Anda di halaman 1dari 2

Konflik Bosnia-Herzegovina (1992-1995)

Perang Bosnia adalah perang antara etnis Bosnia dan Serbia yang berlangsung pada tahun 1992
hingga 1995.

Perang Bosnia berawal dari keruntuhan Yugoslavia pada tahun 1991. Dalam buku Sejarah
Eropa: Dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern (2012) karya Wahjudi Djaja, pasca keruntuhan
Yugoslavia, kehidupan politik dan ekonomi dari negara-negara bawahannya kehilangan arah.

Pada perkembangannya, negara-negara bawahan Yugoslavia seperti Kroasia, Slovenia,


Macedonia dan Bosnia memperklomarkin diri sebagai negara merdeka.

Latar belakang
Proklamasi negara-negara bagian Yugoslavia mendapat penolakan dari Serbia. Serbia berusaha
untuk mempertahankan eksistensi Yugoslavia sebagai negara kesatuan di kawasan Balkan.

Keinginan Serbia tersebut pada perkembangannya menimbulkan konflik yang berujung pada
Perang Bosnia. Latar belakang terjadinya perang Bosnia, sebagai berikut:

 Perbedaan etnis, budaya dan agama antara Bosnia dan Serbia


 Dominasi Serbia terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan politik terhadap
masyarakat Bosnia
 Letak Bosnia yang strategis dalam konteks kegiatan ekonomi dan politik

Kronologi
Pada 1 Maret 1992, Bosnia dan Hezergovina memutuskan untuk menjadi negara berdaulat
melalui referendum. Proklamasi Bosnia dan Hezergovina mendapatkan pengakuan internasional
dan pada 22 Mei 1992 mereka resmi menjadi negara anggota PBB.
Proklamasi Bosnia mendapatkan penolakan dari etnis Serbia. Di bawah pimpinan Rodovan
Karadzic dan Slobodan Milasevic, etnis Serbia berupaya untuk menggagalkan pembentukan
negara Bosnia.

Pada pertengahan tahun 1992, etnis Serbia mulai melancarkan serangan terhadap kota-kota besar
Bosnia. Peristiwa penyerangan ini pada perkembangannya menjadi upaya genosida terhadap
etnis muslim Bosnia.

Puncak dari perang Bosnia terjadi pada bulan Juli 1995. Etnis Serbia melakukan pembantaian
massal terhadap lebih dari 8.000 masyarakat sipil Islam Bosnia pada tanggal 11-22 Juli 1995.

PBB dan NATO sebagai organisasi keamanan internasional berusaha untuk menyelesaikan
Perang Bosnia. Pada bulan Agustus hingga September 1995, PBB dan NATO melakukan
serangan udara besar-besaran untuk menghentikan kekejaman etnis Serbia.

Dalam jurnal Perang Bosnia : Konflik Etnis Menuju Kemerdekaan tahun 1991-1995 (2014)


karya Sri Sumartini, perang Bosnia berakhir melalui perjanjian damai Dayton yang
diselenggarakan pada 21 November 1995.

Perjanjian Dayton mengatur pembagian wilayah Bosnia yang dibagi menjadi dua negara yaitu,
Republik Srpska dan Federasi Bosnia-Hezergovina. 

Penyelesaian
Seiring dengan terjadinya disintegrasi Yugoslavia pada tahun 1990, Republik Bosnia-Herzegovina menyatakan
kemerdekaanya pada tanggal 20 Desember 1991, namun 31,4 % penduduknya yang termasuk golongan etnis
Serbia tidak mendukung kemerdekaan tersebut. Sehingga terjadilah konflik paling berdarah di Eropa semenjak
berakhirnya Perang Dunia kedua.

Banyak upaya yang telah dilakukan pihak-pihak internasional untuk menyelesaikan konflik tersebut, namun
ternyata perdamaian sulit untuk dicapai. Keterlibatan NATO dan Rusia yang mempunyai orientasi kebijakan
yang berbeda di kawasan terjadinya konflik, telah membawa mereka kedalam suatu upaya yang secara sengaja
atau tidak telah menggiring pihak yang bertikai untuk maju ke meja perundingan.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian yakni apakah keterlibatan
NATO dan Rusia merupakan faktor utama penyelesaian konflik di Bosnia-Herzegovina.

Bersandar pada kerangkan pemikiran melalui pendekatan power dan sejumlah asumsi penelitian yang
dibangun, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa upaya yang dilakukan NATO dan Rusia
berkorelasi dengan penyelesaian konflik di Bosnia Herzegovina Hipotesis ini diuji dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif-komparatif, sementara pengumpulan datanya dilakukan lewat studi kepustakaan.

Hasil penelitian pada akhirnya mendapati bahwa NATO dan Rusia demi meraih tujuan politik luar negerinya,
mereka melakukan kerjasama yang bersifat semu (pseudo-coalition). Hal ini terlihat pada saat NATO
menerapkan kebijakan untuk memperluas pengaruh ke Eropa Timur, pada saat itu pula Rusia mencoba kembali
mengukuhkan pengaruhnya di kawasan yang sama.

Anda mungkin juga menyukai