Anda di halaman 1dari 3

Alexander Yudho Pratama (071911233071) – PIHI Week 9 – Kelompok 24

Eskalasi Perkembangan Lanjutan Hubungan Internasional


Perang Tiga Puluh Tahun ”diselesaikan” melalui Perjanjian Westphalia tahun 1648, yang
mendefinisikan peraturan-peraturan dasar sistem internasional, ditandai dengan kesetaraan kedaulatan dan
integritas wilayah negara-negara yang merdeka (Goldstein, 2014). Perjanjian ini merubah sistem hubungan
internasional secara signifikan melalui pendefinisian dari negara modern. Akan tetapi, Westphalia tidak
mampu menjaga stabilitas global. Hal ini dapat dilihat melalui Perang Dunia I yang dimulai dari terbunuhnya
Pangeran Franz Ferdinan sebagai Putra Mahkota Austria oleh nasionalis Serbia pada bulan Juni 1914. PD I
juga ditunjang oleh permasalahan interaksi terhadap paham industrialisme, nasionalisme, dan imperialisme
(Knutsen, 1997). Perang ini menyebabkan negara menciptakan circle masing-masing, dimana terdapat dua
kelompok besar dalam perang ini. Austria, Bulgaria, Jerman, dan Turki bergabung dalam blok sentral,
sedangkan 23 negara lainnya bersama Amerika Serikat menciptakan blok sekutu.
Blok Sekutu memenangkan pertempuran dengan ditandai oleh Treaty of Versailles yang menyebabkan
Jerman harus membayar kerugian perang melalui limitasi prajurit dan alutsista serta penguasaan teritorial. PD
I memunculkan Woodrow Wilson’s Fourteen Points yang menekankan diplomasi terbuka sebagai solusi atas
masalah yang muncul selama ini (Carruthers, 2001). Pemikiran Presiden AS ini juga mengawali pembentukan
Liga Bangsa-Bangsa. Carruthers (2001) juga memandang masa transisi sebelum Perang Dunia II, tepatnya
tahun 1919-1939, yaitu Twenty Years Crisis sebagai proses pemindahan kekuatan dominan mulai dari Eropa,
Amerika Serikat, hingga Uni Soviet. Masa ini menghadirkan konsep multipolar yang dapat ditinjau dari
kebangkitan Jerman pasca Perjanjian Versailles, fasisme Mussolini di Italia, dan Restorasi Meiji di Jepang.
Hal ini terjadi karena nasionalisme yang ada yang membangun serta menyatukan berbagai pihak, dan
menyebabkan konflik kepentingan pula.
LBB dianggap gagal karena gagal mencegah Perang Dunia II. Jika PD I terjadi hanya di Benua Eropa,
PD II terjadi pada tingkatan yang lebih luas (Scott, 2001). Sebab khusus dari PD II adalah invasi Jerman ke
Polandia tahun 1939 dan pengeboman Pearl Harbor oleh Jepang. Blok Poros terdiri atas Italia, Jerman, dan
Jepang berperang dengan Blok Sekutu yang dibangun atas aliansi antara Amerika Serikat, Perancis, Inggris,
Uni Soviet dan berbagai negara sahabat. Blok Sekutu kembali memenangi perang dan ditandai oleh
penandatanganan Perjanjian Postdam tahun 1945 dan San Fransisco tahun 1951. Badan baru yaitu
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga dibentuk untuk mencegah Perang Dunia selanjutnya serta memperbaiki
kegagalan LBB (History, 2018). Setelah PD II, tercipta kekuatan bipolar, yaitu AS dengan liberalisme dan
Soviet dengan komunisme yang menciptakan friksi dalam kekuatan nuklir dan ideologi yang dikenal dengan
Cold War pada tahun 1947-1991. Perang ini tidak ditandai oleh unjuk kekuatan secara langsung, melainkan
melalui metode proxy war dalam intervensi dua kekuatan diatas pada Perang Korea tahun 1950 dan Perang
Vietnam pada tahun 1956 (Scott, 2001).
Ketegangan tertinggi berada pada Krisis Misil Kuba pada tahun 1962 yang memiliki potensi terbesar
untuk mengubah peta perang menjadi perang nuklir yang nyata (Scott, 2001). Cold War juga berperan besar
dalam kompetensi antara kedua belah pihak yang merupakan kekuatan adidaya dalam memajukan ilmu
Alexander Yudho Pratama (071911233071) – PIHI Week 9 – Kelompok 24

pengetahuan melalui peluncuran satelit dan misi ke luar angkasa (History, 2009). Cold War berakhir dengan
perpecahan internal dalam Uni Soviet. Mikhail Gorbachev sebagai Presiden Uni Soviet mengeluarkan
sejumlah gagasan yang tidak sesuai dengan semangat yang ditanamkan dalam ideologi komunis. Gagasan
yang dikeluarkan yaitu reformasi, Перестройка atau perestroika yang merestrukturisasi ekonomi, serta
гла́сность atau glasnost yang mendukung keterbukaan urusan politik kepada publik. Kebijakan Gorbachev
memberikan efek domino bagi keberlangsungan Uni Soviet dan pengamalan ideologi komunis di Eropa Timur
(Crockatt, 2001). Interaksi global yang terjadi setelah keruntuhan Uni Soviet menganut konsep unipolar
karena hanya memiliki satu negara adidaya, yaitu Amerika Serikat.
Dinamika tercipta melalui pembentukan gerakan non-blok oleh para pemimpin dari Ghana, India,
Indonesia, Mesir, dan Yugoslavia. Non-blok didirikan di Ibukota Yugoslavia pada saat itu, Belgrade pada
tahun 1961. Kelima pemimpin dari negara berkembang itu memiliki satu pemandangan yang sama bahwa
posisi negara berkembang pada saat Cold War tidak boleh memihak pada konsep yang dibawa oleh Amerika
Serikat maupun Uni Soviet. Akan tetapi menciptakan kondisi yang netral demi memelihara perdamaian dunia.
Gerakan Non-blok tidak hanya berfungsi sebagai penawar hubungan, tetapi sebagai salah satu cara untuk
bergotong royong mengatasi masalah yang dihadapi penduduk negara berkembang. Non-blok menghambat
paham oligarki dan mengutamakan pemerataan pada pengembangan ilmu pengetahuan (Chopra, 1986)
Momentum penting hubungan internasional pada abad ke-21 terjadi pada peristiwa pengeboman
Gedung WTC di kota New York, AS pada tanggal 9 September 2001 oleh jaringan kelompok teroris yang
berlandaskan pemahaman jihad, Al-Qaeda. 9/11 menyebabkan Presiden AS saat itu, George W. Bush
mengeluarkan Bush Doctrine yang mengultimatum para negara maupun berbagai pihak yang memiliki agenda
untuk mendukung dan menjadi tempat persembunyian para teroris sebagai pernyataan terbuka untuk
menganggap Amerika Serikat serta sekutunya sebagai musuh (Krauthammer, 2001). Peristiwa ini membagi
kembali pengkategorian aktor dalam hubungan internasional. Terciptalah konsep baru dalam
pengklasifikasian ini, yaitu illegitimate actor. Pada abad ini, topik utama yang menjadi pembahasan utama
dalam proses menciptakan kestabilan adalah pemberantasan terorisme, karena terorisme adalah musuh utama
masyarakat global. Demi mencegah peristiwa serupa, pemerintah di berbagai penjuru dunia Bersatu dalam
berbagi informasi yang berpotensi memecah bangsa melalui lembaga Interpol (Interpol, t.t.)
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis berpendapat bahwa hubungan internasional setelah perjanjian
Westphalia bersifat lebih variatif. Perang Dunia I terjadi akibat maraknya berbagai ideologi yang berkembang
pesat dalam tatanan global, terutama di Benua Eropa sebagai poros perkembangan hubungan internasional
dan menyebabkan terbunuhnya Frans Ferdinand yang merupakan Putra Mahkota Austria serta penanda
tanganan Perjanjian Versailles yang merugikan Jerman. Hal ini kemudian memantik Perang Dunia II yang
lebih luas, dan menyebabkan munculnya dua kekuatan baru yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dua negara
ini memulai Perang Dingin yang diakhiri oleh perpecahan dalam internal Uni Soviet dan kekuasaan tunggal
Amerika Serikat. Illegitimate actor, yaitu teroris mendapat panggung utama pada 9 September 2001 dan
Alexander Yudho Pratama (071911233071) – PIHI Week 9 – Kelompok 24

menyebabkan fokus interaksi tidak hanya kepada actor negara, tetapi non-negara dalam usahanya menjaga
stabilitas global.

Referensi:
Carruthers, Susan L., 2001. International History 1900-1945, in Baylis, John & Smith, Steve (eds.), The
Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press.
Chartier, R., 1987. A History of Private Life. dalam Knutsen, Torbjörn L., 1992. A History of International
Relations Theory an Introduction. Manchester: Manchester University Press.
Chopra, Surendra, 1986. The Emerging Trends in the Non-Aligned Movement, dalam The Indian Journal of
Political Science, vol. 47, no. 2.
Crockatt, Richard, 2001. “The End of the Cold War,” in Baylis, John & Smith, Steve (eds.), The Globalization
of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press.
Goldstein, Joshua S., 2005. International Relations, Pearson/Longman.
Goldstein, Joshua S., dan Pavelhouse, Jon C., 2014. International Relations. Edisi ke-10. Boston: Pearson.
History, 2009. Cold War History, [Online]. Tersedia dalam: http://www.history.com/topics/cold-war/cold-
war-history# [diakses 20 Oktober 2019]
History, 2018. United Nations, [Online]. Tersedia dalam: https://www.history.com/topics/world-war-
ii/united-nations [diakses 20 Oktober 2019]
Interpol, t.t. Key Dates, [Online]. Tersedia dalam: https://www.interpol.int/Who-we-are/Our-history/Key-
dates [diakses 20 Oktober 2019]
Knutsen, Torbjörn L., 1997. A History of International Relations Theory an Introduction. Manchester:
Manchester University Press.
Krauthammer, C, 2001. Charlie Gibson's Gaffe. The Washington Post, 13 September.
United Nations, t.t. History of the United Nations. United Nations [WWW]. Diakses dari:
https://www.un.org/en/sections/history/history-united-nations/. [Diakses pada 20/10/2019]
Scott, Len, 2001. “International History 1945-1990” in Baylis, John & Smith, Steve (eds.), The Globalization
of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press.
Watson, A., 1992. The Evolution of International Society: A Comparative Historical Analysis. London:
Routledge.

Anda mungkin juga menyukai