Singkatnya, jika kita belajar Hubungan Internasional, perhatian kita tidak hanya
terpaku pada aktivitas yang dilakukan negara, melainkan pula aktor
individu/organisasi non politik/negara, seperti telah disebut. Namun, hal yang
patut diingat adalah, Hubungan Internasional menghendaki hubungan-hubungan
yang dilakukan tersebut melewati batas yuridiksi wilayah masing aktor yang
berhubungan.
Namun, Politik Luar Negeri hanya menganalisa apa-apa yang ditetapkan suatu
negara terhadap lingkungan ‘luarnya.’ Ia tidak ingin masuk lebih dalam lagi guna
membahas apa saja reaksi lingkungan (atau negara) ‘luar’ terhadap suatu negara
yang memberlakukan Politik Luar Negeri. Reaksi tersebut meliputi interakisi antar
negara di luar Amerika Serikat, sebagai contoh, dalam menanggapi politik luar
negeri Global War on Terrorism. Apakah mereka satu sama lain saling
mendukung, netral, atau bahkan cenderung menjauhi Amerika Serikat.
Jika Politik Luar Negeri hanya membahas bagaimana sebuah negara
menanggapi serangkaian tindakan yang diambil berdasarkan analisis kondisi
internasional, maka politik internasional merupakan aksi-reaksi tindakan
antarnegara. Bidang yang secara khusus membahas prinsip ‘aksi-reaksi’ ini adalah
Politik Internasional
Pertama, kondisi politik internasional tahun 1976 ditengarai Perang Dingin antara
Blok Komunis (dipimpin Uni Sovyet) melawan Blok Kapitalis (dipimpin Amerika
Serikat). Kedua, Amerika Serikat memiliki sekutu di dekat wilayah Timor Timur
yaitu Australia. Ketiga, Indonesia ---yang tergabung dalam ASEAN--- juga tengah
menghadapi ancaman Komunis dari Utara (lewat jalur Cina ke Vietnam Utara).
Keempat, Portugal seperti “menterlarkan” wilayah Timor Timur yang berakibat di
wilayah tersebut menjadi basis pelatihan gerilyawan komunis yang hendak
merebut kekuasaan. Kelima, pemerintahan Indonesia berada di bawah Orde Baru
Suharto yang anti komunis tetapi cenderung pro Blok Kapitalis. Kasus pemasukan
Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia, sebab itu, sangat kental dimensi Politik
Internasional-nya.
PERKEMBANGAN TEORI HUBUNGAN INTERNASIOANAL
1. REALISME
Perkembangan aliran pemikiran dalam hubungan internasional pun
memiliki akar filsafat politik. Realisme mendasarkan diri para filsafat politik
dari Tuchydides (Warner, 1954) dan Aristoteles. Thucydides dianggap
sebagai penulis realis hubungan internasional yang pertama. Ia hidup tahun
400 sM di Athena dan menulis buku The History of Peloponnesian War.
Jika dapat disebut Realis klasik, maka Machiavelli dapat disebut Realis
Modern. Melalui bukunya Il Principe dan Discourse, Machiavelli menulis
tentang kekuasaan, kekuatan, formasi aliansi dan kontra aliansi, serta
sebab-sebab terjadinya perang antarnegara. Tidak seperti Thucydides,
Machiavelli lebih memfokuskan diri pada masalah keamanan nasional.
Jika boleh ditambah, realis modern lain (di samping Machiavelli) adalah
Thomas Hobbes. Hobbes lewat bukunya Leviathan (1668) menulis tentang
kondisi anarki Eropa selama dia hidup. Bagaimana negara-negara di Eropa
saling berperang dan tidak menghormati perjanjian perdamaian adalah
fokusnya. Pemikiran Hobbes mengenai anarki dan kekuasaan ini
berpengaruh besar pada teoretisi kontemporer semisal Hans J. Morgenthau
lewat bukunya Politics Among Nations. (Cranmer, 2005: 2)
Realis dan Neorealis juga berbeda dalam konsep “stabilitas.” Jika Realis
menganggap keteraturan otomatis muncul jika masing-masing negara
memaksimalisasi kepentingan nasional dengan memperhatikan
kekuatan/kelemahan negara lain, maka Neorealis memandang setiap
negara harus mempertahankan posisi kekuatan relatifnya di dalam sistem
yang ada. Sebab, aliran Neorealis memandang negara yang
memaksimalisasi kepentingan “ala Realis” akan “dibuang” dari sistem
politik internasional. Neorealisme mengajukan konsep-konsep seperti
Unipolar (satu negara sebagai pusat kekuasaan), Bipolar (dua negara
sebagai pusat kekuasaan), dan multipolar (banyak negara sebagai pusat
kekuasaan).
Kembangan Neorealis yang paling berpengaruh adalah Neorealis-
Strukturalis yang dimotori Kenneth N. Waltz. Neorealisme-Strukturalis
menganggap stuktur sistem politik internasional sebagai penentu. Dalam
sistem ini, kemampuan tiap negara untuk memenuhi kepentingan
nasionalnya dibatasi oleh kekuatan negara lain. Sistem internasional
terbentuk melalui perubahan dalam pola distribusi kemampuan antar
masing-masing unit (negara). Anarki internasional akan muncul ketika
kekuatan salah satu negara berubah (lebih kuat atau lebih lemah). (Ozcelik,
2005: 92)
2. IDEALISME
Di sisi lain, aliran Idealisme memiliki akar filsafat dari Plato. Plato
membayangkan bahwa konsep-konsep seperti keadilan dan harmonisasi
yang bersifat positif merupakan ide mutlak yang dapat diterapkan di dunia.
Pemimpin yang bisa menerjemahkan hal tersebut adalah seorang filosof
yang sekaligus raja. Pemikiran Plato ini diteruskan oleh kaum Stoic, yaitu
raja-raja yang memanfaatkan filsafat Plato untuk memerintah. Ciri raja-raja
Stoic adalah upaya mereka untuk menahan nafsu berperang, dan anggapan
bahwa seluruh negara adalah sama, yaitu sekumpulan warga dunia
(kosmopolitanisme) dan saling bantu-membantu.
Depresi ekonomi (malaise) ini berpuncak di tahun 1932. Akibat krisis yang
dilakukan proses produksi adalah memangkas ongkos produksi yaitu
pengurangan tenaga kerja. AKibatnya 1 dari 4 pekerja di Inggris
menganggur dan: 40% atau 6 juta pekerja di Jerman kehilangan
pekerjaannya. Apa yang akan lahir dari situasi semacam ini, di mana harga
diri Jerman akibat Perjanjian Versailles turun hingga batas horizon,
pengangguran 6 juta orang, dan Alsace-Lorraine-PrussiaTImur-Ruhr hilang?
Hitler dan Lebensraum!
Juga bayangkan, sejumlah negara terpaksa keluar atau dikeluarkan dari LBB
karena melakukan invasi: Jepang (1933) karena menginvasi Manchuria-Cina
1932; Italia menginvasi Abbysinia (Ethiopia) 1935; Uni Sovyet (1939) karena
menginvasi Finlandia 1939; Kostarika (1925); Brasil (1926); Haiti (1942);
Jerman (1933); Luxemburg (1942). Selain itu, Konferensi Perlucutan Senjata
yang disponsori LBB tahun 1932 di Jenewa tidak mampu menghentikan
semangat Jerman, Jepang, dan Italia untuk meningkatkan kemampuan
persenjataan mereka.
Pada bagan juga dapat diperhatikan bahwa Realisme muncul sebagai lawan
dari Idealisme. Realisme kemudian memperoleh couter dari Globalisme
(varian Idealisme), dan Globalisme ini kembali dikritik oleh varian Realisme
yang lain, yaitu Neorealisme. Neorealisme ini kemudian dilawan kembali
oleh varian Idealisme yaitu Neoliberalisme Institusionalis, yang kembali
dilawan oleh varian Realisme Strukturalis.
1) POLITIK INTERNASIONAL
Politik internasional mengkaji interaksi antaraktor state (negara) dalam
sistem politik internasional. Guna menelaah politik internasional, ada
baiknya kita beranjak ke level sistemik. Tujuannya, agar lebih mudah
memberikan penggambaran secara garis besar atas politik internasional
yang berlaku dewasa ini.
Dalam sistem Unipolar, di mana kutub-kutub lain tidak ada ataupun belum
terbentuk, Amerika Serikat berposisi sebagai Hegemon. Hegemon berasal
dari bahasa Yunani, Hegemonia, yang berarti “kepemimpinan.” Dalam
hubungan internasional, hegemon adalah pemimpin atau negara pemimpin
(Griffiths, 63). Ide dasar yang berada di belakang stabilitas yang bersifat
hegemonik dalam sistem politik internasional adalah adanya sebuah negara
yang mampu membuat juga memaksakan peraturan (misalnya
perdagangan bebas, demokratisasi) di antara anggota-anggota penting dari
sistem politik internasional.
Pada masa Pax Brittanica, sistem politik internasional ditandai 6 negara dengan
kekuatan militer, ekonomi, dan index COW tertinggi yaitu Britain (Inggris), Prussia
(Jerman), France (Perancis), Russia, United States (Amerika Serikat), dan Austria.
Inggris memiliki kekuatan ekonomi tertinggi sementara kekuatan militer dipegang
oleh Russia.
ada era Bipolaritas Awal tahun 1950, terdapat 6 kekuatan signifikan yaitu United
States, France, Jepang, Uni Sovyet, Inggris, dan Jerman. Amerika Serikat dan Uni
Sovyet, memiliki kekuatan ekonomi, militer, dan index COW tertinggi. Jepang
masuk ke dalam kekuatan politik dunia.
Pada era Bipolaritas Akhir 1985, Uni Sovyet memiliki kekuatan militer yang lebih
tinggi ketimbang Amerika Serikat, tetapi kekuatan ekonominya jauh melemah.
Cina masuk ke dalam struktur kekuatan politik terbesar dunia.
Era Unipolaritas 1996-1997, sistem politik internasional ditandai 7 kekuatan dunia
yaitu Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Rusia, Cina, Inggris, dan Jerman. Seluruh
kekuatan militer, ekonomi, dan indeks COW terkonsentrasi di Amerika Serikat.
Namun, index COW Cina melebihi Amerika Serikat ketimbang negara-negara
lainnya dan sebab itu Cina adalah kompetitor paling kuat bagi Amerika Serikat,
disusul kemudian oleh Rusia.
Politik luar negeri adalah seperangkat maksud, tatacara, dan tujuan, yang
diformulasikan oleh orang-orang dalam posisi resmi atau otoritatif, yang
ditujukan terhadap sejumlah aktor ataupun kondisi di lingkungan luar wilayah
kekuasaan suatu negara, yang bertujuan mempengaruhi target tertentu dengan
cara yang diinginkan oleh para pembuat keputusan Gustavsson, 1998: 22). Agar
lebih jelas, berikut adalah skema pembuatan kebijakan luar negeri:
Terdapat 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan politik
luar negari : Faktor internasional dan faktor domestik. Kedua faktor ini digunakan
sebagai basis pertimbangan oleh para pembuat kebijakan politik luar negeri, yang
melakukan proses pembuatan keputusan. Keputusan yang dihasilkan dapat
berupa penyesuaian, program, masalah/tujuan, dan orientasi internasional.
A. FAKTOR INTERNASIONAL
1. Faktor Global, berkaitan dengan perubahan sistem politik
internasional yang punya dampak global dan juga negara
dalam konteks pembuatan kebijakan luar negeri.
2. Faktor Regional, berkaitan dengan lembaga-lembaga
regional (yang terdiri atas negara) yang punya dampak
tertentu atas formasi kebijakan luar negeri suatu negara. Ini
juga termasuk norma-norma yang disepakati di dalam suatu
regional khusus yang harus dipertimbangkan tatkala suatu
negara menentukan politik luar negerinya.
3. Hubungan Bilateral, berkaitan dengan hubungan bilateral
antar aktor negara juga lembaga-lembaga tingkat global
ataupun regional. Aktor-aktor tersebut dapat
mempengaruhi negara suatu negara dengan menggunakan
metode aliansi, perdagangan, juga ancaman ekonomi dan
militer.
4. Aktor-aktor Non Negara, aktor-aktor transnasional seperti
jaringan kriminal, jaringan teroris, perusahan multinasional,
dan organisasi hak asasi manusia, memainkan peran yang
mampu membentuk dan mempengaruhi kebijakan luar
negeri suatu negara.
B. FAKTOR DOMESTIK
1. Birokrasi, birokrasi kerap diidentikan dengan kelambatan
kerja dalam mengadaptasi perubahan politik luar negeri,
tetapi cenderung terdapat satu kelompok di dalam birokrasi
yang punya akses pada pejabat tinggi yang efektif
mengusahakan perubahan kebijakan.
2. Opini Publik, opini publik menjadi penting tatkala pejabat
pemerintah butuh dukungan pemilih dalam rangka
menerapkan suatu kebijakan serta agar terpilih kembali.
3. Media, media berperan penting dalam dalam mensetting
agenda, dan membentuk opini publik; media menyediakan
informasi dari pemerintah ke publik; media dapat menjadi
investigator, menyediakan informasi baru bagi pemerintah
juga publik, yang dapat mempengaruhi perubahan
kebijakan luar negeri.
4. Kelompok Kepentingan, kelompok kepentingan adalah
kelompok yang terorganisir, yang terlibat dalam sejumlah
aktivitas pengambilan keputusan pemerintah. Kelompok ini
termasuk yang dibentuk warganegara, diorganisir
berdasarkan isu-isu khusus, lobby-lobby bisnis, profesional,
dan firma-firma hukum publik.
5. artai Politik, partai politik yang memberikan dukungan pada
pemerintah, ataupun untuk meneruskan/mengubah politik
luar negeri.
Faktor-faktor domestik dan internasional ini diserap oleh para pembuat kebijakan.
Sebagai manusia, para pembuat kebijakan dipengaruhi karakteristik yang melekat
pada dirinya dalam memandang faktor-faktor domestik dan internasional
tersebut, Karakteristik-karakteristik yang melekat tersebut adalah: Keyakinan
(beliefs), motif, gaya pembuatan keputusan, gaya interpersonal, kepentingan
dalam hubungan luar negeri, dan pelatihan yang pernah didapat dalam hubungan
luar negeri (Eidenfalk, 1998: 7-8).
Keyakinan mengacu pada asumsi-asumsi dasar pemimpin politik yang berakibat
pada penafsirannya atas lingkungan, dan secara lebih jauh berdampak pada
strategi-strategi yang diambil kemudian. Motif mengacu pada alasan mengapa
seorang pengambil keputusan luar negeri melakukan hal tersebut, dan ini
meliputi motif akan afiliasi, motif kekuasaan, dan motif untuk disetujui. Gaya
pengambilan keputusan mengacu pada metode yang diambil seorang pembuat
kebijakan seperti sebagaimana terbuka mereka akan informasi atau tingkat resiko
yang harus diambil.
INGO, kendati bersifat swasta (privat) memiliki daya "paksa" dalam memengaruhi
tindakan suatu negara. Greenpeace contohnya, para aktivisnya memiliki
keberanian yang luar biasa dalam menghalangi kapal-kapal negara adikuasa,
swasta ataupun pemerintah, yang hendak melakukan pembuangan limbah baik di
laut maupun darat. Amnesty International memerhatikan aspek kebebasan politik
individual dan menghalangi represi pemerintah suatu negara di saat mereka
menekan kalangan oposisi politiknya. Di sisi IGO, kita telah menyaksikan
bagaimana IAEA menjalankan peran "mediator" dalam dugaan pengembangan
senjata nuklir Iran yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan Israel. Kasus
tersebut masih terus bergulir hingga kini. Atau, IPU sebagai serikat parlemen
internasional yang mempromosikan kuota perwakilan politik perempuan bagi
negara-negara yang menjadi anggotanya.
Uni Eropa diyakini menjadi embrio bagi satu pasar tunggal dunia. Kini Uni Eropa
telah menancapkan langkahnya di Eropa daratan. Uni Eropa adalah pewaris dari
Masyarakat Ekonomi Eropa. Perbedaannya, kini Uni Eropa tidak lagi semata-mata
mengurus masalah ekonomi seperti MEE melainkan menjadi suatu organisasi
politik supra nasional yang mengatasi negara-negara Eropa dalam beberapa
kebijakan. Argumentasi mengapa Uni Eropa dikatakan sebagai organisasi politik
supra nasional karena kini ia membawahi sejumlah struktur yang menjalankan
fungsi lembaga pemerintahan seperti European Council and Council of Ministers,
Commissions, European Parliament, dan Court of Justice, yang keseluruhannya
mencerminkan trias politika: Eksekutif, Legislatif, Yudikatif. Tentu saja, setiap
negara anggotanya tetap berdaulat tetapi telah cukup banyak hal-hal yang diatur
oleh Uni Eropa di mana setiap negara anggotanya tidak boleh melanggar.
Misalnya, suatu negara tidak akan beroleh izin bergabung ke dalam Uni Eropa jika
tidak menunjukkan komitmen nyata atas aturan konstitusinya, pemilu yang
bebas, dan jaminan atas hak-hak asasi manusia. Inilah serangkaian faktor yang
mempersulit Turki masuk ke dalam Uni Eropa selain tentunya masalah kekuatan
ekonominya.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan satu bentuk IGO yang khusus. Ini
akibat sejarah panjang pendiriannya serta luasnya keterlibatan negara-negara di
dunia ke dalam organisasi ini. PBB mengemban "impian" stoisisme yaitu "satu
pemerintahan dunia" atau "novum ordo seclorum." Kendati tentunya, secara
kritis dapat diujarkan bahwa dalam gagasan satu pemerintahan dunia, dapat saja
yang terjadi adalah kekuasaan satu negara atau satu oligarki negara di dalam
organisasi ini atas "dunia." Negara dengan kekuatan ekonomi, militer, politik, dan
teknologi besar memiliki kans untuk menjadi pengendalinya.