Anda di halaman 1dari 5

“PERAN INDONESIA DALAM PERANG DINGIN”

Disusun Oleh :
Kelompok I
1. Yuni
2. Qoni
3. Fitri

SMAN 02 BENGKULU TENGAH


2022
Pendahuluan

Perang dingin merupakan perang yang terjadi pasca perang dunia II antara Amerika
Serikat dan Unisoviet. Perang ini juga dapat dikatakan sebagai periode terjadinya ketegangan
politik antara blok barat dan blok timur yang tidak menimbulkan aksi militer secara langsung.
Sebab itu, ketegangan ini lantas dipanggil sebagai perang dingin.
Perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet sendiri dimulai setelah
keberhasilan Sekutu dalam mengalahkan Jerman Nazi di Perang Dunia II, yang kala itu hanya
menyisakan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai dua negara adidaya di dunia dengan
perbedaan ideologi, ekonomi, dan militer yang besar. Uni Soviet, bersama dengan negara-
negara di Eropa Timur yang didudukinya, membentuk Blok Timur. Sedangkan Amerika
Serikat dan beberapa sekutunya menguasai blok Barat.
Beberapa negara memilih untuk memihak salah satu dari dua negara adidaya ini,
sementara yang lainnya memilih untuk tetap netral dengan mendirikan Gerakan Non-Blok.
Dimana Indonesia menjadi salah satunya.
Meski tak memunculkan aksi militer, namun perang dingin ini tak dimungkiri telah
mengakibatkan ketegangan tinggi di dunia, yang pada akhirnya memicu sejumlah konflik
militer regional. Diantara konflik tersebut adalah Blokade Berlin, Perang Korea, Krisis Suez,
Krisis Berlin, Krisis Rudal Kuba, Perang Vietnam, Perang Yom Kippur, Perang Afganistan,
dan penembakan Korean Air Penerbangan 007 oleh Soviet.
Tak hanya itu, alih-alih terlibat langsung dalam konflik, baik AS maupun Uni Soviet
memilih berkompetisi melalui koalisi militer, menyebarkan ideologi dan pengaruh,
memberikan bantuan kepada negara klien, spionase, kampanye propaganda secara besar-
besaran, perlombaan nuklir, menarik negara-negara netral, bersaing di ajang olahraga
internasional, dan persaingan teknologi seperti Perlombaan Angkasa.
Amerika Serikat dan Uni Soviet juga bersaing dalam berbagai perang proksi; di
Amerika Latin dan Asia Tenggara, Uni Soviet membantu revolusi komunis yang ditentang
oleh beberapa negara-negara Barat, Amerika Serikat berusaha untuk mencegahnya melalui
pengiriman tentara dan peperangan. Dalam rangka meminimalkan risiko perang nuklir, kedua
belah pihak sepakat melakukan pendekatan détente pada tahun 1970-an untuk meredakan
ketegangan politik.
Pembahasan

Negara yang berseteru terbagi menjadi dua kubu Negara Blok Komunis dan Negara-
negara Blok Kapitalis. Perang Dingin ditandai dengan konflik asimetris, dimana kedua
negara adidaya, Uni Sovyet dan Amerika Serikat, bersaing memperebutkan pengaruh dan
kekuasaan di dunia.
Perseteruan antara ideologi komunisme dan kapitalisme ini menyebabkan Perang
Vietnam (1950-1953), Perang Vietnam (1955-1975), krisis Kongo (1960-1966), serangan Uni
Sovyet ke Afghanistan (1979-1989), dan serangan Amerika Serikat ke Grenada (1983).
Konflik kepentingan ini juga menyebakan kudeta, saat negara adidaya ini mendukung pihak
berseteru yang satu ideologi di negara berkembang untuk merebut kekuasaan. CIA, badan
intelijen Amerika Serikat mendorong kudeta seperti kudeta Iran (1953), kudeta Guatemala
(1954) dan kudeta Chile (1973). Sementara Uni Sovyet mendukung kudeta Mesir (1952),
revolusi Kuba (1953-1959) dan revolusi Nikaragua (1979-1990).
Perang Dingin perlahan berakhir pada tahun 1980an, seiring melemahnya Blok
Komunis, dan menyebarnya demokrasi di Eropa.
Faktor pendorong berakhirnya Perang Dingin adalah kekalahan Uni Sovyet di
Afghanistan, yang merusak wibawa Uni Sovyet di dunia. Uni Sovyet dan negara komunis
lainya juga mengalami krisis keuangan,  dengan antrean panjang hanhya untuk mendapat
makanan dan bahan bakar.
Melemahnya Uni Sovyet memberi kesempatan bagi negara-negara di Eropa untuk
melepaskan diri dari pengaruh Uni Sovyet.  
Pemimpin Sovyet, Micahel Gorbachev berupaya melakukan reformasi di Uni Sovyet,
untuk menghindari krisis, melalui porgram glasnost (keterbukaan) dan prestorika (reformasi).
Naun kedua program ini gagal menghalangi kemunduran Uni Sovyet.
Pada 25 Desember 1991, Mikhail Gorbachev mengundurkan diri sebagai pemimpin
Uni Sovyet. Keesokan harinya Uni Sovyet resmi bubar. Sehingga, negara-negara
penyusunnya menjadi merdeka. Di Eropa negara yang merdeka ini adalah Ukraina, Lithuania,
Latvia, Estonia, Belarus dan Moldova.
Runtuhnya Uni Sovyer dianggap sebagai penutup Perang Dingin.

Peran Indonesia Dalam Perang Dingin


Perang dingin terjadi pasca perang dunia kedua, dimana dua negara besar, yaitu
Amerika Serikat dan Uni Soviet memiliki perbedaan paham atau ideologi dan adanya
keinginan untuk berkuasa. Banyak dari negara-negara berkembang di Afrika, Asia, bahkan
Amerika Latin yang menolak dorongan untuk memihak pada salah satu blok yang berseteru
tersebut, begitupun Indonesia.
Adapun keterlibatan Indonesia dalam perang dingin tersebut bisa dilihat dari 4 peran
penting diantaranya; Konferensi Asia-Afrika, Gerakan Non-Blok, Pengiriman Pasukan
Garuda, dan Deklarasi Juanda.
1. Konferensi Asia-Afrika (KAA)

Konferensi ini diawali dengan dilaksanakannya konferensi Colombo dan bertujuan


untuk meredakan ketegangan dan perdamaian dunia pasca perang dingin. Indonesia
mengupayakan adanya Konferensi seluruh Asia-Afrika di New Delhi yang persiapannya
diadakan di Bogor pada 28-31 Desember.
Konferensi ini diadakan pada 18 -24 April 1995 di gedung Merdeka, Bandung,
Indonesia dan dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dari benua Asia dan
Afrika yang baru saja merdeka. Konferensi tersebut kemudian menyepakati Dasasila
Bandung yang menjadi dasar pembentukan gerakan Non-Blok.

2. Gerakan Non-Blok (GNB)

Gerakan Non-Blok adalah salah satu tindakan yang tidak memihak antara salah satu
blok yang ada di dunia. Sebenarnya gerakan ini bertujuan untuk mengatasi ketegangan dunia
dari peperangan dan Indonesia sebagai negara kesatuan mempunyai peran yang sangat
penting dalam gerakan Non-Blok.
Adapun peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok antara lain; Presiden Soekarno
berperan dalam pembentukan Gerakan Non-Blok, Indonesia diberikan wewenang dalam
memimpin Gerakan Non-Blok dan berhasil menggelar KTT X-GNB yang diselenggarakan di
Bandung, Indonesia juga berhasil meredam aksi ketegangan daerah bekas pecahnya negara
Yugoslavia pada tahun 1991.

3. Pengiriman Pasukan Garuda

Misi Garuda tidak terlepas dari terbentuknya United Nations Peacekeeping


Operations (Misi Pemeliharaan perdamaian PBB). Hal tersebut merupakan salah satu bentuk
komitmen Indonesia dalam melaksanakan Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB.
Pasukan ini terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditugaskan sebagai
pasukan perdamaian di Negara lain. Terbentuknya pasukan ini karena munculnya konflik di
Timur Tengah pada 16 Juli 1959. Dimana, Inggris, Prancis, dan Israel melancarkan serangan
gabungan terhadap Mesir dan menimbulkan perdebatan diantara negara-negara lainnya.

4. Deklarasi Juanda

Deklarasi Juanda menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk
laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah
NKRI. Sebelum deklarasi Juanda wilayah Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia
Belanda yaitu pulau-pulau di Nusantara dipisahkan oleh laut sekelilingnya dan setiap pulau
hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai yang mengindikasikan
bahwa kapal asing boleh dengan bebas berlayar di laut yang memisahkan pulau-pulau
tersebut.
Akhirnya, melalui Deklarasi ini dinyatakan bahwa laut teritorial Indonesia berjarak 12
mil laut diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari pulau terluar.
Deklarasi Djuanda kemudian dikukuhkan melalui Perpu No.4 tahun 1960 dan melahirkan
konsep “Wawasan Nusantara” agar diakui oleh negara lain.

Dampak Perang Dingin Bagi Indonesia :


Meluasnya peperangan yang melibatkan blok Barat dan Blok Timur dan sekutu-
sekutunya tentu memiliki dampak bagi dunia, termasuk Indonesia. Lalu, dampak apa saja
yang dirasakan Indonesia atas terjadinya perang dingin?
1. Penerapan Demokrasi Terpimpin pada tahun 1960, pada saat itu pemerintah
mengarahkan pandangan politiknya ke negara yang berhaluan komunis.
2. Pendirian Poros Jakarta Hanoi Pyongyang Phnom Penh, yang terbentuk akibat
kedekatan Indonesia dengan negara Blok Timur.
3. Kebijakan Ekonomi Indonesia cenderung terlihat mengarah pada kolonialisme dan
imperialisme.
4. Munculnya Reformasi, karena berakhirnya pemerintahan Orde Baru
5. Terjadinya krisis moneter karena ketergantungan Indonesia terhadap modal asing
sangat tinggi dan terlalu berganting kepada barang impor.

Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia sangat aktif dalam
organisasi internasional yang menuntun pada perdamaian. Dengan adanya keikut sertaan di
dalam organisasi internasional itu sendiri, Indonesia berhasil meningkatkan hubungan
diberbagai negara dan berkontribusi untuk menciptakan perdamaian dunia. Tidak hanya itu,
dari pengalaman itu sendiri Indonesia juga memrefleksikan upaya-upaya perdamaian tersebut
dilingkungan masyarakat Indonesia didalam keberagamannya.

Anda mungkin juga menyukai