Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

HUKUM KETENAGAKERJAAN
Dosen : Yanti Romlahayati, SH.,MH

Disusun Oleh :

Mia Sri Patmiarti (119010274)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG DJATI


Jl. Terusan Pemuda Cirebon
ABSTRAK

PHK merupakan singkatan dari Pemutusan Hubungan Kerja. Umumnya PHK dilakukan
karena perusahaan atau organisasi mengalami kerugian dalam jumlah besar. Kondisi yang tidak
menguntungkan bagi perusahaan terkadang memaksa mereka untuk melakukan PHK kepada
karyawannya. Bagi sebagian pekerja, PHK menjadi salah satu ketakutan dan kecemasan terbesar.
PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya
masih merupakan ancaman yan mencemaskan karyawan.Dunia industry Negara maju yang
masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di
negra-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan
merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain. Keadaan ini tentu saja berdampak PHK
kepada para karyawan dinegara yang ditinggalkan. Efesiensi yang diberlakukan oleh perusahan
pada dewasa ini, merupakan suatu jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di
masa lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi penggembungan yang sangat
besar.

PHK stands for Termination of Employment. Generally, layoffs are carried out because
the company or organization suffers a large loss. Unfavorable conditions for companies
sometimes force them to lay off their employees. For some workers, layoffs are one of the biggest
fears and anxieties. Layoffs as a manifestation of pensions carried out in abnormal conditions
still seem to be a threat that worries employees. The industrial world of developed countries
which are still looking for cheap labor wages, always try to place their investment in countries
that are more promising big profits, even though they have to close and relocate or relocate its
factory to another country. This situation, of course, has an impact on layoffs for employees in
the country left behind. The efficiency imposed by the company today is an answer to the
addition of unnecessary positions in the past, so that from an organizational structure
perspective, there is a very large bulge.
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. Yang mana atas izin beliau
telah memebrikan Rahmat dan Hidayahnya, shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Saya bersyukur kepada Ilahi Rabbi karena telah memberi kenikmatan
dan kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Dengan dibuatnya makalah ini, saya berharap dapat lebih mendalami tentang materi
Ketenaga Kerjaan Khususnya dengan judul yang saya buat yaitu “PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA” oleh karna itu saya mohon kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah atau pembuatan penyusunan makalah
kedepannya agar lebih baik lagi.

Akhir kata, saya ucapkan banya terimkasih kepada Dosen pembimbing mata kuliah ini,
Ibu Yanti Romlahayati SH.,MH Semoga Allah SWT selalu mencurahkan berkah dan rahmat
kepada kita semua. Aamiin Yarobbal Alamin.

Cirebon, 30 Juli 2022

Penyusun

DAFTAR ISI
ABSTARK…………………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………........

A. Latar Belakang…………………….………………………………….…….........................
B. Tujuan………………………………………………….…….……………..........................
C. Rumusan Masalah………………………………………………….….……………............

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….

A. Pengertian……………………………………………………………………….…….........
B. Jenis-jenis……………………………………………………………………………….......
C. Kompensasi PHK…………………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………….

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sering kita mendengar mengenai karyawan atau buruh/pekerja, dimana
karyawan juga sering disebut dengan pekerja/buruh yang merupakan anggota dari sebuah
organisasi perusahaan/lembag yang bekerja dalam mencapai tujuan tertentu. Ada yang
bekerja di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang lembaga swasta. Bag mereka yang
bekerja pada lembaga kepemerintahan bisa kita sebut sebagai PNS (Pegawai Negeri
Sipil) yang mana mereka bekrja untuk Negara dan di beri upah atau gaji oleh Negara juga
dan hal ini diatur oleh pemerintah dalam ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara. Sedangkan mereka yang bekerja di lembaga swasta dipekerjakan
oleh perusahaan atau lembaga dimana mereka diatur oleh perushaan dan oleh
pemerintah.
Dlam mencapai Tujuannya perusahaan tidak terlepas dari seorang karyawan
atau pekerja buruh. Dalam proses terseut ada beberapa hal yang harus diperhatkan salah
satunya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia sendiri PHK ini diatur
dalam UU Ketenaga Kerjaan yaitu dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, dimana dalam UU
ini dijelaskan aturan-aturan mengenai PHK.
Hingga saat ini PHK menjadi pemikiran yang negative karena dianggap sebagai
pemecatan. Padahal PHK merupaan suatu proses dari sebuah keberlangsungan
perusahaan dan akan dibahas lebih jelasnya dalam pembahsan makalah ini.

B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
a. Supaya pembaca dapat mengetahui lebih dalam lagi mengenai PHK
b. Supaya pembaca dapat memahami perkara PHK

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu yang dinamakan dengan PHK?
2. Sebutkan dan Jelaskan Jenis-jenis PHK?
3. Kompensasi yang diberikan apabila terjadi PHK?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud
pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja dikarenakan suatu hal
tertentu yang menyebabkan berakhirnya hak serta kewajiban antara pekerja atau buruh
dan pengusaha. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Artinya harus adanya hal/alasan
tertentu yang mendasari pengakhiran hubungan kerja ini.  Dalam aturan
perburuhan, alasan yang mendasari PHK dapat ditemukan dalam pasal 154A ayat
(1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo. Undang-
undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2021) dan peraturan
pelaksananya yakni pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat,
dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021). PHK sering dimaknai sebagai
pemecetan sepihak yang dilakukan perusahaan. Namun, sebenarnya untuk dikatakan
sebagai pemecatan sepihak harus melihat terlebih dahulu alasan perusahaan melakukan
PHK, serta hal-hal yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja. Dilakukannya
PHK karena tindakan pelanggaran yang dilakukan pekerja Berdasarkan Pasal 161 UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PHK merupakan tindakan bagi
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, setelah perusahaan memberi
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Artinya pemutusan
hubungan kerja (PHK) bisa dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tindakan atas
pelanggaran yang dilakukan pekerja. Menurut pasal 154A ayat (1) UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo. Undang-undang No. 11 tahun
2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2021) dan peraturan turunannya yakni Peraturan
Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP
35/2021), pada pasal 36 mengatur demikian:

Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:


1. Perusahaan melakukan penggabungan,peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan
hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.
2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau
tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian.
3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian
secara terus menerus selama 2 (dua) tahun.
4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure).
5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang.
6. Perusahaan pailit.
7. Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh
pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai
berikut:
 Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh.
 Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
 Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha
membayar upah secara tepat waktu sesudah itu.
 Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/
buruh.
 Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar
yang diperjanjikan; atau
 Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan
tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
8. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh
pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan
hubungan kerja;
9. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus
memenuhi syarat:
 Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran
diri.
 Tidak terikat dalam ikatan dinas, dan
 Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai
pengunduran diri.
10. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut
tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan
telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis.
11. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan
sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga
secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam)
bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
12. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan
akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
13. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah
melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
14. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
15. Pekerja/buruh meninggal dunia.
Sesuai dengan ketentuan pasal 153 ayat (1) UU Cipta Kerja No. 11/2020
menyebut: Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada
pekerja/buruh dengan alasan:

1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter


selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
4. Pekerja menikah.
5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya.
6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja lainnya di dalam satu perusahaan.
7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja,
pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam
jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
8. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai
perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan.
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. 

a). Aturan PHK

Ketentuan dalam aturan perburuhan Nasional pada prinsipnya mengenai


PHK menyatakan bahwa berbagai pihak dalam hal ini pengusaha, pekerja, serikat
pekerja, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK (pasal 151
ayat (1) UU 13/2003 jo. pasal 37 ayat (1) PP 35/2021)  Lebih lanjut PP 35/2021
pada Bab V, khusus mengatur pemutusan hubungan kerja, dengan rincian:   
- Pasal 36 mengenai berbagai alasan yang mendasari terjadinya PHK. Alasan
PHK mendasari ditentukannya penghitungan hak akibat PHK yang bisa
didapatkan oleh pekerja.
- Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 mengenai Tata Cara Pemutusan Hubungan
Kerja sejak tahap pemberitahuan PHK disampaikan hingga proses PHK di
dalam perusahaan dijalankan. Lebih lanjut bila PHK tidak mencapai
kesepakatan tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 40 sampai dengan Pasal 59 mengenai Hak Akibat Pemutusan
Hubungan Kerja yakni berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang
penggantian hak, dan uang pisah. Penghitungannya berdasarkan alasan/dasar
dijatuhkannya PHK. Beberapa aturan tentang PHK tercantum dalam beberapa undang-
undang serta Peraturan Pemerintah (PP), yakni:

- UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


- UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 35
Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja,
Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja Alasan dilakukannya

b). Standar Perubahan Internasional mengenai PHK

Instrumen hukum perburuhan internasional juga mengakui perlindungan


dari PHK yang sewenang-wenang. Konvensi ILO No. 158 tahun 1982 tentang
Pemutusan Hubungan Kerja, menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan pada
tindakan PHK, yakni:

1. Pada dasarnya mengenai PHK harus dilakukan sehati-hati mungkin karena


keputusan PHK terhadap pekerja berpengaruh pada anggota keluarga (yang
menjadi tanggungan pekerja). Oleh karena efek sosial PHK berdampak sangat
luas bagi kehidupan pekerja dan keluarganya, maka diperlukan prinsip kehati-
hatian. 
2. Seorang pekerja tidak dapat diputus hubungan kerjanya kecuali ada alasan yang
sah untuk pemutusan tersebut dan diatur dalam perundang-undangan masing-
masing Negara. 
3. Selain itu masing-masing Negara harus mengatur pula aturan PHK yang
mencakup prosedur dalam melakukan PHK, alasan PHK, dan kompensasi yang
berhak diterima pekerja menurut jenis alasan PHK yang dijatuhkan.  

c). Penyebab Hubungan Kerja Dapat Berakhir

Menurut pasal 61 UU 13/2003 jo. UU 11/2021 perjanjian kerja dapat


berakhir, atau artinya hubungan kerja berakhir, apabila:

- Pekerja meninggal dunia


- Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir
- Selesainya suatu pekerjaan tertentu
- Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

d). pekerja tidak menerima PHK 


Apabila pekerja yang telah diberitahu mengenai PHK, menolak atas putusan
tersebut, maka pekerja harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama
7 hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan PHK. Dan kemudian harus
melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal ini
perselisihan PHK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal
39 PP 35/2021).

e). Prosuder Pekerja Mengajukan PHK

Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri. Mengundurkan diri merupakan


salah satu alasan PHK yang diperbolehkan, dengan ketentuan pekerja
mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat (pasal  36 ayat
(1) huruf i PP 35/2021):

- Pekerja mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-


lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
- Pekerja tidak sedang berada dalam ikatan dinas.
- Pekerja tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran
diri.

Berdasarkan ketentuan di atas, bila pekerja telah memenuhi persyaratan,


selanjutnya perusahaan harus menerima pengunduran diri tersebut, menyelesaikan
proses pengakhiran hubungan kerja dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
setelah tanggal mulai pengunduran diri, serta memenuhi kompensasi pekerja yang
mengundurkan diri yakni: uang penggantian hak yang diatur dalam pasal 40 ayat
(4) PP 35/2021 dan uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (pasal 50 PP 35/2021).

B. Jenis-Jenis
 PHK Demi Hukum
Pada jenis ini, penyebab dilakukannya PHK adalah pekerja meninggal atau jangka waktu
perjanjian kerja telah habis. Oleh karena itu, perusahaan tidak perlu memberikan surat
PHK karena pelaksanaannya sudah otomatis.
 PHK Karena Melanggar Perjanjian Kerja
Karyawan juga bisa diberhentikan secara sepihak. Pada jenis ini, penyebab PHK adalah
karena mengundurkan diri atau karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja. Jadi,
tindakan ini dilakukan oleh salah satu pihak atas kemauan sendiri, bukan diperintahkan
oleh aturan.
 PHK Karena Kondisi Tertentu
Kondisi tertentu yang menyebabkan PHK adalah ketika pekerja mengalami sakit
berkepanjangan, efisiensi perusahaan, kepailitan, maupun kerugian terus-menerus.
 PHK Karena Kesalahan Berat
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu alasan diperbolehkannya PHK adalah karena
pekerja melakukan kesalahan berat seperti penipuan, penggelapan barang perusahaan,
menyerang atau menganiaya rekan kerja, membocorkan rahasia perusahaan selain untuk
kepentingan negara, dan sebagainya.
C. Kompensasi PHK
Perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya wajib memberikan
sejumlah hak. Misalnya, membayar pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian
hak. Berikut rincian pesangon yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan yang di
PHK berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 35 Tahun 2020:

Uang Pesangon

 Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.


 Masa kerja 1 tahun atau lebih tapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah.
 Masa kerja 2 tahun atau lebih tapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah.
 Masa kerja 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah.
 Masa kerja 4 tahun atau lebih tapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.
 Masa kerja 5 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah.
 Masa kerja 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.
 Masa kerja 7 tahun atau lebih tapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah.
 Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 sembilan bulan upah.

Uang Penghargaan Masa Kerja

 Masa kerja 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah.
 Masa kerja 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah.
 Masa kerja 9 tahun atau lebih tapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah.
 Masa kerja 12 tahun atau lebih tapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah.
 Masa kerja 15 tahun atau lebih tapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah.
 Masa kerja 18 tahun atau lebih tapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah.
 Masa kerja 21 tahun atau lebih tapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah.
 Masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan Upah.

Uang Penggantian Hak

 Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.


 Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja atau buruh dan keluarganya ke tempat
dimana pekerja atau buruh diterima bekerja.
 Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau
Perjanjian Kerja Bersama.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja yang
disebabkan karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja atau buruh dan pengusaha atau majikan. Ketentuan mengenai pemutusan
hubungan kerja diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal ini jika terjadi PHK, maka perusahaan wajib
membayarkan uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
yang seharusnya diterima oleh karyawan. PHK sering kali dimaknai sebagai pemecetan
sepihak yang dilakukan oleh perusahaan. Namun, sebenarnya untuk dikatakan sebagai
pemecatan sepihak harus melihat terlebih dahulu alasan perusahaan melakukan PHK,
serta aturan yang berkaitan dengan PHK yang perlu pahami oleh perusahaan atau
majikan.
Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah pengakhiran hubungan kerja oleh
perusahaan kepada pekerjanya karena terjadinya sebab tertentu. Tindakan ini dapat
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban kerja antara pengusaha dengan
karyawannya. Biasanya, penyebab terjadinya PHK adalah karena efisiensi, penutupan
bisnis, kepailitan, pekerja mangkir atau melakukan pelanggaran, karyawan yang
bersangkutan meninggal dunia atau pensiun. Yang perlu diketahui, ada perbedaan antara
PHK dan mengundurkan diri atau resign. PHK adalah pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan oleh perusahaan, sehingga perusahaan harus membayar uang kompensasi
sesuai aturan yang berlaku. Sementara, dalam kasus seorang karyawan mengundurkan
diri, maka perusahaan tidak diwajibkan membayarkan uang kompensasi terhadap mantan
karyawannya.

B. Saran
Adapun saran yang dapat berikan dalam kesimpulan yang telah saya sampaikan
dalam makalah ini adalah :
1. Disarankan kepada pihak perusahan-perusahan yang akan melakukan PHK itu
terlebih dahulu dapat meninjau lebih lanjut lagi dan melakukan perbaikan kepada
peraturan perusahan karena apabila tidak adanya kejelasan peratran dapat merugikan
banyak pihak terutama pekerja/buruh atau karyawan.
2. Disarankan kepada Pemerintah mengenai Peraturan Perundang-undangan untuk dapat
meninjau lebih dalam lagi menganai Peraturan tentang Ketenaga Kerjaan mengenai
Pasal 158 tentang Kesalahan Berat yang dilakukan oleh pekerja, karena dengan
adanya pasal tersebut menurut saya semakin tidak jelas bagi para pekerja, maka
seharusnya kesalahan berat dari Pasal 158 tersebut lebih konkrit lagi mengenai
sanksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Hukum Ketenaga Kerjaan Karya H. Zaen Asyhadie, S.H., M.Hum dan
Rahmawati Kusuma S.H., M.H
https://www.ocbcnisp.com/en/article/2021/12/13/phk-adalah

https://www.tempo.co/tag/phk

Anda mungkin juga menyukai