Anda di halaman 1dari 5

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja sama antara

karyawan dengan perusahaan, baik karena ketentuan yang telah disepakati, atau mungkin
berakhir di tengah karier. Mendengar istilah PHK, terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak
perusahaan karena kesalahan pekerja. Oleh sebab itu, selama ini singkatan ini memiliki arti yang
negative dan menjadi momok menakutkan bagi para pekerja.

Adapun pengertian PHK menurut Nurachmad (2009) adalah pengakhiran hubungan kerja
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
pengusaha. Menurut Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1
ayat 25, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan
pengusaha. Istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan beberapa pengertian:

1. Termination, putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja
yang telah disepakati.
2. Dismissal, putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan pelanggaran
disiplin yang telah ditetapkan.
3. Redundancy, karena perusahaan melakukan pengembangan engan menggunakan mesin-
mesin teknologi baru, seperti: penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi,
penggunaan alat berat yang cukup dioprasikan oleh satu atau dua orang untuk
menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berakibat pada pengurangan tenaga kerja.
4. Retrentchment, yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi
yang membuat perusahaan tidak mampu memberikan upah kepada karyawannya.

Undang-undang No.13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pengusaha dapat melaksanakan


pemutusan hubungan kerja dengan ketentuan:
a. Jika pekerja telah melakukan kesalahan berat (Pasal 158)
b. Jika pekerja melanggar ketentuan perjanjian kerja bersama (Pasal 161)
c. Jika pekerja terjerat tindak pidana atau ditahan oleh pihak berwajib (Pasal 160)
d. Jika perusahaan beralih status kepemilikan (Pasal 163)
e. Jika perusahaan tutup akibat merugi secara terus-menerus selama 2 tahun (Pasal 164)
f. Jika perusahaan harus melakukan efisiensi (Pasal 156)
g. Jika perusahaan mengalami pailit (Pasal 165)
h. Jika pekerja meninggal dunia (Pasal 166)
i. Jika pekerja memasuki usia pensiun (Pasal 167)
j. Jika pekerja mangkir selama 5 hari kerja tanpa pemberitahuan (Pasal 168)

Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga
dapat disebut dengan Pemberhentian. Pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah
pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak dan
kewajiban pekerja dan perusahaan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh
perusahaan memiliki fungsi dan tujuan tertentu. Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi biaya tenaga kerja
2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah
mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.
3. Meningkatkan inovasi. PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan ,
yaitu :
a. Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi.
b. Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
c. Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebgai sumber daya yang
dapat memberikan inovasi/menawarkan pandangan baru.
4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan untuk
mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda dan mendistribusikan
ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga kerja.
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak
pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya sebagai berikut:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik
dan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan
dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif,
menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah
dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan
dan tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor
kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.
Pemutusan kerja bagi pihak buruh dapat memberikan pengaruh psikologis, ekonomis,
finansial sebab :
a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi buruh telah kehilangan mata
pencaharian;
b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan
biaya (keluar masuk perusahaan, di samping biaya-biaya lain seperti pembuatan surat-
surat untuk keperluan lamaran dan foto copy surat-surat lain).;
c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan yang
baru sebagai penggantinya.

Secara umum, terdapat dua jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yaitu sebagai berikut
:
1. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara
a. Sementara Tidak Bekerja, para karyawan meninggalkan pekerjaan sementara, namun
masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing (cuti)
b. Pemberhentian Sementara, karyawan sementara tidak bekerja karena alasan internal
perusahaan
2. Pemutusan Hubungan Kerja Permanen
a. Atrisi, pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan karena alasan pengunduran
diri, pensiun, atau meninggal (diawali oleh pekerja individual)
b. Terminasi, perpisahan permanen karyawan karena alasan tertentu (kinerja buruk,
kedisiplinan, dll)
c. Kematian.
Lebih lanjut, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 juga menggariskan sejumlah alasan
yang tidak memperbolehkan perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja, tepatnya
dalam Pasal 153. Disana disebutkan bahwa, pengusaha/perusahaan dilarang melakukan
pemutusan hubungan kerja apabila:
a. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan Dokter selama waktu
tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus,
b. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap
negara sesuai dengan ketentuan UndangUndang yang berlaku,
c. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan Agamanya,
d. Pekerja menikah,
e. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya,
f. Pekerja mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya dalam
satu perusahaan.
g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota, dan atau pengurus serikat buruh atau pekerja,
h. Pekerja mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
yang melakukan tindak pidana,
i. Karena perbedaan paham, Agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik atau status perkawainan,
j. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja.

Jika seluruh ketentuan atau alasan di atas dilanggar oleh pihak perusahaan atau
pengusaha, maka tindakan tersebut dianggap batal demi hukum. Dengan demikian perusahaan
wajib mempekerjakan kembali karyawan/pekerja yang bersangkutan. Dari uraian di atas jelas
bahwa setiap permohonan izin pemutusan hubungan kerja yang diajukan tanpa alasan-alasan
akan ditolak oleh P4, dan pemutusan hubungan kerja yang terjadi tanpa didasarkan pada alasan-
alasan tertentu adalah batal demi hukum. Menurut Asyhadie (2004) bahwa pemutusan hubungan
kerja juga dapat dikatakan tidak layak, jika :
a. Jika antara lain tidak menyebutkan alasannya,
b. Jika alasannya dicari-cari atau alasan palsu,
c. Jika akibat pemberhentian itu bagi buruh/pekerja lebih berat daripada keuntungan
pemberhentian bagi majikan atau pengusaha,
d. Jika buruh/pekerja diberhentikan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang atau
kebiasaan mengenai susunan staff atau aturan ranglijst (seniority rules), dan tidak ada
alasan-alasan penting untuk tidak memenuhi ketentuan-ketentuan itu.
Adapun prosedur pemutusan hubungan kerja dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Khakim, 2003) :

a. Semua pihak yaitu pengusaha, pekerja, serikat pekerja harus melakukan upaya untuk
meenghindari terjadinya PHK;
b. Bila tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekerja atau pekerja mengadakan
perundingan bersama;
c. Jika perundingan berhasil, dibuat persetujuan bersama;
d. Bila tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penetapan disertai dasar dan
alasan-alasanya kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
e. Selama belum ada penetapan/putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial, kedua pihak tetap melaksanakan segala kewajiban masing-masing, dimana
pekerja/buruh tetap menjalankan pekerjaanya dan pengusaha membayar upah

Anda mungkin juga menyukai