PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara pasti memiliki suatu kisah sejarah masing-masih yang nantinya dapat
menentukan nasib suatu negara, entah dipengaruhi oleh adanya campur tangan pihak luar
atau faktor eksternal, maupun terjadi karena faktor internal. Seperti hanya negara lain,
Prancis memiliki suatu kisah sejarah yang sangat menentukan masa depan negara Prancis,
yaitu revolusi Prancis yang terjadi pada tahun 1789- 1799. Tidak hanya memiliki dampak
abadi pada negara Prancis, secara keseluruhan kejadian ini juga memiliki dampak pada
benua Eropa. Kejadian ini dimulai dari adanya ketidakadilan politik, munculnya krisis
ekonomi dan kekuasaan raja yang absolut, yang berarti raja selalu benar. Yang mana
penjara Bastille dibangun untuk mereka yang menentang kekuasaan raja. Selain itu
munculnya filsuf-filsuft pembaharu juga memiliki peran yang besar dalam meletusnya
Revolusi Prancis ini, dengan pengaruh paham Rasionalisme mereka, yang nantinya
melahirkan Renaisans.
Napoleon Bonarpate sendiri adalah seorang pemimpin militer dan politik yang lahir
pada 15 Agustus 1759 di Ajaccio, Prancis. Mulai terkenal saat perang Revolusioner
sebagaai Napoleon I, juga merupakan kaisar Prancis dari tahun 1804 sampai tahun 1815.
Napoleon Bonaparte sendiri ikut andil dalam Revolusi Prancis. Selain itu pada masa
kepemimpinannya sebagai kaisar Prancis, Napoleon banyak melakukan perombakan pada
Prancis.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa latar Belakang Terjadinya Revolusi Prancis?
2. Bagaimana Revolusi Prancis Berakhir?
3. Menjelaskan Siapa Itu Napoleon Bonaparte Atau Napoleon I?
4. Bagaimana Napoleon Memerintah Prancis ?
C. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan Latar belakang terjadinya Revolusi Prancis.
2. Menjelaskan Bagaimana Revolusi Prancis Berakhir.
3. Menjelaskan Siapa Itu Napoleon Bonaparte.
4. Menjelaskan Napoleon Selama Menjadi Kaisar Prancis.
D. Manfaat Makalah
1. Mengetahui Latar Belakang Terjadinya Revolusi Prancis.
2. Mengetahui Bagaimana Revolus Prancis Berakhir.
3. Mengetahui Siapa Itu Napoleon I.
4. Mengetahui Bagaimana Napoleon Memerintah Prancis Sebagai kaisar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi Sosial politik sebelum Revolusi Perancis ditandai oleh kekuasaan absolut
yang pada era ini dipegang oleh Raja Louis XIV. Louis XIV menjunjung tinggi
kekuasaannya, dan berkata bahwa “La Etat C’est Moi” (negara adalah saya). Kekuasaan
raja tidak terbatasi oleh undang-undang oleh atau lembaha dewan legislatif sejak masa
Louis XIV. Badan legislatif yang ada yaitu Etats Généraux telah dinonaktifkan.
Yang disebut Ancien Régime (“Rezim Lama”) adalah C Oleh karena itu, rakyat
hanya diwajibkan untuk mematuhi perintah raja dan semua alur dalam negara dipimpin
oleh raja seperti penerbitan buku dan surat kabar yang harus melalui sensor dan
pemberlakuan agama yang dianut raja yaitu agama Katolik menjadi agama negara yang
mewajibkan seluruh rakyat menjadi pengikut Katolik. Rakyat pun hanya menjadi objek
pemuas keinginan raja yang sewenang-wenang menyita harta benda mereka dan menerobos
semua system hukum dengan kekuasaannya. Meskipun kekuasaan raja tampak tak terbatas
kenyatannya sifat absolut kekuasaan raja lebih teoritis daripada riil karena secara de facto
kewenangan raja dibatasi oleh parlemen.1
1
Jean Carpentier dan Francois Lebrun, Sejarah Prancis (Jakarta: PT Gramedia, 2017), hal. 251.
3
Pada masa pemerintahan Louis XVI lebih tepatnya tahun 1787, raja menghendaki
pembentukan Assemblée provinciale ( Dewan propinsi) atas desakan opini publik yang
terdiri dari golongan bangsawan, agamawan dan ketiga dan pada 1788 raja berjanji akan
membentuk Etas provincial ( Majelis propinsi) di seluruh wilwyah Prancis.
Sistem administrasi terpusat yang digunakan pada masa Louis XVI tesahkan dalam
hukum, namun kondisi masyarakat mengatakan hal lain. Di seluruh wilayah Prancis tidak
ada yang namanya keseragaman, Undang-undang memiliki pemberlakuan yang berbeda di
setiap daerah bahkan satuan panjang pun memiliki perbedaan, apalagi pajak yang
dibebankan pada rakyat semuanya berantakan dan melenceng dari hukum yang ada.
2.2. Pra-Revolusi
2.2.1. Gagasan Revolusi
Masa krisis dan keinginan perubahan atas pemerintahan yang tidak adil memang
menjadi alasa dibalik terjadinya Revolusi 1789 namun semua itu diperparah dan diperluas
dengan munculnya gagasan-gagasan yang menyerukan kebebasan. Jean-Jacques Rousseau
adalh filusuf yang paling brpengaruh dalam gagasan revolusioner. Setelah Rousseau wafat
(1778) filusuf Abbe Mably dan Condorcet meneruskan gagasan revolusioner yang
menggerakkan semangat peubahan Perancis dengan usulan pembentukan suatu monarki
republik dan pendefinisian dan penyelarasan hak-hak manusia. Adapun para penentang
gerakan revolusi mulai membuka mata setelah Revolusi Amerika (1774-1783) yang
berhasil menghidupkan gagasan perubahan dalam gerakan yang nyata.
2
Albert Malet dan J. Issac, Revolusi Perancis 1789-1799 (Jakarta: PT Gramedia, 1989), hal. 11.
4
2.2.2. Tiga Krisis Ancien Regime
Krisis yang terjadi sebenarnya berpusat pada Turgot, Necker dan Calonne yang
tidak mampu menghadapi egoisme kaum aristokrat untuk melepas hak-hak istimewanya.
Pemerintahan Louis XVI mengalami kemerosotan harga gandum dan anggur akibat panen
yang terlalu berlimpah ditambah musim kering panjang pada 1785 dan pada 1788 musim
dingin yang hebat menghancurkan perkebunan gandum dan membekukan sungai-sungai.
Tidak cukup dengan krisis pertanian Prancis diterjang krisis ekonomi dimana Spanyol
mengisolasi perdagangan tekstil dan produk industri Inggris yang merajalela di Perancis
mengakibatkan banyak pabrik yang tutup dan buruh yang menganggur. Krisis ekonomi
memperparah krisis keuangan Perancis yang memburuk karena pengeluaran dalam
Revolusi Amerika. Hingga pada 1786 Pengawas Umum Keuangan Perancis yaitu Calonne
de Brienne yang diilhami oleh usulan Turgot di masa lalu yakni diberlakukannya pajak
kedaerahan pada setiap pemilik tanah yang artinya adalah pembebasan hak istimewa dan
menyamarataan hak setiap warga negara, hal ini mendapat banyak penolakan dari para
pemilik hak istimewa dan yang lainnya untuk melindungi kepentingannya masing-masing.3
Penolakan Parlemen meletuskan konflik hebat dimana raja Louis XVI menghapus
dan memecat Parlemen. Para anggota parlemen yang tidak terima melontarkan kritik dan
mengorganisasikan pawai besar di jalan dan bergabung dengan para pemberontak. Protes
bangsawan yang belangsung sekitar satu tahun menenggelamkan Perancis dalam anarki
yang paling keras adalah di Dauphiné setelah pembubaran prlemen Grenoble, akhirnya
pemerintah kota Grenoble meminta dukungan rakyat untuk pembentukan kembali Etats
Provinciaux di Dauphiné yang telah dihapuskan oleh pemerintahan Louis XIII. Kemudian
sebuah dewan mengumumkan bahwa tidak ada pajak yang bisa diambil di luar persetujuan
Etats Generaux, dan di saat yang sama Assemblée du Clergé (Majelis rohaniawan)
3
Carpenter dan Lebrun, Op.Cit.,258-259
5
menuntut adanya pertemuan Etats Generaux. Louis XVI terdesak dan akhirnya
mengumumkan bahwa sidiang Etats Genaraux akan dilaksanakan pada 1 Mei 1789 dan
memecat Lomenie de Brienne.
Akhirnya pada bulan Desember1788 atas desakan Necker, Louis XVI menyetujui
penggandaan perwakilan, pertmuan berkala Etats Generaux, persamaan pajak,
pembaharuan administrasi dan jaminan kebebasan individu teapi Louis XVI tidak
menyinggung soal musyawarah bersama maupun penhitungan suara per orang.
Pemilihan untuk Etats Généraux dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Mei
1789. Suasana waktu itu digoncang oleh demam politik, oleh kebencian yang meluap antara
para pemilik hak istimewa dan rakyat, dan oleh kemiskinan di kalangan petani dan buruh.
6
berlangsung melalui dua, tiga, atau pun empat tahap. Misalnya di kota: para pemilih
bergabung menurut jemaat gereja, kampung atau corporation untuk memilih wakil mereka
di dewan Golongan Ketiga di kota. Dewan itu memilih wakilnya untuk dewan Golongan
Ketiga di baillage dan dewan baillage-lah yang memilih wakil Golongan Ketiga setempat
untuk Etats Généraux. Para wakil berjumlah 1154 orang, terdiri dari 578 wakil Golongan
Ketiga, 291 wakil Golongan Agamawan dan 285 wakil Golongan Bangsawan. Abbé Sieyes
(agamawan) dan comte de Mirabeau (bangsawan) yang telah disingkirkan oleh Golongan
mereka masing-masing, dipilih oleh Golongan Ketiga. Yang pertama dipilih di Paris, yang
kedua di Aix-en-Provenoe. Di antara wakil-wakil Golongan Agamawan terdapat 206 imam
desa yang bersedia memihak Golongan Ketiga, melawan Golongan Bangsawan. Di antara
wakil-wakil Golongan Bangsawan terdapat suatu minoritas kuat bangsawan liberal, di
antaranya La Fayrtte dan duc d'Orltans'. sepupu raja. Jadi kelompok Patriot yang telah
menanh pemilihan umum sudah pasti mendapatkan mayoritas di Etats Generaux.4
Pada waktu para pemilih mengadakan pemilihan umum dan sesuai dengan tradisi
Etats Généraux. para pemilih ketiga golongan menyusun cahier doléances (“buku
pengaduan”), yaitu pernyataan pengaduan dan harapan mereka. Cahier itu menjadi saksi
penting keinginan-keinginan rakyat Perancis sebelum terjadinya Revolusi.
Sebaliknya tidak ada kesepakatan lagi antara pemilik hak istimewa dan orang
Perancis lainnya dalam suatu hal penting, yaitu hal persamaan. Mayoritas anggota
Golongan Agamawan dan Bangsawan menyetujui prinsip pajak bagi semua orang, setidak-
tidaknya dengan berbagai syarat tertentu. Tetapi mereka menuntut untuk tetap mendapatkan
hak-hak kehormatan dan droits féodaux yang memungkinkan mereka berkuasa atas petani.
4
Ibid., hal. 27.
7
Secara keseluruhan Cahier yang disusun dengan sangat moderat menjadi saksi akan
kesetiaan kuat terhadap monarki. Seluruh Perancis menyatakan. Sebenarnya Louis XVI
tidak melepas kedaulatan ketuhanan. Ia menyetujui untuk menyidangkan Etats Géne’raux
hanya untuk mendengar pendapat dan ia sama sekali tidak bermaksud membagi
kewenangannya dengan bangsa. Itulah yang akan segera mengecewakan Golongan Ketiga
dan yang akan menimbulkan tuduhan bahwa Louis XVI munafik dan berkhianat. Tuduhan-
tuduhan itu akan menyebabkan tergulingnya kekuasaan raja pada tahun 1792 yang diikuti
dengan eksekusi raja pada tahun 1793. Tetapi untuk sementara seluruh negara Perancis
merasa yakin dan gembira.
Meski terkesan tidak peduli namun Louis XVI merasa kewenangan dan
kewibawaannya diusik dia memutuskan menghadiri sidang Eats Generaux dengan tujuan
untuk membatalkan semua keputusan yang diambil pada 17 Juni 1789. Pada 20 Juni
ruangan yang biasa dipakai Golongan Ketiga yakni ruangan Menus Plaisirs ditutup dengan
alas an perbaikan seelum siding umum dan akhirnya para wakil Golongan Ketiga
melakukan pertemuan di ruangan sebelahnya. Di bawah pimpinam astronom Bailly dan
atas usul Mounier mereka semua (kecuali satu) mengucapkan sebuah sumpah yang disebut
“Sumpah Jeu de Paume” yang berbunyi “tidak akan berpisah, akan bersatu, dimana pun
situasi memaksa, sampai Undang-undang Dasar kerajaan terbentuk dan kukuh di atas
landasan yang kuat.
8
Pada tanggal 27 Juni raja Louis XVI memerintahkan agar Golongan Agamawan dan
Bangsawan bergabung bersama Golongan Ketiga sehingga Etats Generaux ditiadakan, dan
pada 9 Juli Dewan Nasional mengambil nama Dewan Nasional Konstituante (Assemblee
Nationale Constituante disebut Assamblee Constituante) yang mulai membuat rancangan
Undang-undang Dasar.
Dibentuklah Dewan Kota baru di kota Paris, untuk menjaga keamanan Dewan Kota
Paris membentuk pasukan yang juga beranggotakan bangsawan dan agamawan yang
kemudian diberi nama ”Pengawal Nasional” (Garde Nationale). Pada tanggal 14 Juli,
pemberontakan bertambah keras didukung oleh resimen Pengawal Perancis yang
memberontak. Rakyat (termasuk borjuis) menyerbu Hotel des Invalides untuk merebut
senjata, kemudian berbondong-bondong menuju benteng Bastille untuk merampas senapan
dan meriam. Setelah pertempuran selama empat jam akhirnya Bastille berhasil ditaklukkan.
Komandan Bastille, walikota Paris dan intendant Paris dihajar sampai tewas dengan
tuduhan penghiaatan, anggota Dewan Konstituante Bailly diangkat menjadi walikota dan
La Fayette diangkat menjadi komandan Pengawal Nasional.
Pada bulan Juli sampai Agustus rakyat Prancis dihantui serangkaian kepanikan yang
disebut Grande Peur. Dewan Konstituante merasa cemas akan adanya pemberontakan
petani melawan orang kaya baik bangsawan maupun borjuis dan meskipun kepanikan
5
Albert Malet dan J. Issac, Op.Cit., hal. 36.
9
sudah surut, para penati tidak mau untuk melepas senjatanyadan bertekad untuk tetap didak
membayar drits feodaux. Akhirnya pada tanggal 4 Agustus Dewan Konstituante
memutuskan untuk menghapus droits feodaux, awalnya ada Dewan yang tidak setuju
namun akhirnya semua anggota Dewan meniadakan semua hak istimewa (orang, kota,
propinsi dan lain-lain) pun dengan jual beli jabatan. Inilah rvolusi sosial besar-besaran yang
menciptakan persamaan bagi semua orang.
Pada 6 Oktober para pemberontak telah memasuki Versailles di pagi hari dan untuk
keselamatan raja dan permaisurinya La Fayette meminta mereka untuk pergi dari Versailles
menuju puri Tuileries di Paris, beberapa hari kemudian anggota Dewan Konstituante
pindah ke puri tersebut karena Versailles sudah diambil alih dan bukan ibukota Perancis
lagi. Di luar Dewan Konstituante banyak kelompok yang bertentangan di Club des
Jacobins dan di koran-koran, Societe des Amis de la Constitution (Klub Pendukung
Undang-undang Dasar) yang telah dibentuk pada November 1789 berkumpul I suatu biara
yang tidak terpakai lagi (bekas milik ordo Jacobin) dari sanalah asal nama klub Jacobin. Di
dalam klub itu juga terdapat elite kaum borjuis kota Paris. Saat Etats Generaux melakukan
sidang, banyak koran terbit yang isinya diungkapkan scara bebas karena sensor telah
dihapuskan.
10
diproklamasikan oleh Dewan Konstituante bukan hanya milik orang-orang Prancis tapi
untuk semua manusia yang disebut “Hak-hak Manusia”.
Pada tahun 1789, tidak seorang pun bemaksud menghapus monarki tetapi semua
orang sepakat untuk membatasi kekuasaan raja. Monarki absolut diganti dengan monarki
konstitusional artinya suatu rezim yang menentukan dengan tepat hak raja dan hak warga
negara melalui suatu Undang-undang Dasar. Jadi, Louis XVI tetap seorang raja dengan
gelar “Raja Rakyat Prancis” (Ri des Francias) sebagai ganti dari “Raja Prancis dan Navarre”
(Roi de France et de Navarre), ia harus bersumpah akan mematuhi Undang-undang Dasar,
sebagai pemegang kekuasaan eksekuif raja memberhentikan menteri sekehendak hatinya
tanpa dapat memilih menteri dari anggota Dewan Legislatif. Agar dapat diberlakukan
perintah raja harus diketahui dan ditandatangani oleh seorang menteri. Raja pun berhak
menolak memberi prsetujuan untuk undang-undang yang ditetapkan oleh Dewan Lgislatif
tetapi hanya selama dua masa jabatan Dewan Legislatif. Dan jika undang-undang yang
sama ditetapkan lagi pada masa jabatan yang ketiga maka undang-undang itu akan berlaku.
Dewan Konstituante menghapuskan sistem keuangan yang lama, sejak saat itu
semua warga negara membayar kontribusi sesuai dengan pendapatan mereka. Dewan
Konstituante mengganti kata “pajak” menjadi “kontribusi” untuk menunjukkan bahwa
semua warga negara berpartisipasi dalam negara.
Setelah menjamn kebebasa dan persamaan bagi semua oang Prancis, Dewan
Konstituante ingin memproklamasikan persatuan bangsa Prancis dalam suatu pesta nasional
besar-besaran. Dewan Konstituante memutuskan untuk mengorganisasikan sutu Upacara
Federasi Nasional, pda tanggal 14 Juli 1790 (hari ulang tahun penaklukan penjara Bastille)
14.000 Pengawl Nsional datang berkumpul di lapangan Champ de Mars di Paris dan
11
bersumpah di depan khalayak “akan selalu setia pada bangsa, hukum dan raja” dan “bersatu
dengan semua orang Prncis dalam ikatan persaudaraan yang tak terputuskan”.
Pada akhir 1790 mulai meluasnya ide-ide republikan yang menginginkan negara
yang lebih baik dengan adanya pemilihan umum hingga munculnya petisi di kalangan
masyarakat, namun kaum aristokrat yang menentang revolusi semakin bersitegang dengan
perkembangan sosial yang ada di masyarakat.
12
sebagai Feuillant karena mereka tergabung dalam klub Feuillant, mereka sepakat untuk
mempertahankan kerajaan dari aksi rakyat seperti yang dilakukan di Champ de Mars . Di
sayap kiri tergabung sekitar 140 anggota, dengan semangat berapi-api dan penuh rasa
curiga terhadap raja dan bersiap menggulingkannya bila ia tidak tegas dalam menerapkan
Undang-undang Dasar, waktu itu mereka dinamakan Brissotin namun ahli sejarah
menamakan mereka Gironde. Sisanya, mayoritas sebanyak 300 orang membentuk
golongan Tengah dan mereka bertekad mempertahankan karya Revolusi, mereka juga lebih
sering memihak sayap kiri.
Perancis harus melakukan proteksi keamanan akan perang yang dikoarkan oleh
Austria dan Prusia pada tahun 1792, perang yang terjadi menghimpun warga Perancis
untuk mempertahankan negara disamping pasukan perang dan Pengawal Nasional yang
telah banyak berkurang. Dalam menghadapi serangan Dewan Legislatif membuat dua
keputusan oleh Feuillant dan Gironde namun raja Louis XVI memveto kedua keputusan
tersebut dan malah memecat menteri Dumouriez, seperti keputusannya akan pemecatan
Necker rakyat Prancis tidak terima dan melakukan demonstrasi sambil membawa senjata
menghadap Dewan Legislatif untuk menyerahkan petisi dan menyerbu istana Tuileries
sambil mencaci maki raja dan permaisuri meski begitu aksi itu berakhir sia-sia karena raja
tetap mempertahankan keputusannya.
Beberapa hari kemudian, karena menduga akan masuknya pasukan Prusia di daerah
Lorraine, Dewan Legislatif menyatakan tanah air dalam keadaan bahaya (11 Juli 1792) dan
mengerahkan para sukarelawan dalam angkatan bersenjata. Pernyataan yang tampaknya
mengutuk kesalahan raja itu, menyebabkan emosi yang meluap-luap di seluruh Perancis.
Walaupun adanya hak veto raja, pada saat yang bersamaan membanjirlah pasukan
Pengawal Nasional di Paris untuk merayakan ulang tahun Upacara Federasi lagu Le Chant
de guerre de I'armee du Rhin (“Mars perang tentara Rhein")yang baru dikarang di
Strasbourg oleh kapten Rouget de Lisle dinyanyikan oleh pasukan Pengawal Nasional kota
Marseille. Oleh karena itu, lagu itu disebut La Marseillaise. Bait-baitnya yang membakar
13
semangat patriotik dan revolusioner menggugah rakyat Paris, semangat rakyat bertambah
karena koran-koran Feuillant mengharapkan kemenangan musuh.
Semangat patriotik yang indah itu dikotori oleh pembantaian mengerikan, yaitu
pembantaian di penjara-penjara Paris. Sejak berbulan-bulan tumbuh dalam pikiran ribuan
penduduk kota Paris bahwa pasukan-pasukan tidak boleh menuju ke perbatasan sebelum
membantai para "warga negara yang buruk” yaitu Aristokrat dan terhukum pidana yang
ditahan di penjara. Menurut orang-orang Paris itu,rakyat yang berkedaulatan berhak dan
wajib menyingkirkan “musuh Tanah Air”. Selama lima hari dari tanggal 2 September, saat
rakyat Paris mengetahui pendudukan kota Verdun sampai tanggal 6 September sekitar1.200
orang dibunuh, terutama terhukum perdata di beberapa penjara Paris.
2.3.4. Konvensi
14
2.3.4.1. Gironde dan Montagne
Meskipun program-program mereka berbeda namun situasi yang terjadi pada Juli
1792 yang semakin membuat kelompok Montagne dan Gironde bermusuhan. Keompok
Montagne banyak menyetujui gagasan kelompok Gironde seperti penolakan tekanan public
atas Dewan dan campur tangan pemerintah atas ekonomi dan seperti kelopok Gironde juga
mereka berasal dari kaum borjuis. Namun pertentangan antar kelompok semakin menjadi
hingga masing-masing kelompok yang betentangan ingin menendang kelompok lain keluar
dari Konvensi, kelompok Gironde dengan anggota yang lebih banyak mula-mula menuntut
adanya pengailan dan hukuman mati untuk musuh-musuhnya.
Walau demikian, kedua kelompok bersepakat akan urusan politik, begitu wilayah
Perancis bebas dari pasukan asing Perancis langsung menyrang daerah perbatasan. Pada
saat Perancis menakuti raja-raja di Eropa dengan invansinya, Perancis juga membuat
mereka murka dengan pelaksanaan eksekusi raja Louis XVI pada 21 Januari 1793 dengan
guillotine. Peneyangan oleh Inggris dan Austria juga pemberontakan Vendee (Kaum Putih)
yang tidak terima atas eksekusi imam-imam pembangkang menjadi masalah panjang dalam
Dewan Konvensi yang berujung penangkapan anggota kelompok Gironde yang menjadi
kemenangan kelompok Montagne.
15
Komite Kselamatan Publik harus melenyapkan segala bentuk oposisi dengan bantuan dari
Dewan Konvensi, setiap keputusan Konvensi terkesan seenaknya dan dilakukan dengan
tindak kekerasan dan pemaksaan hingga disebut sebagai terror. Dengan dikeluarkannya
Undang-undan Dasar banyak keputusan Dewan Konvensi yang sensasional dan
menimbulkan konflik dalam masyarakat seperti keputusan dalam pengadilan, pengglongan
tersangka dan penangkapannya juga penghapusan aturan-aturan keagamaan, penutupan
biara dan penggunaan kalender revolusioner sebagai ganti kalender tradisional yang tidak
mencantumkan perayaan agama, ini merupakan usaha radikal dalam proses dekristianisasi.
16
Dalam waktu beberapa bulan (Agustus-Desember 1794) dinamika pemerintahan
menurun dan pemerintah kehilangan kekuatan serta keberlanjutan, agama Katolik hadir
kembali walaupun masih ada pertentangan dalam Konvensi. Atas desakan paa penganut
agama Katolik, semua gedung gereja dipulihkan namun larangan kegiatan keagamaan di
luar ruangan masih berlaku.6
6
Ibid., hal. 105.
17
Masalah yang ada pada masa Direktori adalah uang kertas assignat yang terus
kehilangan nilainya hingga mencapai 99%, Direktori memutuskan untuk menarik assignat
dengan cara meminjam paksa dan menghapus assignat sebagai mata uang dengan
menggantinya dengan uang kertas lain yaitu mandate territorial yang hanya dalam beberapa
minggu nasibnya sama dengan assignat yaiitu penurunan nilai. Krisis keuangan mendesak
Derektori mengambil tindakan di antaranya politik luar negeri dan penaklukan dengan
tujuan mengisi kas negara dengan kontribusi yang dipungut dari negara-negara yang
dikalahkan.
18
Di antara mayoritas dewan dan ayoritas Direktori muncul suatu konflik yang tidak
dapat dihindari, dan karaena Undang-undang Dasar tahun III tidak memperkirakan hal itu,
maka konflik tersebut hanya bisa diselesaikan dengan kekerasan. Masing-masing pihak
bersiap, Tiga Direktur yang diancam memdahului mengambil sikap dengan melakukan
kudeta pada 18 Fructidor tahun V (4 September 1798) dengan dukungan tentara yang
memiliki semangat republic. Atas persetujuan dari jendral yang paling berpengaruh (Hoche
dan Bonaparte) mereka mengumpulkan 30.000 prajurit yang dipusatkan di sekitar Paris dan
menyerahkan komando divisi militer Perancis kepada Jenderal Augereau yang khusus
datang dari pasukan Italia. Pada 18 Fructidor, Augereau memerintahkan penangkapan
Barthelemy, Pichegru dan anggota-anggota penting dari kelompok mayoritas namun carnot
berhasil melarikan diri. Setelah diadakan rapat darurat, kelompok republikan yang
merupakan minoritas di Dewan membatalkan hasil pemilihan umum di 49 departemen dan
menjatuhkan hukuman pembuangan yang juga disebut “Guillotine bersih” kepada 53
anggota Dewan. Dengan kelompok republikan berubah menjadi kelompok mayoritas
setelah 177 orang dikeluarkan dari Dewan.
19
2.3.6.2. Reformasi Militer
Tetapi yang terutama adalah adanya krisis kekurangan anggota yang melanda sejak
Oktober 1794 dari 1.100.000 orang yang tercatat sebagai tentara, hanya ada 750.000 orang
yang tetap tinggal di pos masing-masing dan pada tahun 1795 hanya 410.000 orang.
Kemerosotan itu akibat dari tingginya angka mortalitas yang disebabkan oleh penyakit dan
terutama karena adanya desersi massal. Banyak sukarelawan yang berpikir bahwa karena
musuh sudah berhasil diusir dari wilayah Perancis, mereka mempunyai hak untuk pulang
ke rumah tangga mereka. Lagi pula sejak tahun 1793 pemerintah tidak lagi mengadakan
perekrutan baru.
Masalah politik kembali muncul pada bulan April 1799. Pada waktu itu pemilu
anggota dewan merupakan kegagalan bagi pemerintah yang mulai saat itu harus
menghadapi dua musuh yang sama-sama berbahaya bagi pemerintah. Yaitu Revisionis dan
Neo-Jacobin.
20
Dewan Lima Ratus dan Dewan Senior. Mereka juga mencela Direktori yang telah
mentolerir penghambatan yang dilakukan para bankir dan sikap provokatif para jenderal.
Dengan mengeksploitasi perasaan yang disebabkan kegagalan tentara Perancis di Jerman
dan Italia, kaum Neo-Jacobin memutuskan agar dewan menyingkirkan tiga orang Direktur
melalui tekanan moral, terutama La Revelliére. Memang pada kenyataannya ketiga
Direktur itu ditekan untuk mengundurkan diri. Proses itu disebut Kudeta 30 Prain'a1(18luni
1799). Reaksi masyarakat tetap dingin menghadapi perubahan-pembahm itu. “Perasaan
masyarakat lumpuh dan seperti hampa.” Suatu kudeta baru, yang keempat, akan
menentukan nasib Direktori secara pasti. Itulah Kudeta 19 Brumaire. Kudeta itu dilakukan
oleh seorang jenderal muda yang baru memperoleh kemenangan gemilang di Italia dan
Mesir yang membuatnya termasyhur.
Kita sudah mengetahui bahwa Prusia, Nederland dan Spanyol telah meletakkan
senjata pada tahun 1795, tetapi Austria dan Inggris terus berperang. Carnot telah
menyiapkan suatu strategi serangan besar-besaran untuk melawan Austria pada tahun 1796.
Tiga pasukan Perancis harus bergerak menuju Wina: dua yang paling penting dipimpin oleh
Jourdan dan Moreau, menyeberangi Jerman, dan yang ketiga menjebak di Italia bagian
Utara di mana Austria menduduki daerah Milano. Serangan Jourdan dan Moreau berhasil
digagalkan oleh Pangeran muda Karl, jenderal Austria yang paling terkenal, yang juga
saudara Kaisar Franz 11. Tetapi pasukan Bonaparte yang hampir selalu mencapai
kemenangan di mana-mana selama setahun itu, berhasil memaksakan kesepakatan
perdamaian kepada pemerintah Wina. Pasukan Bonaparte itu biasa disebut Pasukan Italia,
karena berperang di wilayah Italia.
Napoleon Bonaparte dilahirkan di kota A'jaccioi tahun 1769, beberapa bulan setelah
Korsika dibeli oleh Louis XV dari Republik Genoa dan menjadi wilayah Perancis. Ia adalah
putra seorang bangsawan kecil yang memihak Perancis, bersekolah atas beasiswa dari raja
di College de Brienne (daerah Champagne). Sesudah bersekolah selama setahun di Ecole
Militaire di Paris. ia dilantik menjadi letnan dua (sous-lieutenant) artileri pada tahun 1785.
Ia adalah seorang prajurit yang aneh: selalu mengambil cuti. seringkali tanpa ijin resmi,
menolak bergabung dengan angkatannya bahkan pada waktu Dewan Legislatif menyerukan
bahwa tanah air dalam keadaan bahaya. Seluruh waktu luangnya dilewatkan di Korsika
yang tampak seperti tanah airnya yang sebenarnya. Ia berharap dapat berperan besar di sana
dengan memanfaatkan adanya Revolusi, karena ia adalah seorang ambisius, dan segera
21
menyatakan dirinya Patriot bersemangat. Ketika pada tahun 1793 musuh-musuh Konvensi
memutuskan untuk menyerahkan pulau Korsika kepada Inggris, Bonaparte mencoba untuk
menentangnya. Ia gagal dan karena diancam hukuman mati, kemudian melarikan diri ke
Provence bersama dengan seluruh keluarganya. Setelah itu barulah ia merasa benar-benar
menjadi orang Perancis.
Pasukan Italia yang dipusatkan di dekat Genoa harus berhadapan dengan pasukan
Piemonte dan pasukan Austria. Bonaparte menyelinap di antara kedua pasukan itu dan
mengalahkannya berturut-turut sebanyak empat kali dalam waktu sepuluh hari. Raja
Piemonte-Sardinia segera mengetahui bahwa daerah Savoie dan Nice telah dimiliki oleh
Perancis (Mei 1796). Pasukan Austria yang juga dikalahkan, terutama yang ada di Lodi
(tempat penyeberangan sungai Adda), meninggalkan Milano dan menyebar di Mantova.
Bonaparte tidak dapat membiarkan kota strategis itu jatuh ke tangan musuh. Ia segera
mengepungnya.
Kepungan Mantova berlangsung selama delapan bulan (Juni 1796- Februari 1797).
Tentara Austria berusaha mengirimkan bantuan dari Jerman sabanyak empat kali, mereka
melewati pegunungan Alpen untuk mencoba membebaskan kota Mantova. Sesekali
Bonaparte harus menghadapi bahaya besar, misalnya di Jembatan Arcole (November 1796)
ia bahkan harus menerima beberapa kegagalan. Tetapi ia berhasil meraih sejumlah besar
kemenangan di Castiglione (Agustus 1796) dan Rivoli (Januari 1797). Akhirnya, pada awal
bulan Februari 1797, Mantova menyerah. Beberapa hari kemudian Paus Pius VI
22
melepaskan Comtat Venaissin dan kota Avignon dan menyerahkan bagian utara
wilayahnya, kota Bolonia dan Ferrare.
Dengan sisa bagian daerah-daerah Veneto, Milano, Modena dan bagian utara
Wilayah Kepausan, Bonaparte mendirikan suatu negara baru, di bawah Perancis, yaitu
Republik Alpen. Pada saat yang sama Republik Genoa dipaksa mengubah undang-undang
dasarnya, dan dengan nama Republik Liguria harus menerima campur tangan Perancis
dalam hal politik.
Kampanye militer Italia membuka bakat militer Bonaparte. Memang ia dibantu oleh
jenderal-jenderalnya: Augerau, Lannes, Masséna, Joubert, Mumt dan komandan staf
perwiranya Berthier. Para prajurit di bawah pimpinan jenderal-jenderal seperti itu berhasil
melakukan hal-hal hebat, walaupun mereka seringkali membandel dan merampok. Tetapi
rencana dan pelaksanaan kampanye militer itu adalah karya Bonaparte sendiri. Serangkaian
kemenangan yang luar biasa membuat jenderal berusia 28 tahun itu sejajar dengan
pemimpin-pemimpin besar pada jaman kuno seperti Iskandar Agung, Hannibal dan Caesar.
23
Perang melawan Inggris terus berlanjut. Sejak Konvensi memutuskan hubungan
pada bulan Februari 1793, pemerintah London memberi dana pada koalisi, tetapi tidak
berperan besar dalam operasi-operasi militer di benua Eropa. Pasukan-pasukan Inggris
membantu pasukan Austria di Flandre, menguasai Toulon dan Korsika selama beberapa
bulan, tetapi mereka tidak secara serius mencoba melakukan pendudukan di wilayah Barat,
kecuali di Quiberon yang berakhir dengan kegagalan. Sebaliknya, di lautan eskadron-
eskadron Inggris berhasil menggempur eskadron Perancis. Salah satu penggempuran itu
sangat terkenal, yaitu yang menimpa eskadron Admiral Villaret-Joyeuse pada bulan Juni
1794 di Selat Ouessant Pasukan Villaret-Joyeuse menghadapi serangan Inggris untuk
memberi kesempatan kepada iring-iringan kapal yang memuat gandum dari Amerika
mencapai daratan Perancis.
Memang benar bahwa Mesir adalah wilayah Kekaisaran Ottoman. Tetapi selain
memungkinkan menguasai LautTengah bagian Timur dan membuka kembali perdagangan
Perancis kearah Laut Merah, Mesir juga dapat menjadi wilayah jajahan yang sangat
menguntungkan. Mesir juga memberi kemungkinan dasar operasi untuk menghancurkan
dominasi dan perdagangan Inggris di India yang merupakan sumber utama kekayaan
Inggris. Pendek kata, ekspedisi Mesir mengobarkan antusiasme Bonaparte yang sejak
dahulu dihantui oleh Timur. Ekspedisi itu adalah suatu kenekadan luar biasa. Dengan
menyerbu Mesir, Perancis seolah-olah menyongsong peperangan dengan Turki, salah satu
dari sedikit negara-negara Eropa yang selalu menjalin hubungan dengan Perancis sejak
24
1792. Lagi pula jika angkatan laut Inggris mempertahankan Laut Tengah, Bonaparte dan
pasukannya akan terkurung di tanah jajahannya.
Pada bulan Mei 1798 Bonaparte mengangkat sauh di Toulon bersama pasukannya
yang terdiri dari 40.000 orang, dua jenderal terbaik Perancis, yaitu Kleber dan Desaix, dan
suatu regu penamping yang terdiri dari 150 orang insinyur, ilmuwan, sastrawan dan
seniman. Dalam perjalanan, pasukan Perancis itu merebut pulau Malta, kemudian mendarat
di Abukir dan menduduki Al-Iskandariyah. Dalam Pertempuran Piramid (21Juli 1798),
mereka menggilas kavaleri Mameluk yang gagah berani dan kemudian menguasai Kairo.
Tetapi beberapa hari sesudah itu admiral Inggris Nelson menghancurkan eskadron Perancis
yang berlabuh di Abukir. Setelah mematahkan kekuasaan para Bei dan Memeluk,
Bonaparte memerintah bersama-sama dengan para pemimpin pribumi. Ia membentuk suatu
dewan yang terdiri dari 200 orang bepangkat. Di setiap propinsi jenderal Perancis itu
didampingi oleh beberapa tokoh penting. Negara Mesir dibangun, sistem irigasi diperbaiki,
jalan-jalan dibuka, para insinyur mencoba menghidupkan kembali kanal yang pada jaman
kuno yang menghubungkan Laut Tengah dan Laut Merah, kultur-kultur baru diperkenalkan
termasuk kincir angin. Selain itu para ilmuwan dan seniman Perancis mempelajari sisa-sisa
peninggalan kebudayaan Mesir Kuno. Aktivitas itu adalah asal mula pengaruh intelektual
yang dimasukkan oleh Perancis ke Mesir sampai penangahan abad XX. Sementara itu
Sultan Kekaisaran Ottoman menyatakan perang terhadap Perancis dan tentara Turki yang
berasal dari Suriah telah mulai bergerak ke Mesir. Bonaparte menyongsongnya, dan
memukulnya di Gunung Thabor (April 1799), tetapi tidak berhasil merebut pelabuhan Akka.
Dalam perjalanan pulang, para serdadu mengalami penderitaan luar biasa karena kehausan
dan terjangkit penyakit kusta. Akhirnya suatu pasukan Turki yang lain mendarat di delta
sungai Nil. Bonaparte mengusirnya kembali ke lautan dalam Pertempuran Abukir yang
kedua (25 Juli 1799).
Tak lama kemudian, Bonaparte mendengar kabar tentang situasi Perancis yang
genting karena diserang oleh Koalisi Kedua. Mendahului perintah pemanggilan Direktori,
ia diam-diam segera meninggalkan Mesir dan menyerahkan kepemimpinan kepada Kléber
(Agustus 1799).
25
Konfederasi Swiss menjadi Republik Helvetika yang terpusat seperti Perancis, menguasai
kedua Republik kecil, yaitu Mulhouse dan Jenewa serta Kepangeranan Montbéliard, dan
bahkan Piemonte. Operasi-operasi itu pada umumnya diikuti dengan kontribusi perang
yang berat dan pampasan perang. Pada saat yang sama Direktori mencoba lagi melakukan
suatu pendaratan di Irlandia yang berakhir dengan kegagalan seperti yang Pertama. Politik
brutal itu, ditambah lagi dengan Ekspedisi Mesir, membuat Eropa murka. Turki, Austria,
Kerajaan Napoli dan Rusia (diperintah oleh Tsar Paul I sangat membenci ide-ide
revolusioner) bersekutu dengan Inggris dan membentuk koalisi kedua.
Mula-mula Direktori menang dan berhasil merebut Kerajaan Napoli yang diubah
menjadi Republik Napoli. Tetapi musuh jauh lebih unggul dalam jumlah dan Perancis harus
mempertahankan diri di gans depan yang luas, yang membentang dari sebelah utara
Nederland sampai bagian selatan Italia. Sekali lagi archiduc Karl menggempur pasukan
Jenderal Jourdan di Rhein. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pasukan-pasukan Rusia
muncul di Italia dan pemimpin mereka, Suvorof yang sudah berpengalaman dan pernah
mengalahkan pasukan Turki dan Polandia, berhasil mengalahkan tentara Perancis. Pada
bulan Agustus 1799, di Italia, Perancis hanya memiliki kota Genoa.
Sementara itu, dari bulan September sampai Oktober, tampaknya Dewi Fortuna
berpaling ke Perancis. Di Swiss, Jenderal Masséna dua kali melumat pasukan-pasukan
Rusia di dekat Zurich dan di pegunungan Saint-Gothard. Di Nederland, jenderal Brune
memaksa pasukan Anglo-Rusia meletakkan senjata. Pada bulan Oktober itu juga,
Bonaparte mendarat di Provence. Walaupun datang terlambat untuk memainkan peranan
sebagai penyelamat dengan memimpin pasukan, ia datang tepat pada waktunya untuk ikut
campur dalam pertarungan antara semua pihak, bangkit mengatasi mereka dan merebut
kekuasaan. dan merebut kekuasaan.
Situasi politik pada saat itu menguntungkan Bonaparte. Pemerintahan yang gagal
karena adanya oposisi-oposisi kelompok Revisionis dan Neo-Jacobin, merupakan makanan
empuk bagi suatu kudeta. Tiga orang Direktori telah dipaksa mengundurkan diri pada
Kudeta 30 Prairial tahun VII. Sementara itu kelompok pendukung raja memberontak di
Barat, di Belgia dan di lembah Garonne. Para emigran bergabung dengan sekutu dan
merencanakan suatu invasi ke Perancis. Menghadapi bahaya-bahaya itu kelompok Neo-
Jacobin berhasil dalam menuntut suatu keputusan perekrutan massal, pemaksaan pajak
kepada orang-orang kaya, dan akhirnya undang-undang sandera Bedasarkan undang-
undang itu, semua saudara emigran atau pendukung raja yang memberontak dapat dituduh
26
bertanggung jawab atas semua kekacauan yang terjadi di wilayah commune tempat mereka
tinggal.
Kedua tokoh itu segera bersepakat. Para Direktur harus mengundurkan diri, baik
secara sukarela maupun dengan paksaan. Kemudian Dewan Lima Ratus dan Dewan Senior
akan mempercayakan kekuasaan eksekutif yang kosong kepada Sieyes, Ducos dan
Bonaparte dan memberi tugas kepada mereka untuk melakukan perubahan yang diperlukan
bagi Undang-undang Dasar Tahun III. Persetujuan Direktur Barras dibeli, mereka yakin
terhadap mantan menteri luar negeri Talleyrand, Menteri Kehakiman Cambacérés,
mayoritas Dewan Senior, Lucien Bonaparte, adik Napoleon yang bertugas sebagai Ketua
Dewan Lima Ratus, mereka mengharapkan niat baik Menteri Kepolisian Fouché. Para
pemilik modal yang marah karena diharuskan memberi pinjaman kepada negara memberi
bantuan dana yang diperlukan.
Pada awalnya, semua hal berjalan dengan baik. Pada tanggal 18 Brumaire (9
November 1799) Dewan Senior memutuskan bahwa menghadapi subversi kelompok
Jacobin di Paris, Dewan Legislatif untuk sementara akan bersidang di Samt-Cloud, di
bawah perlindungan Bonaparte yang ditunjuk sebagai komandan pasukan Paris. Pada saat
yang bersamaan Sieyes, Roger Ducos dan Barras meletakkan jabatan, kedua Direktur yang
lain dikawal dengan ketat. Tidak ada lagi kekuasaan eksekutif.
27
Legislatif . Pasukan yang terdiri dari republikan setia itu masih ragu-ragu. Lucien
menyatakan bahwa kelompok oposisi dalam Dewan adalah pengkhianat yang telah dibeli
oleh Inggris dan memerintahkan pasukan pengawal Dewan untuk membubarkan mereka.
Serdadu segera menurut dan para anggota Dewan tinggal lari tunggang-langgang.
Pada malam harinya, beberapa orang anggota Dewan Lima Ratus dan Dewan Senior
menyatakan penghapusan Direktori dan mempercayakan kekuasaan eksekutif kepada tiga
Konsul sementara, yaitu Sieyés, Roger Ducos dan Bonaparte dengan mandat melaksanakan,
dengan persetujuan dua komisi yang masing-masing terdiri dari dua puluh lima anggota
Dewan, reformasi administrasi yang diperlukan, memulihkan situasi di dalam negeri dan
mewujudkan perdamaian di luar negeri. Sebenamya Perancis mengangkat seorang majikan
yaitu Jenderal Bonaparte. Tanggal 19 Brumaire itu dianggap sebagai akhir Revolusi.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Revolusi Prancis (1789-1799) merupakan suatu masa dimana pergolakan politik dan
sosial terjadi di Prancis yang berdampak pada perubahan struktur sosial politik Perancis.
Monarki Absolut yang selama ratusan tahun tegak berdiri harus kandas oleh pergerakan
rakyat. Berbagai stratifikasi sosial seperti feodalisme, aristokrasi, dan monarki diruntukhlan
oleh kelompok radikal sayap kiri, oleh massa di jalan, dan oleh masyarakat petani di
pedesaan yang melululantahkan Paris. Berbagai stratifikasi sosial seperti feodalisme,
aristokrasi, dan monarki diruntukhlan oleh kelompok radikal sayap kiri, oleh massa di jalan,
dan oleh masyarakat petani di pedesaan yang melululantahkan Paris.Kondisi Sosial politik
sebelum Revolusi Perancis ditandai oleh kekuasaan absolut yang pada era ini dipegang oleh
Raja Louis XIV. Sstem kemasyarakatan Perancis dibagi menjadi tiga golongan Masa krisis
dan keinginan perubahan atas pemerintahan yang tidak adil memang menjadi alasa dibalik
terjadinya Revolusi 1789 namun semua itu diperparah dan diperluas dengan munculnya
gagasan-gagasan yang menyerukan kebebasan. Oleh karena itu bisa dikatakan revolusi
Parancis sendiri merupakan cerminan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap system
pemerintahan yang absolut atau sering dikatakan kekuasaan yang tidak terbatas praktik
pemerintahan absolut sendiri berlangsung hamper diseluruh Eropa. Kemudian pada
ekspedisi Napoleon Bonaparte berawal pada tanggal 2 juni 1789 M sampai dengan tanggal
31 Agustus 1801. Dari ekspedisi tersebut bertujuan untuk mematahkan hubungan inggris
dengan india. Situasi politik bisa dikatakan menguntungkan Bonaparte. Pemerintahan yang
gagal karena adanya oposisi-oposisi kelompok Revisionis dan Neo-Jacobin, merupakan
makanan empuk bagi suatu kudeta. Semua hal berjalan dengan baik. Pada tanggal 18
Brumaire (9 November 1799) Dewan Senior memutuskan bahwa menghadapi subversi
kelompok Jacobin di Paris, Dewan Legislatif untuk sementara akan bersidang di Samt-
Cloud, di bawah perlindungan Bonaparte yang ditunjuk sebagai komandan pasukan Paris.
Sebenamya Perancis mengangkat seorang majikan yaitu Jenderal Bonaparte. Tanggal 19
Brumaire itu dianggap sebagai akhir Revolusi.
29
B. Saran
Agar makalah ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran terhadap Revolusi Prancis
dan era napoleon Bonaparte, sehingga kita dapat memahami dan mengerti akan apa yang
melatarbelakangi terjadinya revolusi prancis berserta dampaknya dan kita dapat mengetahui
akan pemerintahan pada era napoleon Bonaparte.
30
DAFTAR PUSTAKA
Malet, Albert dan J. Issac. 1989. Revolusi Perancis 1789-1799. (diindonesiakan oleh Tim
Penerjemah CCF Bandung). PT Gramedia: Jakarta
Carpentier, Jean dan Francois Lebrun. 2017. Sejarah Prancis. (diindonesiakan oleh Tim
Forum Jakarta-Paris). PT Gramedia: Jakarta
Hart, Michael. 1985. Seratus Tokoh yang Plaming Berpengaruh Dalam Sejarah
(diindonesiakan oleh H. Mahbub Djunaidi). Pustaka Jaya: Jakarta
Markham, Felix. 2009. Napoleon: Sang Manusia Hebat Pencipta Sejarah. Ircisod:
Yogyakarta
31