Anda di halaman 1dari 5

Kasus Aice

Pekerja sulit Mengambil Cuti

Pada awalnya, prosedur pengambilan cuti sakit maupun izin di PT. AFI lebih mudah
karena pekerja hanya menyerahkan formulir kepada leader bagian dan perusahaan menerima
surat keterangan dokter (SKD) dari klinik lain (non faskes) yang menggunakan biaya sendiri.
Lalu, kondisi ini diubah secara sepihak oleh perusahaan pada tahun 2018, cuti harus diurus
sendiri oleh pekerja dan SKD yang diakui hanya yang dari faskes. Perusahaan mengharuskan
buruh mengurus sendiri formulir cuti dengan prosedur sebagai berikut:

1. Mengambil formulir di Office dan menandatangani permohonan cuti.


2. Meminta tanda tangan leader atau leader grup.
3. Meminta tanda tangan supervisor.
4. Meminta tanda tangan manajer produksi atau asisten/penerjemahnya.
5. Meminta tanda tangan HRD
6. Menyerahkan kembali ke office.

Bisa dibayangkan prosedur ini sangat menyulitkan buruh operator yang harus bekerja
dan hanya punya waktu saat istirahat atau pulang kerja. Seringkali orang-orang yang harus
dimintai tanda tangan tidak berada satu lokasi dengan pekerja. Ditambah lagi, buruh kerap
dicecar pertanyaan, khususnya saat berhadapan dengan asisten dan translator. Bagi yang
dalam kondisi sakit, tentu lebih sulit. Kondisi baru saja pulih dan masih harus direpotkan
dengan prosedur mengurus cuti sakit.

Klinik perusahaan maupun faskes sangat membatasi dikeluarkannya SKD. Ketika


pekerja sakit, klinik atau faskes memberikan Surat Keterangan Berobat (SKB) yang berarti
pekerja dianggap kuat untuk bekerja di pabrik. Pekerja boleh beristirahat di loker atau pulang,
apabila benar-benar tidak merasa kuat lagi. Pekerja yang beristirahat di loker kerap diinspeksi
oleh asisten manajer produksi dan dicecar pertanyaan, bahkan dimarahi karena mengalami
sakit.

Cuti haid nyaris tidak dapat diambil sama sekali, bahkan dianggap penyakit karena
pekerja harus mendapatkan izin dari dokter klinik perusahaan untuk mendapatkan cuti haid.
Dokter klinik biasanya tidak memberikan cuti haid, tetapi obat penghilang rasa sakit.

Kasus buruh perempuan berinisial Er yang divonis endometriosis bisa menjadi contoh
bagaimana buruh tidak memiliki pilihan pengobatan. Er seringkali meminta cuti haid, tetapi
tidak diberikan oleh dokter klinik perusahaan, kemudian Er harus dioperasi (kronologi
terlampir).

Buruh Perempuan Hamil Dipekerjakan pada Malam Hari

Sepanjang tahun 2019, terjadi 13 kasus keguguran dan 5 kematian bayi sebelum
dilahirkan. Kasus bertambah menjadi satu kasus keguguran dan satu kasus kematian bayi
pada awal tahun 2020. Minggu ini, terjadi satu kasus keguguran lagi. Total kasus keguguran
yang kami terdata sebanyak 21 kasus.

Permasalahan kondisi kerja buruh perempuan hamil telah kami laporkan ke


pengawasan dan Komnas Perempuan sebagai berikut:

Bahwa PT. ALPEN FOOD INDUSTRY bergerak dibidang industry food and
beverage yang memproduksi es krim dengan Merk Aice dengan alamat di Jl. Selayar II Blok
H, No.10 Telajung, Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat 17530;

Bahwa pengaduan kami dilatarbelakangi oleh kondisi pekerjaan buruh perempuan


hamil di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY masih dikenakan shif (1, 2 dan 3) dan juga target
produksi serta kondisi lingkungan kerja kurang kondusif dan sehat untuk kesehatan buruh
perempuan hamil;

Bahwa PT. ALPEN FOOD INDUSTRY menyediakan klinik di dalam perusahaan


tetapi hanya melayani kesehatan pada shift 1 dan 2, sedangkan shift 3 klinik tidak ada
petugasnya dan tidak ada pelayanan kesehatan, serta di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY
tidak disediakan fasilitas mobil ambulance;

Bahwa pekerja/buruh perempuan yang bermaksud untuk meminta cuti haid karena
merasakan sakit diharuskan diperiksa di klinik terlebih dahulu oleh dokter perusahaan dan
hanya diberikan obat pereda nyeri, serta permohonan izin cuti biasanya tidak diberikan oleh
pihak pengusaha;

Bahwa jam kerja umum yang berlaku di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY adalah
sebagai berikut:

Shift 1 : Jam 07.00 – 15.00 WIB

Shift 2 : Jam 15.00 – 23.00 WIB


Shift 3 : Jam 23.00 – 07.00 WIB

Bahwa di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY tidak ada fasilitas jemputan untuk
karyawan yang bekerja pada shift 3, hanya diganti dengan uang transport sebesar Rp. 5000,00
perhari;

Bahwa di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY untuk karyawan perempuan yang bekerja
pada shift 3 mendapatkan tambahan asupan gizi berupa susu kemasan botol cair 190 ml dan 1
pcs roti yang bernilai kurang lebih Rp. 5000,00;

Bahwa di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY jam istirahatnya diberlakukan system


rolling yang mana mesin tetap beroperasi selama 24 jam penuh, setiap pekerja/karyawan
mendapatkan jatah jam istirahatnya dengan system rolling yaitu : istirahat jam pertama
dimulai setelah bekerja selama 2 jam dengan jatah istirahat selama 1 jam diteruskan bekerja
sampai jam pulang kerja, istirahat jam kedua dimulai setelah bekerja selama 3 jam dengan
jatah istirahat selama 1 jam diteruskan bekerja sampai jam pulang kerja, istirahat jam ketiga
dimulai setelah bekerja selama 4 jam dengan jatah istirahat selama 1 jam diteruskan sampai
jam pulang kerjahal tersebut berlaku untuk shift 1, 2 dan 3;

Bahwa pekerja/buruh perempuan hamil masih dikenakan target produksi seperti biasa
dan tidak mendapatkan keringanan atau pembebasan target meskipun kehamilan telah
dilaporkan kepada atasan/pihak pengusaha;

Bahwa pekerja/buruh perempuan hamil masih dikenakan pekerjaan yang tergolong, di


antaranya dengan posisi kerja berdiri dan mengangkat beban berat, seperti:

1. Pekerjaan di bagian mesin packing dengan mengoperasikan mesin packing selama


jam kerja dilakukan dengan posisi berdiri dan setiap 40 menit sekali mengganti
gulungan plastik (plactic roll) kemasan es krim dengan mengangkat gulungan
tersebut dan memasangkan ke mesin packing yang mana berat gulungan plastik
kurang lebih 12 kg per satu gulungan.

2. Pekerjaan di manual packing dengan pekerjaan menyusun es krim ke dalam kotak


(box) dengan posisi bekerja berdiri.

3. Pekerjaan di bagian sanitasi dengan mengepel dan menyapu lantai di mana


mengepel dilakukan dengan menggunakan kain dan jongkok serta bau cairan pel
yang menyengat dan membuat mual.
4. Pekerjaan di bagian statistik (inti) dengan pekerjaan menyetempel karton kurang
lebih 2200 karton/hari, serat menurunkan stik dengan cara mengangkat satu
persatu kurang lebih 11 dus per hari stik yang beratnya kurang lebih 13 kg per
dus, lalu ditambah menurunkan kurang lebih 15 rol plastic/hari yang beratnya
kurang lebih 12 kg per roll plastic.

5. Di bagian operator packing mesin jagung dengan cara sebelum memulai produksi
mesin dipanaskan dan diminyakin sehingga menimbulkan asap yang sangat pekat
dan ruang produksi di bawah tanah. Dari awal masuk sampai pulang pekerjaan
tersebut dilakukan dengan posisi duduk setengah membungkuk dalam rentang
waktu 30 menit per box. Kemudian memindahkan box jagung tersebut dengan
cara mengangkat yang beratnya kurang lebih 2 kg per box jagung dengan target
13 box per hari;

6. Bahwa untuk mendapatkan pindah kerja ke bagian lain yang lebih ringan
seringkali pekerja/buruh harus menunggu selama beberapa hari atau minggu atau
menunggu buruh/pekerja lain yang mengambil cuti melahirkan, kembali pekerja;

Buruh perempuan hamil juga tidak dapat mengambil kerja non shift karena dipersulit
dengan syarat harus ada keterangan dari dokter spesialis kandungan dan harus ada kelainan
kandungan.

Sebelum mengambil cuti melahirkan, buruh dimintai membuat pernyataan ditulis


tangan dengan materai yang salah satu isinya adalah tidak akan menuntut kepada perusahaan
di kemudian hari terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Buruh Kontrak

Ada 22 buruh anggota kami yang dipekerjakan sebagai pekerja kontrak yang kami
nilai bertentangan dengan Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Kepmenakertrans Nomor 100 Tahun 2004 karena buruh dipekerjakan di bagian produksi
bersifat tetap bersama dengan karyawan tetap. Buruh-buruh banyak berasal dari Jawa Timur
yang dulunya direkrut oleh penyalur dengan dikenai biaya administrasi sebesar Rp4-5 juta
dan dijanjikan setelah bekerja selama enam bulan akan diangkat menjadi karyawan tetap di
PT AFI.
Kasus ini sekarang sedang dalam proses mediasi dan pengusaha tidak pernah
menghadiri dua kali panggilan mediasi.

Sanksi dan PHK bagi anggota yang mogok pada Desember 2019

Pemogokan kami pada bulan Desember, oleh pihak pengusaha, dianggap tidak sah
dan mangkir, padahal belum ada putusan pengadilan yang menyatakan demikian. Buruh yang
mengikuti dikenai SP1 dan diakumulasikan dengan kesalahan sebelumnya, sehingga ada 10
orang anggota yang diskorsing menuju PHK.

Perusahaan berdalih tidak risalah deadlock, padahal perundingan telah dilakukan


sebanyak 5 kali tanpa kesepakatan dalam kurun waktu lebih dari 30 hari. Pihak pengusaha
tidak memahami frasa “mengalami jalan buntu” sebagai suatu kondisi dihasilkan
ketidaksepakatan-ketidaksepakatan dalam perundingan. Definisi perundingan gagal dalam
Kepmenakertrans Nomor 232/2004 dan UU Nomor 2 Tahun 2002 telah kami jelaskan secara
gamblang dalam pendapat-pendapat hukum yang kami berikan kepada pihak pengusaha.

Lebih dari itu, pemogokan yang kami lakukan hanyalah tiga hari kerja saja dan
pemogokan apapun tidak dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 144 UU
Ketenagakerjaan yang menerangkan pemogokan yang memenuhi ketentuan Pasal 140 UU
Ketenagakerjaan tidak boleh dikenai tindakan balasan dari pengusaha. Seluruh prosedur
dalam Pasal 140 telah kami penuhi dengan memberikan pemberitahuan kepada Disnaker dan
Pengusaha tujuh dari kerja sebelum pemogokan dan format surat pemberitahuan tersebut
telah sesuai dengan Pasal 140.

Sumber : https://fsedar.org/kasus/rangkuman-kasus-aice/

Anda mungkin juga menyukai