Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HAK – HAK KARYAWAN DAN DISIPLIN


PADA PERUSAHAAN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Responsi Pertemuan 12

Dosen Pengajar Rina Sutantie SP, MM

Disusu noleh :

Kelompok 4

1. Alaiyya Amalish Sholikhah (J0314211327)


2. Chintya Nabila (J0314211337)
3. Rizky Rheza Raditiyayahya (J0314211295)
4. Stevi Wong (J0314211164)
5. Zenitha Nayla Maharani (J0314211026)

Program Studi Akuntansi

Sekolah Vokasi IPB University

2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap karyawan memiliki hak-hak yang mereka dapat dari perusahaan yang
mereka jalani. Perjanjian kerja sendiri dilakukan antara pekerja dengan perusahaan atau
pemberi kerja yang wajib mencantumkan persyaratan kerja yang memuat hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja. Tujuan adanya hak-hak karyawan ini juga dapat
meningkatkan tingkat kedisiplinan kerja dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan PHK
tentunya ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan sebelumnya. Berikut ini
alasan yang dilarang berdasarkan Pasal 153 Ayat UUK 13/2003 antara lain menikah,
hamil, melahirkan, keguguran, atau menyusui. Selajutnya untuk alasan yang
diperbolehkan untuk PHK menurut UUK 13/2003, yaitu tidak lulus masa percobaan
(Pasal 154), pekerjaan ditahan dan/atau diputuskan bersalah (Pasal 160 Ayat 7). Secara
umum, hak pekerja yang terkena PHK bisa berupa uang pesangon, penghargaan masa
kerja, dan pengganti hak yang diatur pada Pasal 156 UUK 13/2003. Kami merancang
makalah ini dengan maksud untuk mempelajari tentang hak-hak karyawan pada suatu
perusahaan dan juga kedisiplinan serta PHK yang dapat kami jadikan sebuah referensi
untuk kedepannya jika sudah menjalankan di dunia kerja.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui penyebab Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan.
2. Mempelajari mekanisme proses Pemutusan Hubungan Kerja.
3. Mengetahui hak-hak karyawan yang masih bisa diperoleh setelah PHK.
4. Mengetahui proses penyampaian ketidakpuasan yang dialami karyawan.
5. Mempelajari contoh implementasi Job Protection Right di Perusahaan.
6. Mempelajari implementasi Hot Stove Approach di perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pemutusan hubungan kerja adalah pemberhentian seseorang karyawan dengan
suatu organisasi (perusahaan). Pemutusan hubungan kerja adalah permasalahan utama
dalam hubungan antara pengusaha dan pekerja di samping permasalahan upah.
(Hasibuan, 2008)
B.Open door policy adalah sebuah peraturan yang dibuat oleh perusahaan untuk
menjembatani komunikasi antara karyawan dan manajer dengan lebih mudah. (Subri,
2002)
C.Whistleblower adalah individu yang akan datang kepada Anda (sering secara diam-
diam) melaporkan kemungkinan kecurangan, aktivitas yang tidak jujur atau
kecurangan lain yang dilakukan oleh orang lain di tempat kerja. (Simanjuntak, 1994)
D.Wongful Dischage adalah Pemutus hubungan kerja yang bersifat diskriminatif
E.Constructive discharge terjadi ketika seorang karyawan terpaksa mengundurkan diri
karena majikan telah membuat kondisi kerja tidak tertahankan. (Doyle, 2020)
F.Retalatory discharge adalah suatu bentuk pemutusan hubungan kerja yang salah
yang berkaitan dengan pembalasan atau balas dendam terhadap seorang karyawan atas
suatu tindakan yang tidak berkaitan dengan prestasi kerja mereka.
G.Employment at will principle mengacu pada perjanjian kerja yang menyatakan
bahwa pekerjaan adalah untuk jangka waktu yang tidak terbatas dan dapat diakhiri baik
oleh majikan atau karyawan.
H.Aturan Tungku Panas adalah pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner
disebut sebagai aturan tungku panas (hot stove rule). Menurut pendekatan ini, tindakan
disipliner haruslah memiliki konsekuensi yang analog dengan menyentuh sebuah
tungku panas: membakar dengan segera, memberi peringatan, memberikan hukuman
yang konsisten, dan membakar tanpa membeda – bedakan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Pemutusan Hubungan Kerja di PT Mulya Adhi Paramita
 Berakhirnya Hubungan Kerja
Berakhirnya hubungan kerja dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti contohnya
karena karyawan meninggal dunia, karyawan telah mencapai usia pensiun atau
mengambil pensiun dini, dan karena berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan
perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu merupakan perjanjian
kerja antar karyawan dengan perusahaan untuk mengadakan hubungan kerja pada
waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu. Apabila waktu kerja dalam perjanjian
telah berakhir maka berakhir pula hubungan kerjanya.
 PHK karena keinginan karyawan tersebut
Pemutusan hubungan kerja tidak selalu berasal dari perusahaan, tetapi dalam beberapa
kasus terjadinya PHK juga dapat dikarenakan keinginan karyawan tersebut. Hal seperti
ini yang bisa kita sebut sebagai pengunduran diri atau resign. Biasanya karyawan akan
membuat permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan ke perusahaan.
Alasan karyawan mengajukan PHK sangat beragam, bisa karena ingin bekerja di
perusahaan lain yang dapat menjamin pengembangan karirnya lebih baik dan bisa juga
karena lingkungan kerja perusahaan yang tidak nyaman serta keinginan resign karena
alasan keluarga ataupun karena internal lainnya.
 Karyawan mangkir atau tidak masuk kerja tanpa alasan selawa waktu tertentu
Dalam PT Mulya Adhi Paramita tentunya terdapat peraturan mengenai kehadiran
karyawan yang telah diatur dan ditetapkan dalam SOP kehadiran. Apabila karyawan
mangkir selama lima hari berturut-turut dan perusahaan telah melakukan pemanggilan
atau telah menghubungi namun tidak ada respon, serta setelahnya karyawan tidak dapat
memberikan alasan yang dapat diterima maka perusahaan dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja.
 Karyawan terbukti melakukan kesalahan berat
Apabila karyawan melakukan kesalahan berat maka perusahaan dapat melakukan
PHK. Kesalahan berat tersebut bisa berupa penipuan dengan pemberian data palsu
yang dapat merugikan, penggelapan barang, penipuan, dan lain lain.
3.2 Mekanisme Proses Pemutusan Hubungan Kerja
 Memastikan alasan PHK yang sah secara hukum
Perusahaan harus memiliki data atau dokumen pendukung yang menjadi faktor
penyebab perusahaan akan melakukan PHK. Seperti misalnya karena alasan
pelanggaran berat karyawan dan karena kondisi perusahaan yang sudah tidak dapat
mempekerjakan karyawan dalam jumlah banyak sehingga harus melakukan seleksi
karyawan. Di tahap pertama ini, perusahaan harus mempersiapkan segala bentuk
pendukung yang membuat perusahaan harus melakukan PHK.
 Memberikan surat pemberitahuan kepada karyawan yang bersangkutan
Pada tahap kedua, pihak perusahaan wajib memberikan maksud dan alasan melakukan
pemutusan hubungan kerja. Biasanya karyawan yang bersangkutan akan diberikan
surat pemberitahuan yang isinya terdapat maksud dan alasan perusahaan melakukan
PHK. Surat pemberitahuan diberikan selambat – lambatnya 14 hari sebelum
dilakukannya PHK.
 Melaporkan Pemutusan Hubungan Kerja ke Dinas Ketenagakerjaan
Apabila karyawan yang bersangkutan telah menerima surat pemberitahuan dan tidak
menolak pemutusan hubungan kerja, maka perusahaan harus melaporkan PHK kepada
dinas ketenagakerjaan di provinsi atau kota masing – masing.
 Melakukan perundingan bipartit tripartit (musyawarah)
Apabila karyawan yang telah menerima surat pemberitahuan menolak PHK tersebut,
maka karyawan yang bersangkutan harus membuat surat penolakan disertai alasan
yang jelas selambat – lambatnya 7 hari setelah surat pemberitahuan diterima.
Kemudian, perbedaan pendapat mengenai PHK antar karyawan dengan pihak
perusahaan akan diselesaikan melalui perundingan kedua belah pihak (bipartit).
Apabila perundingan bipartit gagal, maka akan dilakukan perundingan tripaprtit yang
akan melibatkan pihak ketiga yaitu dinas ketenagakerjaan. Perundingan akan dilakukan
dengan mediasi dan konsiliasi untuk mencapai kesepakatan bersama.
 Membayar uang kompensasi atau pesangon
PHK yang terjadi dalam perusahaan, baik PHK secara terhormat ataupun PHK tidak
terhormat akan tetap mendapatkan kompensasi atau pesangon dari perusahaan.
Besarnya uang kompensasi tersebut diatur dalam pasal 156 UU Ketenagakerjaan.
Besarnya pesangon juga dipengaruhi oleh masa kerja karyawan tersebut dan alasan
karyawan tersebut memperoleh PHK.
Apabila karyawan ingin mengundurkan diri maka karyawan harus mengajukan surat
pengunduran diri selambat – lambatnya 30 hari sebelumnya, kemudian karyawan juga
harus menyelesaikan smeua tugas dan tanggungjawabnya sebelum mengundurkan diri.
3.3 Hak Karyawan Yang Masih Bisa Diperoleh Setelah PHK
Hak karyawan di PT Mulya Adhi Paramita yang masih bisa diperoleh setelah PHK
adalah pencairan uang apabila karyawan tidak mengambil waktu cuti tahunan, uang
penghargaan masa kerja atas periode 10 dan 15 tahun yang belum diambil dengan
masing-masing sebesar sebulan gaji serta sertifikat penghargaan, klaim atas uang/iuran
kesehatan yang dibayarkan perusahaan kepada BPJS kesehatan melalui surat
pernyataan perusahaan dengan nominal sekitar 60 juta rupiah tergantung masing-
masing karyawan. Kemudian, karyawan juga akan mendapatkan uang pisah sebesar
30,5 bulan gaji sesuai dengan masa kerja termasuk didalamnya adalah uang makan dan
transportasi.
3.4 Prosedur Penyampaian Ketidakpuasan Yang Dialami Karyawan
Pada PT Mulya Adhi Paramita, prosedur penyampaian ketidakpuasan atau keluhan
yang dialami karyawan adalah dengan menggunakan open door policy. Prosedur ini
memungkinkan karyawan untuk berhubungan langsung dengan manajer terkait
ketidakpuasan dalam pekerjaan yang dialami. Dengan prosedur ini, karyawan menjadi
lebih mudah dalam mengkomunikasikan permasalahan yang dialami kepada tingkatan
yang lebih tinggi, sehingga apabila ada ketidakpuasan dapat langsung dicari tahu
solusinya melalui komunikasi. Terdapat contoh kasus yang menunjukkan bahwa PT
Mulya Adhi Paramita menggunakan prosedur open door policy. Jadi berdasarkan
informasi yang didapatkan, bahwa terdapat seorang karyawan A yang saat itu sudah
bekerja lebih lama dibandingkan rekannya, akan tetapi kompensasi berupa gaji yang
didapatkan rekannya lebih besar padahal mereka memiliki kualifikasi pendidikan yang
sama dan sama – sama belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya. Berdasarkan
permasalahan tersebut, karyawan A akhirnya merasa tidak puas dan akhirnya mencoba
untuk membicarakan ketidakpuasannya kepada pihak manajemen HR. Setelah
membicarakan keluhannya akhirnya pihak HR mencari jalan keluar dengan
merundingkan permasalahan kompensasi ini kepada pihak keuangan dan pihak lain
yang bersangkutan. Setelah itu karyawan A akhirnya memperoleh gaji yang sama
dengan rekannya, mengingat kualifikasi yang dimiliki sama dan karyawan A telah
bekerja lebih lama di perusahaan tersebut.
3.5 Contoh Implementasi / Kasus Job Protection Right di Perusahaan
 Whistle Blowing (Pada PT Asian Agri Group)
Contoh kasus whistle blowing yang pernah terjadi adalah kasus penggelapan pajak oleh
PT Asian Agri Group. Kasus ini bermula pada 1 Desember 2006, saat itu Vincentius
Amin Sutanto yang menjabat di bagian gorup financial controller mengadukan
masalah keuangan PT AAG ke KPK dilengkapi dengan dokumen keuangan yang
berjudul AAA Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales). Modus
yang dilakukan PT AAG adalah menjual minyak kelapa sawit mentah keluaran PT
AAG ke perusahaan afiliasi fiktif di luar negeri dengan harga rendah kemudian dijual
kembali ke pembeli riil dengan harga lebih tinggi, melalui cara seperti itu PT AAG
berusaha menekan pajak dalam negeri. Pelaporan Vincentius akhirnya ditindaklanjuti
oleh KPK dan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak. Setelah itu
Drektur Jendral Pajak membuat tim khusus yang berisi pemeriksa, penyidik, dan
intelijen. Akhirnya berdasarkan penyelidikan tersebut ditemukan penggelapan PPN,
terjadi penyimpangan transaksi tahun 2002-2005 sebesar 2,62 triliun rupiah.
Perhitungan SPT PT AAG yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005.
Hitungan tersebut diduga dapat merugikan keuangan negara sebesar 1,63 triliun rupiah.
 Wrongful Discharge (Pada Koran Sindo)
Kasus wrongful discharge terjadi pada karyawan Koran Sindo di Jawa Tengah dan
Yogyakarta. Mereka mendapatkan PHK secara sepihak dan tidak sesuai dengan aturan
ketenagakerjaan karena karyawan yang di PHK tidak mendapatkan pesangon dan PHK
yang dilakukan juga tidak didasarkan pada alasan yang jelas. Pihak manajemen
perusahaan hanya menjelaskan bahwa PHK dilakukan karena biro Jateng dan DIY
ditutup tetapi perusahaan tidak memberikan aksi solutif dan malah langsung memberi
PHK sepihak yang tidak sesuai UU Ketenagakerjaan. Berdasarkan hal tersebut,
karyawan menuntut Koran Sindo untuk memberikan pesangon sesuai dengan Pasal 156
ayat 2 UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bukan hanya menjanjikan tali
asih kepada karyawan.
 Implied Contract (Pada PT Mulya Adhi Paramita)
Pada PT Mulya Adhi Paramita, sebelum karyawan bekerja sebagai pegawai tetap atau
pegawai kontrak maka karyawan akan diberikan perjanjian kontak pekerjaan yang
mengikat pihak perusahaan dan pihak pekerja. Perjanjian kontrak ini berguna sebagai
dokumen perlindungan hukum dan dokumen referensi apabila terdapat pelanggaran
yang dilakukan oleh salah satu pihak. Isi dari perjanjian kontrak atau perjanjian kerja
di PT Mulya Adhi Paramita meliputi ketentuan umum mengenai tugas pihak kedua,
jangka waktu evaluasi dan masa berlaku kontrak kerja, dan hak serta kewajiban pihak
pertama. Kemudian, PT Mulya Adhi Paramita juga memberikan buku pedoman kepada
karyawan, buku tersebut biasanya berisi peraturan perusahaan, SOP, kebijakan
keamanan, jaminan untuk karyawan, dan lain – lain. Semua ini dilakukan untuk
melindungi hak perlindungan pekerja yang nantinya dokumen tersebut dapat menjadi
bukti kuat bai karyawan untuk memperoleh perlindungan hukum.
 Constructive Discharge (Pada PT Mulya Adhi Paramita)
Constructive discharge merupakan keputusan karyawan untuk mengundurkan diri
karena mendapatkan diskriminasi di tempat kerja dan pelanggaran atas haknya. Di PT
Mulya Adhi Paramita, pada tahun 2003-an diskriminasi berupa senioritas antar pekerja
sangat kental sehingga banyak karyawan baru yang tidak nyaman terhadap lingkungan
pekerjaan dan akhirnya memilih untuk resign. Akhirnya, pihak perusahaan melakukan
tindak lanjut dan melakukan penyuluhan mengenai bentuk diskriminasi dan pelecehan
di tempat kerja beserta sanksinya. Perusahaan juga membuat peraturan tegas terkait
pelaku diskriminasi, bahwa sanksi terberat bagi pelaku adalah dilakukan PHK tidak
terhormat karena kesalahan berat. Kemudian, perusahaan menyediakan ruang yang
aman untuk para pekerja menyampaikan aspirasi dan keluhannya karena PT Mulya
Adhi Paramita memiliki sistem open door policy. Selain itu, perusahaan juga
mendorong setiap karyawan untuk bersikap proaktif terhadap tindakan diskriminasi
bukannya mengabaikan atau mendukung. Sejak perusahaan membuat tindakan atas
kasus tersebut, akhirnya diskriminasi yang kental tersebut sudah tidak ada lagi.
 Retaliation Discharge (Pada PT Mulya Adhi Paramita dan Koran Sindo)
Berdasarkan informasi yang didapatkan, karyawan di PT Mulya Adhi Paramita pernah
mengalami retaliation discharge. Saat itu karyawan didemosikan ke jabatan yang lebih
rendah dari jabatannya saat itu. Berdasarkan cerita dari karyawan lain, bahwa
sebenarnya perusahaan ingin melakukan PHK kepada karyawan tersebut dikarenakan
saat itu perusahaan sedang melakukan penyempitan karyawan untuk memilih dan
mempertahankan karyawan yang kompeten. Akan tetapi, perusahaan tidak langsung
melakukan PHK melainkan ada yang hanya didemosikan. Dengan didemosikan seperti
itu tentunya gaji karyawan juga ikut menurun. Selain itu terdapat contoh kasus di Koran
Sindo Jawa Tengah dan Yogyakarta, saat itu karyawan banyak dimutasikan ke Jakarta
sehari sebelum Idul Fitri, mutasi tersebut dianggap oleh karyawan sebagai akal-akalan
perusahaan supaya karyawan tidak nyaman sehingga memilih untuk resign dan tidak
dapat menuntut pesangon.
 Employment-at-Will-Principle (Pada PT Mulya Adhi Paramita)
Peraturan at will yang menganggap bahwa perusahaan bebas untuk mempekerjakan
pekerja semaunya. Di PT Mulya Adhi Paramita sempat terjadi PHK yang dilakukan
perusahaan untuk beberapa posisi supir dan petugas keamanan (security) dengan alasan
perampingan karyawan. Meskipun terjadi PHK sepihak, perusahaan harus tetap
memberikan pesangon karena terdapat perlindungan hukum atas tenaga kerja yang
bertujuan untuk menjaga hak perlindungan pekerjaan dan menghindari adanya
eksploitasi tenaga kerja yang tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan.
3.6 Implementasi Hot Stove Approach di PT Mulya Adhi Paramita
Hot stove approach atau prinsip tungku panas merupakan prinsip kedisiplinan yang
digunakan oleh setiap perusahaan. Dalam pengimplementasiannya, PT Mulya Adhi
Paramita menerapkan empat prinsip dari hot stove approach. Pertama – tama manajer
memberitahukan kepada karyawan mengenai disiplin kerja seperti memberikan
orientasi mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, distribusi peraturan, dan
pelatihan untuk semua karyawan. Seperti contohnya, supervisor produksi biasanya
akan memberitahu kepada karyawan mengenai peraturan K3 dan mengenai apa saja
yang tidak boleh dilakukan di ruang produksi. Supervisor produksi juga
memberitahukan SOP K3 dan pelatihan yang akan didapatkan. Kemudian, prinsip yang
kedua adalah memberikan sanksi secara langsung atas pelanggaran. Contohnya apabila
karyawan produksi tidak patuh terhadap SOP K3 maka akan diberikan sanksi secara
langsung berupa teguran hingga SP. Selanjutnya, prinsip yang ketiga adalah konsisten.
PT Mulya Adhi Paramita berprilaku adil dan konsisten dalam memberikan sanksi
kepada indisipliner, apabila karyawan melakukan kesalahan yang sama dengan
karyawan lain maka mereka akan diberikan sanksi yang sama tanpa perbedaan.
Kemudian untuk prinsip yang terakhir adalah impersonal, maksudnya adalah atasan
akan memberikan sanksi atas pelanggaran apa yang dilakukan karyawan, bukan
memberikan sanksi atas siapa yang melakukan kesalahan. Jadi dapat dikatakan bahwa
pendisiplinan tidak pandang bulu dan akan terus bersifat konsisten setiap waktu.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyebab PHK yang terjadi di PT Mulya Adhi Paramita adalah berakhirnya
hubungan kerja, PHK karena keinginan karyawan, karyawan mangkir, dan karyawan
terbukti melakukan kesalahan berat. Selanjutnya, untuk melakukan PHK maka terdapat
mekanisme dari perusahaan yaitu dengan memastikan PHK yang sah secara hukum,
memberikan surat pemberitahuan kepada karyawan, melaporkan PHK ke Dinas
Ketenagakerjaan, melakukan perundingan, dan membayarkan kompensasi. Apabila
dalam hal karyawan ingin mengundurkan diri maka karyawan harus membuat surat
engunduran diri selambat-lambatnya 30 hari dan karyawan harus menyelesaikan tugas
dan tanggung jawabnya. Kemudian, setelah karyawan mengalami PHK maka
karyawan akan mendapatkan uang penggantian atas cuti yang tidak diambil, uang
penghargaan masa kerja, klaim atas pencairan uang kesehatan dari BPJS kesehatan,
dan uang pisah. Nantinya pada saat bekerja jika karyawan mengalami ketidakpuasan
maka dapat langsung disampaikan karena PT Mulya Adhi Paramita menggunakan
sistem open door policy. Adapun perusahaan menerapkan hot stove approach sesuai
dengan empat prinsip yang ada dalam pelaksanaannya.
DAFTAR PUSATAKA
Satyasmoko A dan Sawarjuwono T. 2021. Sistem whistleblowing dalam penanganan
kasus penyelewengan etika. Jurnal Akuntansi dan Pajak. 22(01): 1-18
Seber V. 2020. Whistle blowing manstrat. [diakses 26 Mei 2022]. Tersedia pada:
https://www.academia.edu/35851287/Whistle_blowing_manstrat
Siagian. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Akasara
[Tempo.co]. 2017. Kasus PHK, karyawan Koran Sindo Jawa Tengah mengadu ke
Disnaker. [diakses 27 Mei 2022]. Tersedia pada:
https://nasional.tempo.co/read/890676/kasus-phk-karyawan-koran-sindo-
jawa-tengah-mengadu-ke-disnaker/full&view=ok

Anda mungkin juga menyukai