Anda di halaman 1dari 4

KERAJAAN ACEH

Kerajaan Aceh adalah kerajaan Islam di Sumatera yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat
Syah pada 1496 M.

Meski begitu, Kesultanan Aceh baru menjadi penguasa setelah mengambil alih Samudera Pasai
pada 1524 M, dan runtuh pada awal abad ke-20.

Ibu kota Kerajaan Aceh terletak di Kutaraja atau Banda Aceh (sekarang).

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M).

Di bawah kekuasaannya, Aceh berhasil menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah
utama dan melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka.

Selain itu, kejayaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di dekat jalur
pelayaran dan perdagangan internasional.

Sejarah Kerajaan Aceh

Berdirinya Kerajaan Aceh bermula ketika kekuatan Barat telah tiba di Malaka.

Hal itu mendorong Sultan Ali Mughayat Syah untuk menyusun kekuatan dengan menyatukan
kerajaan-kerajaan kecil di bawah payung Kerajaan Aceh.

Untuk membangun kerajaan yang besar dan kokoh, Sultan Ali Mughayat Syah membentuk
angkatan darat dan laut yang kuat.

Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh, yang
isinya sebagai berikut.

 Mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar


 Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di nusantara
 Bersikap waspada terhadap negara Barat
 Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar
 Menjalankan dakwah Islam ke seluruh nusantara

Raja-raja Kerajaan Aceh

Berikut ini 35 sultan dan sultanah yang berkuasa menjadi raja Kerajaan Aceh.
 Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M)  Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal
 Sultan Salahudin (1528-1537 M) al-Din (1699-1702 M)
 Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar (1537-  Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-
1568 M) 1703 M)
 Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575  Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-
M) 1726 M)
 Sultan Muda (1575 M)  Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726
 Sultan Sri Alam (1575 - 1576 M) M)
 Sultan Zain al-Abidin (1576-1577 M)  Sultan Syams al-Alam (1726-1727 M)
 Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589  Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735
M) M)
 Sultan Buyong (1589-1596 M)  Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760
 Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al- M)
Mukammil (1596-1604 M)  Sultan Mahmud Syah (1760-1781 M)
 Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M)  Sultan Badr al-Din (1781-1785 M)
 Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M)  Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
 Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M)  Alauddin Muhammad Daud Syah Sultan
 Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675 Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815 M)
M) dan (1818-1824 M)
 Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-  Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818 M)
1678 M)  Sultan Muhammad Syah (1824-1838 M)
 Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-  Sultan Sulaiman Syah (1838-1857 M)
1688 M)  Sultan Mansur Syah (1857-1870 M)
 Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-  Sultan Mahmud Syah (1870-1874 M)
1699 M)  Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903
M)

Kehidupan politik Kerajaan Aceh

Kehidupan politik Kerajaan Aceh sebelum dan sesudah pemerintahan Sultan Iskandar Muda
sangat berbeda.

Pada periode awal, konsentrasi politik lebih tercurah untuk pembentukan kekuatan militer dalam
upaya mempertahankan keberadaannya dari ancaman yang datang dari dalam ataupun luar.

Di samping itu, kekuatan militernya diperlukan untuk ekspansi ke daerah sekitar guna
menambah wilayah kekuasaan.

Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa, ia tidak hanya melanjutkan kegiatan ekspansi wilayah
seperti para pendahulunya.

Sultan Iskandar Muda juga berusaha menata rapi sistem politik dalam kerajaan, terutama yang
berkaitan dengan konsolidasi dan peletakan pengawasan terhadap wilayah-wilayah yang
dikuasainya.
Puncak kejayaan Kerajaan Aceh

Setelah Sultan Iskandar Muda naik takhta, Kesultanan Aceh mengalami perkembangan pesat
hingga mencapai puncak kejayaannya.

Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar
dan berkuasa atas perdagangan, bahkan menjadi bandar transit yang menghubungkan dengan
pedagang Islam di Barat.

Sultan Iskandar Muda juga meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Portugis dan
Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya supaya bisa menguasai jalur perdagangan di Selat
Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada.

Di samping itu, Kerajaan Aceh memiliki kekuasaan yang sangat luas, meliputi daerah Aru,
Pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri.

Masa keruntuhan Kerajaan Aceh

Pada 1641, atau sepeninggal Sultan Iskandar Thani, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran.

Faktor kejatuhan Kerajaan Aceh paling utama adalah adanya perebutan kekuasaan di antara para
pewaris takhta.

Selain itu, kekuasaan Belanda di Pulau Sumatera dan Selat Malaka semakin menguat.

Pada masa pemerintahan raja terakhir Kerajaan Aceh, Belanda terus melancarkan perang
terhadap Aceh.

Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan
kolonial Belanda.

Peninggalan Kerajaan Aceh

 Masjid Raya Baiturrahman


 Taman Sari Gunongan
 Benteng Indra Patra
 Meriam Kesultanan Aceh
 Makam Sultan Iskandar Muda
 Uang emas Kerajaan Aceh

Anda mungkin juga menyukai