NIM : L1A018055
Sejarah dari Hubungan Internasional ternyata tidak dimulai dari tahun 1648.
Kerajaan, negara ternyata telah melakukan pola interaksi dan hubungan timbal balik jauh
berabad-abad yang lalu, terutama pada perang yang terjadi selama 30 tahun (1618-1648).
Bahkan pada negara-negara seperti China, Afrika, India politik dalam berbagai unit entah itu
yang berskala besar atau kecil ternyata telah terlibat dengan bidang ekonomi dan bahkan pada
masa ini banyak terjadinya peperangan antara negara yang terlibat dengan ekonomi dan
politik internasional itu sendiri. Globalisasi juga bukan sebuah fenomena yang baru untuk
kita, jika kita melihat tilas balik pada masa premodern dimana jalur sutera merupakan sebuah
jalur perdagangan darat dan trans benua pertama yang berarti pada masa ini sudah mulai ada
politik internasional itu sendiri. Tahun 1648 jauh lebih populer dibandingkan tahun 1618. Hal
ini dikarenakan pada tahun ini ada sebuah sejarah penting yaitu ‘ The Piece Of Westphalia’
atau lebih kita kenal dengan perjanjian Westphalia, dimana mengakhiri perang 30 tahun
tersebut sekaligus lahirnya prinsip-prinsip kedaulatan.
Ada sebuah peristiwa unik disini, dimana ketika ada seorang tokoh bernama
Martin Luther dimana ia memakukan 95 tesisnya pada pintu gereja Kathedral di Wittenberg,
Jerman pada tahun 1517, ia melontarkan bahwa ingin lebih dari reformasi protestan. Untuk
abad selanjutnya, monarki atau sistem kerjaan yang ada di seluruh Eropa menemukan
pembenaran bahwa didalam agama untuk memulai perang yang sesungguhnya itu tentang
politik dan ekonomi. Perang 30 tahun tersebut dapat dikatakan bahwa itu adalah konflik
agama yang terakhir di daratan Eropa dan seolah-olah dimulai atas ketidaksepakatan tentang
hak yang ada pada pemimpin politik untuk memilih agama negaranya.
Perjanjian Westphalia yang terjadi pada tahun 1648 ternyata tidak hanya
mengakhiri konflik bencana, tetapi juga mengantarkan pada sistem Internasional kontemporer
dengan menetapkan prinsip kedaulatan. Hingga akhirnya para pemimpin politik sadar bahwa
pertempuran yang ada tidak menyelesaikan apa-apa dan hanya membawa kehancuran yang
meluas. Secara umum perdamaian dapat kita lihat sebagai rangkuman sebuah gagasan
masyarakat negara. Pernah terjadi sebuah konferensi yang terdiri dari duta besar dari
Belanda, Spanyol, Swedia, Prancis, Austria dan beberapa kerajaan Jerman yang lebih besar,
dimana berkesimpulan bahwa dengan jelas mengambil alih kepausan hak untuk memberikan
legitimasi internasional pada masing-masing penguasa dan negara bagian untuk mematuhi
toleransi beragama dalam kebijakan internal mereka. Kemudian keseimbangan kekuatan
dimasukan dalam kekuatan dan stabilitas diantara kekuatan-kekuatan yang bersaing secara
resmi dimasukan dalam perdamaian Utrech, yang mengakhiri peperangan Spanyol (1701-
1714), ketika Keseimbangan Kekuatan yang Adil secara resmi dinyatakan sebagai dasar.
Pada periode 1648-1776 melihat bahwa sistem Internasional yang telah terbentuk
selama 200 tahun sebelumnya membuahkan hasil. Perang sering terjadi, jika kurang
intensitas ideologi agama maka akan dibawa ke Perang 30 Tahun tersebut. Diplomasi dan
hukum Internasional dipandang sebagai dua institusi kunci lainnya dari masyarakat
Internasional, selama semua itu didasarkan pada persetujuan negara. Seperti yang Torbjørn
Knutsen (1997) tunjukkan, Perdamaian Westphalia mendukung pandangan baru tentang
hukum antar negara: mereka bergerak dari melihatnya sebagai diilhami secara ilahi untuk
melihatnya sebagai seperangkat adat. konvensi, dan aturan perilaku yang dibuat dan yang
dipaksakan oleh negara-negara dan para pemimpinnya.
Revolusi Perang
Pada tahun 1814, kekuatan telah secara resmi menyatakan niat mereka untuk
menciptakan ‘sistem keseimbangan kekuasaan yang nyata dan permanen di Eropa’. Pada
tahun 1815, selama pada Congress of Vienna, mereka dengan hati-hati menggambar kembali
peta Eropa untuk menerapkan sitem ini. Perkembangan diplomatik utama adalah penggunaan
konfrensi yang sangat meningkat untuk mempertimbangkan dan terkadang menyelesaikan
masalah yang menjadi kepentingan umum.
Perang Dingin
Salah satu dari konsekuensi perang yang ada di Korea adalah penumpukan
pasukan Amerika di Eropa Barat, jangan sampai agresi komunis yang ada di Asia megalihkan
perhatian dari niat nyata yang di rasakan Amerika di Eropa. Gagasan bahwa komunisme
merupakan entitas politik monolitik dimana dikendalikan dari Moskow menjadi fiksasi abadi
Amerika yang tidak dimiliki bersama Londok ataupun tempat lain. Namun, tetap saja orang
Eropa Barat tetap bergantung pada Amerika Serikat untuk keamanan militer, dan
ketergantungan ini malah semakin dalam ketika konfrontasi perang dingin di Eropa
dikonsolidasikan.
Persatuan kembali Republik Federal Jerman (Jerman Barat) pada tahun 1954
mempercepat pembentukan Pakta Warsawa pada tahun 1955, dimana merupakan sebuah
kesepakatan pertahanan bersamana dan bantuan militer yang ditandatangani oleh negara-
negara Eropa Timur yang berhaluan komunis dibawah Soviet. Hingga akhirnya NATO
mengerahkan senjata nuklir untuk mengimbangi keunggulan konvensional Soviet dan
pasukan jarak pendek Soviet. Hampir seluruh Eropa mengunggulu keunggulan nuklir milik
Amerika. Kematian Stalin pada Maret 1953 menandakan kensekuensi penting bagi Uni
Soviet di dalam dan luar negeri. Pengganti Stalin, Nikita Khrushchev, berusaha untuk
memodernisasi masyarakat Soviet, dan dalam prosesnya ia membantu melepaskan kekuatan
reformis di Eropa Timur.
Konflik global besar pertama setelah perang dingin adalah invasi Irak pada 1990
terhadap negara tetangganya yaitu Kuwait. Amerika Serikat memimpin upaya diplomatik dan
militer multilateralnya yang komprehensif untuk menghukum mantan presiden Irak Saddam
Hussein atas tindakannya dan memberi isyarat kepada dunia bahwa pelanggaran semacam ini
terhadap hukum internasional tidak akan berlaku. Perang yang dilakukan untuk
membebaskan Kuwait hanya berlangsung selama 42 hari dan sebuah koalisi internasional
para diplomat dan pasukan militer mambantu mendefinisikan ‘Tata Dunia Baru’ yang
didukung oleh Presiden George H. W. Bush Amerika Serikat dengan bijak memasukan Uni
Soviet dalam rencananya dan secara efektif menggunakan Dewan Keamanan PBB untuk
mengeluarkan lebih dari 12 belas revolusi dan mengecam tindakan Irak.
Pasca perang dingin ini para pemimpin dunia harus membuat kembali dunia dan
menemukan cara untuk mengintegraskan mantan musuh kembali ke Barat. Tugas yang
mereka hadapi tentu tampak sangat luar biasa, mulai dari yang institusional untuk menyusun
tugas-tugas baru untuk badan-badan seperti NATO, PBB dan Uni Eropa (dibentuk pada tahun
1992) hingga lebih banyak tantangan ekonomi dalam memfasilitasi transisi di negara-negara
yang memiliki sedikit pengalaman dalam menjalankan demokrasi pasar. Banyak juga yang
mempertanyakan perlunya pengeluaran militer yang tinggi, dengan alasan bahwa jika dunia
sekarang menjadi tempat yang lebih aman dan lebih integrasi.
Jika periode perang dingin ditandai oleh perbedaan yang jelas dan tajam antara
sistem sosial ekonomi yang berlawanan dan beroperasi dengan standar yang sangat berbeda,
maka tatanan pasca-perang dingin dapat dengan mudah dikategorikan sebagai periode dimana
banyak negara dipaksa untuk bermain dengan satu set aturan. Dalam ekonomi dunia yang
semakin kompetitif. Namun, istilah yang paling sering digunakan untuk menggambarkan
sistem hubungan internasional yang baru ini adalah globalisasi. Globalisasi artinya berbeda
bagi para ahli teori yang berbeda. Jurnalis dan penulis Thomas Friedman (20015)
berpendapat bahwa globalisasi telah mengubah politik dunia selamanya, memberikan
individu lebih banyak alat untuk mempengaruhi pasar dan pemerintah dan menciptakan
jaringan yang menentang suatu kekuatan negara.