Hajriansyach NIM: 15407141024 Prodi: Ilmu Sejarah B
Modernisasi di Thailand dan Revolusi Thailand 1932
Awal mula Modernisasi di Thailand sudah dimulai pada masa pemerintahan Raja Mongkut (Rama IV) dengan menata ulang sistem pemerintahan di kerajaan. Mongkut meminta dengan tegas supaya saudara kandungnya, pangeran Chuthamani, dinobatkan sebagai “raja kedua”. Selain itu, ia juga menandatangani perjanjian Bowringuntuk memberikan hak ekstrateritorial kepada Inggris. Pada masa ini, perdagangan dan hubungan luar negeri membuat kehidupan di Bangkok berubah dengan cepat. Modernisasi dilanjutkan oleh Raja Chulalongkorn (1868-1910) yang pada usia 15 tahun menggantikan ayahnya. Pada 1873, ia memulai dengan serentetan perubahan- perubahan yang mendasar, mengumumkan penghapusan perbudakan, mengubah sistem pengadilan dan keuangan, serta membentuk sebuah dewan negara dan dewan pribadi untuk menasehatinya. Pada pertengahan 1880-an Chulalangkorn menempatkan saudara-saudara raja di departemen-departemen dan kementrian-kementrian. Pada 1885 mengadakan reorganisasi pada pemerintahannya di kementrian-kementrian yang disusun berdasarkan fungsinya. Empat tahun kemudian departemen ditata ulang mulai beroperasi pada April 1892. Pada akhir pemerintahan Chulalongkorn, keberhasilan program pembaharuan terjamin, meskipun masih jauh dari sempurna. Revolusi Thailand terjadi setelah depresi ekonomi global pada tahun 1930-an yang merupakan awal kemunculannya. Thailand sebagai negara pengekspor beras, kayu dan timah harus merasakan akibat dari depresi ekonomi dalam bentuk turunnya harga-harga komoditas ekspor. Turunnya harga komoditas ekspor ini menyebabkan masyarakat menderita dari segi ekonomi. Mereka harus mengalami kenyataan bahwa pendapatan mereka berkurang tetapi kewajiban untuk membayar pajak tetap ada. Anggaran pemerintah semakin berkurang karena tidak adanya pemasukan. Kemudian pada masa raja Prajadiphok akhirnya memutuskan untuk memberhentikan sebagian pegawai pemerintah sipil maupun militer, memotong pos anggaran gaji dan promosi pegawai pemerintah dan militer. Kenyataan bahwa banyak masyarakat miskin maupun kelas menengah harus merasakan penderitaan akibat ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi efek negatif dari depresi ekonomi global, menyebabkan timbulnya suatu kudeta yaitu kudeta 1932. Kemudian ada kelompok-kelompok pelaku kudeta yang menyebut diri mereka sebagai People’s Party. Kudeta yang tidak berdarah ini mengakhiri kejayaan monarki absolut di Thailand yang saat itu dipegang oleh dinasti Chakri. Peristiwa kudeta 1932 menjadi titik awal masuknya militer kedunia politik. Militer tidak hanya berperan menjalankan fungsi utamanya yaitu pertahanan dan keamanan negara tetapi juga ikut berperan serta dalam menjalankan roda pemerintahan bahkan mempengaruhi jalannya pemerintahan. Titik awal bagi masuknya militer untuk Thailand dalam politik adalah kudeta 1932. Militer menjadi salah satu kekuatan politik, bersama dengan kekuatan politik sipil, dalam merebut kekuasaan Raja Prajadiphok. Mereka-mereka inilah pencetus dari kudeta 1932. Kelompok militer dan sipil bisa bersatu dalam usahanya merebut kekuasaan pada tahun 1932, tetapi setelah tujuan itu tercapai, keduanya saling berebut kekuasaan. Sumber: Sudharmono, Sejarah Asia Tenggara Modern Dari Penjajahan ke Kemerdekaan, Yogyakarta: Ombak, 2012. Yulia Kusumawardani, “Pengaruh Hubungan Raja-Militer terhadap Konstitusi 2007” diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318317-S-Yulia%20Kusumawardani.pdf, pada 25 Oktober 2017.