Anda di halaman 1dari 13

KARYA TULIS ILMIAH

Tema : PERAN AKTIF INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN DAN


DAMPAKNYA TERHADAP POLITIK & EKONOMI GLOBAL

KONTRIBUSI INDONESIA DALAM “COLD WAR”


MELALUI GNB

DI SUSUN OLEH:
DEVIRA PADMA BRILLIANITA
SUCI AYU REZA WULANDARI

1
DAFTAR ISI
Cover 1
Daftar isi 2
BAB I Pendahuluan
Latar belakang 3-4
Rumusan masalah 4
Tujuan penelitian 4

BAB II Teori
Pembahasan atau Isi 5-13

BAB III Penutup


Kesimpulan 14
Kritik dan Saran 14
Daftar Pustaka 14

2
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perang Dingin (bahasa Inggris: Cold War, bahasa Rusia: холо́дная война́, kholodnaya
voyna, 1947–1991) adalah sebutan bagi suatu periode terjadinya ketegangan politik dan
militer antara Dunia Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya,
dengan Dunia Komunis, yang dipimpin oleh Uni Soviet beserta sekutu negara-negara satelitnya.
Peristiwa ini dimulai setelah keberhasilan Sekutu dalam mengalahkan Jerman Nazi di Perang
Dunia II, yang kemudian menyisakan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai dua negara
adidaya di dunia dengan perbedaan ideologi, ekonomi, dan militer yang besar. Uni Soviet,
bersama dengan negara-negara di Eropa Timur yang didudukinya, membentuk Blok Timur.
Proses pemulihan pasca-perang di Eropa Barat difasilitasi oleh program Rencana
Marshall Amerika Serikat, dan untuk menandinginya, Uni Soviet kemudian juga
membentuk COMECON bersama sekutu Timurnya. Amerika Serikat membentuk aliansi
militer NATO pada tahun 1949, sedangkan Uni Soviet juga membentuk Pakta Warsawa pada
tahun 1955. Beberapa negara memilih untuk memihak salah satu dari dua negara adidaya ini,
sedangkan yang lainnya memilih untuk tetap netral dengan mendirikan Gerakan Non-
Blok.Peristiwa ini dinamakan Perang Dingin karena kedua belah pihak tidak pernah terlibat
dalam aksi militer secara langsung, namun masing-masing pihak memiliki senjata nuklir yang
dapat menyebabkan kehancuran besar. Perang Dingin juga mengakibatkan ketegangan tinggi
yang pada akhirnya memicu konflik militer regional seperti Blokade Berlin (1948–1949), Perang
Korea (1950–1953), Krisis Suez (1956), Krisis Berlin 1961, Krisis Rudal Kuba (1962), Perang
Vietnam (1959–1975), Perang Yom Kippur (1973), Perang Afganistan (1979–1989), dan
penembakan Korean Air Penerbangan 007 oleh Soviet (1983). Alih-alih terlibat dalam konflik
secara langsung, kedua belah pihak berkompetisi melalui koalisi militer, penyebaran ideologi
dan pengaruh, memberikan bantuan kepada negara klien, spionase, kampanye propaganda secara
besar-besaran, perlombaan nuklir, menarik negara-negara netral, bersaing di ajang olahraga
internasional, dan persaingan teknologi seperti Perlombaan Angkasa. AS dan Uni Soviet juga
bersaing dalam berbagai perang proksi; di Amerika Latin dan Asia Tenggara, Uni Soviet
membantu revolusi komunis yang ditentang oleh beberapa negara-negara Barat, Amerika Serikat
berusaha untuk mencegahnya melalui pengiriman tentara dan peperangan. Dalam rangka
meminimalkan risiko perang nuklir, kedua belah pihak sepakat melakukan
pendekatan détente pada tahun 1970-an untuk meredakan ketegangan politik.Pada tahun 1980-
an, Amerika Serikat kembali meningkatkan tekanan diplomatik, militer, dan ekonomi terhadap
Uni Soviet di saat negara komunis itu sedang menderita stagnasi perekonomian. Pada
pertengahan 1980-an, Presiden Soviet yang baru, Mikhail Gorbachev, memperkenalkan
kebijakan reformasi liberalisasi perestroika ("rekonstruksi, reorganisasi", 1987)
dan glasnost ("keterbukaan", ca. 1985). Kebijakan ini menyebabkan Soviet dan negara-negara
3
satelitnya dilanda oleh gelombang revolusi damai yang berakhir dengan runtuhnya Uni
Soviet pada tahun 1991, dan pada akhirnya menyisakan Amerika Serikat sebagai satu-satunya
kekuatan militer yang dominan di dunia. Perang Dingin dan berbagai peristiwa yang
menyertainya telah menimbulkan dampak besar terhadap dunia dan sering disebutkan dalam
budaya populer, khususnya dalam media yang menampilkan tema spionase dan ancaman perang
nuklir.

RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa Indonesia memilih GNB sebagai salah satu solusi dalam
menengahi konflik Uni Soviet dan Amerika Serikat?
2. Bagaimana proses yang dilakukan GNB dalam menengahi konflik antara
Uni Soviet dan Amerika Serikat?

TUJUAN
1. Untuk mengetahui alasan Indonesia memilih GNB sebagai salah satu
solusi dalam menengahi konflik Uni Soviet dan Amerika Serikat
2. Untuk mengetahui proses atau langkah-langkah yang dilakukan GNB
menengahi konflik antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.

4
BAB II TEORI
PEMBAHASAN
Gerakan Non Blok merupakan organisasi antar negara atau internasional yang memilih untuk
tidak bergabung ke dua kekuatan besar dunia. Kedua kubu yang dimaksud yaitu kubu Amerika
Serikat dengan ideologi kapitalismenya yang lebih dikenal sebagai blok barat dan Uni Soviet
dengan ideologi komunismenya yang lebih dikenal sebagai blok timur. Tujuan Gerakan Non
Blok yaitu untuk menjaga kedaulatan, kemerdekaan, keamanan dan integritas teritorial dari
negara-negara anggota Gerakan Non Blok.

Founding Father Ir. Soekarno

Latar belakang sejarah berdirinya Gerakan Non Blok tak terpisahkan dari kisah Perang Dingin.
Perang dingin adalah masa-masa kompetisi antara dua negara superpower pemenang perang
dunia kedua yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dua negara ini awalnya berkompetisi dalam
ideologi. Bagi Uni Soviet, perang dingin adalah bertujuan untuk menyebarkan komunisme
seluas-luasnya. Sementara bagi Amerika Serikat, perang dingin adalah perang untuk menahan
laju penyebaran komunisme sebisa mungkin. Bentrokan dua ideologi ini akhirnya juga diikuti
persaingan ekonomi, teknologi, dominasi, milter, informasi dan masih banyak lagi. Paman Sam
(julukan Amerika Serikat) dan Beruang Merah (julukan Uni Soviet) tidak berperang secara
langsung di wilayah mereka. Tapi mereka mendukung negara-negara yang dilanda perang
saudara. Contohnya seperti perang saudara di Korea, perang saudara di cina dan perang saudara
vietnam. Uni Soviet mendukung kubu penganut komunis sedangkan Amerika Serikat
mendukung kubu anti komunis. Di masa perang dingin ini, negara-negara cenderung mencari
kawan atau blok sendiri.
5
Ada dua blok di masa perang dingin yaitu blok barat dan blok timur. Amerika Serikat
menciptakan blok barat yang menganut kapitalisme. Aliansi militer blok barat ini disebut North
Atlantic Treaty Organization (Bahasa Indonesia: Pakta Pertahan Atlantik Utara) atau biasa
disingkat NATO. Di awal berdirinya pada tahun 1949, anggota NATO terdiri dari Amerika
Serikat, Belgia, Belanda, Luxemburg, Inggris, Perancis, Denmark, Eslandia, Italia dan Portugal.
Tidak mau kalah, Uni Soviet dan beberapa negara Eropa Timur yang menganut komunisme
mendirikan aliansi militer yaitu Pakta Warsawa atau Blok Timur. Anggota Blok Timur terdiri
dari Uni Soviet, Bulgaria, Cekoslovakia, Jerman Timur, Hungaria, Polandia dan Romania.
Pertempuran dua blok ini dikhawatirkan akan berubah menjadi perang nuklir atau perang dunia
ketiga.

Jika benar terjadi perang, tentu kedaulatan dan kedamaian dunia akan hancur. Masa-masa perang
dingin adalah masa-masa yang penuh kecemasan. Penduduk dunia yang tidak aneh-aneh takut
jika perang dingin berubah menjadi perang dunia ketiga atau perang nuklir. Untuk mencegah
terganggunya kedamaian dunia, maka para pemimpin dunia yang cinta damai berinisiatif untuk
membentuk sebuah aliansi perdamaian.

Sebagai negara yang bisa dibilang baru merdeka pada masa perang dingin, yakni perang ideologi
antar sekutu atau blok, Blok Barat dan Blok Timur. Indonesia mengambil langkah tegas untuk
tidak memilih antara kedua sekutu tersebut. Antara ideologi sosialis dan ideologi komunis,
Indonesia lebih memilih untuk menggunakan ideologi bangsa sendiri yang sudah mengakar
dalam jiwa masyarakat Indonesia yakni, Ideologi Pancasila. Sebagai seorang yang berdaulat
penuh atas Indonesia dan mempunyai legitimasi penuh dari rakyat, sebagai seorang presiden,
Ir.Soekarno bersama-sama tokoh negara dunia ketiga lainnya kemudian memprakarsai Gerakan
Non Blok. Yakni suatu statement tentang ketidakberpihakan kepada salah satu blok yang sedang
berseteru dalam perang dingin yang sedang berlangsung.

Gerakan Non Blok atau Non Aligned Movement ini mulai dirintis sejak Konferensi Asia Afrika
(KAA) di Bandung tahun 1955 yang menghasilkan Dasasila Bandung. Kemudian pada tahun
1956 dengan tujuan mempersatukan Negara Non Blok, “Dokumen Brioni” ditandatangani oleh
Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), Perdana Menteri (PM) Pandith Jawaharlal Nehru
(India), dan Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir).

GNB resmi didirikan pada 1 September 1961 di kota Beogard, Yugoslavia bersamaan dengan
diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi I (KTT I) yang dimulai dari 1-6 September 1961.
Konferensi ini dihadiri oleh 25 kepala negara dan 3 kepala pemerintahan sebagai peninjau.
Kepala negara yang menghadiri KTT I yaitu Afghanistan, Aljazair, Arab Saudi, Burma,
Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak,
Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Somalia, Sudan, Tunisia, RPA, Yaman, dan Yugoslavia,
sedangkan Negara peninjau yang hadir Bolivia, Brasil, dan Ekuador.

6
Dalam GNB, Indonesia memiliki peran penting sebab negara ini memiliki prinsip politik luar
negeri yang bebas aktif, tidak mendukung pakta miliiter atau aliansi militer manapun. Prinsip
tersebut dianggap sesuai dengan tujuan didirikannya GNB. Beberapa alasan terbentuknya GNB
adalah adanya kesamaan nasib sejarah, keterkaitan kepentingan termasuk juga mengenai sikap
faktor domestik dalam menerima bantuan luar negeri.

Adapula teori teori yang dapat menjelaskan tentang Indonesia lebih memilih menjadi Gerakan
Non blok

Basis dari kehidupan politik adalah personal. Teori ini berasumsi bahwa perilaku politik adalah
akibat sifat-sifat manusia yang sangat dasar, yaitu yang disebut kepribadian. Perilaku manusia
bukanlah hasil dari perhitungan tentang tujuan dan cara mencapai tujuan itu, tetapi lebih
merupakan akibat dari ciri-ciri kepribadian si pelaku politik yang terbentuk sejak masa kanak-
kanaknya dan tetap melekat selama hayatnya.Untuk mebahas analisis ini berikut terdapat
penerapan pendekatan psikoanalitik, yang oleh Alan Isaak sebagai psikobiografi dan kedua,
tentang klasifikasi tipe-tipe atribut kepribadian. Psikobiografi menyebutkan bahwa perilaku
individu itu disebabkan olehkepribadian manusia itu sendiri. Suatu tindakan politik yang diambil
oleh seorang politisi bisa merupakan pencerminan dari jati diri orang tersebut.

Dalam hal ketidakberpihakan Indonesia kedalam kedua blok, baik blok barat maupun blok timur
bisa dikatakan sebagai pencerminan kepribadian para elit politik pasca kemerdekaan Indonesia,
khususnya Soekarno. Soekarno yang lahir di bumi pertiwi ini sejak kecil sudah terbiasa dengan
adanya kolonial, terbiasa dengan penderitaan rakyat yang dijajah selam bertahun-tahun oleh
bangsa asing. Keadaan yang seperti ini pasti akan membentuk suatu kepribadian seseorang,
traumatik atas penderitaan bangsa dan rasa nasionalisme yang begitu besar menjadi pemicu
Soekarno untuk membentuk aliansi dengan negara-negara dunia ketiga yang dirasa senasib
sepenanggungan dengan Indonesia. Kecintaan dan penghormatannya kepada rakyat ia buktikan
dengan menjadi pemrakarsa Gerakan Non Blok, bersama dengan beberapa pemimpin dunia yang
lain.

Peranan (role ) adalah perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang ketika seseorang
tersebut menduduki suatu jabatan. Seseorang dalam mengambil tindakan selalu dibatasi yang
namanya peranan atau jabatan. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku politik adalah
akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang kebetulan dipegang oleh aktor politik.
Teori ini menegaskan bahwa perilaku politik yang dilakukan adalah perilaku dalam menjalankan
peranan politik.

John walke mengatakan bahwa teori peranan ini mempunyai dua kemampuan yang dapat
digunakan untuk menganalis politik. Yang pertama, ia menunjukkan bahwa aktor politik
umumnya berusaha menyesuaikan perilakunya dengan norma perilaku yang berlaku dalam peran
yang dijalankannya. Yang kedua, teori peranan mempunyai kemampuan mendiskripsikan

7
institusi secara behavioral. Teori peranan ini langsung menunjukkan segi-segi perilaku yang
membuat suatu kegiatan sebagai institusi.

Dalam hal ketidakberpihakan Indonesia kedalam salah satu pihak, blok barat maupun blok timur
ini tokoh yang paling tersohor adalah presiden pertama RI yakni Ir. Soekarno. Sebagai seorang
individu yang mempunyai kiprah politik yang bisa dibilang tidak sebentar Soekarno sudah
terlatih untuk memilah-milah keputusan yang seperti apa yang harus beliau ambil demi Indonesia
kedepannya. Sebagai seorang presiden pertama untuk negara yang baru merdeka ini Soekarno
dituntut untuk memilih keputusan yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Indonesia yang
mendeklarasikan kelahirannya dengan Ideologi Pancasila mendorong Soekarno untuk
memutuskan Indonesia menjadi negara gerakan non blok (negara dunia ketiga), sekalipun
Soekarno diketahui lebih condong dengan pihak komunis.

Organisasi-organisasi internasional itu sebenarnya adalah sistem aliansi regional yang dirancang
untuk meningkatkan “pertahanan diri secara kolektif” menghadapi musuh eksternal bersama.
Aliansi adalah suatu kelompok yang terbentuk ketika anggota-anggotanya bersetuju untuk
bersama-sama menghadapi lawan yang identitasnya sudah ditetapkan dengan jelas. Negara-
negara membentuk koalisi hampir secara mekanistik karena adanya kepentingan masing-masing
untuk melindungi suatu negara yang terancam atau diserang oleh musuh yang lebih kuat, dan
jarang secara otomatik. Dengan alasan yang rasional yakni jika beberapa negara telah
membentuk suatu koalisi maka akan muncul pula koalisi tandingan karena negara yang tidak
masuk dalam suatu koalisi pasti merasa terancam ketentramannya(kedamaian), ini mendorong
negara-negara untuk berkoalisi dengan negara yang sama-sama terancam oleh kekuatan yang
lebih besar, bukan karena kehendak untuk membantu negara yang lebih lemah, tetapi karena
kelemahan negara itu akan membuat semua negara yang tidak terlibat sengketa terpaksa
menghadapi ancaman dari satu negara atau lebih yang terlalu agresif dengan ambisi
hegemoniknya.

Dalam hal ketidakberpihakan Indonesia kepada salah satu pihak, blok barat maupun blok timur
ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu membentuk suatu aliansi dengan negara-negara dunia
ketiga. Indonesia mampu mandiri dengan beberapa negara-negara(negara dunia ketiga) selain
blok barat dan blok timur mempertahankan kedaulatan bangsa dan ketentraman bangsanya tanpa
merasa bergantung dengan kedua blok tersebut.

Kedua blok yang berseteru ini mungkin telah memberikan sumbangan pada keamanan global
dengan menjamin sistem deterens berdasar perimbangan teros(balance of teror). Tetapi kedua-
duanya tidak bisa dinilai sebagai suatu pendekatan institusional untuk menyelesaikan masalah
perang yang telah berhasil mencegah terjadinya tindak kekerasan antar-bangsa pada umumnya.
Indonesia pada khususnya adalah Soekarno mempertimbangakan tentang quote dan
fakta mengenai “pertemanan dan persahabatan adalah tidak ada yang abadi, yang ada hanyalah
kepentingan yang abadi” dan dengan kalkulasi yang rasional pulalah maka Indonesia lebih

8
memilih untuk menjadi negara gerakan non blok dibandingkan memilih bergabung bersama blok
timur maupun blok barat.

Indonesia menjadikan Gerakan Non Blok ini menjadi implementasi dari Politik Luar Negeri
Indonesia Bebas Aktif. Pemimpin Indonesia, Ir. Soekarno adalah orang yang imperialis dan telah
trauma dengan penjajahan yang dilakukan oleh negara semi adidaya di dunia, begitu pula
dengan rakyat Indonesia. Ideologi yang dimiliki Indonesia adalah Pancasila yang lahir bersama
kemerdekaan negara Indonesia. Ideologi Pancasila sudah ada di Indonesia sejak tahun 1945,
sedangkan GNB lahir tahun 1961. Indonesia tidak mungkin untuk mengganti ideologi/prinsip
yang telah dimiliki Berdasarkan pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dengan tujuan nasional “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial” dan menerapkan politik luar negeri Bebas Aktif. Indonesia juga tidak ingin bergantung
pada negara adidaya atau negara manapun.

2.
Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib
sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan,dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan
penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer
multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan
menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan, dan dominasi asing;
perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan
secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan
internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian
internasional; serta kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan
1970-an, isu-isu ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk
itu, GNB dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna
membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru (New
International Economic Order).

Menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik
komunisme di Eropa Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan keberadaan
GNB. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolarpada
konstelasi politik dunia, eksistensi GNB menjadi tidak bermakna. Namun, sebagian besar negara
mengusulkan agar GNB menyalurkan energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru
dunia pasca-Perang Dingin, di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang
pemisah antara negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan
internasional. Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan pembangunan ekonomi
negara berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup, telah menjadi fokus
perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada dekade 90-an.

Dalam KTT GNB ke-10 di Jakarta pada tahun 1992, sebagian besar ketidakpastian dan
keraguan mengenai peran dan masa depan GNB berhasil ditanggulangi. Pesan Jakarta, yang
disepakati dalam KTT GNB ke-10 di Jakarta, adalah dokumen penting yang dihasilkan pada
periode kepemimpinan Indonesia dan memuat visi baru GNB, antara lain:

9
· Mengenai relevansi GNB setelah Perang Dingin dan meningkatkan kerja sama konstruktif
sebagai komponen integral hubungan internasional.

· Menekankan pada kerja sama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang
berhasil dicapai melalui perjuangan GNB sebelumnya.

· Meningkatkan potensi ekonomi anggota GNB melalui peningkatan kerja sama Selatan-
Selatan.

Selaku ketua GNB waktu itu, Indonesia juga menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-
Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuine interdependence), kesamaan
kepentingan dan manfaat, dan tanggung jawab bersama. Selain itu, Indonesia juga
mengupayakan penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara berkembang miskin
(HIPCs/Heavily Indebted Poor Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif.
Guna memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk
mengintensifkan kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective self-reliance. Sebagai
tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT Cartagena, Indonesia bersama Brunei Darussalam
mendirikan Pusat Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan GNB.

Dalam kaitan dengan upaya pembangunan kapasitas negara-negara anggota GNB, sesuai mandat
KTT GNB Ke-11 di Cartagena tahun 1995, telah didirikan Pusat Kerja sama Teknik Selatan-
Selatan GNB (NAM CSSTC) di Jakarta, yang didukung secara bersama oleh Pemerintah Brunei
Darussalam dan Pemerintah Indonesia. NAM CSSTC telah menyelenggarakan berbagai bidang
program dan kegiatan pelatihan, kajian, dan lokakarya/seminar yang diikuti negara-negara
anggota GNB. Bentuk program kegiatan NAM CSSTC difokuskan pada bidang pengentasan
kemiskinan, usaha memajukan usaha kecil dan menengah, serta penerapan teknologi informasi
dan komunikasi. Di masa mendatang diharapkan negara-negara anggota GNB, non-anggota,
sektor swasta, dan organisasi internasional terdorong untuk terlibat dan berperan serta dalam
meningkatkan kerja sama Selatan-Selatan melalui NAM CSSTC. Upaya mengaktifkan kembali
kerja sama Selatan-Selatan ini merupakan tantangan bagi GNB, antara lain untuk menjadikan
dirinya tetap relevan saat ini dan di waktu mendatang.

Munculnya tantangan-tantangan global baru sejak awal abad ke-21 telah memaksa GNB terus
mengembangkan kapasitas dan arah kebijakannya agar sepenuhnya mampu menjadikan
keberadaannya tetap relevan tidak hanya bagi negara-negara anggotanya tetapi lebih terkait
dengan kontribusinya dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Isu-isu menonjol terkait
dengan masalah terorisme, merebaknya konflik intra dan antar negara, perlucutan senjata dan
senjata pemusnah massal, serta dampak gobalisasi di bidang ekonomi dan informasi teknologi,
telah menjadikan GNB perlu menyesuaikan kebijakan dan perjuangannya. Dalam konteks ini,
GNB memandang perannya tidak hanya sebagai objek tetapi sebagai mitra seimbang bagi
pemeran global lainnya.

Dalam kaitan ini, KTT ke-15 GNB di Sharm El-Sheikh, Mesir, yang diselenggarakan tanggal 11-
16 Juli 2009 telah menghasilkan sebuah Final Document yang berisi sikap, pandangan, dan
posisi GNB terkait isu-isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ke-15 GNB
menegaskan perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya komunitas

10
internasional kembali pada komitmen menjunjung prinsip-prinsip pada Piagam PBB, hukum
internasional, serta peningkatan kerja sama antara negara maju dan berkembang untuk mengatasi
berbagai krisis saat ini.

Terkait dampak negatif krisis moneter global terhadap negara-negara berkembang, KTT ke-15
menegaskan pula perlunya GNB bekerja sama lebih erat dengan Kelompok G-77 dan China.
Suatu reformasi mendasar terhadap sistem dan fondasi perekonomian dan moneter global perlu
dilakukan dengan memperkuat peran negara-negara berkembang dalam proses pengambilan
keputusan dan penguatan peran PBB.

KTT ke-15 GNB menyatakan bahwa GNB mendukung hak menentukan sendiri bagi rakyat,
termasuk rakyat di wilayah yang masih di bawah pendudukan. Dalam konteks itu, GNB
mendukung hak-hak rakyat Palestina dalam menentukan nasibnya sendiri, untuk mendirikan
negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota, serta solusi
adil atas hak kembali pengungsi Palestina sesuai Resolusi PBB Nomor 194. GNB juga menolak
segala bentuk pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur untuk
tujuan mengubah peta demografis di dua wilayah tersebut. GNB juga meminta Israel
melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB dengan mundur dari Dataran Tinggi Golan
hingga perbatasan 4 Juni 1967 dan mundur total dari sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.

Dalam bidang politik, Indonesia selalu berperan dalam upaya peningkatan peran GNB untuk
menyerukan perdamaian dan keamanan internasional, proses dialog dan kerja sama dalam upaya
penyelesaian damai konflik-konflik intra dan antar negara, dan upaya penanganan isu-isu dan
ancaman keamanan global baru. Indonesia saat ini menjadi Ketua Komite Ekonomi dan Sosial,
Ketua Kelompok Kerja Perlucutan Senjata pada Komite Politik, dan anggota Komite Palestina.

Pada tanggal 17-18 Maret 2010, telah diselenggarakan Pertemuan Special Non-Aligned
Movement Ministerial Meeting (SNAMMM) on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace
and Development di Manila. Pertemuan dihadiri oleh Presiden Filipina, Gloria Macapagal
Arroyo; Presiden Sidang Majelis Umum PBB (SMU-PBB), Dr. Ali Abdussalam Treki; Menlu
Filipina, Alberto Romulo; dan Menteri Agama Mesir, Dr. Mahmoud Hamdy Zakzouk dalam
kapasitasnya sebagai Ketua GNB; serta delegasi dari 105 negara anggota GNB.

Secara umum, para delegasi anggota GNB yang hadir pada pertemuan tersebut sepakat bahwa
konflik di dunia saat ini banyak diakibatkan oleh kurangnya rasa toleransi. Di samping itu,
banyak negara anggota GNB menjelaskan berbagai aspek ketidakadilan politik, ekonomi, dan
sosial yang dapat memicu timbulnya ekstremisme dan radikalisme.

Menlu RI dalam pertemuan tersebut menyampaikan capaian yang dilakukan Pemri dalam
diskursus tersebut. Menlu RI juga menjelaskan bahwa saat ini dunia tengah menghadapi berbagai
tantangan global. Untuk itu, dengan tekad yang kuat serta didasarkan atas kesamaan nilai yang
dianut, diharapkan negara anggota GNB dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat
internasional dalam membangun "global resilience" untuk menghadapi berbagai tantangan di
dunia.

11
Menlu RI lebih lanjut menjelaskan pentingnya dialog antar-peradaban dan lintas agama untuk
meningkatkan people to people contact, menjembatani berbagai perbedaan melalui dialog dan
menciptakan situasi yang kondusif pagi perdamaian, keamanan, dan harmonisasi atas dasar
saling pengertian, saling percaya, dan saling menghormati.

Untuk itu, GNB seyogianya terus melakukan berbagai upaya dan inisiatif konkret dalam
mempromosikan dialog dan kerja sama untuk perdamaian dan pembangunan. Dari pengalaman
Indonesia memprakarsai berbagai kegiatan dialog lintas agama di berbagai tingkatan, diharapkan
dapat memberikan kontribusi bagi upaya global dalam mempromosikan keharmonisan dan
perdamaian di dunia.

Pertemuan SNAMMM mengesahkan beberapa dokumen sebagai hasil akhir, yaitu: Report of the
Rapporteur-General of the SNAMMM on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace
and Development, dan Manila Declaration and Programme of Action on Interfaith Dialogue and
Cooperation for Peace and Development.

Pada tanggal 9-10 Mei 2012, diselenggarakan KTM Biro Koordinasi GNB di Sharm El-Sheikh,
Mesir. Diawali dengan Preparatory Senior Officials Meeting (SOM) pada tanggal 7-8 Mei 2012,
pertemuan tingkat menteri ini diselenggarakan sebagai langkah persiapan GNB menjelang KTT
GNB ke-16 pada bulan Agustus 2012.

Hasil utama dari KTM Biro Koordinasi ini adalah “Sharm El-Sheikh Final
Document" yang berdasarkan kepada Bali Final Document(hasil KTM ke-16 GNB, 2011).
Dokumen ini memuat berbagai isu penting yang menjadi perhatian bersama negara-negara
anggota GNB. Dokumen-dokumen lainnya yang berhasil disepakati dalam KTM ini mencakup
Deklarasi Seabad Gerakan Pembebasan Kongres Nasional Afrika, Deklarasi Palestina, serta
rekomendasi kepada KTT ke-16 GNB untuk mengesahkan Venezuela sebagai tuan rumah KTT
ke-17 GNB tahun 2015.

Selanjutnya, Indonesia kembali berpartisipasi aktif dalam KTT GNB ke-16 di Tehran, Iran,
tanggal 26-31 Agustus 2012, dengan dipimpin Wakil Presiden RI. KTT GNB ke-16 menyepakati
Tehran Final Document, Deklarasi Solidaritas Palestina, Deklarasi Tahanan Politik Palestina,
Deklarasi Tehran, dan Tehran Plan of Action. KTT juga menyambut baik tawaran Pemerintah
Venezuela untuk menjadi Tuan Rumah KTT ke-17 GNB pada tahun 2015.

Pada kesempatan tersebut, Wapres RI menyampaikan pentingnya kontribusi GNB dalam


menciptakan budaya perdamaian dan keamanan; mendorong pendekatan multilateralisme dan
menjalin kemitraan untuk mencapai kesejahteraan bagi rakyat; tata kelola pemerintahan yang
baik di tatanan internasional (global governance), baik di bidang politik maupun di bidang
ekonomi-pembangunan; serta perlunya reformasi rezim keuangan dan perdagangan internasional
serta organisasi PBB dalam bidang ekonomi dan pembangunan. Wapres RI juga menyampaikan
perlunya GNB mengambil langkah konkret dalam membantu bangsa Palestina.

12
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

Berikut ini terdapat beberapa pengaruh akibat dari gerakan non blok, antara lain:

 Pernyataan dari kedua negara adikuasa (Amerika Serikat dan Uni Soviet) untuk
mengurangi senjata-senjata nuklirnya.

 Gencatan senjata antara Irak dan Iran.

 Usaha penyelesaian sengketa di Kamboja secara damai.

 Penarikan pasukan Uni Soviet dari Afganistan.

 Meningkatkan hubungan kerja sama di bidang ekonomi antar anggota Gerakan Non Blok
dan negara-negara maju di luar Gerakan Non Blok.

KRITIK & SARAN


Demikian Karya Tulis ini kami buat dengan penuh kekurangan, maka dari itu kami
mengaharapkan kritik dan saran dari pihak pembeaca. Kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
https://kelasips.co.id/gerakan-non-blok/

https://kemlu.go.id/portal/id/read/142/halaman_list_lainnya/gerakan-non-blok-gnb

https://disastermanagement09.blogspot.com/2019/01/alasan-politik-luar-negeri- indonesia.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dingin

13

Anda mungkin juga menyukai