Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana karyawan adalah


anggota dari sebuah organisasi peruasaan/lembaga yang bekerja dalam mencapai
tujuan tertentu. Ada yang bekerja di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang
di lembaga swasta. Bagi mereka yang bekerja di lembaga kepemerintahan bias
kita sebut sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) yang mereka bekerja untuk Negara
dan di gajih pula oleh Negara dan diatur pula oleh aturan pemerintah. Kemudian
ada yang bekerja di lembaga suasta dimana mereka di pekerjakan oleh perusahaan
atau lembaga suata diman merka di atur oleh perusahaan dan oleh pemerintah.
Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang
namanya karyawan. Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di
perhatikan salah satunya adalah Pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia
sendiri Pemutusan hubungan kerja ini di atur dalam undang undang ketenaga
kerjaan yaitu dalam UU RI No.13 Tahun 2003, dimana disini di jelaskan aturan -
aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.
Hingga saat ini PHK menjadi pemikiran yang negatif karna di anggap
sebagai pemecatan. Padahal PHK bukan itu tapi ini merupakan proses dari sebuah
keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih jelasnya dalam pembahasan
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :


1. Apa definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?
2. Apa fungsi dan tujuan dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?
3. Jelaskan jenis-jenis dan prinsip-prinsip dari Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) !

1
4. Jelaskan mekanisme dan penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja !
5. Jelaskan bentuk dari pemberian kompensasi kepada karyaran yang
mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) !

1.1 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :


1. Mengetahui definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
2. Mengetahui fungsi dan tujuan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) .
3. Mengetahui jenis jenis dan prinsip prinsip dari Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK).
4. Mengetahui mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara
penyelesaian perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan hubungan
kerja dilakukan .
5. Mengetahui bentuk dari pemberian kompensasi kepada karyawan yang
mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemutusan Hububungan Kerja

Pemberhentian pegawai merupakan suatu masalah yang timbul dalam kegiatan


organisasi. Hal ini dapat ditimbulkan oleh berbagai alasan dan tujuan tertentu.
Ada beberapa pengertian pemberhentian pegawai menurut para ahli diantaranya:
1. Menurut Siagian (1990:136) bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK)
adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan
maiikan karena suatu hal tertentu.
2. Menurut Pasal 1 ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP-15A/Men/1994 adalah pengakhiran hubungan kerja antara
pengusaha dan pekerja berdasarkan izin panitia daerah atau panitia pusat.
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja
(PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan karenan hal tertentu,
sehingga berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dan pengusaha,
atau sebuah tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri ikatan/hubungan antara
pengusaha dengan buruh/pekerjanya.

2.2 Fungsi dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah sebagaio berikut:


1. Mengurangi biaya tenaga kerja
2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah
mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan
kinerjanya.
3. Meningkatkan inovasi. PHK meningkatkan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan , yaitu :
1. Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang
tinggi.
2. Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk

3
3. Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebgai
sumber daya yang dapat memberikan inovasi/menawarkan
pandangan baru.
4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan
untuk mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda
dan mendistribusikan ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga
kerja.
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada
jalannya perusahaan (pihak pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan
dengan baik dan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti
kesulitan penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak
adanya bahan baku produktif, menurunnya permintaan, kekurangan bahan
bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang
diharapkan dan tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga
faktor penting, yaitu faktor kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.

2.3 Alasan-alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan


mekanisme pemutusan hubungan kerja. Maka alasan pemutusan hubungan kerja
(PHK) antara lain sebagai berikut:
1. Berdasarkan Undang-Undang (UU No 13/2003).
Undang-undang yang menjamin dan mengatur tentang ketenagakerjaan
dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu
perusahaan. Misalnya karyaawan anak-anak, WNA, atau karyawan yang
terlibat organisasi terlarang.
2. Keinginan Perusahaan

4
Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang
karyawan baik secara terhormat ataupun dipecat. Biasanya disebabkan hal-
hal berikut :
1 Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
2 Perilaku dan disiplinnya kurang baik
3 Melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan.
4 Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain.
5 Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.
Berdasarkan Pasal 158 UU PERBURUHAN NO 13/2003, Perusahaan
dapat melakukan PHK bila karyawan/buruh melakukan kesalahan berat
sbb :
1 Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau
uang milik perusahaan;
2 Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan;
3 Mabuk, meminum-minuman keras yang memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
di lingkungan kerja;
4 Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman
sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
5 Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
6 Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian
bagi perusahaan;
7 Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
8 Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atauj. Melakukan

5
perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
3. Keinginan Karyawan
1 Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua.
2 Kesehatan yang kurang baik.
3 Untuk melanjutkan pendidikan.
4 Ingin berwiraswasta.
5 Ikut suami(bagi karyawan wanita).
Dalam Pasal 162 Ayat 1dikatakan bahwa pekerja/buruh yang
mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4), antara lain :
1. Cuti yang belum diambil atau belum gugur.
2. Biaya atau ongkos pulang karyawan atau keluarganya ke tempat di
mana dia diterima bekerja.
3. Penggantian perumahan dan pengobatan/perawatan minimal 15% dari
pesangon.
4. Pensiun
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan,
undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan
perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya
rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam
melaksanakan pekerjaan, dan sebagainya.
Undang-undang mempensiunkan seorang karyawan karena telah
mencapai batas usia dan masa kerja tertentu, misalnya usia 55 tahun dan
minimum masa kerja 15 tahun. Keingnan karyawan adalah pensiun atas
permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah
mencapai masa kerja tertentu dan permohonannya dikabulkan oleh
perusahaan. Karyawan yang pensiun akan memperoleh uang pensiun.
5. Kontrak kerja berakhir.

6
Alasan ini lebih tepat berlaku bagi karyawan kontrak dalam perusahaan
karena Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak
kerjanya dengan perusahaan berakhir. Pemberhentian berdasarkan
berakhirnya kontrak kerja tidak menimbulkan konsekuensi karena telah
diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima.
6. Kesehatan Karyawan.
Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan pemberhentian karyawan.
Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun
keinginan karyawan.
7. Meninggal Dunia.
Secara otomatis karyawan yang meninggal dunia akan menerima
pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan dan perusahaanya akan
memberikan pesangon atau uang pension bagi keluarganya sesuai
peraturan yang ada dimana pesangon atau golongannya diatur tersendiri
oleh undang-undang. Misalnya, pesangonnya lebih besar dan golongannya
dinaikkan sehingga uang pensiunnya lebih besar.
8. Perusahaan Likuidasi.
Bila perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut maka secara
otomatis para karyawan akan dilepas atau dilakukan pemutusan hubungan
kerja. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku, sedangkan karyawan yang dilepas (PHK) harus mendapat
pesangon sesuai ketentuan pemerintah.

Prosedur pemberhentian karyawan karena perusahaan Likuidasi yaitu:


a. Musyawarah karyawan dg pimpinan perusahaan.
b. Musyawarah pimpinan serikat buruh dg pimpinan perusahaan.
c. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4D
(Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah)
d. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan
P4Pusat
e. Pemutusan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri

7
2.4 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara teoritis terbagi dalam 4 macam,


yaitu Pemutusan Hubungan Kerja pemutusan kerja oleh pengusaha,
pemutusan hubungan kerja oleh buruh, pemutusan hubungan kerja demi
hukum, dan yang terakhir tampaknya lebih dominan diatur dalam ketentuan
ketenagakerjaan. Hal ini karena pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
sering tidak dapat diterima oleh para pekerja atau buruh, sehingga
menimbulkan permasalahan. Disamping itu perlunya perlindungan bagi
pekerja atau buruh dari kemungkinan tindakan pengusaha yang sewenang-
wenang.
1. Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh majikan/pengusaha;
Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pengusaha ialah pemutusan
hubungan kerja (PHK) dimana kehendak atau prakarsanya berasal dari
pengusaha, karena adanya pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh
pekerja atau buruh atau mungkin karena faktor-faktor lain seperti
pengurangan tenaga kerja, perusahaan tutup karena merugi, perubahan
status dan sebagainya.
Dan Pemutusan hubungan kerja (PHK) ini bisa terjadi karena hal-hal
sebagai berikut:
1 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pekerja/buruh melakukan
kesalahan berat (Pasal 158 ayat (4))
2 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pekerja/buruh (setelah)
ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan) berturut-turut disebabkan
melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal 160 ayat (3))
3 Pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah melalui SP (surat
peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat (3))
4 Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pengusaha yang tidak bersedia
lagi menerima pekerja/buruh (melanjutkan hubungan kerja) karena
adanya perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan
(Pasal 163 ayat (2));

8
5 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan tutup (likuidasi)
yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian (Pasal
164 ayat (2)).
6 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena mangkir yang dikualifikasi
mengundurkan diri (Pasal 168 ayat (3)).
7 Pemutusan hubungan kerja (PHK) atas pengaduan pekerja/buruh yang
menuduh dan dilaporkan pengusaha (kepada pihak yang berwajib)
melakukan kesalahan dan (ternyata) tidak benar (Pasal 169 ayat (3));
8 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pengusaha (orang-
perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat (4));
2. Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pekerja/buruh;
Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pekerja/buruh adalah Pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang timbu karena kehendak pekerja/buruh secara
murni karena adanya rekayasa pihak lain. bisa terjadi karena alasan
sebagai berikut:
1 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pekerja/buruh
mengundurkan diri (Pasal 162 ayat (2));
2 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pekerja/buruh tidak bersedia
melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya perubahan status,
penggabungan, peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan (
Pasal 163 ayat (1));
3 Pemutusan hubungan kerja (PHK) atas permohonan pekerja/buruh
kepada lembaga PPHI karena pengusaha melakukan kesalahan dan
(ternyata) benar (Pasal 169 ayat (2)).
4 Pemutusan hubungan kerja (PHK) atas permohonan Pekerja/buruh
karena sakit berkepanjangan, mengalami cacat (total-tetap) akibat
kecelakaan kerja (Pasal 172).
3. Pemutusan hubungan kerja (PHK) demi hukum;
Pemutusan hubungan kerja (PHK) demi hukum adalah Pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang terjadi dengan sendirinya karena hukum.

9
Pasal 1603e KUH Perdata menyebutkan bahwa hubungan kerja berakhir
demi hukum bisa terjadi dengan alasan/sebab sebagai berikut:
1 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pekerja/buruh meninggal
2 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena memasuki usia pensiun.
3 PHK karena berakhirnya kerja waktu tertentu (PKWT)
4. Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pengadilan (PPHI)
Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pengadilan adalah tindakan
Pemutusan hubungan kerja (PHK)pengadilan, karena adanya putusan
hakim oleh Pengadilan bisa terjadi dengan alasan/sebab:
1 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan pailit
(berdasarkan putusan Pengadilan Niaga) (Pasal 165);
2 Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap anak yang tidak memenuhi
syarat untuk bekerja yang digugat melalui lembaga PPHI (Pasal 68)
3 Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena berakhirnya PK (154 huruf
b kalimat kedua)

2.5 Proses dan Prosedur Pemutusan hubungan kerja (PHK)

Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan


dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan.
Namun karena terkadang pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak
terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai
dengan prosedur sebagai berikut:
1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2. Musyawarah pimpin
3. an serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari
P4D.
5. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari
P4P.
6. Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.

10
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian
hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur
dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan
hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian
Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari
sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian
Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat
memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus menjalankan
kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk
meningkatkan efisiensi dengan:
1 Mengurangi shift kerja
2 Menghapuskan kerja lembur
3 Mengurangi jam kerja
4 Mempercepat pensiun
5 Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara

Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun


dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha dilarang melakukan PHK dengan
alasan :
1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan
secara terus-menerus.
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena
memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4. Pekerja/buruh menikah.
5. Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya.

11
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan
dengan pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.
7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat
pekerja/serikat buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh
di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha,
atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau PKB.
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana
kejahatan.
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
10. Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan
kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan
dokter yang jangka waktu penembuhannya belum dapat dipastikan.

2.6 Penetapan Hak Pemutusan hubungan kerja (PHK)

Pengertian istilah terkait dengan hak pemutusan hubungan kerja (PHK)


yang masih televan tercantum pada Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor KEP-150/-MEN/200, Yaitu sebagai berikut :
1. Uang pesangon, ialah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja
akibat adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).
2. Uang penghargaan masa kerja, ialah uang jasan sebagaimana dimaksud dalam
UU No. 12 Tahun 1964 sebagai penghargaan pengusaha kepada pekerja yang
dikaitkan dengan lamanya masa kerja.
3. Uang Penggantian Hak, ialah pembayaran berupa uang dari perusahaan kepada
pekerja sebagai penggantian istirahat tahunan.
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK)

12
dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima.UP, UPMK, dan UPH
dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
Masa kerja 1 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 2 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 3 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
+9Masa kerja 4 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 5 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 6 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 7 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai
berikut :
Masa Kerja UPMK
Masa kerja 3 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 6 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 9 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 12 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 15 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 18 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 21 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
2. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya
ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja.

13
3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%
dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat.
4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
Ketentuan perhitungan hak pemutusan hubungan kerja (PHK) menurut UU N0.
13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan adalah sebagai berikut :

Tabel 1
Ketentuan perhitungan hak pemutusan hubungan kerja (PHK)

NO Alasan PHK Koposisi PHK Keterangan


Pekerja atau buruh melakukan Pasal 158 ayat (1)
1 UPH
kesalahan berat
Pekerja atau buruh melakukan
pelanggaran terhadap perjanjian kerja,
UP + UPMK + Pasal 161 yat (3)
2 peraturan perusahaan, perjanjian kerja
UPH
bersama, atau ketentuan perundang-
undangan
Ditahan pihak berwajib dan tidak
3 dapat melakukan pekerjaan atau UPMK + UPH Pasal 160 ayat (1)
dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Mengundurkan diri secara baik-baik Pasal 162 ayat (1)
4 UPH
atas kemauanya sendiri
Perubahan status, Penggabungan, atau
peleburan perusahaan tetapi :
- pekerja atau buruh tidak bersedia UP + UPMK
5 melanjutkan hubungan kerjanya +UPH Pasal 163 ayat (1)
-pengusaha tidak bersedia menerima Pasal 163 ayat (2)
buruh/pekerja di perusahaannya. 2 (UP) + UPMK
+ UPH
Perusahaan tutup karena merugi 2
UP + UPMK + Pasal 164 ayat (1)
6 tahun terus-menerus, atau keadaan
UPH
memaksa.
Perusahaan tutup bukan karena
2UP + UPMK + Pasal 164 ayat (3)
7 merugi atau keadaan memaksa,
UPH
melainkan karena efisiensi.
UP + UPMK +
8 Perusahaan pailit Pasal 165
UPH
9 2(UP) + UPMK
Pekerja atau buruh meninggal dunia Pasal 166
+ UPH

14
10 Pekerja atau buruh memasuki usia
pensiun :
Pasal 167 ayat 1
-ada program pensiun dan iuran atau
**)
premi ditanggung.
-tidak ada program pensiun
2(UP) + UPMK Pasal 167 ayat 5
+ UPH
11 Pekerja atau buruh mangkir 5 hari UPH*) Pasal 168 ayat 3
atau lebih berturut-turut.
12 Pelanggaran yang dilakukan oleh 2 (UP) + UPMK Pasal 169 ayat 2
pegusaha. + UPH
13 Pekerja atau buruh sakit
berkepanjangan, cacat tetapakibat 2(UP) + 2
kecelakaan kerja dan tidak dapat Pasal 169 ayat 2
UPMK + UPH
melakukan pekerjaan melebihi 12
bulan.

Keterangan :
UP : Uang Pesangon
UPMK : Uang penghargaan masa kerja
UPH : Uang pengganti Hak
*) : Ditambah uang pisah bagi pekerja atau buruh yang tugas dan fungsinya
tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung (blue collar
worker) yang besar dan pelaksanaanya diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
**) : Berhak jaminan atau manfaat pensiun, tetapi tidak berhak uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang pengganti hak, dengan
catatan :
a. Jika nilai jaminan atau manfaat pensiun ternyata leih kecil dari 2 (UP) +
UPMK + UPH, maka selisihnya harud dibayar pengusaha
b. Jika iuran atau premi pensiun dibayar oleh pengusaha dan pekerja atau
buruh, maka yang diperhitungakan dengan uang pesangon ialah iuran
atau premi yang dibayar oleh pengusaha.

15
BAB III
PENUTUP

Bahwasanya dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan


kerja (PHK) yang juga dapat disebut dengan Pemberhentian, Separation atau
Pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan antara organisasi (perusahaan) dan pegawai baik secara sepihak
maupun berdasarkan kesepakatan bersama karena alasan tertentu yang diberikan
oleh pegawai maupun perusahan tersebut. . Dan jika pandangan mengenai PHK
itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan
dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu
pemutusan hubungan kerja dibagi kedalam empat bagian yaitu :
1. Pemberhentian kerja oleh perusahaan.
2. Pemberhentian kerja oleh pekerja
3. Pemberhentian kerja demi hukum.
4. Pemberhentian kerja oleh pengadilan (PPHI)
Dalam suatu pemutusan hubungan kerja perusahaan tidak langsung lepas tangan,
melainkan perusahaan memberikan pesangon dan penghargaan masa kerja
disesuaikan dengan seberapa lama karyawan itu bekerja untuk perusahaan. Dan
adapun bentuk dari pesangon tersebut berupa uang yang telat ditetapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Eko Wahyudi, Wiwin Yulianingsih, M. Firdaus Sholihin (2016), Hukum


Ketenagakerjaan. Jakarta : Sinar Grafika.

Darda Syahrizal., SH (2013), 222 Tanya Jawab Hak dan Kewajiban Karyawan
dan Perusahaan. Jakarta : Laskar Aksara.

Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan (2002), Manajemen Sumberdaya Manusia edisi


revisi. Jakarta : Bumi Askara.

17

Anda mungkin juga menyukai