Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ANANDA SHAFLY RAHMAN

NIM : L1A022094

KELAS : C

ESSAY

METODOLOGI HUBUNGAN INTERNASIONAL

SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASONAL

Menurut catatan Steve Smith dalam buku The Study of International Relations, The State
of The Art, bahwa awal dari perkembangan ilmu hubungan internasional menjadi satu disiplin
ilmu tersendiri baru dimulai setelah perang dunia 1, Sebelum Perang Dunia I, khususnya dalam
kaitannya dengan perkembangan Eropa pada umumnya dan Inggris pada khususnya, kajian
hubungan internasional dipelajari secara terpisah dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan,
seperti hukum, sejarah, dan filsafat. Bidang lain yang menarik dalam hubungan internasional
saat ini adalah bidang ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan internasional.
Pendekatan-pendekatan dari berbagai bidang keilmuan ini tidak cukup untuk memahami esensi
hubungan internasional. Ada dua realitas ketika memahami hubungan internasional. Pertama-
tama, masyarakat internasional ini sangat berbeda dengan masyarakat dalam negeri.
Komunitas internasional terdiri dari aktor-aktor yang mempunyai kedaulatan sendiri atau
berada di bawah kedaulatan pihak lain sehingga tidak dipengaruhi oleh kekuasaan politik dan
hukum pusat. Memahami interaksi di antara keduanya memerlukan pemahaman komprehensif
baik dari aspek politik maupun sejarah. Kedua, hubungan internasional memerlukan
pendekatan dan alat (metode) unik yang berbeda dengan pendekatan dan perspektif ilmu
politik pada umumnya. Kedua realitas tersebut dilawan oleh realitas lain yaitu peperangan
antar negara-negara Eropa dan keinginan masyarakat untuk hidup damai, sehingga mendorong
para ilmuwan pada masa itu untuk mengajukan gagasan teoritis di bidang hubungan
internasional.

Gagasan yang dikemukakan adalah bahwa hubungan internasional tidak lagi dipandang
sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri, melainkan sebagai suatu disiplin ilmu dengan perspektif
dan pendekatan tertentu, yang aspek empirisnya dapat dimaknai dan dipahami secara
keseluruhan. Tatanan politik internasional pada akhir abad ke-19 juga membawa dampak besar
terhadap perkembangan hubungan internasional. Sebagai kekuatan dominan pada masa itu,
Inggris juga mendominasi perkembangan pemikiran bidang studi ini. Ide-ide yang muncul juga
erat kaitannya dengan refleksi kepentingan Inggris dalam menghadapi tatanan dunia yang
multipolar. Pemikiran ini didasarkan pada bukti (alasan) bahwa perang bukanlah hal yang
diinginkan semua orang, melainkan merupakan dosa dan bencana yang disebabkan oleh
kecelakaan. Perang antar negara terjadi ketika prasangka yang berasal dari penafsiran
keamanan mendorong masyarakat untuk mengembangkan senjata, dan akhirnya terlibat dalam
perang. Hedley Bull, salah satu pemikir pada masa itu, percaya bahwa sistem hubungan
internasional yang memicu Perang Dunia I, di bawah pengaruh kebangkitan demokrasi dan
pertumbuhan pemikiran global, akan berubah secara mendasar menjadi negara-negara yang
lebih damai. bahwa hal itu bisa dilakukan. Perdamaian menyebar melalui berdirinya Liga
Bangsa-Bangsa, tahun perbuatan baik, pendidikan dan pendidikan, cara berpikir seperti ini
dikenal dengan paradigma idealis.

Hal ini tercermin dari munculnya hubungan internasional sebagai bidang akademik yang
sangat berbeda dengan ilmu-ilmu sosial lainnya karena keadaan yang telah dijelaskan di atas.
Pada awal berdirinya, ilmu hubungan internasional bersifat sangat preskriptif (memberikan
pedoman ), bersifat preskriptif, dan didasarkan pada penelitian konseptual yang berasal dari
aktivitas para ilmuwan yang sangat erat kaitannya dengan pembuatan kebijakan. Hubungan
Internasional muncul sebagai respons langsung terhadap peristiwa yang sebenarnya terjadi di
dunia, mengembangkan dan menetapkan tujuan untuk mencegah terulangnya peristiwa
tersebut. Pemikiran idealis ini berkembang sejak akhir Perang Dunia I hingga Perang Dunia II
(1920-an dan 1930-an). Pemikiran idealis ini tampaknya telah memberikan cara bagi para
pembuat kebijakan di berbagai negara untuk menghindari perang. Namun kenyataannya,
ketegangan akibat perlombaan senjata Eropa terus meningkat sepanjang tahun 1920-an dan
1930-an. Aliansi militer Tripartit Etente (Inggris, Prancis, dan Rusia) dan Triple Alliance (Jerman,
Italia, dan Austria) terbentuk dan saling berhadapan. LBB berkembang pada tahun menjadi
sebuah institusi yang digunakan sebagai sarana untuk memperkuat negara-negara besar Eropa.
Dengan demikian, lembaga yang didirikan pada tahun atas cita-cita perdamaian dunia justru
menjadi zona perang. Kebangkitan kekuatan militer Nazi Jerman menjadi kenyataan. berencana
menjadikan negara fasis ini sebagai kekuatan dominan di Eropa. Realitas lain yang juga
direncanakan adalah semakin intensifnya upaya Inggris membentuk aliansi untuk
menggagalkan ambisi Jerman. Persaingan kekuasaan ini mewakili realitas baru di Eropa: Perang
Dunia II.

Pertanyaan mendasarnya adalah mengapa orang merencanakan perang jika mereka


menginginkan perdamaian. Pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan pemikiran idealis.
Sementara itu, komunitas internasional dikejutkan dengan kenyataan banyaknya perang
berskala besar yang dilakukan negara-negara Eropa. Permasalahan utama paradigma idealis
adalah gagasan yang diajukan jauh dari kenyataan yang dihadirkan oleh para pemimpin
negara-negara Eropa. Realitas di Eropa menunjukkan kuatnya keinginan para pemimpin untuk
berperang demi merebut kekuasaan, baik secara ekonomi maupun militer. Keinginan yang
sangat kuat akan kekuasaan ini membawa negara-negara Eropa ke dalam kekacauan dan
menghancurkan sepenuhnya keamanan dan perdamaian . E.H. Carr, dalam bukunya The Two
Decade Crisis, berpendapat bahwa mekanisme yang diberikan oleh kaum idealis tidak dapat
mencegah perang, dan bahwa mediasi tidak berhasil untuk meredam konflik. Pemikiran idealis
dianggap sebagai mimpi kosong (utopia). Kegagalan paradigma idealis dalam menjelaskan
realitas hubungan internasional pada tahun 1930-an terselesaikan dengan lahirnya paradigma
alternatif yang kemudian dikenal dengan paradigma realis. Paradigma realis ini muncul pada
periode pasca Perang Dunia II (1940an) dan secara umum merupakan paradigma yang
dominan. Dominasinya bertahan setidaknya hingga tahun 1980-an. Munculnya paradigma realis
ini juga erat kaitannya dengan kebangkitan Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan
pascaperang. Pemerintah Amerika bahkan cenderung mendorong penguatan Studi Hubungan
Internasional untuk mencerminkan tindakan negara adidaya tersebut di masa depan. Ide
orisinal yang ditawarkan paradigma realis ini terdiri dari tiga prinsip. yang pertama menyatakan
bahwa negara adalah aktor terpenting dalam hubungan internasional. Kedua, terdapat
perbedaan yang jelas antara politik dalam negeri dan politik internasional. Ketiga, fokus
penelitian hubungan internasional adalah pada kekuasaan dan perdamaian. Karya-karya yang
dianggap menjadi dasar konstruksi paradigma realis ini adalah karya Morgenthau Politics
Amongnation dan The Twenty Years Crisis karya E.H. John.

SUMBER

Saeri, M. (2012). Teori hubungan internasional sebuah pendekatan paradigmatik. Jurnal


Transnasional, 3(02).

Anda mungkin juga menyukai