Anda di halaman 1dari 3

Nama : Elya Almadinatulmunawaroh

NIM : 010001800163

Matkul : Hukum Internasional

Sejarah Hukum Internasional dan Sejarah Perjanjian Westphalia


terhadap perkembangan Hukum Internasional

Sejarah adanya hukum internasional sudah ada sejak lama. Jika kita mendalami
sejarah India kuno dan Yunani kuno, maka akan ditemukan hukum internasional di
dalamnya. Dalam lingkungan kebudayaan India kuno, telah terdapat aturan aturan mengenai
kasta, suku-suku bangsa, dan raja-raja. Dasa Dharma merupakan istilah untuk adat istiadat
yang mengatur hubungan antar-raja. Hukum bangsa-bangsa pada zaman India kuno juga telah
mengatur kedudukan dan hak diplomat antar-kerajaan Tanah India di masa kuno terdiri dari
banyak kerajaan. Banyaknya kerajaan tersebut melahirkan hubungan dan selanjutnya
ditetapkanlah hukum-hukum yang dapat mengatur hubungan mereka.

Dalam sejarah Yunani kuno, negara-negara kala itu berbentuk polis. Polis adalah
negara kota, atau kota yang memiliki wewenang layaknya negara. Karena memang umat
manusia ketika itu belum sebanyak sekarang, sehingga dimungkinkannya muncul negara
dengan jumlah populasi yang kecil. Setiap polis di Yunani memiliki duta dan diplomat di
polis lain. Jika pembaca pernah menonton film 300 Rise of Sparta, terlihat bagaimana setiap
polis bekerja sama melawan invasi kekaisaran Persia di bawah komando kaisar Xerxes. Kerja
sama antarpolis ini melihatkan bahwa ketika itu sudah ada aturan antar negara yang berlaku
di tanah Yunani.

Masih banyak contoh lain dalam sejarah yang dapat memperlihatkan pada kita, bahwa
sesungguhnya hukum internasional telah lama ada, bahkan sebelum perjanjian Westphalia
diadakan. Pendapat tentang perjanjian Westphalia dianggap sebagai akar lahirnya hukum
internasional adalah keadaan politik dunia pada abad 18 hingga sekarang dikuasai negara-
negara Eropa. Maka, secara modern, hukum ini ternasional yang berlaku saat ini tidak lepas
dari sejarah perkembangan hukum di Eropa. Ilmu hukum dunia pun saat ini condong kepada
barat. Maka tidak dapat dimungkiri, hukum internasional di masa sekarang berakar langsung
pada kejadian Perjanjian Westphalia 1648.
Sejarah perjanjian Westphalia dimulai sejak abad pertengahan (abad ke-17), Eropa
dilanda peperangan yang cukup dahsyat melibatkan kaum penganut agama Katolik dan
Protestan antar kerajaan-kerajaan di Eropa. Perang tersebut merupakan pertentangan yang
dimulai oleh reformasi protestan yang tidak menyetujui reformasi katolik, begitu pula
sebaliknya. Babak munculnya awal konflik dipicu oleh upaya pembunuhan atas Raja
Bohemia (Czech Republic) yang akhirnya menjadi kaisar suci, Ferdinand II pada tahun 1618.
Ferdinand II saat itu menerapkan nilai-nilai Katolik di penjuru kerajaannya. Namun
sayangnya, hal tersebut ditentang oleh kalangan Protestan dan sehingga terjadilah perang
sepanjang dekade 1930-an. Hampir seluruh wilayah Eropa terlibat peperangan ini, khususnya
wilayah Jerman yang banyak terjadi kerusakan. Perang tiga puluh tahun ini mengakibatkan
musibah kelaparan, wabah penyakit, banyaknya warga sipil yang mati, penjarahan, serta
kerugian-kerugian lainnya.

Setelah beberapa tahun perang berjalan, para penguasa yang memerintah akhirnya
sadar bahwa kekuasaan militer tidak dapat lagi membantu mereka mencapai tujuan mereka.
Akhirnya kaisar Ferdinand II dari imperium Romawi suci, Raja Louis XIII dari Perancis,
Ratu Christina dari Swedia sepakat untuk membuat konferensi dan mengundang pihak-pihak
yang berperang untuk merundingkan perdamaian. Dua lokasi untuk penyelenggaraan
konferesnsi dipilih, yakni kota Osnabrück dan Münster di Provinsi Westphalia, Jerman.
Kedua kota tersebut dipilih karena letaknya yang strategis, yakni di antara ibu kota Swedia
dan Perancis. Pada tahun 1643, sekitar 150 delegasi dan bebera tim-tim besar penasihat tiba
di kedua kota ini. Kemudian tepat setelah tiga puluh tahun, perjanjian Westphalia dibuat.
Perjanjian ini melibatkan kaisar romawi suci, Ferdinand II, dan kerajaan dari Spanyol,
Perancis, Swedia, Belanda, dan sejumlah penguasa wilayah lainnya.

Perjanjian Westphalia telah menghasilkan perubahan dalam peta bumi politik yang
telah terjadi karena perang Eropa tersebut. Perjanjian perdamaian Westphalia mengakhiri
usaha kaisar Romawi yang suci, hubungan antara negara-negara juga dilepaskan dari
persoalan hubungan agama atau kegerejaan dan didasarkanatas kepentingan nasional negara
masing-masing, serta kemerdekaan bagi negara Belanda, Swiss, dan pengakuan atas negara-
negara kecil di Jerman. Sebagai akibat dari munculnya perjanjian Westphalia ini, kekaisaran
Romawi suci mengalami perpecahan. Swedia mengambil kendali wilayah Baltik, dan
Perancis muncul sebagai kekuatan baru.
Perjanjian Westphalia merupakan jalan keluar untuk mengakhiri perang tiga puluh
tahun (1618 - 1648) yang menitikberatkan perang katolik dan kristen dalam sejarah
kekristenan Eropa. Perjanjian Westphalia ini terdiri atas dua perjanjian yang ditandatangani
di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück pada tanggal 15 Mei 1648 dan di
Münster pada tanggal 24 Oktober 1648. Perjanjian perdamaian Westphalia dianggap sebagai
peristiwa penting dalam tonggak sejarah hubungan internasional modern karena telah berhasil
menghasilkan konsep nation-state (bangsa dan negara). Oleh karena itu, istilah negara baru
muncul setelah perjanjian ini dibuat.

Perjanjian Westphalia dinilai sebagai suatu masa penting khususnya dalam sejarah
diplomasi modern. Tidak hanya itu, hukum internasional pun mulai berkembang sejak
perjanjian Westphalia muncul. Perjanjian Westphalia mencantumkan banyak aturan dan
prinsip politik masyarakat negara-negara baru (Watson, 1992: 186). Perjanjian ini meliputi
prinsip penghormatan atas kedaulatan suatu negara dan hak dalam menentukan nasib
bangsnya sendiri, yakni dengan prinsip non-intervention. Prinsip non-intervensi tersebut
memiliki arti bahwa setiap negara berhak untuk mengatur dan mengendalikan atas urusan
internal negaranya tersendiri. Selain itu, perjanjian Westphalia juga memuat prinsip
kesamaan di depan hukum bagi setiap negara. Hal ini memperkuat teori kalangan realist dan
tradisional bahwa negara-negara merupakan Billiard Ball Model dimana negara-negara yang
ada memiliki status hukum yang sama (Wardhani, 2014).

Anda mungkin juga menyukai