Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

“Pemutusan Hubungan Kerja”

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia

yang diampu oleh Bapak Prof. Dr. Achmad Sudiro, SE, ME

Oleh :

Mohamed Ashraff Shah 185020201111017

Luthfiyah Alfi 185020201111040

Wahyu Putra Libbaskara 185020201111008

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia yang
berjudul “ Pemutusan Hubungan Kerja”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 24 November 2019

Penulis
Pemutusan Hubungan Kerja
1.Pengertian
Pemutusan hubungan kerja merupakan fungsi terakhir manajemen sumber daya
manusia yang dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan
kewajiban di antara mereka.
Menurut Undang-undang tenaga kerja, Pemutusan Hubungan Kerja dapat diartikan
sebagai “ Pengakhiran Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya Hak dan Kewajiban antara Pengusaha dan Pekerja”.

2.Ruang Lingkup Pemutusan Hubungan Kerja


2.1 Jenis-Jenis PHK
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja
melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:

1. Kehendak Pribadi

Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat
uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak
mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi
berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan pasal 156
ayat 4.

Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti


prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran
diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau
mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya
berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.

2. Berakhirnya Masa Kontrak


Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir,
maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154
ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga
uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4

3. Pensiun
Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja
dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia
pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan
berdasarkan jumlah tahun masa kerja.
2.2 Prosedur PHK
Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri sebelum hubungan kerjanya
diputus. Pengusaha harus melakukan segala upaya untuk menghindari memutuskan hubungan
kerja.Pengusaha dan pekerja beserta serikat pekerja menegosiasikan pemutusan hubungan
kerja tersebut dan mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.

Jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan kesepakatan, pengusaha hanya dapat


memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja
yang sedang dalam masa percobaan bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja
meminta untuk mengundurkan diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari
pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu
yang pertama, pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja meninggal dunia.

Pengusaha harus mempekerjakan kembali atau memberi kompensasi kepada pekerja


yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata ditemukan tidak adil.Jika pengusaha ingin
mengurangi jumlah pekerja oleh karena perubahan dalam operasi, pengusaha pertama harus
berusaha merundingkannya dengan pekerja atau serikat pekerja. Jika perundingan tidak
menghasilkan kesepakatan, maka baik pengusaha maupun serikat pekerja dapat mengajukan
perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

1. Musyawarah Karyawan dengan Pimpinan Perusahaan


2. Musyawarah Pimpinan Serikat dengan Pimpinan Perusahaan
3. Musyawarah Pimpinan Serikat Buruh,Pimpinan Perusahaan dan P4D
4. Musyawarah Pimpinan Serikat Buruh,Pimpinan Perusahaan dan P4P
5. Pemutusan berdasarkan Peraturan Pengadilan Negeri

2.3 Alasan-alasan dalam mem PHK


1. Karena Kesalahan Berat
• Menurut Pasal 158, ayat 1 UU ketenagakerjaan, ada sepuluh kesalahan berat yang
mengakibatkan PHK, yaitu:
• melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan;
• memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
• mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
• melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
• menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
• membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
• dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
• dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
• membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara; atau
• melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara
5 (lima) tahun atau lebih.”
• Namun, sebelum perusahaan menggunakan alasan Kesalahan Berat untuk memecat
seorang karyawan, perusahaan diharuskan memiliki bukti, misalnya pelaku tertangkap
tangan, ada pengakuan, dan juga laporan yang dibuat pihak berwenang dengan dua
orang saksi.

2. Karena Ditahan Pihak Berwajib.


Pihak perusahaan memang boleh mem-PHK karyawan yang melakukan tindakan
pidana dan kemudian ditahan pihak kepolisian. Meskipun demikian, perusahaan wajib
membayar uang tanggungan untuk keluarga si karyawan. Bantuan itu diberikan maksimal 6
bulan sejak karyawan ditahan pihak berwajib.

3. Karena Karyawan Melakukan Pelanggaran


UU Ketenagakerjaan juga mengatur PHK yang disebabkan oleh pelanggaran yang
dilakukan karyawan. Jenis pelanggarannya berbeda-beda, karena setiap perusahaan biasanya
memiliki peraturan sendiri.

Namun biasanya, pihak perusahaan akan mengeluarkan surat peringatan terlebih dahulu
sebelum melakukan PHK. Di banyak perusahaan, pemecatan karena pelanggaran aturan
perusahaan baru dilakukan setelah karyawan tersebut menerima tiga kali surat peringatan.

4. Karena Karyawan Resign


Dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, syarat mengundurkan diri adalah:
• Diharuskan mengajukan permohonan mengundurkan diri secara tertulis selambat-
lambatnya 30 hari sebelum hari pengunduran diri.
• Tidak terikat dalam ikatan dinas.
• Tetap melakukan kewajibannya sampai dengan hari pengunduran dirinya.
• Bila si karyawan memenuhi persyaratan tersebut, PHK akan dilakukan. Tentu saja
bedanya, dalam kasus ini, Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan atas permintaan
karyawannya sendiri, bukan keputusan dari pihak perusahaan.
5. Karena Perubahan Status/Penggabungan Perusahaan
Jika pada perusahaan terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau
perubahan kepemilikan, maka perusahaan dapat melakukan PHK kepada karyawan seandainya
dibutuhkan perampingan karyawan atau ada beberapa posisi yang tidak dibutuhkan lagi.

6. Karena Perusahaan Tutup Atau Karena Keadaan Memaksa (Force Majeur)


Menurut UU Ketenagakerjaan, perusahaan bisa dikatakan tutup jika mengalami
kerugian selama dua tahun berdasarkan laporan atau audit akuntan publik. Selain tutup, jika
terjadi keadaan memaksa (force majeur), misalnya ada bencana atau hal buruk lain yang tak
bisa dihindari, perusahaan juga dapat melakukan PHK kepada karyawan.

7. Karena Perusahaan Melakukan Efisiensi.


Jika perusahaan bermaksud melakukan efisiensi untuk kemajuan perusahaan, maka
PHK bisa dilakukan namun disertai dengan pembayaran kompensasi untuk karyawannya.

8. PHK Disebabkan Perusahaan bangkut


Sama halnya dengan PHK yang dilakukan demi efisiensi perusahaan, pemutusan
hubungan kerja yang diakibatkan perusahaan jatuh bangkrut juga biasanya disertai kompensasi
untuk karyawannya.

9. Karena Meninggal Dunia.


Dalam UU Ketenagakerjaan, bila karyawan meninggal dunia, pengusaha wajib
memberikan imbalan kepada ahli waris dari pekerja yang meninggal dunia.
Biasanya ahli waris akan mendapatkan :

• Imbalan kematian sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan.


• Jaminan kecelakaan kerja dari BPJS (jika meninggal karena kecelakaan kerja).
• Jaminan kematian dari BPJS (jika meninggal bukan karena kecelakaan kerja)

10. Karena Pensiun


Pekerja yang telah memasuki usia pensiun, berhak atas imbalan pesangon. Imbalan pesangon
untuk manfaat pensiun ini telah diatur di UU Ketenagakerjaan pasal 167.

11. Karena Karyawan Mangkir


Sesuai pasal 168 UUK 13/2003, pekerja yang sudah mangkir kerja selama 5 hari atau
lebih berturut-turut dianggap mengundurkan diri. Sebelum memberhentikan pekerja tersebut,
pengusaha wajib memanggil secara tertulis dengan maksimal panggilan 2 kali terhitungan hari
pertama pekerja itu mangkir.
2.4 Konsekuensi PHK
Biaya yang dapat dikategorikan sebagai kerugian dari PHK, menurut Balkin, Meija,
dan Cardy (1995:231) terdiri atas hal-hal berikut:

1. Biaya Recruitment
meliputi:

1. Mengiklankan lowongan pekerjaan


2. Menggunakan karyawan recruitment yang profesional untuk mencari di
berbagai lokasi (termasuk di kampus-kampus) sehingga banyak yang melamar
untuk bekerja
3. Untuk mengisi jabatan yang eksekutif yang tinggi secara teknologi diperlukan
perusahaan pencari yang umumnya mengenakan biaya jasa yang cukup tinggi
yaitu sekitar 30% dari gaji tahunan karyawan

2. Biaya Pelatihan
Meliputi:

1. Biaya training secara langsung, seperti instruksi, diktat, material untuk kursus
training
2. Waktu untuk memberikan training
3. Kehilangan produktivitas pada saat training

3. Biaya Pemutusan Hubungan Kerja


Meliputi :

1. Pembayaran untuk PHK/pesangon untuk karyawan yang diberhentikan


sementara tanpa kesalahan dari pihak karyawan itu sendiri
2. Karyawan tetap menerima tunjangan kesehatan sampai mendapatkan pekerjaan
baru (tergantung kebijaksanaan perusahaan)
3. Biaya asuransi bagi karyawan yang di PHK, namun belum bekerja lagi
(tergantung dari kebijakan perusahaan)
4. Wawancara pemberhentian, merupakan wawancara terakhir yang harus dilalui
karyawan dalam proses PHK, tujuannya untuk mencari alasan mengapa tenaga
kerja meninggalkan perusahaan (jika PHK dilakukan secara sukarela) atau
menyediakan bimbingan atau bantuan untuk menemukan pekerjaan baru.
5. Bantuan penempatan merupakan program di mana perusahaan membantu
karyawan mendapatkan pekerjaan baru lebih cepat dengan memberikan training
(keahlian) pekerjaan
6. Posisi yang kosong akan mengurangi keluaran atau kualitas jasa klien
perusahaan atau pelanggan.
4. Biaya Seleksi
 biaya interview dengan pelamar pekerjaan
 biaya testing / psikotes
 biaya untuk memeriksa ulang referensi
 biaya penempatan

2.5 Larangan Terhadap PHK (Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No. 12
tahun 1964)
Perusahaan dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan-alasan
sebagai berikut (Pasal 153 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) :

1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Pekerja/buruh menjalankan idabah yang diperintahkan agamanya
4. Pekerja/buruh menikah
5. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; (frasa “kecuali telah diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;” sudah
dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstutusi)
7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam
kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
2.5.1 PHK di Organisasi Swasta
Kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hal ini terjadi tanpa meminta izin pada
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) atau Panitia Perselisihan
Perburuhan Pusat (P4P)

apabila memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai berikut :

1. Pekerja dalam masa percobaan


2. Pekerja mengundurkan diri secara tertulis.
3. Pekerja telah mencapai usia pensiun.

2.5.2 PHK di kalangan Pegawai Negeri Sipil


Seorang pegawai negeri dapat diberhentikan sebagai pegawai negeri karena sebab-sebab
sebagai berikut:

1. Permintaan sendiri
2. Kondisi Fisik dan Mental
3. Hukuman jabatan
4. Keputusan Pengadilan
5. Akibat Penyelewengan
6. Perubahan Susunan Kantor
7. Rasionalisasi Pegawai atau Retooling
8. Ketidakcakapan Melakukan Tugas
9. Mencapai usia Pensiun
10. Meninggalkan Jabatan 5 tahun berturut-turut
11. Lalai melaksanakan Ketentuan-Ketentuan Penting dsb
3. Studi Kasus Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja

PHK SEPIHAK PT. VALE

Lantaran melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap salah karyawannya,


PT Vale digugat di Pengadilan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Negeri Makassar
Kelas 1 Makassar.Menurut Hari Ananda Gani SH, kuasa hukum karyawan tersebut, PHK
terhadap kliennya itu dengan alasan karyawan itu pernah terlibat pidana. Namun, pidana itu
terjadi saat kerja di perusahaan lain dan masih status outsoursing.

“Klien saya waktu itu sempat jalani 3 bulan hukuman. Jadi masalah, klien saya sudah
berkerja di PT Vale. Itupun melalui prosedur dengan melampirkan SKCK. Semua tahapan telah
dilalui dan dinyatakan lulus. Pada saat diterima bekerjalah seperti karyawan biasanya, ” Hari
menceritakan, kliennya itu masuk kontrak 28 Juli 2017, masa percobaan 3 bulan dan masa
percobaannya sudah dijalani. Karyawan itu di PHK 29 November 2017. Ironisnya, disitu mulai
aktif masa kerja pemanen.
“Karyawan itu, langsung dipanggil ke kantor PT Vale dan diberikan surat PHKnya.
Kalaupun mau PHK karyawan, harusnya melalui prosedur. Harus ada surat peringatan (SP) 1,2
dan seterusnya, ” Padahal lanjut Hari, beberapa proses sudah dilalui karyawan itu. Adapun
aturan yang sudah ditempuh yakni Tripartit. Dengan melalui mediasi di Dinas Transmigrasi,
Tenaga Kerja dan Perindustrian Kabupaten Luwu Timur, PT Vale dianjurkan agar tetap
mempekerjakan karyawan tersebut.

“Akibat tindakan itu, PT Vale telah melanggar Pasal 1 ayat 69 Undang-undang No 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Olehnya itu, kami menuntut kerugian puluhan miliar kepada
PT Vale, lanjutnya.

Dengan adanya PHK sepihak ini tambah Hari, pihaknya tidak menyangka perusahaan sebesar
itu melakukan PHK dan cacat hukum.”Untuk itu, saya meminta kepada seluruh serikat buruh
agar mengawal masalah ini hingga selesai, ” tutupnya.

Sumber: https://fajar.co.id/2018/05/11/pt-vale-digugat-usai-phk-karyawan/
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja

Indonesia. Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan
Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnya

Amanda, Maria. 2013. Pemutusan Hubungan kerja dan Konsekuensinya.


http://www.hukumtenagakerja.com/pemutusan-hubungan-kerja/pemutusan-hubungan-kerja-
dan-konsekuensinya/. (24 November 2019)

Pramudita, Himawan. 2019. Mengenal Jenis-Jenis PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).


http://www.manajemensdm.net/mengenal-jenis-jenis-phk-pemutusan-hubungan-kerja//.(24
November 2019)

Anda mungkin juga menyukai