Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MENANGANI KONFLIK PERUSAHAAN


PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA ( PHK )
PT. HASTA PRIMA INDUSTRI

Disusun oleh:

Septian Hadi PriamBodo ( 43218212013029 )


Harabi ( 43218212013017 )
Semester VI Jurusan Teknik Mesin

SEKOLAH TINGGI TEKNIK FATAHILLAH


CILEGON
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah hukum
ketenagakerjaan dengan judul Menangani konflik perusahaan pemutusan
hubungan kerja ( PHK )PT. Hasta Prima Industri
Kami memilih judul tersebut dengan maksud para pembaca, masyarakat umum
serta mahasiswa pada khususnya agar dapat memahami dan mengetahui tentang
cara menyikapi dan menangani konflik perusahaan. Kami sadari sepenuhnya
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Oleh karna itu kami mohon maaf serta mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya dengan iringan doa yang tulus ikhlas semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah pemberhentian merupakan masalah yang paling sensitif dalam dunia
ketenagakerjaan dan perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak,
termasuk oleh manager sumber daya manusia, karna ememerlukan modal atau
dana pada waktu penarikan maupun pada waktu karyawan tersebut berhenti. Pada
waktu penarikan karyawan, pimpinan perusahaan banyak mengeluarkan dana
untuk pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan, sehingga karyawan
tersebut merasa di tempatnya sendiri dan mengerahkan tenaganya untuk
kepentingan tujuan dan sasaran perusahaan dan karyawan itu sendiri.
Demikian juga ketika karyawan tersebut berhenti atau adanya pemutusan
hubungan kerja dengan perusahaan, perusahaan mengeluarkan dana untuk pensiun

atau pesangon atau tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian. Di


samping masalah dana yang mendapat perhatian, juga yang tak kurang pentingnya
adalah sebab musabab karyawan tersebut berhenti atau diberhentikan. Berbagai
alasan atau sebab karyawan tersebut berhenti ada yang didasarkan pemberhentian
sendiri, tapi ada juga atas alasan peraturan yang sudah tidak memungkinkan lagi
karyawan tersebut meneruskan pekerjaannya. Akibatnya dari pemberhentian
berpengaruh besar terhadap perusahaan maupun karyawan. Untuk karyawan
dengan diberhentikannya dari perusahaan atau berhenti dari pekerjaan, berarti
karyawan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk
karyawan dan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya
manusia harus sudah dapat memperhitungkan berapa jumlah uang yang
seharusnya diterima oleh karyawan yang berhenti, agar karyawan tersebut dapat
memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dapat dianggap cukup.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka permasalahan yang akan
dibahas antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa pengertian pemberhentian ?


Apa saja jenis-jenis PHK ?
Bagaimana proses pemberhentian ?
Bagaimana penyelesaian perselisihan PHK ?
Bagaimana contoh kasus PHK karyawan ?
Bagaimana solusi untuk mengatasinya ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untuk mengetahui pengertian pemberhentian


Untuk mengetahui jenis jenis PHK
Untuk mengetahui proses pemberhentian
Untuk mengetahui penyelesaian perselisihan PHK
Untuk mengetahui kasus PHK karyawan
Untuk mengetahui solusinya.

D. Manfaat
1. Untuk mengetahui bagaimana dan juga mengetahui lebih jauh mengenai
peranan pimpinan dalam mengelola konflik organisasi.
2. Untuk mengetahui sikap dan tindakan serta untuk mengetahui bagaimana
kebijakan serta proses pengambilan keputusan dari pimpinan perusahaan.
Sehingga dapat menjadi ilmu dan pengetahuan lebih dari apa yang sudah didapat.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.Pengertian Pemberhentian
Menurut undang-undang No.13 tahun 2003 mengartikan bahwa
pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan
kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha.
Sedangkan menurut moekijat mengartikan bahwa pemberhentian adalah
pemutusan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
Istilah pemberhentian juga mempunyai arti yang sama dengan sparation yaitu
pemisah. Pemberhentian juga bisa berarti pemutusan hubungan kerja ( PHK )
karyawan dari suatu organisasi perusahaan. Pemberhentian yang dilakukan oleh
perusahaan harus berdasarkan pada undang undang no 12 tahun 1964 KUHP

dan seijin P4D atau P4P atau seijin keputusan pengadilan. Pemberhentian juga
harus memperhatikan pasal 1603 ayat 1 KUHP yaitu mengenai Tenggang waktu
dan ijin pemberhentian. Perusahaan yang melakukan pemberhentian akan
mengalami kerugian karena karyawan yang diberhentikan membawa biaya
penarikan, seleksi, pelatihan dan proses produksi berhenti. Pemberhentian yang
dilakukan oleh perusahaan juga harus dengan baik baik, mengingat pada saat
karyawan tersebut masuk juga dengan cara baik baik. Dampak pemberhentian
bagi karyawan yang diberhentikan yaitu dampak secara psikologis dan biologis.
Pemberhentian yang berdasarkan pada undang undang 12 tahun 1964 KUHP,
harus berperikemanusiaan dan menghargai pengabdian yang diberikannya kepada
perusahaan misalnya memberikan memberikan uang pensiun atau pesangon.
Pemutusan hubungan kerja merupakan fungsi terakhir manajer sumber daya
manusia yang dapat di definisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja antara
pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh bermacam alasan sehingga
berakhir pula hak dan kewajiban diantara mereka.
B. Jenis jenis PHK
1. PHK pada kondisi normal ( sukarela )
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu
yang sangat membahagiakan. Setelah melakukan tugas dan menjalankan peran
sesuai dengan tuntutan perusahaan dan pengabdian kepada perusahaan maka tiba
saatnya kepada seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih
payah atas usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana
pengalaman kerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran
yang dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang mengalami kepuasan yang tinggi
pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus
ikhlas melepaskan semua atribut dan kebanggan yang disandangnya selama
menjalankan tugas, dan bersiap memasuki kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk
melepaskan jabatan yang digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika
seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan
selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap untuk segera melepaskan dan
meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat
mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan /
intimidasi. Terdapat berbagai alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat
lain, berhenti dengan alasan pribadi dan lain lain. Untuk mengundurkan diri
karyawan harus memenuhi syarat :
a. Mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya.
b. Tidak ada ikatan dinas.
c. Tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.

Undang undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk


mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta
oleh perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela
ini merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi,
reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain perusahaan tidak perlu mengeluarkan
pesangon lebih besar apabila perusahaan harus melakukan PHK tanpa ada
persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas besaran
pesangon yang di sepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak mendapatkan
kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan
dan perawatan, dll sesuai dengan pasal 156 ( 4 ). Karyawan mungkin
mendapatkan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan
terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah
karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan
penghargaan masa kerja.
2. PHK pada kondisi tidak normal ( tidak sukarela )
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan
beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive ( Robbins,
1984 ). Tuntutan yang berasal dari dalam ( inside stakeholder ) maupun tuntutan
dari luar ( outside stakholder ) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan
perubahan, termasuk didalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan
komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja.
Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi tuntutan ekonomi dan
politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit
pemasaran suatu produk diluar negri dan berimbas pada penjualan barang yang
sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang demikian akan
mempersulit suatu perusahaan memepertahankan suatu pekerjaan bagi karyawan
yang bekerja diperusahaan tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya
terjadi kasus pemutusan hubungan kerja.
Manulang ( 1998 ) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat
memberikan beberapa pengertian, yaitu :
a. Termination : yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau
berakhirnya kontrak kerja yang disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana
tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan menejemen, maka
karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
a. Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan
Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan
melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obatobat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak
perlengkapan kerja milik pabrik.

b. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan


melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin
berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam proses
produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu
atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini
berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
c. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan
masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran,
sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada
karyawannya.
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan
besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau
perusahaan lain. Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah
pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak.Baik
penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak
memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya
dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan
mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan
kesulitan-kesulitan bagi perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk
efisiensi tenaga kerja.
C. Proses Pemberhentian
Jika pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka cara yang ditempuh
diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1964. pengusaha yang ingin
memutuskan hubungan kerja dengan pekerjanya harus mendapatkan izin terlebih
dahulu dari P4D untuk pemutusan hubungan terhadap sembilan karyawan atau
kurang, dan izin dari P4P untuk pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang
jumlahnya sepuluh orang ke atas. Selama izin belum diberikan pemutusan
hubungan kerja belum sah maka kedua belah pihak harus menjalankan
kewajibannya.
Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan peraturan dan perundangundangan yang ada agar tidak menimbulkan masalah, dan dilakukan dengan cara
sebaik-baiknya, sebagaimana pada saat mereka diterima sebagai karyawan.
Dengan demikian, hubungan antara perusahaan dan mantan karyawan tetap
terjalin dengan baik. Akan tetapi pada kenyataanya sering terjadi pemberhentian
dengan pemecatan, karena konflik yang tidak dapat diatasi lagi, yang seharusnya
pemecatan karyawan harus berdasar kepada peraturan dan perundang-undangan
karena setiap karyawan mendapat perlindungan hukum sesuai dengan statusnya.
Berikut adalah prosedur/proses pemecatan karyawan:
1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan
2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan

3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4D


4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4P
5. Pemutusan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri
Bagi pemutusan hubungan kerja yang bersifat massal yang disebabkan keadaan
perusahaan, maka sebelum pemutusan hubungan kerja pengusaha harus berusaha
untuk meningkatkan efisiensi. Upaya peningkatan efisiensi yang biasa digunakan
adalah dengan:
1. Mengurangi shift kerja
2. Menghapuskan kerja lembur
3. Mengurangi jam kerja
4. Mempercepat pension
5. Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan,
kehendak karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul didasarkan
kepada peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan
suatu konflik suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah
pihak, baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun bebera cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
1. Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk memberhentikan
dari pekerjaannya perlu ditempuh terlebih dahulu:
1. Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
2. Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah
melalui pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan
perkara.
3. Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung
diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut
tanpa meminta ijin legih dahulu kepada Dinas terkait atau
berwenang.
4. bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan
peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang akan
mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan diatur atas sesui
dengan paraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.

D. Penyelesaian Perselisihan PHK


Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
karyawan. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat
antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau
tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
1.Penyelesaian Perselisihan Phk
Penyelesaian konflik antar buruh dengan majikan berdasarkan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan
hubungan industrial :
a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu
diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;
b. bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial
menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil,
dan murah;
c. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang
Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, dan c
perlu ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
Terhadap hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan
industrial ini dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI). Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut mengenai
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan:
1. Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak
antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh.
Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai
penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang
kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat,
namun apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka
salah satu pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja
setempat yang kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau
arbitrase;
2. Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak
Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK

dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi
bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang
kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun
bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan
anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak
mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan
apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang
menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui
pengadilan yang sama;
3. Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undangundang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker
sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan,
Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam
satu perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan
kedalam perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait,
namun bila tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh
diterima ataupun ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun
salah satu pihak maka dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui
pengadilan hubungan industrial;
4. Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar
pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat
ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak
sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan
arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang
berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang
berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh menteri;
5. Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian
perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan
negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap
perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih
diperbolehkan upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak
puas atas keputusan PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
bilamana terdapat bukti-bukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak
yang berselisih.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kasus PHK Karyawan


Setiap individu memiliki kewajiban dan hak untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sebagai manusia yang dituntut untuk mengolah dan menata kehidupan
yang bermartabat dan layak. Maka dalam hal ini bahwa setiap individu untuk
selalu menjalankan aktifitas dengan bekerja pada berbagai sektor kehidupan, dan
salah satunya adalah bekerja sebagai karyawan buruh.Menjadi persoalan besar
pada kondisi negara kita yang kini terpuruk, di tengah-tengah krisis ekonomi yang
semakin sulit, pengangguran dimana-mana, sulitnya lapangan kerja lebih
diperparah lagi dengan menjamurnya pemutusan hubungan kerja dan kebijakankebijakan yang sering kali bertentangan dengan Undang-undang, masalah ini telah
menjadi budaya dikalangan Perusahaan. Menjadi fakta bagi karyawan
buruh sebuah perusahaan yang telah bekerja puluhan tahun menggantungkan
nasibnya akan tetapi telah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebuah perusahaan terjadi krisis keuangan dan perusahaan akan failed, sehingga
mau tidak mau perusahaan tersebut harus mem-PHK sebagian karyawanya demi
menekan pengeluaran perusahaan menjadi seminim mungkin. PHK ini
mengakibatkan ratusan karyawan kehilangan pekerjaan. Hal tersebut tentu saja
tidak bisa diterima oleh pihak pekerja dengan begitu saja, keputusan tersebut
dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi kesepakatan berdasarkan penetapan
yang telah ada. Pihak perusahaan melakukan PHK massal tanpa memberikan uang
pesangon kepada pekerjanya, hal tersebut yang membuat para pekerja menjadi
geram.
Proses yang dilakukan oleh perusahaan juga tidak prosedural karena tidak ada
anjuran dari P4P seperti di atur dalam UU tahun 1964 tentang PHK di atas 9 orang
harus terlebih dahulu melaporkan ke instansi (P4P). Mengacu pada hal
tersebut maka para karyawan tersebut mengadakan aksi demo atau unjuk rasa
menentang keputusan tersebut karena para karyawan merasa sangat membutuhkan
pekerjaan tersebut dan para karyawan juga berpikir bahwa sulit mencari pekerjaan
dijaman sekarang ini dengan persaingan yang begitu ketat. Adapun terkait dengan
aksi demo yang dilakukan oleh para serikat pekerja adalah untuk meminta:
Dasar Tuntutan
1. Bahwa pekerja tetap tidak pernah minta di PHK. Akan tetapi apabila
terjadi PHK massal maka para pekerja minta untuk dibayarkan dengan
ketentuan normatif 5 kali sesuai dengan pasal 156 ayat 2,3 dan 4 UU No.
13 tahun 2003
2. Bahwa Penggugat melakukan pemutusan hubungan kerja bertentangan
dengan pasal 3 ayat (1) UU No. 12 tahun 1964 karena penggugat memPHK pekerja tidak mengajukan ijin kepada P4 Pusat

B. Solusi
Solusi yang dapat diberikan terhadap kasus ini ialah, dengan melakukan
perundingan antara pihak pimpinan perusahaan dan para buruh yang akan di PHK.
Perundingan tersebut dilakukan dengan tujuan dapat memperoleh keputusan yang
optimal, yakni apabila tetap melakukan PHK maka para buruh harus dipenuhi
terlebih dahulu haknya seperti halnya uang pesangon sisah mereka bekerja.
Namun apabila keputusan untuk melakukan PHK dibatalkan maka tempatkan
kembali para buruh di posisi kerja mereka masing-masing dan berikan motivasi
kepada setipa pekerja agar dapat kembali bekerja secara maksimal agar dapat
memajukan perusahaan. Bentuk perubahan yang dapat dilakukan yakni mengenai
situasi kerja, sehingga dapat menumbuhkan motivasi dalam diri setiap karyawan
salah satunya seperti kultir organisasi yang meliputi norma, nilai dan keyakinan
bersama anggota perusahaan untuk meningkatkan individu. Kultur yang
mengembangkan rasa hormat kepada karyawan, yang melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan (Furtwengler, 2003).
Pimpinan perusahaan mengadakan pertemuan dengan perwakilan karyawan
tersebut untuk mencari solusi yang terbaik terhadap masalah ini. Setelah melalui
perdebatan panjang maka mereka sepakat untuk mencari pinjaman dana dari bank
demi menyelamatkan keuangan perusahaan. Dan bukan hanya itu saja, para
pegawaipun berjanji akan bekerja lebih giat lagi agar kegiatan perusahaan dapat
berjalan dengan baik dan meningkatkan kinerja dari perusahaan. Sehingga pada
akhirnya keuangan perusahaanpun dapat pulih kembali seperti semula sehingga
perusahaan berjalan dengan baik.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal
nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan.Efisiensi
yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas
penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara
struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika
tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di
sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga PHK masih
belum dapat dihindarkan.
Dari contoh kasus diatas menggambarkan bahwa untuk mengatasi suatu konflik
tidak harus dengan cara kekerasan melainkan dengan cara perdamaian yaitu

dengan melakukan perundingan untuk mencari solusi yang terbaik dalam


menghadapi suatu masalah. Apabila masalah dihadapi dengan kekerasan maka hal
itu bukan memecahkan masalah melainkan malah hanya akan memperkeruh
keadaan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah, hendaknya
dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan UndangUndang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar tidak akan ada pihakpihak yang merasa dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Marbun, Ganda Putra. 2013. Kasus perselisihan antara pekerja buruh.


(http://kata2bijakpolitik.blogspot.com, di unduh pada tanggal 27
November 2013).

Heruzi. 2012. Kumpulan kasus-kasus nyata bentuk prlikau stres


kerja,motivasi dan kepuasan kerja. (http://heruzi.wordpress.com, di unduh
pada tanggal 27 November 2013).

Marsel.
2011. Contoh
makalah
PHK. (http://marselinuserik.wordpress.com, di unduh pada tanggal 27
November 2013).

Anda mungkin juga menyukai