luar negerinya menjadi agresif,
ofensif, dan represif dengan priotas utama membasmi terorisme
global. Ideologi politik luar negeri AS pasca terjadi WTC dan
pentagon bersumber pada doktrin Bush, yang berbunyi, Kalau
anda bukan teman saya, pastilah anda musuh saya. Saya tidak
membedakan teroris dengan negara yang melindungi teroris.
Doktrin Bush inilah yang menjadi pijakan baru bagi AS dalam
memberantas terorisme global. Isu terorisme telah menjadi
semacam alat bagi AS untuk menentukan siapa kawan dan lawan.
Pemikiran dan langkah politik luar negeri AS didasarkan pada
ideologi antiterorisme. Gerakan antiterorisme ini digelar melalui
politik stick and carrot yang merupakan wujud politik belah

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

bambunya. Padahal, jika itu dilakukan akan cenderung melanggar


prinsip HAM internasional.
Tragedi WTC dan Pentagon yang kemudian disusul dengan
balas dendam AS terhadap terorisme global telah mengubah isu
politik dari low politics menjadi high politics. Isu intervesi
humaniter yang menggejala pada dasawarsa 1990-an telah
bergeser menjadi intervensi antiterorisme.

HAM vs Terorisme: Global Antiterorism Governance


Dalam konstruk teoritik, istilah HAM dan terorisme
merupakan istilah yang berlawanan. HAM sangat menjunjung
tinggi

nilai-nilai

kemanusiaan,

demokrasi,

keadilan,

dan

perdamaian. Sedangkan terorisme seringkali disinonimkan dengan


penggunaan atau ancaman kekerasan fisik namun berdampak
psikologis tinggi karena ia menciptakan ketakutan dan kejutan.
Singkatnya, terorisme sangat dekat dengan anarkisme, brutalisme,
dan kekerasan.
Yang menjadi masalah adalah cara menangani dan
mencegah tindak terorisme itu. Masalah metode penanganan
terhadap terorisme global inilah yang terus menimbulkan pro
kontra. Supaya perang melawan terorisme global tidak mematikan
prinsip-prinsip HAM, diperlukan kerangka konseptual, yang harus
dirumuskan oleh seluruh negara-negara di dunia, yang dapat
dijadikan batu pijakan dalam memberantasterorisme global
sekaligus sebagai pengontrol bias-bias HAM politik luar negeri
AS.

PBB

seharusnya

merumuskan

Global

Antiterorism

Governance, yakni suatu sitem pengelolaan dan penanganan


masalah secara global-universal. PBB juga harus mengambil alih
komando perang melawan terorisme. Semua langkah yang

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

berkaitan dengan terorisme harus didiskusikan lewat forum PBB


sehingga akan tercipta sinergi positif-efektif dalam memerangi
terorisme global. Konsep Global Antiterorism Governancejuga
harus menjunjung tinggi prinsip HAM baik berskala nasional
maupun internasional.

Konteks Domestik Daerah


Perubahan global saat ini, tentu saja mendorong setiap
negara dan lembaga internasional, untuk menyesuaikan diri pada
konstelasi global tersebut. Indonesia mendukung resolusi DK PBB
No. 1373 untuk memberantas terorisme global dengan cara-cara
yang manusiawi dan berpegang teguh pada prinsip HAM. Hal itu
penting bagi politik luar negeri Indonesia mengingat adanya
realitas bahwa negara-negara Barat akan memberikan bantuan dana
bagi pemulihan ekonomi apabila Indonesia mendukung perang
melawan terorisme global.
Upaya indonesia dalam memerangi terorisme global terdiri
dari tiga lapis strategi terekam dalam laporan yang disampaikan
kepada komite kontra terorisme (Center Terorism Committee/CCT)
DK PBB berikut.
Pertama, dalam skala internasional, Indonesia berupaya
memperluas kerjasama dengan ASEAN, Gerakan Non Blok
(GNB), Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan negara-negara
pasifik. Kedua, dalam skala regional, Indonesia juga terlibat secara
intensif melawan terorisme bersama Filipina, Singapura, dan
Malaysia.

Bahkan

Indonesia

juga

menandatangani

sebuah

Memorandum of Understanding (MoU) untuk memberantas


terorisme bersama Australia. Ketiga, dalam skala nasional,

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

Indonesia secara intensif menggodog RUU antiterorisme, RUU


money laundering, dan memperbaiki sistem keimigrasian.
Isu HAM sudah bergeser menjadi isu terorisme. Perang
melawan terorisme global berimplikasi pada terpasungnya prinsip
HAM. Oleh karena itu, konsep Gobal Antiterorism Governance
harus segera dirumuskan oleh masing-masing negara melalui
prosedur organisasi internasional, yakni PBB.

2. Dunia dan Terorisme

Amerika Serikat dan Ideologi Politik Realis


Pasca 11 September 201, perhatian dunia internasional
tersedot pada isu seputar terorisme. Peristiwa penghancuran
gedung World Trade Center (WTC) di New York dan Gedung
Pentagon, Kantor Departemen Pertahanan AS, di Washington, oleh
pesawat komersial yang diduga dibajak kelompok terorisme.
Ditengah suasana berkabung atas tragedi itu, George W. Bush,
membuat pernyataan kontroversial bahwa yang menjadi dalang
atas tragedi WTC dan Pentagon adalah Osama Bin Laden beserta
jaringan Al-Qaeda yang bermarkas di Afghanistan. AS dibantu
Inggris melakukan serangan udara atas basis-basis militer dan
instalasi persenjataan tentara Taliban yang dianggap melindungi
Osama Bin Laden. Serangan ke Afghanistan adalah bagian dari
gerakan anti terorisme. Kendati demikian, sebagian besar negaranegara di dunia sepakat bahwa perlu suatu kesepakatan untuk
membentuk suatu gerakan dalam memerangi terorisme.
Hans J. Morgenthau (1978) seorang pelopor realisme
politik internasional, mengatakan bahwa salah satu asumsi realisme
politik adalah kemampuannya mempengaruhi negara lain melalui
penggunaan

kekuasaan,

kekuatan,

dan

kekerasan

tanpa

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

10

mengindahkan nilai-nilai moral dan etika. Lebih lanjut, ia


mengatakan bahwa politik luar negeri AS selalu bernafaskan
ideologi realisme politik. Berbagai tindakan AS khususnya pada
masa perang dingin sangat kental akan nuansa realisme politik.
Dalam

menyelesaikan

masalah-masalah

internasional,

AS

cenderung senang menggunakan kekuatan militer ketimbang


negosiasi dan diplomasi.
Realisme politik yang selalu ditampilkan oleh AS,
sebenarnya

tidak

dapat

menyelesaikan

persoalan

secara

komprehensif dan tuntas. Bahkan, penggunaan kekuatan dan daya


paksa semacam itu hanya akan menimbulkan resistensi dan
perlawanan yang keras dari rezim Taliban.
Dengan demikian, yang patut dijadikan catatan adalah
semua sepakat bahwa aksi-aksi terorisme harus dihancurkan. Tapi,
cara-cara militer dengan menyerang negara berdaulat untuk
mencari tokoh dan kelompok terorisme global patut disesalkan
karena melanggar kedulatan sebuah negara. Cara-cara militer yang
merupakan bagian besar dari praktek-praktek ideologi politik
realis politik luar negeri AS sebaiknya diubah. Sebagai campiun
demokrasi, AS seharusnya menerapkan ideologi humanisme dan
moralisme poltik dalam mempraktekkan politik luar negerinya.

Terorisme: Konstelasi Baru dalam Politik Internasional


Sebagai sebuah isu global masa kini, terorisme membawa
isu-isu lainnya yang sebelumnya telah terbenam seiring dengan
berakhirnya perang dingin. Isu-isu itu adalah militerisme, senjata
nuklir, dan perang. Peran militer sangat dibutuhkan untuk
menumpas

terorisme

membahayakan

global.

Senjata

keselamatan

umat

nuklir

yang

manusia.

sangat
Mulai

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

11

diperbincangkan untuk menghancurkan kelompok terorisme global


dan negara yang melindunginya. Perang mulai dikobarkan dengan
legitimasi melawan aksi terorisme global. Isu-isu seputar terorisme
global

yang

membahayakan

megemuka

akhir-akhir

kemanusiaan,

ini

perdamaian,

tentunya
dan

sangat
stabilitas

internasional. Makna besar yang bisa diambil dari perubahanperubahan besar politik dunia ini daalah terjadinya arus balik
orientasi dan isu high politics yang mencakup kajian militer,
keamanan, dan perang.
Derasnya kritikan dan kecaman terhadap langkah AS dalam
memerangi tindakan terorisme global menunjukkan keresahan
sebagian besar negara-negara di dunia. Mereka menilai bahwa
gerakan anti terorisme global yang dicanangkan AS sangat bias
akan kepentingan nasionalnya sendiri. Kekhawatiran terhadaap
langkah AS ini sangat beralasan mengingat adanya kecendrungan
bahwa AS memanfaatkan gerakan anti terorisme untuk menghajar
musuh bebuyutannya, seperti Irak, Korea Utara, dan Libia. Di
samping itu, cara-cara yang dilakukan AS menangani terorisme
sangat tidak mengindahkan nilai-nilai hak asasi manusia dan
cenderung menekankan pendekatan militer ketimbang upaya
upaya dialog.
Masing-masing negara dengan disponsori oleh PBB
seharusnya mencetuskan sistem penanganan dan pengelolaan yang
dapat

menangkal

terorisme

global

(Global

Antiterorism

Governance). Setelah itu, PBB harus mengambil alih komado


dalam perang melawan terorisme sehingga sepak terjang AS dapat
dikontrol dan dibatasi. Pengelolaan dan penangan masalah
terorisme secara global harus bertumpu pada pendekatan dialog
dan kalaupun memakai cara-cara militer, harus diduskusikan secara
mendalam dalam forum PBB sehingga tidak menimbulkan kritik
dan resistensi dari berbagai pihak.

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

12

Global Antiterorism Governance


Dalam khazanah ilmu hubungan internasional, organisasi
terorisme adalah salah satu aktor atau pemain dalam percaturan
politik interasional, karena sifatnya yang melintas batas negara.
Terorisme global telah menjadi isu yang mencuat ke permukaan
dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap negara berkewajiban
untuk memeberantasnya karena bagaimanapuntindaka terorisme
sangat bertetangan dengan kemanusiaan, perdamaian, dan stabilitas
keamanan internasional.
Semangat untuk memerangi terorisme terlihat pada KTT
Uni Eropa di Brussel, Belgia, 21 September 2001 dan pertemuan
menteri-menteri Luar Negeri OKI di Doha, Qatar, 10 Oktober
2001. Setiap negara pun berkecenderungan untuk membuat
undang-undang nasional yang berkait dengan penanganan masalah
terorisme global. Tampaknya, ada semangat bersama diantara
komponen masyarakat internasional bahwa terorisme global
merupakan ancaman bersama dan karena sifatnya yang melintas
batas antar negara, maka diperlukan kerjasama antar negara untuk
memeranginya. Suatu kemustahilan apabila terorisme global dapat
diperangi oleh suatu negara sendirian. Tanpa bantuan dan
kerjasama dengan negara-negara lain, upaya memerangi terorisme
tidak akan pernah berhasil.
Oleh karena itu, semangat dan perhatian besar dari
masyaraat internasional untuk memerangi terorisme global harus
digelar dan diwujudkan dalam tiga lapis. Pertama, lapisan
internasional yang dikoordiniroleh PBB sebagai organisasi dunia.
Kedua, lapisan regional yang tentunya melibatkan organisasiorganisasi regional-kawasan. Ketiga, lapisan nasional yang
dikomandani oleh para pemimpin dari masing-masing negara.

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

13

Dengan begitu, implementasi dari berbagai rumusan yang


diputuskan oleh masyarakat inetrnasional tentang perlawanan
terhadap terorisme global akan menuai hasil yang konstruktif.
Nampaknya, terorisme global akan menjadi isu sentral
dunia dan menjadikan teroris sebagai aktor global yang
mendominasi tatanan politik dunia abad XI. Hampir dapat
dipastikan, semua tindakan setiap negara dalam percaturan politik
internasional

akan

bnayak

dipengaruhi

oleh

dinamika

perkembangan terorisme global. Penentuan siapa lawan dan kawan


akan sangat digariskan secara tegas oleh demarkasi terorisme
global. Dengan demikian, terorisme global akan terus menjadi
wacana yang kembali mengubah mainstream politik internasional
dari yang sebelumnya from high politics to low politics menjadi
from low politics to high politics.

Aktor dan Isu Global Abad XXI


Bersamaan dengan dinamika perubahan global, telah lahir
pula isu baru yang sangat besar pergaruhnya terhadap tatanan
politik ekonomi global saat ini. Isu ini baru ini adalah isu seputar
masalah terorisme. Konsekuensi dari mencuatnya isu terorisme ke
permukaan adalah lahirnya teroris sebagai aktor yang sangat
diperhitungkan di atas pentas internasional. Hal ini sejalan dengan
kecenderungan dalam hubungan internasional bahwa aktor politik
global tidak lagi terbatas peda pemerintah (nation state), melainkan
juga meliputi unsur-unsur non-pemerintah, seperti Lembaga
Swadaya Masyaraat (LSM), Perusahaan Multinasional (PMN),
Media Massa, dan organisasi Terorisme Internasional.
Isu terorisme global yang menggema di hampir seluruh
penjuru dunia telah menimbulkan stabilitas keamanan regional

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

14

menjadi kacau dan tidak harmonis. Hal ini diperkuat dengan


tampilan politik luar negeri AS yang sangat represif, ofensif, dan
reaktif terhadap negara-negara yang dianggap membahayakan bagi
perdamaian.
Konfigurasi politik kawasan telah mengalami kegoncangan
yang amat membahayakan. Masing-masing negara dalam kawasan
saling curiga dan menuduh satu sama lain meskipun tidak ada bukti
yang akurat. Soliditas dan solidaritas telah terkoyak oleh isu
terorisme global dan kampanya perang AS melawan terorisme
global.
Untuk merespons konteks global yang berubah tersebut,
masing-masing negara di dunia sebagai entitas politik yang otonom
melakukan proses-proses penyesuaian. Hal ini biasa dilihat dalam
kebijakan domestik masing-masing negara yang terkesan hanya
menanggapi dinamika eksternal yang terjadi.
Selain itu, secara bersamaan ada semacam kesadara diri
masing-masing negara untuk meningkatkan kerjasama intelijen dan
melakukan perjanjian ekstradisi. Latihan kemiliteran gabungan
yang bertujuan untuk menangkal praktek-praktek terorisme global
serta fenomena bantuan militer dan peralatan teknis lainnya juga
semakin merebakmewarnai dinamika internal masing-masing
negara di sunia.

3. Osama Bin Laden dan Terorisme

Osama Bin Laden: Pahlawan atau Teroris?

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

15

Hingga saat ini, belum ada kesepakatan yang baku tentang


apa definisi terorisme. Masing-masing ilmuwan hubungan
internasional berbeda pendapat akan istilah terorismedan gerakan
perjuangan kemerdekaan. Padahal, aksi-aksi terorisme semakin
merebak di awal abad ke-21.
Tragedi WTC dam Pentagon yang terjadi pada 11
September 2001 disinyalir oleh sebagian besar pihak dilakukan
oleh gerakan terorisme. Presiden AS, George W. Bush menuding
Osama Bin Ladendan jamaah Al-Qaeda sebagai pelakunya.
Spekulasi-spekulasi bermunculan seperti teori konspirasi
bahwa pelaku utama dari tragedi WTC dan Pentagon adalah Israel
dan rakyat AS sendiri. Bukti dari argumentasi adalah adanya
laporan dari jaringan televisi Al-Mannar di Lebanon dan harian AlWathon di Yordania yang megungkapkan bahwa saat tragedi 11
September terjadi, 4.000 karyawan berkebangsaan Israel yang
berkantor di WTC, tidak nasuk kerja.
Koran berita Israel, Yadiot Arharonot, mengungkapkan
bahwa Shabak mencegah Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon,
berkunjung ke New York. Koran Israel lainnya, Haaretz,
melaporkan bahwa Biro Penyelidik Federal Amerika (FBI)
menangkap lima orang Israel yang sedang riang gembira setelah
serangan terhadap WTC dan Pentagon terjadi.
Kendati

dmeikian,

AS

menafikkan

indikasi-indikasi

tersebut dan selalu mengkampanyekan tuduhan bahwa Osama, Al


Qaeda, dan jaringan Taliban adalah pihak-pihak yang bertanggung
jawab atas tragedi WTC dan Pentagon, dan sepatutnyalah diberi
hukuman dengan serangan pasukan militer AS ke basis-basis
pertahanan Afghanistan. Legitimasi yang dipegang AS adalah
resolusi DK PBB No. 1373 mengenai terorisme.

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

16

Osama Bin Laden: Dalang Tragedi WTC dan Pentagon?


Osama Bin Laden yang bernama asli Usamah bin
Muhammad Awal bin Laden, adalah anak ke-17 dari 50 bersaudara.
Dia lahir di Riyadh tahun 1957, saat ayahnya, Moehammad bin
Laden telah sukses menjadi konglomerat Arab Saudi yang
berkecukupan dalam segi ekonomi dan kasih sayang. Selama
bersekolah,

Osama

aktif

adalam

gerakan

dalam

gerakan

Persaudaraan Islam (Ikhwanul Muslimin) dan banyak berdiskusi


dengan tokoh-tokoh terkenal seperti Abdullah Azam dan
Moehammad Quttub.
Hampir seluruh hidup Osama bin Laden diabadikan bagi
melawan

perjuangan

melawann

kejahatan

dan

kebhatilan.

Perjuangannya dimulai ketika ia berada di Afghanistan tahun 1979


dan langsung menyerukan jihad atau invansi tentara Soviet. Setelah
itu, pada tahu 1989, Osama kembali ke Arab Saudi, Pakistan, dan
Sudan. Pada tahun 1996, Osama kembali ke Afghanistan dan
bertemu dengan Mullah Omar untuk selanjutnya membantu
Taliban berperang melawan tentara Mujahidin.
Nama Osama mulai mencuat sejak keterlibatan Osama
dalam berbagai aksi terorisme anti Amerika, yang mencuatkan
namanya sejajar dengan pemimpin negara adikuasa dunia, mulai
dari peristiwa pemboman kedubes AS di Kenya dan Tanzania tahun
1998, Peledakan Kapal Perang AS USS Cole di pelabuhan Yaman
tahun 2000, sampai dengan tuduhan atas hancurnya menara
kembar WTC dan gedung Pentagon, 11 September 2001.
Meskipun pihak pemerintah AS telah membekukan aset dan
aliran dana Osama yang ditaksir sekitar US $ 300 juta, ia tidak
kekurangan dana untuk operasionalisasi kegiatannya. Jauh

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

17

sebelumnya, Osama telah mengadopsi suatu sistem pengelolaan


khusus untuk masalah keuangannya. Disamping hanya melakukan
investasi di negara-negara Islam, yang menguntungkan Osama
adalah sistem keuangan keluarga yag menerapkan hukum Islam
sehingga

memungkinkan

dirinya

mendapat

warisan

dari

perusahaan ayahnya di Arab Saudi. Sumber keuangan lainnya


adalah berupa sumbangan dari para donatur yang bersimpati
dengan perjuangannya.
Tragedi

WTC

dan

Pentagon

sempat

menimbulkan

pertanyaan dan keraguan akan kemampuan sistem pertahanan rudal


nasional AS yang menelan biaya sekitar US $ 60 milyar. AS yang
dapat menguasai semua titik rawan di seluruh dunia ternyata
kecolongan di dalam negeri sendiri. Mungkin kejadian ini dapat
menjadi shock therapy bagi AS untuk membenahi diri dan mawas
diri.

4. Indonesia dan Terorisme

Reformasi : Radikalisme, Terorisme, dan Civil Society


Pada awal masa reformasi, radikalisme, dan militansi yang
merebak di Indonesia adalah radikalisme etnik. Hal ini ditandai
dengan berbagai kekerasan kolektif dan kerusuhan sosial di
Sampit, Poso, dan Ambon. Selanjutnya, radikalisme etnik ini
kemudian menjalar pada radikalisme kesukuan, golongan dan
agama. Akhirnya, gejala disintegrasi bangsa menjadi fenomena
penting yang mendapat perhatian serius waktu itu. Bentuk-bentuk
radikalisme etnik ini telah menelan korban ratusan, dan bahkan
ribuan nyawa melayang.
Saat ini, radikalisme etnik untuk sementara waktu meredup
digeser oleh radikalisme terorisme ini dalam konteks Indonesia
Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

18

telah ada secara dominatif sejak terjadinya rentetan peristiwa


pengeboman di berbagai Gereja pada malam Natal, peledakan bom
di Atrium Senin, pengeboman Masjid Istiqlal, dan bom di Kedubes
Filipina di Jakarta. Puncak dari rangkaian aksi pengeboman ini
adalah tragedi bom di Legian, Kuta, Bali, 12 Oktober 2002 lalu
yang menewaskan lebih dari 180 orang tewas dan 300 orang luka
berat ringan.
Semakin

menguatnya

gejala

radikalisme

teroris

di

Indonesia saat ini berdampak pada terjadinya benturan-benturan


antar berbagai kelompok masyarakat dengan pemerintah. Isu-isu
terorisme

telah

mempengaruhi

peroses

penciptaan

dan

pengembangan pluralitas budaya dan manusia.


Perspektif

terorisme

tidak

mengedepankan

pada

kebersamaan dan pluralisme, melainkan hanya menekankan pada


uniformitas

yang

monolitik.

Selain

itu,

terorisme

tidak

memprioritaskan pada upaya-upaya dialog, melainkan langsung


pada tindak kekerasan yang membahayakan. Hal ini sangat
bertentangan

dengan

perspektif

multikulturalisme

yang

mendasarkan diri pada saluran dialog, kebersamaan, kemanusiaan,


penghormatan antar manusia dan pengakuan akan perbedaan.
Melihat bahayanya permasalahan terorisme di Indonesia ini
terhadap persatuan bangsa dan perkembangan multikulturalisme
yang sedang dibangun, perlu diupayakan sebuah strategi untuk
menangkalnya secepat mungkin. Salah satu cara yang efektif untuk
itu adalah langkah penguatan masyarakat sipil (civil society)
Indonesia.

Relasi Islam dan Negara Pasca Tragedi Bom Bali

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

19

Sebagai reaksi atas tragedi bom di Legian, Kuta, Bali pada


tanggal 12 Oktober 2002 melalui Mentri Kehakiman dan HAM,
Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perpu) Anti Terorisme. Pemerintah
berharap dengan terbitnya Perpu Anti Terorisme tersebut dapat
dijadikan dasar legitimasi dan payung hokum bagi apparat hokum
untuk melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap
merebaknya praktek-praktek terorisme di Indonesia khususnya
dalam menyelidiki dan mengusut dalang dan pelaku peristiwa bom
bali.
Meskipun mendapat dukungan dari negara-negara di dunia,
khususnya AS dan sekutunya, Perpu Antiterorisme dipandang
secara bervariasi oleh public domestik. Publik menilai bahwa
dikeluarkannya Perpu Antiterorisme diibaratkan sebagai pisau
bermata dua. Di satu sisi, perpu ini menangani persoalan terorisme.
Namun di sisi lain, dikhawatirkan oleh public akan disalahgunakan
oleh pemerintah dalam memberangus lawan-lawan politik atau
kelompok oposan.
Indonesia pasca tragedi bom bali telah menciptakan
benturan-benturan membahayakan antara pemerintah dengan
kelompok-kelompok Islam, khususnya kelompok Islam garis keras
dan radikal. Benturan ini dipicu oleh menangkap dan menetapkan
status tersangka terhadap ketua Majelis Mujahidin Indonesia, Abu
Bakar Baasyir. Tuduhan terkait dengan terror bom Natal,
peledakan Atrium Senin, dan peristiwa Istiqlal disusul dengan
penangkapannya

yang

dilakukan

paksa

di

RSU

PKU

Muhammadiyah Solo telah melukai hati kelompok-kelompok


Islam.
Langkah penangkapan terhadap tokoh-tokoh Islam oleh
pemerintah disebabkan karena upaya dari tokoh-tokoh Islam
tersebut untuk mengubah bentuk negara dari (menurut mereka)
Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

20

sekuler menjadi negara agama (Islam) dengan menjalankan syariat


Islam secara konsisten. Islam dianggap sebagai solusi dalam
mengatasi berbagai permasalahan bangsa. Indonesia sangat
heterogen dan plural bila ditinjau dari aspek etnik. Pancasila adalah
konsep yang tepat untuk mewakili kemajemukan tersebut.
Umat islam selalu menepis bahwa Islam bukan teroris.
Tapi, kenyataan menunjukan bahwa orang-orang yang disangka
menjadi teroris adalah orang atau oknum yang terkait dengan
lembaga-lembaga

Islam.

Terdapat

tiga

indikator

sebagai

argumentasi bahwa relasi non harmonis antara kelompok Islam dan


Indonesia akan mengancam demokratisasi Indonesia :
a. Isu terorisme yang menjadi penyebab ketidak harmonisan
Islam-Negara
b. Pemberlakuan Perpu dinilai terlalu terburu-buru dan tidak
terbuka (public complain/public participation)
Kita semua tentu menginginkan sebuah kerjasama dari
seluruh komponen bangsa dalam memberantas terorisme, termasuk
kerjasama antara pemerintah dengan kelompok Islam garis keras
yang selama ini dituduh sebagai teroris. Pemerintah harus
kooperatif dan persuasif terhadap kelompok Islam, bukan agresif
sebagaimana yang selama ini dipertontonkan.

Relasi Al Qaeda dan Jamaah Islamiyah


Al Qaeda adalah organisasi teroris internasional pimpinan
Osama Bin Laden yang berbasis di Afghanistan. Al Qaeda
memiliki sel-sel dan jaringan diseluruh wilayah dunia. Al Qaeda
mendukung dan mendanai setiap gerakan radikal yang menentang
hegemoni AS. Jamaah Islamiyah atau sering disebut pula dengan
Al Jamaah Al Islamiyah (JI) adalah organisasi keagamaan radikal
yang didirikan oleh Abdullah Sungkardan Abu Bakar Baasyir pada
Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

21

tahun 1993. Organisasi ini beroperasi di Singapura, Indonesia,


Philipina dan Thailand. Terdapat keterkaitan antara Al Qaeda dan
JI dalam kasus-aksi terorisme yang merebak di Indonesia setelah
era Reformasi, dalam hal: penyebaran ideologi, pelatihan
kemiliteran, dana operasi, senjata dan amunisi, personil dan
pelatih.
Berbagai aksi terorisme sebagai dampak keterkaitan antara
JI dan Al Qaeda tentunya berkonsekuensi pada terganggunya
kondisi keamanan dalam negeri Indonesia. Aksi terorisme dapat
menimbulkan ancaman stabilitas politik, ekonomi, dan social
masyarakat sehingga menghambat proses pembangunan ekonomi
dan jalannya demokratisasi di Indonesia di era reformasi saat ini.

KEKUATAN/KELEBIHAN & KELEMAHAN BUKU


KEKUATAN/ KELEBIHAN BUKU:

Isi buku ini menjelaskan secara jelas isi materi dan contoh kasusnya
sehingga pembaca dapat membayangakan isi materi tersebut

Penulis juga mencantumkan sumber-sumber referensi dengan lengkap


sehingga isi/ substansi buku jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.

KELEMAHAN BUKU:

Isi buku banyak yang mengulang dan bertele-tele sehingga membuat


pembaca bosan

Ada beberapa kata yang typo

Cover buku memang cukup menggambarkan isi buku, namun kurang


menarik

Beberapa bagian buku banyak yang copot

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

22

Isi buku yang bercerita membuat pembaca bosan

KONTRIBUSI BUKU DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL


Kontribusi buku ini dalam hubungan internasional sudah sangat jelas. Topik
buku ini mengangkat isu global saat ini yaitu adalah terorisme. Terorisme yang
merupakan salah satu aktor dalam ilmu hubungan internasional sangat
berpengaruh besar dalam kehidupan global masyarakat ini, bisa dilihat dari
peristiwa yang dialami oleh AS beberapa waktu lalu yang secara tidak langsung
mempengaruhi kehidupan banyak masyarakat. Secara tidak langsung terorisme
menjadi suatu hal yang sangat tabu untuk dibahas dan menjadi suatu ancaman
tersendiri bagi masyarakat. Pada abad XXI ini memang teroris sedang berada
dipuncak kejayaan nya. Walaupun begitu hingga hari ini masih belum ada definisi
yang jelas mengenai terorisme.
Buku ini berguna untuk menambah pengetahuan bagi masyarakt umum,
terlebih kalangan TNI maupun Polri yang berhubungan dengan isu keamanan ini.
Bagi penstudi HI, buku ini akan menjadi salah satu bahan analisis yang dapat
menambah pengetahuan mengenai isu global, dan memikirkan dengan baik

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

23

langkah-langkah yang akan diambil jika kita menghadapi situasi yang terdapat di
buku.

Resensi Buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI|

24

Anda mungkin juga menyukai