Anda di halaman 1dari 4

Berkaitan dengan sejarah lahirnya Hubungan Internasional, Pada sekitar abad ke-16, di Eropa terjadi

perang yang hebat yang melibatkan kaum yang beragama Katolik dan kaum yang beragama Protestan.
Perang tersebut bernama Perang Tiga Puluh Tahun karena perang tersebut berlangsung selama tiga
puluh tahun (1618-1648). 

Perang Tiga Puluh Tahun terjadi sebagai dampak adanya Reformasi Protestan dan persaingan
antarkerajaan untuk memperebutkan kekuasaan di wilayah Eropa yang sampai akhirnya muncul sebuah
pernyataan atau perjanjian perdamaian yang mengakhiri ketegangan kondisi Eropa tersebut yaitu
Perjanjian Westphalia. Perjanjian Perdamaian Westphalia muncul menjadi pelopor terciptanya
perdamaian antara pihak-pihak yang terlibat dalam perang tersebut. 

Tujuan dibuatnya perjanjian tersebut terutama untuk mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun tersebut.
Perjanjian Westphalia melibatkan Kaisar Romawi Suci Ferdinand II beserta Kerajaan dari Spanyol,
Prancis, Swedia, Belanda, dan sejumlah penguasa wilayah lain di Eropa. Perjanjian Westphalia terdiri
dari dua buah perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, Jerman Timur, yaitu di
Osnabruck dan di Munster.

Perjanjian Westphalia memiliki beberapa isi atau pokok penting yang dihasilkan yang berhubungan
dengan pelaksanaan hubungan

Pertama, perjanjian perdamaian tersebut berisi tentang upaya mempertahankan gagasan kedaulatan
yang menurut seorang filsuf Perancis Jean Bodin (1530-1596) memiliki arti bahwa para penguasa atau
pemegang kedaulatan memiliki kekuasaan yang absolut dan abadi dalam mengatur wilayahnya tetapi
kekuasaan tersebut dibatasi oleh konstitusi yang berlaku di negara tersebut. Disebabkan oleh gagasan
kedaulatan ini, hampir seluruh negara kecil di Eropa mendapatkan kedaulatan dan perjanjian ini juga
secara resmi mengakui kedaulatan Belanda dan Konfederasi Swiss. 

Kedua, perjanjian ini memperkenalkan prinsip non-interferensi atau toleransi yang artinya setiap negara
tidak berhak mencampuri urusan negara lain karena negara tersebut memiliki kebebasan dalam
menentukan peraturan negaranya sendiri dan bebas dari tekanan negara lain. Ketiga, struktur
masyarakat dunia yang baru berdasarkan atas negara-negara nasional atau nation-state dan tidak lagi
berdasarkan pada sistem kekaisaran, serta didasarkan pada hakekat negara tersebut bersama dengan
pemerintahannya, yakni memisahkan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja. 

Perjanjian Westphalia memiliki tiga pengaruh yang besar dalam munculnya praktik hubungan
internasional sebagai berikut. Pertama, perjanjian ini mengakhiri upaya untuk memperluas Imperium
Romawi Suci yang mempunyai pengaruh kuat atas banyak negara di dunia terutama di wilayah Eropa
karena munculnya gagasan kedaulatan yang membentuk negara-negara baru dengan batas teritorial
yang jelas. Di samping itu, hubungan antarnegara dilepaskan dari pengaruh kuat hubungan kegerejaan
dan didasarkan pada kepentingan nasional negara masing-masing. 
Kedua, negara-negara yang kuat di wilayah Eropa menciptakan tentara nasional mereka sendiri untuk
menunjang atau memperkuat kedaulatan negara-negara tersebut. Pembangunan militer nasional ini
menyebabkan sistem pemerintahan negara pemimpin Eropa seperti Inggris menerapkan sistem
pemerintahan yang terpusat karena negara harus mengontrol kekuatan militer dan membutuhkan biaya
dari masyarakat untuk membayar para tentara dan kebutuhan senjata nasional.

Ketiga, perjanjian ini membangun kumpulan negara yang memiliki kekuatan atau pengaruh besar
terhadap dunia sampai awal abad ke-19 yaitu seperti Rusia, Inggris, Austria, Prusia, Prancis, dan Provinsi
Serikat. 

Sistem nation-state juga menjadi cikal bakal dari munculnya pemikiran sistem ekonomi kapital yang
digagas oleh Adam Smith di mana setiap orang berhak untuk mengejar kepentingan ekonominya.
Negara-negara yang berada di wilayah barat Eropa menganut sistem ekonomi pasar bebas tersebut di
mana masyarakatnya lebih mendominasi kegiatan ekonomi yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi
di Barat lebih lancar. 

Sebaliknya, di wilayah timur Eropa pembangunan ekonominya menganut sistem feodal atau negara
sebagai pengendali utama perekonomian yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi terhambat.
Persamaan kedua wilayah tersebut adalah dipimpin oleh raja yang memiliki kekuasaan absolut di mana
raja masih memiliki kuasa penuh untuk mengendalikan negaranya dan rakyat tidak mempunyai andil
besar dalam jalannya sistem pemerintahan tersebut.

Oleh karena kekuasaan raja yang absolut tersebut, lahir dua revolusi besar yaitu Revolusi Amerika untuk
melawan hegemoni Inggris dan Revolusi Prancis untuk mengakhiri kesewenang-wenangan Raja Louis XVI
yang menimbulkan kesengsaraan rakyatnya. Lahirnya dua revolusi tersebut memunculkan dua dampak
utama sebagai berikut. 

Pertama, pemimpin negara yang absolut harus memiliki batas-batas kewenangan yang diatur dalam
konstitusi negara karena menurut John Locke (1632-1704) negara adalah sebuah lembaga yang
menguntungkan semua pihak yang diciptakan oleh orang-orang yang rasional dan bertujuan untuk
melindungi hak dan kepentingan mereka serta kendali sistem pemerintahan yang dijalankan terletak
pada masyarakat bukan hanya pada seorang pemimpin.
Kedua, menguatnya rasa nasionalisme yang menjadi dasar aksi pemberontakan masyarakat bangsa
Prancis terhadap pemerintah yang absolut. Prinsip legitimasi dan nasionalisme ini adalah pondasi
kehidupan politik dunia di abad ke-19 dan ke-20.

Nasionalisme berkembang dengan kuat di Eropa. Pada abad ke-19 ini, Perancis terlibat dengan beberapa
perang dengan Austria, Inggris, dan Prusia karena Perancis ingin menghapus pemerintahan yang
berpusat di tangan rakyat dan mengembalikan kekuasaan absolut pemerintah. Lalu munculnya
Napoleon Bonaparte sebagai pemimpin militer yang akhirnya diangkat menjadi kaisar Perancis. 

Napoleon dapat menalukkan hampir sebagian besar Eropa dalam waktu yang singkat. Tetapi
nasionalisme yang dijunjung oleh Perancis malah membawa Perancis menuju kekalahan yang
menyebabkan daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan sebelumnya lepas dari kekuasaan Perancis. 

Setelah kekalahan Napoleon pada 1815 dan pembuatan perjanjian perdamaian dalam Konferensi Wina,
lima negara yang kuat di Eropa yaitu Inggris, Austria, Perancis, Prusia, dan Rusia memulai sebuah
perdamaian atau keseimbangan kedudukan dalam sistem politik internasional. 

Perdamaian yang terjadi menyebabkan meningkatnya perkembangan ekonomi dan teknologi yang
terwujud dalam industrialisasi di mana Inggris menjadi pemimpin proses tersebut. Industrialisasi adalah
peristiwa penting di Eropa dalam abad ke-19, proses ini menyebar ke sebagian besar Eropa Barat dan
menimbulkan urbanisasi dan aktivitas perdagangan meningkat. 

Di sisi lain, pada abad ke-19 ini, Eropa mengalami perubahan politik yang signifikan yaitu bersatunya
Italia pada 1870 dan Jerman menjadi sebuah kekaisaran pada 1871. Industrialisasi membutuhkan
sumber daya untuk diolah sehingga negara-negara elit Eropa melakukan imperialisme dan kolonialisme
ke bagian luar Eropa seperti negara-negara di benua Asia dan Afrika. Antarnegara elit Eropa saling
berebut pengaruh dan wilayah kekuasaan di daerah non-Eropa tersebut. 

HALAMAN :
Menjelang di akhir abad ke-19, sebagian besar wilayah dunia berada di bawah kekuasaan negara-negara
elit Eropa di mana Inggris menjadi kekaisaran yang paling sukses dan memiliki banyak daerah jajahan.
Imperialisme yang dilakukan Eropa membuat negara Jerman berkembang dengan pesat menjadi
kekuatan besar yang tidak mengancam Eropa pada awalnya. Selain itu, Amerika Serikat juga berlomba-
lomba untuk mencari daerah jajahan di Asia dan Eropa. 

Lima kekuatan besar Eropa masih belum berperang satu sama lain karena Inggris berperan penting
dalam hubunga internasional di Eropa karena Inggris menjadi penyeimbang kekuatan atau balance of
power yang mencegah ambisi suatu negara untuk menjadi penguasa tunggal Eropa. Tetapi, balance of
power ini berakhir ketika lima negara tersebut terbagi menjadi dua aliansi besar yang menyebabkan
terjadinya Perang Dunia Pertama.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa negara-negara Eropa sudah melakukan
praktik hubungan internasional pada zaman Pasca Westphalia ini di mana negara menjadi aktor utama
dalam setiap hal yang berhubungan dengan politik. Hal tersebut masih menjadi pola yang dominan
dalam hubungan internasional yang ada di masa sekarang. 

Setelah saya membaca dan memahami materi ini, saya menemukan kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihannya, peristiwa sejarah tentang Westphalia ditulis secara runtut dan terstruktur sehingga saya
sebagai pembaca mudah untuk memahami alur sejarahnya. Kekurangan dari materi ini, beberapa bagian
seperti isi perjanjian Westphalia tidak diungkapkan secara eksplisit dalam bacaan.

Anda mungkin juga menyukai