Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat, rahmat, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Pemutusan Hubungan Kerja terhadap
Karyawan PT. Ramayana Lestari Sentosa di Depok”. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas Seminar Managemen yang diampu oleh Bapak Trijadi Herdajanto, S.E., MSi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini. Selanjutnya terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah membimbing dan menyukseskan makalah ini, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat
memberikan penjelasan mengenai Analisis Faktor-Faktor Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap Karyawan PT. Ramayana Lestari Sentosa di Depok.
Penulis mengakui bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, karena pengalaman
yang penulis miliki masih terbatas. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat berbagai permasalahan dalam dunia ketenagakerjaan. Dimana luas
kaitannya dengan penciptaan iklim usaha, keamanan, kestabilan, kebijakan, peraturan
perundangan, dan sebagainya. Salah satu kebijakan dari suatu perusahaan yang sangat
menyulitkan pekerja yaitu mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK merupakan
suatu kegiatan rutinitas dilakukan setiap organisasi untuk kepentingan kelanjutan
usahanya. PHK adalah keluarnya anggota organisasi dari keanggotaan yang diakibatkan
terbatasnya kemampuan untuk memenuhi kepentingan organisasi. PHK merupakan suatu
yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak dalam organisasi.
1
kerugian. (3) Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian
secara terus menerus selama 2 (dua) tahun. (4) Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan
memaksa (force majeure). (5) Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban
pembayaran utang. (6) Perusahaan pailit. (7) Adanya permohonan pemutusan hubungan
kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh atau kondisi dari pekerja itu sendiri.
Dikutip dari liputan6.com, Store Manager City Plaza Depok M Nukmal Amdar
mengatakan pihak manajemen memutuskan untuk berhenti beroperasi sehingga ada 87
karyawan Ramayana yang terkena PHK. Keputusan ini diambil lantaran omzet penjualan
menurun hingga 80 persen. Perusahaan pun tak mampu lagi menanggung semua biaya
operasional. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja terpaksa dilakukan. Namun ternyata
toko swalayan ini kembali beroperasi setelah sebulan para pekerja mengalami PHK karena
masih harus membayar gaji 37 karyawan yang masih bertahan. Langkah yang diambil
manajemen PT ramayana Depok cukup disayangkan karena terlalu cepat melakukan PHK
terhadap mayoritas pekerjanya. Bahkan gerai ini sempat didenda sejumlah Rp. 7 juta
karena nekat buka saat PSBB.
Hubungan hukum antara pengusaha dan pekerja adalah dengan perjanjian kerja,
Perjanjian kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (14), adalah :
“Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.
Saat seseorang diterima sebagai karyawan pada suatu perusahaan maka telah
terjadi suatu hubungan kerja. Dengan adanya hubungan kerja yang menimbulkan
keterkaitan satu dengan yang lain, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban
terhadap yang lain. Maka alasan yang dikemukakan pihak yang menginginkan PHK harus
lah jelas agar tidak ada penyelewengan hak dan kewajiban oleh pihak manapun. Oleh
karena itu, makalah ini akan membahas faktor – faktor terjadinya PHK khususnya di PT
Ramayana Depok.
2
1.2.3 Bagaimana Analisa force majeure dalam kebijakan PHK dimasa pandemi Covid-
19 di Indonesia?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
enggan berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung
jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan
memulai pekerjaan di tempat kerja baru, atau karena energi yang sudah berkurang,
dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu diperoleh di tempat kerja yang
baru walaupun gaji dan fasilitasnya lebih besar.
b. Lama Kerja, Pemutusan hubungan kerja lebih banyak terjadi pada karyawan
dengan masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal
merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya turnover tersebut.
Karyawan sering pula menemukan harapan-harapan mereka terhadap pekerjaan
atau perusahaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Disamping itu,
umumnya pekerja-pekerja baru itu masih muda usianya, masih punya keberanian
untuk berusaha mencari perusahaan dan pekerjaan yang sesuai dengan yang
diharapkan.
c. Keikatan terhadap perusahaan. Pekerja yang mempunyai rasa keikatan yang kuat
terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk
perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup,
serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung adalah menurunnya
dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan.
2. Kepuasan kerja.
Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek, diantara
aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja,
mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi dan hubungan interpersonal. Kepuasan
terhadap kerja, dengan kepuasan kerja yang diperoleh, diharapkan kinerja karyawan
yang tinggi dapat dicapai para karyawan. Tanpa adanya kepuasan kerja, karyawan
akan bekerja tidak seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan.
3. Budaya perusahaan
Budaya perusahaan merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi
pemikiran, perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam
perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi mereka, menentukan dan
mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat membuat
individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya.
5
2.3 Dasar Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Ketentuan dalam aturan perburuhan nasional pada prinsipnya mengenai PHK
menyatakan bahwa berbagai pihak dalam hal ini pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan
pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK (pasal 151 ayat (1) UU 13/2003.
pasal 37 ayat (1) PP 35/2021)
Adapun UU Nomor 13 Tahun 2003 telah melakukan pembatasan-pembatasan
terhadap pengusaha atau perusahaan jika hendak melakukan PHK. Alasan-alasan yang
melarang adanya PHK adalah sebagai berikut:
a. Pekerja/Buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
b. Pekerja/Buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang
berlaku;
c. Pekerja/Buruh menjalankan ibadah yang diperintahkanagamanya;
d. Pekerja/Buruh menikah;
6
pengusaha wajib mempekerjakan kembali Pekerja/Buruh yang bersangkutan.
UU Nomor 13 Tahun 2003 mengatur tata cara pelaksanaan PHK sehingga dapat
dijadikan acuan oleh Pekerja/Buruh untuk mencermati keputusan PHK yang dilakukan
oleh pihak pengusaha/perusahaan. Undang-undang mewajibkan kepada pihak
pengusaha/perusahaan untuk terlebih dahulu mengajukan permohonan izin melakukan
PHK kepada Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial(LPPHI).
Pasal 155 Ayat (2) menetapkan bahwa selama menunggu keputusan dari LPPHI,
baik pengusaha maupun pekerja/buruh tetap menjalankan kewajibannya seperti semula.
Sedangkan pada Ayat (3) ditentukan bahwa pengusaha dapat melakukan penyimpangan
terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada
pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
tersebut terpaksa harus dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh
Ramayana Depok.
9
c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;
d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat)
bulan upah;
e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima)
bulan upah;
f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah;
h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan)
bulan upah;
i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah;
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan Ramayana Depok disebabkan
karena omset penjualan menurun hingga penutupan perusahaan. Dalam Pasal 164 ayat (1)
Undang-Undang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa “Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau
keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4)”. Kerugian perusahaan Ramayana Depok saat pandemi covid-19 memang
belum secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, tetapi perusahaan Ramayana Depok telah
terjadi penurunan omset penjualan hingga 80 persen, bahkan hingga perusahaan Ramayana
Depok tidak dapat lagi menanggung semua biaya opersionalnya.
Perlindungan hukum terhadap pekerja setelah terjadinya PHK, dimana setelah
terjadinya PHK tersebut, selain upah atau uang pesangon tersebut ada hak-hak pekerja
lain yang harus diterima oleh pekerja, yaitu16 :
a. Imbalan kerja (gaji, upah dan lainnya) sebagaimana yang telah diperjanjikan bila
ia telah melaksanakan kewajibannya.
b. Fasilitas dan berbagai tunjangan atau dana bantuan yang menurut perjanjian dan
akan diberikan oleh majikan atau perusahaan kepadanya.
c. Perlakuan yang baik atas dirinya melalui penghargaan dan penghormatan yang
layak, selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
10
d. Perlakuan yang adil dan seimbang antara dirinya dan kawan-kawannya, dalam
tugas dan penghasilannya masing-masing dalam angka perbandingan yang sehat.
e. Jaminan kehidupan yang wajar dan layak dari pihak majikan.
f. Jaminan perlindungan dan keselamatan diri dan kepentingannya selama hubungan
kerja berlangsung.
Menurut penjelasan yang dipaparkan oleh M. Nukmal Amdar selaku Store Manager
Ramayana Depok dalam kutipan wartaekonomi.co.id, pihaknya mengaku telah memproses
hak pesangon bagi 87 pekerjanya yang terdampak PHK. Bahkan, pihak PT. Ramayana
Lestari Sentosa Tbk (RALS) juga telah mendaftarkan pekerjanya yang telah di PHK kepada
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat sehingga terfasilitasi untuk menerima Kartu
Prakerja.17 Tentunya dengan pekerja menerima kartu prakerja, berarti para pekerja yang di
PHK tersebut telah mendapatkan jaminan kehidupan yang wajar dan layak dari pihak
perusahaan. Dari segi hukum perdata, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), PHK dengan alasan force majeur sebagai alasan mendesak diatur dalam
Pasal 1603o dan Pasal 1603p KUHperdata. Adapun penggantian kerugian karena adanya
force majeur diatur pada Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata. Ganti kerugian tersebut
dalam KUHPerdata dapat berupa biaya, rugi dan bunga.
3.3 Analisa force majeure dalam kebijakan PHK dimasa pandemi Covid-19 di Indonesia
Merujuk Pasal 164 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan menyatakan, pengusaha dapat melakukan PHK pekerja/buruh karena
perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa atau force majeure. Kemudian Pasal
164 Ayat (3) UU 13/2003 menambahkan pengusaha juga dapat melakukan PHK pekerja/
buruh karena perusahaan tutup bukan karena kerugian 2 tahun berturut-turut atau bukan
karena keadaan memaksa atau force majeur tetapi disebabkan efesiensi. Para pekerja/buruh
pun saat di PHK mendapatkan uang pesangon satu kali.
11
ketenagakerjaan yang menyakan bahwa perusahaan boleh tutup jika sudah mencapai
kerugian selama 2 tahun. Sedangkan Covid-19 ini belum mencapai atau memasuki setengah
tahun. Alasan force majeure yang dipakai oleh beberapa perusahaan tidak dapat diterima
oleh beberapa kalangan.
Menurut R Subekti, suatu keadaan dikatakan force majeure yaitu; keadaan itu sendiri
di luar kekuasaan perusahaan dan memaksa, dan keadaan tersebut harus keadaan yang tidak
dapat diketahui pada waktu perjanjian ini dibuat, setidaknya resikonya tidak dipikul oleh
para pekerja yang di PHK. Dengan adanya beberapa syarat, maka seseorang tidak dapat
semaunya sendiri mengatakan dirinya mengalami force majeure. Dalam Pasal 47 ayat (1)
huruf j UU 2/2017 tentang Jasa Konstruksi menjelaskan terkait force majeure. Menurut
ketentuan pasal tersebut, maka force majeure dapat diartikan sebagai kejadian yang timbul
diluar kemauan dan kemmapuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak. Keadaan memaksa tersebut meliputi .
1. Keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak
mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya.
2. Keadaan memaksa yang bersifat mutlak (relatif) yakni bahwa para pihak masih
dimungkinkan melaksanakan hak dan kewajibannya.
Dalam hal wabah covid-19 ini, bisa dikatakan sebagai suatu peristiwa yang tidak
terduga pada saat perjanjian atau kebijakan itu dibuat. Artinya jika ada perjanjian yang
dibuat pada saat wabah sedang menjalar dan menjangkit pemutusan hubungan kerja tidak
dapat dijadikan alasan sebagai force majeure. Dengan demikian, maka perlu adanya
perlindungan terhadap tenaga kerja untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja dengan tetap mementingkan perkembangan
kepentingan perusahaan mengacu pada Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, kerugian yang diakibatkan oleh perusahaan belum meng-epilog.
Berdasarkan uraian diatas, kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam masa
pandemi covid-19 yang dijadikan alibi oleh beberapa perusahaan dirasa tidak logis, karena
beberapa perusahaan berdalih dengan force majeure. Dimana alasan tersebut tidak bisa
dikategorikan dengan wabah yang sedang merembak di Indonesia, Covid-19, dan wabah
tersebut juga tidak dikategorikan dengan Bencana Nasional. Dengan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kerugian yang
diakibatkan oleh perusahaan belum mencapai 2 tahun maka perusahaan tidak bisa memutus
hubungan kerja begitu saja. Maka perlu adanya upaya lain yang diberikan oleh perusahaan
12
atau pemerintah dalam menanggulangi dampak Covid-19 kepada para pekerja yang di PHK
agar dapat membatasi waktu kerja/lembur dan para pekerja bisa dirumahkan dengan tidak
memutus hubungan kerja. Dengan hal tersebut dapat membantu pemerintah untuk
mengurangi angka pengangguran dan dapat membantu pemerintah menumbuhkan
perekonomian dikala pandemi Covid-19.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dengan adanya pandemi covid-19 ini sebagai alasan force majeure perusahaan
Ramayana Depok melakukan PHK terhadap pekerjanya. Alasan force majeure tersebut
dituangkan karena penurunan omzet penjualan hingga 80 persen, bahkan hingga terjadi
penutupan operasionalnya (lock out). Dengan menggunakan teori perlindungan hukum,
maka pekerja yang di PHK oleh perusahaan Ramayana Depok berhak atas upah ataupun
uang pesangon serta hak-hak pekerja lain yang berupa jaminan. Hal ini dilakukan agar
pekerja tersebut tidak merasa dirugikan, karena fungsi hukum sendiri adalah melindungi
rakyatnya
4.2 Saran
Saran penulis, pihak Ramayana Depok dalam melakukan PHK terhadap pekerjanya
harus melakukan proses sosialisasi mengenai kondisi perusahaan selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja sebelum adanya keputusan mengenai penutupan perusahaan (lock out).
Serta PHK yang dilakukan oleh pihak Ramayana Depok harus memperhatikan ketentuan
dalam perundang-undangan yang berlaku.
14
DAFTAR PUSTAKA
Adisu, E., & Jehani, L. (2007). Hak-Hak Pekerja Perempuan. Tanggerang: Visi Media.
Ketenagakerjaan, K. (n.d.). Data Jumlah PHK Dimasa Pandemi Covid.
Alfa, M. Z., & Murni, S. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemutusan Hubungan Kerja
Karyawan pada PT PLN (Persero) Rayon Manado Utara. (Online),
(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/11594), diakses 25 Oktober
2021.
Alfa, M., Murni, F. and Roring (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemutusan
Hubungan Kerja Karyawan Pada Pt. Pln (Persero) Rayon Manado Utara. Analisis
Penerapan Teknologi«Jurnal EMBA, [online] 261(1), pp.261–271. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/2898-ID-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-pemutusan-hubungan-kerja-karyawan-pada-pt-pln-pe.pdf [Accessed
30 Oct. 2021].
Amilia, Ni Komang Sri Intan dan I Gede Yusa. 2018. Penyebab Terjadinya Pemutusan
Hubungan Kerja Oleh Pengusaha Terhadap Pekerja Ditinjau Berdasarkan Hukum
Ketenagakerjaan. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, [S.l.], hal. 1-5. ISSN 2303-
0569.
Depok.pikiran-rakyat.com. (2020, 21 Mei). Sempat PHK Puluhan Karyawannya, Ramayana
Depok Kembali Beroperasi hingga Didenda Rp 7 Juta. Diakses pada 23 Oktober 2021.
Frivanty, S., dan Dwi Aryanti Ramadhani. 2020. Pandemi Covid-19 Sebagai Alasan
Perusahaan Untuk Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Secara Sepihak.
National Conference For Law Studies: Pembangunan Hukum Menuju Era Digital
Society. ISBN: 978-979-3599-13-7.
Gunawan, I., dan Benty, D. D. N. 2017. Manajemen Pendidikan: Suatu Pengantar Praktik.
Bandung: Alfabeta.
Kasmir. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori dan Praktik). Jakarta: Rajawali Pers.
Kresal, B. 2006. Termination of Employment Relantionship: The Legal Situation in Slovenia.
(Online), (http://ec.europa.eu/social), diakses 25 Oktober 2021.
Megapolitan.kompas.com. (2020, 8 April). Ketika Ratusan Pegawai Ramayana Depok Terkena
Gelombang PHK Imbas Covid-19. Diakses pada 23 Oktober 2021.
Muhammad Mufid Luthfi (2020). Mengenal Apa itu PHK : Penjelasan, Faktor, Tujuan dan
Dampaknya untuk Bisnis. [online] IDCloudHost. Available at:
15
https://idcloudhost.com/mengenal-apa-itu-phk-penjelasan-faktor-tujuan-dan-
dampaknya-untuk-bisnis/amp/ [Accessed 30 Oct. 2021].
Muslim, Moh. 2020. PHK pada Masa Pandemi Covid-19. ESENSI: Jurnal Manajemen Bisnis,
Vol. 23 No. 3.
Rohman Wibowo (2020). PHK Massal 159 Pegawai, Ramayana Depok Disebut Manfaatkan
Isu COVID-19. [online] IDN Times. Available at:
https://www.idntimes.com/news/indonesia/rohman-wibowo/phk-massal-159-pegawai-
ramayana-depok-disebut-manfaatkan-isu-covid-19br [Accessed 30 Oct. 2021].
Sedarmayanti. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen
Pegawai Sipil. Bandung: PT Refika Aditama.
Syahrizal Sidik (2020). Usai PHK, Ramayana Janji Pekerjakan Lagi 87 Karyawannya.
[online] CNBC Indonesia. Available at:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200414135444-17-151805/usai-phk-
ramayana-janji-pekerjakan-lagi-87-karyawannya [Accessed 30 Oct. 2021].
Zini,ahmad .”pengaturan pemutusan hubungan kerja (PHK) menurut peraturan perundang-
undangan.”http://uinbanten.ac.id/index.php/ahkm/article/download/1753/1548,diakses
pada tanggal 14 Oktober 2021.
16