Anda di halaman 1dari 23

PROGRAM STUDI D III

HUBUNGAN
MASYARAKAT

KODE ETIK
JURNALISTIK
PROGRAM STUDI D III
HUBUNGAN
MASYARAKAT

1. Annisa Maresza (C/28/ 4123163746)


2. Maulydita Nurassyifa (B/18/ 4123165019)

KODE ETIK 3. Nabiel Muhammad Fathi (C/28/ 4123165004)


4. Rizka Dwi Novanti (C/16/ 4123165293)

JURNALISTIK
5. Syifa Oktaviani Bachtera (C/22/ 4123163774)
JURNALISME
Jurnalisme adalah seni, bukan sains. Penilaian, bukan formula, yang akan menentukan mana kejadian dan isu yang akan
diberitakan dan cara pemberitaannya-tidak ada dua jurnalis yang memandang berita dengan cara yang persis sama. Ini
membuat proses pengumpulan dan penyampaian berita mendapat kritik. Jurnalis di setiap waktu senantiasa bertanya apakah
ada acara yang lebih baik untuk menjalankan tugasnya. Yang dapat dilakukan semua jurnalis adalah berusaha mencari
kebenaran dan menyampaikan secara akurat. Walau begitu, kompleksitas pengumpulan berita modern-yang melibatkan
banyak orang, masing-masing punya kesempatan untuk mengubah atau bahkan menghapus berita-menyebabkan ada
ketidakakuratan dan kesalahan dalam berita.

(John Vivian, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 329)
KODE ETIK
Kata etik berasal dari bahasa yunani kuno, Dalam sebuah berita atau tulisan feature,
etike (kata sifat) sementara kata bendanya wartawan tidak boleh memasukkan opininya sendiri.
adalah ethos yaitu watak (character), Si penulis feature harus mengungkapkan fakta,
kebiasaan (custom). bukan khalayan atau imajinasinya sendiri (factum,
Etika merupakan standar tingkah laku/ non fictum). Memasukkan atau mencampurkan opini
pembuatan tertentu dari manusia yang ke dalam berita merupakan tindak pelanggaran atas
dapat dianggap sebagai sesuatu yang ideal. kode etik profesi, dalam hal ini Kode Etik Wartawan
Indonesia.

(Masri Sareb Putra, Literary Journalism (Jakarta: Salemba Humanika,


(Drs. Ton Kertapati, Dasar-Dasar Publisistik (Jakarta: Bina Aksara, 1986),
2010), hlm. 120)
hlm. 276-278)
SEJARAH KODE ETIK
JURNALISTIK

Kode etik yang mengatur profesi wartawan indonesia


anggota PWI adalah Kode Etik Jurnalistik PWI yang untuk
pertama kalinya disahkan dalam kongres PWI pada bulan
februari 1947. Kemudian professional code ini mengalami
beberapa kali perubahan dan penyempurnaan terakhir
disahkan Kongres XXI-PWI, 2-5 Oktober2003 di
Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

(Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A, Jurnalistik Teori dan Praktik


(Bandung: PT REMAJA INDONESIA, 2009), hlm.105-106
KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 2
Pasal 1

Pertanggungjawaban
Kepribadian Wartawan Indonesia

1. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung


Wartawan Indonesia adalah warga negara yang
jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa
tidaknya sesuatu berita atau lisan disiarkan.
Pancasila, taat pada Undang-undang dasar 1945,
bersifat kesatria dan menjunjung tinggi hak-hak asasi
2. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaan dengan
manusia serta perjuangan emansipasi Bangsa dalam
perasaan bebas yang bertanggung jawab atas
segala lapangan dan dengan itu turut bekerja kearah
keselamatan umum
keselamatan masyarakat Indonesia sebgai warga dari
masyarakat bangsa-bangsa di dunia.
3. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya yang menyangkut bangsa lain,
didasarkan atas kepentingan nasional Indonesia.

(Drs.Ton Kertapati, Dasar-Dasar Publisistik (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 343-345)
KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 3

Cara pemberitaan dan menyatakan pendapat

1. Jujur dalam memperoleh bahan-bahan berita.

2. Meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan.

3. Membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion)

4. Menjaga identitas seseorang yang tersangkkut dalam suatu perkara

5. Dalam menyatakan suatu pendapat, menggunakan kebebasannya dengan menitikberatkan pada rasa tanggung
jawab Nasional dan Sosial, kejujuran, sportivitas dan toleransi.

6. Menghindari siaran yang bersifat immorial, cabul dan sensasional.

(Drs.Ton Kertapati, Dasar-Dasar Publisistik (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 343-345)
KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 4 Pasal 5

Pelanggaran Hak Jawab Sumber Berita

1. Tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, 1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi
hasutan yang yang membahayakan keselamatan kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut
negara, fitnahan, memutarbalikan kejadian dengan namanya dan tidak menyiarkan keterangan-
sengaja, penerimaan sesuatu untuk menyiarkan keterangan yang diberikan secara off the record.
sesuatu berita atau tulisan, adalah pelanggaran yang
berat terhadap profesi jurnalistik. 2. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut
sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari
2. Setiap pemberitaan yang tidak benar atau sesuatu surat kabar atau penerbitan, untuk
membahayakan negara, merugikan kepentingan kesetiakawanan profesia.
umum/golongan/perorangan, harus dicabut kembali
dan diralat atas keinsafan wartawan sendiri, sedang 3. Penerimaan uang atau sesuatu janji untuk menyiarkan
pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk atau tidak menyiarkan sesuatu yang dapat
menjawab atau memperbaiki pemberitaan yang menguntungkan atau merugikan orang, golongan
dimaksud maksimal sama panjang selama jawaban ataupun sesuatu pihak adalah pelanggaran Kode Etik
itu dilakukan secara wajar. yang berat.

(Drs.Ton Kertapati, Dasar-Dasar Publisistik (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 343-345)
KODE ETIK JURNALISTIK

Pasal 6 Pasal 7

Kekuatan Kode Etik

Kode etik jurnalistik wartawan Indonesia ini dibuat atas Pengawasan penataan kode etik Jurnalistik ini dilakukan
prinsip bahwa pertanggunggjawaban tentang oleh Dewan Kehormatan Persatuan wartawan Indonesia
penataannya terutama pada hati nurani setiap wartawan yang menentukan sanksi-sanksi yang diperlukan.
Indonesia.

(Drs.Ton Kertapati, Dasar-Dasar Publisistik (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 343-345)
Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, KODE ETIK


menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak
bersikap beriktikad buruk JURNALISTIK
Penafsiran:

A. Independen berarti memberikan persitiwa atau fakta


sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan,
paksaan, dan intervensi dari intervensi pihak lain
termasuk pemilik perusahaan pers.

B. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan


objekud ketika peristiwa terjadi

C. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempat


setara

D. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara


dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak
lain

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang KODE ETIK


profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik,
JURNALISTIK
Penafsiran

Cara-cara profesional adalah: E. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran


gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
A. Menunjukkan identitas diri pada narasumber
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang
B. Menghormati hak privasi F. menghormati pengalaman traumatik narasumber
dalam penyajian gambar, foto, suara
C. Tidak menyuap
G. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil

D. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas liputan wartawan lain sebagi karya sendiri
sumbernya H. penggunaan cara-cara tertentu dapat
dipertimbangkan untuk peliputan investigasi bagi
kepentingan publik.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,


memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan
KODE ETIK
fakta dan opini yang menghakimi, serta asas praduga tak
bersalah.
JURNALISTIK
Penafsiran

A. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck


tentang kebenaran informasi.

B. Berimbang adalah memberikan ruang waktu


pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
proposional.

C. Menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini


berbeda deng opini interpretatif, yaitu pendapat yang
berupa interpretasi atas fakta

D. Aatas praduga tak bersalah adalah prinsip yang tidak


menghakimi seseorang

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 4

Wartawan Indonsia tidak membuat berita bohong, fitnah, KODE ETIK


sadis, dan cabul.

Penafsiran
JURNALISTIK
A. Bohong adalah sesuatu yang sudah diketahui wartawan
sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

B. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan


secara sengaja dengan niat buruk.

C. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan

D. Cabul berarti penggambaran tingakah laku secara erotis


dengan foto, gambar, suara, grafis, atau tulisan yang
semata mata untuk membangkitkan nafsu birahi

E. Dalam penyiaran gambar dan suara dan arsip, wartawan


mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 5 KODE ETIK
Wartawan indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila tidak menyebutkan
JURNALISTIK
identitas pelaku kejahatan

Penafsiran:

A. Identitas adalah semua data dan informasi yang


menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain
untuk melacak

B. Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 16


tahun dan belum menikah

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 6
KODE ETIK
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan
tidak menerima suap. JURNALISTIK
Penafsiran :

A. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang


mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang
diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
menjadi pengetahuan umum.

B. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang,


benda, atau fasilitas dari pohak lain yang
mempengaruhi independensi.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi


narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
KODE ETIK
keberadannya, menghargai ketentuan embargo informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. JURNALISTIK
Penafsiran :

A. Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas


dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber
dan keluarganya.

B. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita


sesuai dengan permintaan narasumber.

C. Latar belakang adalah segala informasi atau data dari


narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebut
nama narasumbernya.

D. Off the record adalah segala informasi atau data dari


narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 8
KODE ETIK
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap JURNALISTIK
seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat
jasmani.

Penafsiran :

A. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai


sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.

B. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 9
KODE ETIK
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan
JURNALISTIK
umum.

Penafsiran :

A. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri


dan berhati hati.

B. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan


seseorang dan keluarganya selain yang berkaitan dengan
kepentingan publik.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 9
KODE ETIK
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan
JURNALISTIK
umum.

Penafsiran :

A. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri


dan berhati hati.

B. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan


seseorang dan keluarganya selain yang berkaitan dengan
kepentingan publik.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 10
KODE ETIK
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
JURNALISTIK
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
pemirsa.

Penafsiran :

A. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin,


baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak
luar.

B. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan


terkait dengan substansi pokok.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi


KODE ETIK
secara proposional
JURNALISTIK
Penafsiran :

A. Hak jawab adalah hak seseorang atau hak sekelompok


orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan
nama baiknya.

B. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk


membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang
lain.

C. Proposional berarti setara dengan bagian berita yang


perlu diperbaiki.

(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 256-260)
KODE ETIK WARTAWAN
INDONESIA
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk
memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan
identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah,
tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu
meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat
dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan
identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak
menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai
kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan
dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.
(Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 253-255)
DAFTAR PUSTAKA

1. Barus, Sedia Willing. 2010. Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis


Berita. Jakarta: Kencana.
2. Budyatna, Muhammad. 2009. Jurnalistik Teori dan Praktik.
Bandung: PT REMAJA INDONESIA.
3. Kertapati, Ton. 1986. Dasar-Dasar Publisistik. Jakarta: Bina
Aksara.
4. Putra, Masri Sareb. 2010. Literary Journalism. Jakarta: Salemba
Humanika.
5. Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai