Anda di halaman 1dari 23

MODUL PERKULIAHAN

Modul 13
HUMAN
RESOURCES MANAGEMENT
Materi: Pemberhentian Hubungan
Kerja, Jenis PHK
Pengunduran Diri,
dan Pensiun di Organisasi

Sekolah Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Pascasarjana Magister 14 &15 191411004 Dr. Nina Nurani, S.H., MSi
Manajemen Dr. Neuneung Ratna Hayati, S.E., MM
Dr. Ratna Komala Putri, S.E., M.M

Abstract Kompetensi

Pada pertemuan ke 14 &15 dikaji Mahasiswa memiliki kemampuan


tentang Pemberhentian kerja/ memahami pengaturan pemberhenti
pemutusan hubungan kerja ( PHK ) di an kerja/PHK, mengidentifikasi ber
organisasi, jenis PHK, pengunduran diri bagai alasan Pemberhentian kerja
dan pensiun berikut pengaturannya. /PHK dan berbagai Jenis PHK,
pengunduran diri dan pensiun
berikut pengaturannya
A. Pendahuluan

Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) merupakan suatu kegiatan rutinitas dilakukan


setiap organisasi untuk kepentingan kelanjutan usahanya. PHK adalah keluarnya anggota
organisasi dari keanggotaan yang diakibatkan terbatasnya kemampuan untuk memenuhi
kepentingan organisasi. PHK merupakan suatu yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak
dalam organisasi. PHK bagi karyawan merupakan hilangnya pekerjaan yang berarti
berkurangnya sebagian gaji atau upah yang menjadi sumber penghasilan karyawan. Oleh
karena itu karyawan tidak menghendakinya kecuali dengan alasan tertentu, atau PHK atas
permintaan karyawan itu sendiri. Bagi perusahaan PHK akan menimbulkan proses baru
dalam sumber daya manusia sehingga mengeluarkan biaya relatif besar, kecuali hal-hal lain
berdasarkan pertimbangan perusahaan (Wilson Bangun, 2017; 219)

Salah satu jenis PHK yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja/buruh demi
hukum adalah berakhirnya perjanjian kerja atau pekerja/buruh yang telah memasuki masa
pensiun. Dalam hal terjadi PHK karena pensiun, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.

Terjadinya pemutusan hubungan kerja yang disebabkan oleh wabah COVID-19


menimbulkan permasalahan baru. Perusahaan di Indonesia telah banyak melakukan PHK
terhadap pekerjanya. Undang Undang Ketenagakerjaan mengatur bahwa PHK dapat
dilakukan oleh perusahaan jika perusahaan itu mengalami kerugian selama dua tahun
berturut-turut, dan karena kesalahan dari pekerjanya sendiri, sedangkan PHK akibat
pandemi dilakukan tanpa adanya kesalahan dari pekerja.

B. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja sama
antara karyawan dengan perusahaan, baik karena ketentuan yang telah disepakati, atau
berakhir di tengah karier . Menurut Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang
2
Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat 25, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Menurut Siagian (2009:145) pemutusan hubungan kerja ialah apabila ikatan formal
antara organisasi selaku pemakai tenaga kerja dan karyawannya terputus. Pada dasarnya
pemutusan hubungan kerja memilikil dua bentuk utama, yaitu berhenti dan diberhentikan.
Susilo Martoyo (2000:199) mengelompokkan pengertian pemutusan hubungan
kerja sebagai berikut:
1. Pengertian pemutusan hubungan kerja bersifat positif apabila pemberhentian
tersebut dilaksanakan pada masa atau jangka pemberhentian dan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku secara wajar.
2. Pengertian pemutusan hubungan kerja bersifat negatif apabila proses dan
pelaksanaan pemberhentian tersebut menyimpang dari ketentuan-ketentuan
tersebut atau secara tidak wajar, seperti: pemecatan, diberhentikan secara tidak
hormat dan sebagainya.

Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat


terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
1. Termination, putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya
kontrak kerja yang telah disepakati.
2. Dismissal, putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan.
3. Redundancy, hal ini terjadi karena perusahaan melakukan pengembangan
dengan menggunakan mesin-mesin teknologi baru, seperti: penggunaan robot-
robot indrustri dalam proses produksi, penggunaan alat berat yang cukup
dioprasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja.
Hal ini berakibat pada pengurangan tenaga kerja.
4. Retrentchment, yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi
ekonomi yang membuat perusahaan tidak mampu memberikan upah kepada
karyawannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) dapat disebut
dengan Pemberhentian. Pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran
hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak dan kewajiban
pekerja dan perusahaan.

Dilihat dari relasi hubungan kerja yang putus dapat diklasifikasikan dalam dua 3 tipe,
( Suwatno dan Donni Juni Priansa, 2013: 286 ) yaitu:
3
1. Hubungan kerja yang putus demi hukum, berarti hubungan kerja putus dengan

 sendirinya kedua belah pihak (perusahaan/pengusaha dan karyawan) bersifat

 pasif 


2. Hubungan kerja yang diputuskan oleh pihak karyawan berarti karyawan aktif untuk

 diputuskan hubungan kerjanya 


3. Hubungan kerja yang diputuskan oleh pengadilan berarti masing-masing pihak



 (perusahaan / pengusaha dan karyawan) meminta kepada pengadilan negeri agar

 hubungan kerjanya diputuskan berdasarkan alasan tertentu.

C. Fungsi dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )


Fungsi dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi biaya tenaga kerja
2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah
mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.
3. Meningkatkan inofasi PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan, yaitu:
Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi
Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebagai sumber
daya yang dapat memberikan inovasi/menawarkan pandangan baru
4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan
untuk mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda dan
mendistribusikan ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenag kerja.

b. Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja


Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) namun tujuan lebih menitik beratkan pada
jalannya perusahaan (pihak pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya dengan baik
dan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan
penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan
4
baku produkti, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik,
kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang
diharapkan dan tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor
penting, yaitu faktor kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.

Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan


mekanisme pemutusan hubungan kerja. Alasan pemutusan hubungan kerja antara
lain sebagai berikut :
1. Undang-undang : undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti
seperti karyawan WNA yang sudah habis izinnya.
2. Keinginan Perusahaan : Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara
hormat ataupun tidak apabila karyawan melakukan kesalahan besar.
3. Keinginan karyawan : Pekerja dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-
waktukarena alasan mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pensiun : Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan
peraturan perusahaan yang disepakati.
5. Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perusahaan
6. Kontrak kerja berakhir / selesainya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
7. Kesehatan karyawan : kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian
karyawan. Ini bisa berdasarkan keinginan perusahaan atau keinginan karyawan
yang juga telah diatur berdasarkan perundangundangan ketenagakerjaan yang
berlaku.
8. Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
9. Peleburan, penggabungan, perubahan status perusahaan
10. Pekerja sakit berkepanjangan atau Meninggal dunia
11. Perusahaan dilikuidisasi atau bangkrut
11. PHK Massal – karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
Menurut Sudibyo, alasan-alasan yang dipandang sebagai alasan kuat untuk
menunjang pembenaran PHK yang dilakukan oleh pengusaha atas diri seorang atau
beberapa pekerja pada dasarnya adalah sebagai berikut ( Sudibyo Aji, 2015) :

1. Alasan Ekonomis

Menurutnya hasil produksi yang dapat pula disebabkan oleh merosotnya



 kapasitas produksi perusahaan yang bersangkutan; 
 5
Merosotnya penghasilan perusahaan; 


Merosotnya kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar upah/gaji


dalam 
 keadaan yang sama dengan sebelumnya; 


Pelaksanaannya rasionalisme atau penyederhanaan yang berarti


pengurangan 
 pekerja dalam jumlah besar dalam perusahaan yang
bersangkutan. 


2. Alasan tentang diri pribadi pekerja yang bersangkutan

Tidak memiliki kemampuan kerja dan prestasi memadai selaras dengan


target yang telah ditentukan, meskipun berbagai usaha dan waktu yang

diberikan untuk memberikannya sudah cukup banyak; 


Tidak memiliki tingkah laku yang baik: tidak jujur, kurang mempunyai rasa

tanggung jawab, sering mangkir tanpa alasan dll. 


Tidak memiliki kekuatan jasmani yang sepadan dengan beratnya tugas

yang diemban, dan sebagainya. 


Karena meninggalnya pengusaha dan tidak ada ahli waris yang mampu
melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja yang bersangkutan.

D. Jenis-Jenis dan Bentuk Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )

1. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )


Menurut Mangkruprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu
pemutusan hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.
a. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, terdiri dari sementara tidak bekerja
dan pemberhentian sementara.
Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meninggalkan pekerjaan sementara
dengan alasannya berupa kesehatan, keluarga,melanjutkan pendidikan
6
rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut dengan cuti pendek atau
cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan
perusahaan

Pemberhentian Sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara
memilikialasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis,
misalnya kondisi moneter dan krisisekonomi menyebabkan perusahaan
mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat
meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya
manusia yang hati-hati dan teliti.

a. Pemutusan Hubungan Kerja Permanen.


Terdapa 3 ( tiga ) Jenis Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, yaitu ;
Atrisi atau atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara
tetap karena alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena
ini diawali oleh pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam
perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekannkan pada
atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan ini
mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
Terminasi mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan
karena alasan tertentu. Biasanya istilah ini mengandung arti orang yang
dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Untuk mengurangi
terminasi karena kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan
karyawan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat
mengajari karyawan bagaimana dapat bekerja dengan sukses atas
keterampilan dan pelatihan kerja
Kematian, pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi
perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk
penarikan tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.

Menurut Sedarmayanti , Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu ;


a. Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang
hubungan kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk
musiman, Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajib
karena disangka telah berbuat tindak pidana kejahatan.
7
b. Pemberhentian Permanen, yaitu terputusnya ikatan kerja antara karyawan
dengan perusahaan tempat bekerja.

Menurut Mutiara S Panggabean, Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada jenis,
diantaranya ;
a. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover)
hal ini terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan
pribadi
b. Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak
dibutuhkan lagi oleh organisasi (Lay Off).
c. Pemberhentian karena sudah mencapai umur pensiun (Retirement). Saat
berhenti biasanya antara usia 60 sampai 64 tahun.
d. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam
hal ini pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin
disebabkan adanya pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau
pelanggaran disiplin yang dilakukan pekerja.

Menurut Sjafri Mangkuprawira , 2003:171), Beberapa pekerja tidak di-PHK akan tetapi
Dilihat dari segi jangka waktu berlakunya PHK dapat dibedakan atas dua bentuk
klasifikasi PHK yang bersifat sementara dan PHK yang bersifat permanen, antara lain:

a. PHK sementara tidak bekerja. 
 Dalam kondisi tertentu karyawan dapat

mengajukan cuti dengan berbagai alasan, antara lain: motif kesehatan, keluarga,
melanjutkan pendidikan, rekreasi, dan sebagainya. Dalam situasi tersebut
perusahaan mengizinkan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya tanpa
kehilangan status, misalnya dalam bentuk cuti pendek atau panjang. Namun para
karyawan terikat pada persetujuan perusahaan. Berbeda dengan kondisi tersebut,
kasus PHK di masa pandemi covid-19 lebih disebabkan karena kondisi darurat,
dengan alasan utama menjaga kesehatan dan mencegah serta menjauhkan diri

dari paparan virus covid -19. 
 PHK yang bersifat sementara dapat dicontohkan

berkurangnya produksi yang dihasilkan atau menumpuknya barang di gudang sulit


dipasarkan dan sebagainya. Hal ini bisa pula terjadi misalnya pada masa pandemi
Covid-19 para karyawan

b. PHK Permanen
 PHK yang bersifat permanen sering disebut dengan


8
pemberhentian yaitu terputusnya ikatan kerja antara karyawan dan perusahaan
dengan pemberhentian ini karyawan yang bersangkutan akan kehilangan
pekerjaan. Oleh sebab itu suatu perusahaan sebelum melakukan pemberhentian
ini perlu melakukan upaya membantu meringankan akibat yang akan menimpa

karyawan yang bersangkutan. 
 Terdapat beberapa bentuk PHK permanen antara

lain sebagai berikut:

Atrisi. 


Atrisi atau pemberhentian tetap merupakan perpisahan seseorang dari


perusahaan secara tetap karena alasan pengunduran diri, pensiun atau

meninggal.
 Bentuk khusus dari atrisi di mana Departemen SDM dapat secara

aktif mengendalikan adalah pensiun dini. Salah satu manfaat yang diperoleh
dengan adanya pensiun dini adalah berkurangnya komponen biaya tenaga

kerja tanpa harus mengurangi kinerja perusahaan. 


Terminasi


Terminasi merupakan istilah luas yang mencakup perpisahan permanen


karyawan dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasanya istilah ini
mengandung arti orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor
kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi hal ini
biasa, meskipun tidak selalu disebut pemberhentian sementara. Pengusaha
juga membutuhkan untuk memberhentikan beberapa karyawan karena alasan
bisnis, dengan kata lain daripada pemberhentian sementara lebih baik

diberhentikan secara permanen. 


Kematian


Kematian dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar
bagi perusahaan. Hal ini sangat terkait dengan investasi yang sempat
dikeluarkan dalam bentuk rekrutmen seleksi, orientasi dan pelatihan. tidak
mudah menggantinya, terutama mereka yang memiliki kinerja bagus. Oleh
karena itu Departemen SDM secara proaktif mencegah terjadinya kematian
karyawan karena sakit (misalnya melalui pemeriksaan kesehatan berkala dan
9
berkesinambungan) dan program kesejahteraan berupa pemberian makan
siang, rekreasi, olahraga, dan sebagainya. Umumnya karyawan di perusahaan
memiliki asuransi kesehatan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap

kesejahteraan karyawan. 
 Berbeda dengan bentuk PHK permanen di atas,

PHK pada masa pandemi covid 19 dilakukan secara permanen karena dalam
kondisi darurat.

Dari beberpa sumber tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jenis pemberhentian
hubungan kerja (PHK) adalah :
a. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara
PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena
perusahaan dengan tujuan yang jelas dan dapat melakukan pekerjaan berdasarkan
proses yang sistimatis. (Sumber : Jurnal Pendas Mahakam, Sulfemi, Wahyu. Bagja.
2018)
b. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu kontrak selesai waktunya, keinginan
sendiri, kehendak perusahaan, dan pension.

3. Bentuk Pemutusan Hubungan Kerja PHK

Bentuk pemutusan hubungan kerja PHK dapat dilihat dari jumlah pihak (pekerja) yang
diberhentikan. Dalam hal ini dapat diklasifikasi dalam 3 jenis ( Moh. Muslim, 2020:363 )
adalah sebagai berikut:

a. PHK individu, yaitu pemutusan hubungan kerja yang sifatnya individu, pribadi atau
orang per orang dengan batas waktu tertentu. Contoh PHK individu adalah
berakhirnya masa kerja (masuk usia pensiun) atau habisnya kontrak kerja. Kasus
PHK individu bisa terjadi pada pekerja yang melakukan pelanggaran sehingga

diberikan sanksi pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja. 


b. PHK kelompok, yaitu pemutusan hubungan kerja kepada sekelompok karyawan.

Sebagai contoh kelompok karyawan mengundurkan diri dengan alasan tertentu 
 di-

PHK pada bagian tertentu secara berkelompok.

c. PHK massal, yairu pemutusan hubungan kerja massal adalah pemutusan yang
10
dilakukan terhadap sejumlah karyawan dengan berbagai sebab misalnya karena
ketidakmampuan perusahaan sehingga terjadi pengurangan karyawan seperti
penutupan unit atau cabang atau pabrik tertentu sehingga terjadi pengurangan
karyawan (rasionalisasi).

E. Proses dan Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )

Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan


baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun dalam
prakteknya pemberhentian juga dapat terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan. Menurut
Umar (2004) pemberhentian secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D
4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P
5. Pemutusan hubungan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri.

Mutiara S. Panggabean menyatakan bahwa bila proses pemberhentian hubungan


kerja sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang
No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus
mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin
memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin
dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka
perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus
menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk
meningkatkan efisiensi dengan ;
1. Mengurangi shift kerja,
2. Menghapuskan kerja lembur,
3. Mengurangi jam kerja,
4. Mempercepat pension, dan
5. Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK sesuai yang
tercantum dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-undang No. 13 thaun 2003 tentang
ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan ;
1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terusmenerus. 11
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
4. Pekerja/buruh menikah
5. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.
7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau didalam
jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diaturdalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
10. Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau
sakitkarena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yan jangka waktu
penembuhannya belum dapat dipastikan.

Prosedur PHK yang tertuang dalam pasal 163 UU No.13/2003, pada dasarnya merujuk
pada ketentuan pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) UU No.13/2003, bahwa setiap pemutusan
hubungan kerja wajib dirundingkan (sesuai mekanisme bipartit), baik perundingan mengenai
alasan PHK-nya maupun perundingan menyangkut hak-hak atau kewajiban yang harus
ditunaikan. Termasuk PHK karena corporate action sebagaimana tersebut dalam Pasal 163
UU No.13/2003. Apabila perundingan - sebagaimana dimaksud - gagal, maka hanya dapat
dilakukan pemutusan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan (“izin”) dari Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (c.q. Pengadilan Hubungan Industrial).

F. Dampak PHK dan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )


1. Dampak Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )

PHK merupakan awal hilangnya mata pencaharian, karena akan menyebabkan


kehilangan pekerjaan dan penghasilan yang selama ini digunakan untuk memenuhi
12
kebutuhan hidup. PHK merupakan kondisi yang sangat dihindari bagi pekerja, oleh
karena karyawan dan keluarganya terancam kelangsungan hidupnya. PHK tidak
hanya berdampak pada orang yang terkena pemberhentian kerja, akan tetapi juga
berpengaruh pada karyawan lain yang sedang bekerja karena konsentrasi karyawan
tidak fokus dalam bekerja. Karyawan menjadi malas tidak semangat dan
mempengaruhi kondisi fisik maupun psikis karyawan.

PHK juga dapat menimbulkan sejumlah konflik karyawan dengan pihak perusahaan.
Bahkan yang paling sering konflik ini melibatkan Serikat Pekerja. Oleh sebab itu,
dalam UU Cipta kerja di dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) menyatakan bahwa Pengusaha,
pekerja, serikat pekerja dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK

2. Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )


Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar
uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang
penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK dan UPH dihitung
berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
a). Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bu0lan upah.
b). Masa kerja kurang dari 1 - 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
c). Masa kerja kurang dari 2 - 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
d). Masa kerja kurang dari 3 - 4 tahun, 4 (empat) bulan upah.
e). Masa kerja kurang dari 4-5 tahun, 5 (lima) bulan upah.
f). Masa kerja kurang dari 5 - 6 tahun, 6 (enam) bulan upah.
g). Masa kerja kurang dari 6 - 7 tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h). Masa kerja kurang dari 1 tahun, 7 - 8, 8 (delapan) bulan upah.

2. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut:


Masa Kerja UPMK
a). Masa kerja 3 - 6 tahun 2 (dua bulan upah)
b). Masa kerja 6 - 12 tahun 3 (tiga bulan upah)
c). Masa kerja 12 - 15 tahun 4 (empat bulan upah)
d). Masa kerja 15 - 18 tahun 5 (lima bulan upah)
e). Masa kerja 18 - 21 tahun 6 (enam bulan upah)
f). Masa kerja 21 - 24 tahun 7 (tujuh bulan upah)
13
g). Masa kerja 3 - 6 tahun 8 (delapan bulan upah)
h). Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah

3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi:


a). Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
b). Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat
dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
c). Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari
uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat.
d). Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

F. Pengunduran Diri
Pengunduran diri adalah keluarnya karyawan dari suatu perusahaan karena
keputusan karyawan itu sendiri. Karyawan yang mengundurkan diri mengakibatkan
pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan, dengan demikian berakhirnya hak dan
kewajiban dari pihak karyawan maupun perusahaan. Menurut Mathis dan Jakcson (2006)
alasan karyawan mengundurkan diri sebagai berikut:
1. Komponen organisasional, nilai dan budaya, strategi dan peluang, dikelola dengan baik
terorientasi pada hasil, kontinuitas dan keamanan kerja;
2. Peluang karier, kontinuitas pelatihan, pengembangan dan bimbingan, perencanaan
karier;
3. Hubungan karyawan, perlakuan yang adil/tidak diskriminatif, dukungan dari
supervisor/manajemen, hubugan rekan kerja;
4. Penghargaan, gaji dan tunjangan yang kompetitif, perbedaan penghargaan kinerja,
pengakuan, tunjangan dan bonus special;
5. Rancangan tugas dan pekerjaan; tanggungjawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja,
kondisi kerja, keseimbangan kerja/kehidupan.

Ketika karyawan mengalami ketidak-puasan, maka karyawan akan cenderung mengambil


sikap untuk mundur atau berhenti dari perusahaan. Sebaliknya jika kondisi semakin baik,
maka karyawan akan lebih lama bertahan dalam perusahaan. Pengunduran diri
mengharuskan perusahaan mencari tenaga kerja baru agar program kerja perusahaan tetap
berjalan terus walaupun kontinuitas dan produktivitas kerja karyawan serta perusahaan akan
mengalami sedikit gangguan. Keluar masuknya karyawan secara berlebihan akan
14
merugikan perusahaan karena turunnya produktivitas, waktu dan biaya pelatihan yang
meningkat, waktu rekruitmen dan seleksi yang meningkat, efisiensi kerja yang menurun, dan
kerugian tidak langsung lainnya seperti layanan pelanggan dan komitmen.

Turnover karyawan terjadi ketika karyawan meninggalkan organisasi. Menurut Mathis (2006)
ada dua bentuk turnover :
1. Perputaran secara tidak sukarela, yakni pemecatan karena kinerja yang buruk dan
pelanggaran peraturan kerja;
2. Perputaran secara sukarela, yakni karyawan meninggalkan perusahaan karena
keinginannya sendiri.

Terdapat dua pendekatan untuk pengelolaan perputaran karyawan yaitu pendekatan aktif
dan pendekatan reaktif.
1. Pendekatan aktif
Yaitu pendekaatan perusahaan dalam mengelola perputaran karyawan atas inisiatif
perusahaan tanpa didahului masukan-masukan dari karyawan. Salah satu cara
dimulai sejak proses rekruitmen, seleksi dan orientasi 2 karyawan baru. Jika proses
awal ini dilakukan dengan baik, maka sebagian tugas perusahaan untuk mengelola
perputaran karyawan sudah dilakukan dengan baik. Survei gaji pada perusahaan yang
ada diwilayahnya terutama pada perusahaan yang sejenis merupakan langkah
mengantisipasi tingkat kompetisi gaji, kemudian melaksanakan. Program orientasi dan
pelatihan kerja kepada karyawan secara terstruktur.
2. Pendekatan reaktif
Yaitu pendekatan yang dilakukan perusahaan dalam mengelola perputaran karyawan
sesuai peristiwa keluarnya karyawan atau berdasarkan masukan dari karyawan.
Kegiatan exit interview merupakan salah satu contoh pendekatan reaktif, karena
merupakan informasi penting dan lebih jelas alasan karyawan mengundurkan diri.
Dengan demikian, perusahaan bisa mendapatkan masukan tentang persepsi
karyawan terhadap perusahaan. Juga dapat dilakukan dalam bentuk survei berupa
kuesioner tanpa menyebut identitas agar diperoleh informasi yang objektif. Alasan
karyawan yang mengundurkan diri akan dianalisa untuk dibuat langkah strategik
dalam rangka mendapatkan dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dan
bertahan kerja di perusahaan. Mc’Kenna (2002) dalam survei terhadap 8000
karyawan pada 35 perusahaan industri menemukan alasan karyawan mengundurkan
diri yaitu:
(1) Exciting work and challenge;
(2) Career growth, learning and development; 15
(3) Fair pay and benefits;
(4) Relationship and working with great people;
(5) Supportive management, a great boss;
(6) Pride in the organization, its mission and its product;
(7) Great work environment or culture;
(8) Being recoqnized, valued and respected;
(9) Meaningful work, making a difference;
(10) Autonomy.
Terdapat beberapa cara mempertahankan karyawan menurut Harvard Business Esential
(2002):
(1) Get people off to a good start;
(2) Create a good environment - with the bosses whom people respect;
(3) Share information;
(4) Give peole as much as autonomy as they can handle;
(5) Challenge people to stretch;
(6) Be flexible;
(7) Design jobs to encourage retention;
(8) Identify potential defectors early;
(9) Be a retention oriented manager.
Rentannya karyawan waktu tertentu untuk keluar dari perusahaan menjadi alasan kuat
untuk membuat program seperti peningkatan kesejahteraan yang dapat membangkitkan
motivasi kerja dan mengurangi jumlah karyawan untuk keluar dari perusahaan. Dengan
demikian, sekalipun status mereka sebagai karyawan waktu tertentu tetapi mereka mau
bertahan sekalipun dengan kondisi hubungan ketenagakerjaan yang berbeda sifatnya
dengan karyawan waktu tidak tertentu atau pekerja tetap yang lebih kuat statusnya.

G. Pensiun

1. Pengertian Pensiun

Pensiun adalah sebuah konsep sosial yang memiliki beragam pengertian (Newman,
2006). Pensiun sulit untuk didefinisikan (Cavanaugh, 2006). Pensiun tidak hanya
sekedar berhenti bekerja karena usia. Sebagai sebuah istilah, pensiun bermakna
purnabakti, tugas selesai, atau berhenti (Sutarto, 2008). Parnes dan Nessel (dalam
Corsini, 1987) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana seorang
individu berhenti bekerja dari suatu pekerjaan yang biasa dilakukan.
16
Menurut Floyd, dkk (dalam Newman, 2006) pensiun mengacu kepada transisi
psikologis, suatu perubahan yang terprediksi dan normatif yang melibatkan
persiapan, pengertian kembali tentang peran dan peran perilaku, serta penyesuaian
psikologis dari seorang pekerja menjadi melakukan aktivitas yang lain.

Pensiun adalah peran baru dalam hidup seseorang yang berhenti dari pekerjaan
formal dan tidak bekerja lagi serta mengalami perubahan ekonomi berupa
pendapatan yang jauh berkurang dari sebelumnya. Dibutuhkan aspek kesiapan
mental dalam menghadapi perubahan sosial serta membutuhkan penerimaan diri
yang baik, sehingga tidak menimbulkan depresi, frustasi dan stres pada diri individu
(Turner & Helms, dalam Hurlock, 2002).

2. Masa Pensiun
Masa pensiun merupakan saat yang penting yang menentukan dalam
perkembangan manusia sebab masa pensiun menandai pergantian tahun
pertengahan ke usia tua (Kimmel dalam Prastiti, 2005). Pensiun juga berarti
melepaskan jabatan dan kekuasaan yang diperoleh dari pekerjaan dan tentunya
banyak membawa perubahan dalam hidup manusia. Dalam masa pensiun orang
sudah tidak aktif lagi atau mengundurkan diri dari pekerjaannya. Parkinson(1990)
menyatakan bahwa pensiun diartikan mengundurkan diri dari masyarakat umum atau
kehidupan afektif, bisnis atau profesi. Menurut Kimmel ( dalam Prastiti, 2005)
mengatakan bahwa, pensiun merupakan suatu perubahan yang penting dalam
perkembangan individu yang ditandai dengan perubahan sosial. Perubahan ini harus
dihadapi oleh para pensiunan berupa penyesuaian diri terhadap keadaan yang tidak
lagi berkerja, berakhirnya karier pada pekerjaan formal, berkurangnya penghasilan
dan bertambahnya waktuluang yang sangat mengganggu.

Hurlock (1996 : 417) menggolongkan pensiun menjadi dua, yaitu:


a. Sukarela, yaitu individu yang bersangkutan memiliki keinginan untuk
menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan hal-hal yang lebih berarti
daripada pekerjaannya.
b. Wajib, yaitu individu yang terpaksa melakukan pensiun karena organisasi tempat
individu tersebut bekerja menetapkan usia tertentu sebagai batas seseorang
untuk pensiun tanpa mempertimbangkan suka atau tidak.

Menurut Ranupandojo (1982: 79), masa pensiun berarti bahwa perusahaan


17
memberikan sejumlah uang tertentu secara berkala dalam waktu yang lama, atau
setelah mencapai batas usia tertentu dimana pegawai telah berhenti bekerja.
Sedangkan menurut Manullang (1982 : 79) pensiun merupakan salah satu bentuk
pemutusan hubungan kerja, karena suatu sebab tertentu, selain itu pensiun dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu telah berhenti bekerja setelah
mencapai batas usia atau setelah jangka waktu tertentu dan menerima uang balas jasa
dari perusahaan atau badan pensiun. Secara umum, masa pensiun adalah suatu masa
dimana pegawai sudah tidak bekerja lagi sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja pada instansi dimana pegawai telah mencapai batas usia tertentu.

2. Jenis–Jenis Pensiun
Jenis pensiun dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
a. Pensiun secara sukarela (Voluntary)
Salah satu contoh pensiun secara sukarela adalah, ketika seseorang ingin
melakukan sesuatu yang lebih berarti dalam kehidupannya dibandingkan dengan
pekerjaan sebelumnya.
b. Pensiun yang berdasarkan pada peraturan (compulsory/mandatory retirement).
Sedangkan pensiun yang berdasarkan atas peraturan yang berlaku di perusahaan
tanpa memperdulikan apakah individu tersebut masih sanggup atau masih ingin
bekerja kembali, merupakan contoh dari pensiun yang berdasarkan peraturan
(compulsory/mandatoryretirement).

3. Aspek-Aspek Kesiapan Pensiun


Sutanto dan Ismul Cokro (2008) mengemukakan beberapa aspek persiapan dan
kesiapan yang merupakan kebutuhan utama untuk mempersiapkan masa pensiun, yaitu :
kesiapan materi finanasial, kesiapan fisik, kesiapan mental dan emosi, dan kesiapan
seluruh keluarga.
1) Kesiapan materi finansial.
Berupa ketersediaan sejumlah bekal pendukung berupa tabungan, asuransi,
simpanan asset, dan kegiatan usaha. Biasanya perusahaan menyediakan program
tabungan pensiun untuk pekerjanya.
2) Kesiapan fisik.
Semakin bertambahnya usia kemampuan fisik semakin menurun. Agar bisa terus
sehat di masa tua, maka harus dilakukan pemeliharaan kesehatan semenjak masih
berada di usia muda dengan menjalankan pola hidup sehat.
3) Kesiapan mental dan emosi.
18
Berupa kekuatan dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Kehilangan pekerjaan, perubahan status, dan kehilangan kemampuan tentunya terasa
cukup menyakitkan. Hal ini tidak dapat diatasi dengan limpahan materi. Perlu
tenggang waktu untuk meredam tekanan batin dan mengendalikan emosi, karena di
saat-saat seperti ini adalah saat yang sangat sensitif bagi pensiunan.
4) Kesiapan seluruh keluarga.
Seluruh anggota keluarga turut perlu mempersiapkan diri agar dapat menyesuaikan
gaya hidup ketika seorang kepala keluarga pensiun. Richards (2010) mengemukakan
suatu inventori untuk mengukur kesiapan pensiun pekerja. Inventori ini terdiri dari
aspek-aspek yang menyusun konsep kesiapan pensiun dalam bentuk tugas-tugas
(tasks). Tugas-tugas ini yang menjadi indikator kesiapan pensiun.
Tugas-tugas tersebut adalah :
tugas yang terkait pendapatan dan kegiatan bermanfaat.
Melakukan aktivitas yang menghasilkan uang dan melakukan aktivitas yang
bermanfaat. Hal ini meliputi kemampuan menilai apakah pada saat pensiun mampu
hidup dengan kondisi finansial yang layak, mengevaluasi dampak perubahan
ekonomi saat pensiun, investasi, dan menentukan penggunaan bantuan pensiun
(pesangon) baik dari perusahaan maupun pemerintah.
Tugas terkait pekerjaan.
Tugas ini terkait memutuskan apakah akan bekerja paruh waktu setelah pensiun,
atau sepenuhnya berhenti bekerja.
Tugas melakukan aktivitas yang menyenangkan,
misalnya melakukan hobi di waktu-waktu senggang saat menjalani masa pensiun.
Tugas melakukan hubungan dengan orang lain (sosial).
Menentukan kegiatan-kegiatan yang menghubungkan individu dengan orang lain dan
dunia sosial di sekitarnya.
Tugas mempersiapkan pensiun.
Meliputi menentukan apa saja yang diperlukan untuk menjalani pensiun yang
menyenangkan, memuaskan, mengidentifikasi rencana alternatif.

4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesiapan Pensiun


Ada pekerja yang telah memasuki batas usia untuk pensiun namun memilih untuk tetap
bekerja (tidak ingin pensiun) walaupun di perusahaan yang berbeda dengan perusahaan
tempat sebelumnya ia bekerja. Hoyer & Roodin (2009) mengemukakan faktor-faktor yang
memengaruhi kesiapan pensiun pekerja (di Amerika) hingga memilih untuk tetap bekerja.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Kurangnya tabungan sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak jika
19
pensiun.
2) Harapan hidup yang semakin tinggi sehingga berpikir lebih membutuhkan sumber
finansial.
3) Biaya hidup terutama biaya kesehatan semakin mahal.
4) Terlambat menpersiapkan keuangan.
5) Inflasi menimbulkan uang tabungan berkurang nilainya.

5. Tahapan Persiapan Masa Pensiun


Thompson (1977) dalam Craig (1984) menyatakan bahwa persiapan pensiun terdiri dari tiga
bagian :
a. Pengurangan
Suatu awal melepaskan atau berangsur-angsur mengurangi tanggung jawab pekerjaan
untuk menghindarkan penurunan tiba-tiba dalam aktivitas di masa pensiun. Dengan
berkurangnya kemampuan beberapa fungsi fisik mengharuskan pensiunan melakukan
pengurangan aktivitas bekerja.
b. Program pensiun
Program pensiun berupa berhenti dari bekerja untuk memulai kehidupan baru sebagai
seorang pensiunan.
c. Kehidupan di masa pensiun
Suatu usaha mengatasi mengenai berhentinya dari bekerja dan pikiran mengenai apa
yang akan dikehendaki untuk hidup sebagai seorang pensiunan. Mempersiapkan
aktivitas yang memungkinkan untuk menikmati masa pensiun dengan menggunakan
waktu luang yang ada.

6. Fase-Fase Pensiun
Atchly (1983) dalam Hoyer & Roodin (2009) mengemukakan suatu model mengenai fase-
fase masa pensiun. Terdapat tujuh fase masa pensiun :
a. Remote
Pada fase ini sebagian besar pekerja secara kasat mata tidak menampakkan tanda-tanda
melakukan persiapan pensiun. Namun seiring waktu yang semakin dekat dengan tibanya
masa pensiun, karyawan sering melakukan penolakan (denial) bahwa sudah dekat masa
untuk berhenti bekerja.
b. Near
Pada fase ini pekerja mencapai tahap dimana sudah sedia mengikuti program
perencanaan menjelang pensiun. Program perencanaan menjelang pensiun membantu
20
pekerja dalam bertransisi dari masa bekerja ke masa berhenti bekerja.
c. Honeymoon
Fase ini terjadi setelah pekerja memasuki masa pensiun. Pada tahap ini pensiunan
merasakan masa pensiun sebagai suatu masa yang menyenangkan, mendapatkan
kebebasan untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang digemari. Fase ini juga
biasanya membentuk suatu aktifitas kebiasaan rutin. Jika rutinitasnya memuaskan,
penyesuaian terhadap masa pensiun akan berhasil.
d. Disenchantment
Tidak semua pensiunan melewati tahap ini. Hanya karyawan yang tidak mempersiapkan
diri yang biasanya mengalami tahap ini. Setelah melewati fase honeymoon kehidupan
mulai terasa membosankan. Bayangan kehidupan di masa pensiun tidak seperti
kenyataannya. Pada tahap ini banyak pensiunan yang mengalami kekecewaan hidup,
depressi, post power syndrome dan merasa tidak punya apa-apa lagi ditambah dengan
lingkungan sosial yang dirasa asing karena tinggal di rumah baru setelah pensiun.
e. Reorientation
Pada fase ini pensiunan mulai mengadakan kaji ulang (reorientasi) dan melakukan
penyesuaian diri terhadap kehidupan yang baru. Sangat dibutuhkan bantuan dari
keluarga dan lingkungan sekitar dalam melewati fase ini.
f. Stability.
Pada fase ini, pensiunan mulai menyadari bahwa ia harus dapat menyesuaikan dirinya
dengan gaya hidup dan peran-peran yang baru. Pensiunan akan melakukan rutinitas
kegiatan yang baru.
g. Termination.
Tahap ini ditandai dengan semakin bertambahnya umur, kondisi fisik yang semakin
lemah. Kegiatan rutin dalam tahap stabilitas berkurang yang berangsur-angsur lepas.

H. KASUS
Pada tahun 2020 Disney melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) pada sekitar
32.000 orang. Pandemi Covid-19 telah menghentikan gerak industri taman hiburan
Disney. Ribuan karyawan Disney akan diberhentikan pada paruh pertama di tahun
fiskal 2021. Mayoritas pekerja yang terkena PHK berasal dari divisi taman
bermainnya, divisi produk. Kemudian ditambah sekitar 28.000 pekerja yang
sebelumnya sudah diumumkan pada September lalu, seperti melansir laman CNBC,
Kamis (26/11/2020).

Beberapa perusahaan di kota industri sekitar Jabodetabek juga melakukan hal yang
sama. Sebanyak 1.543 orang pekerja di Kota Bekasi menjadi korban PHK selama
pandemi Covid-19. Jumlah tersebut kemungkinan masih akan bertambah, mengingat
masih ada karyawan yang sedang berselisih dengan perusahaan. Sementara di
Tangerang 1.800 buruh di salah satu pabrik sepatu di Kabupaten Tangerang, kena
PHK lantaran dampak pandemi Covid-19. tidak hanya pabrik sepatu itu yang
terdampak Covid-19. Tapi, ada 22 pabrik lainnya di Kabupaten Tangerang yang juga
bernasib sama. Pabrik tutup dan pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja. 21
Perusahaan milik negeri (BUMN) pun tidak luput dari pemberhentian pekerja. PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk memutus kontrak sekitar 700 pekerjanya.
Pemutusan kontrak dilakukan setelah para pekerja itu dirumahkan tanpa gaji sejak
Mei 2020 lalu. Adapun kebijakan putus kontrak tersebut bakal berlaku mulai 1
November 2020.

Sementara, sebanyak 135 pilot dan copilot Garuda Indonesia yang dipercepat masa
kontrak kerjanya. Total ada 135 (yang dipercepat masa kontraknya) dari total 1.400-
an pilot dan copilot Garuda. Bahkan usaha start-up pun mengalami hal yang sama.
Sebagai contoh start-up Gojek melakukan pemutusan hubungan kerja ( PHK)
kepada 430 karyawan, atau 9 persen dari total karyawan. Layanan yang mendapat
PHK terutama dalam layanan Go-Life dan Go-food. Databoks menyebutkan 10
perusahaan start-up yang memberhentikan pekerjanya (dirumahkan).

Sumber : Moh Muslim, Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) pada Masa Pandemic
Covid-19.2020, Article Text-398-1-10-20210104.pdf

Pertanyaan :

1. Analisa kasus beberapa perusahaan tersebut di atas dengan menggunakan


konsep funggsi dan tujuan PHK. Jelaskan pula prinsip-prinsip yang perlu
diindahkan dalam melakukan pemutusan hubungan kerja sertakan mengenai
alasan dan mekanisme pemutusan hubungan kerja, yang memenuhi kriteria
benar dan baik, sehingga dapat menghindari dispute ( perselisihan hubungan
industrial ).

2. Bagaimana pula dengan Perusahaan milik negeri (BUMN). PT Garuda Indonesia


(Persero) Tbk memutus kontrak sekitar 700 pekerjanya. Pemutusan kontrak
dilakukan setelah para pekerja itu dirumahkan tanpa gaji sejak Mei 2020 lalu.
Analisa dengan mengunakan konsep hak yang diperloleh sebagai akibat PHK
tersebut. Uraikan dengan mengakomodasi konsep jenis dan bentuk PHK dan hak
pensiun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Flippo, E.B., 1984. Personnel Management. 5th edition. Sydney: McGraw-Hill Inter
national Book Company.
2. Hanifa, Suci. 2013. Manajemen Dumber Daya Manusia, Pemutusan Hubungan
Kerja.
3. Jones, G. R. 1994. Organizational theory: Text and cases. New York: Addison
Wesley Publishing Company.
4. Mangkruprawira, T. B. Sjafri. 2004. Manajemen SDM Stratejik. Jakarta : PT. Ghalia
Indonesia
5. Martoyo, Susilo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jogjakarta: PT BPFE –
JogJakarta 22
6. Manulang, S. H. 1988. Pokok-pokok hukum ketenagakerjaan di Indonesia.Jakarta:
Rineka Cipta.
7. Mutiara S. Panggabean, 2004 Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indah,
Bogor Selatan, Agustus,, Cetakan . 2

8. Moh Muslim, Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) pada Masa Pandemic Covid-19.
ESENSI: Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 23 No. 3 / 2020, 218-Article Text-398-1-10-
20210104.pdf

9. Sedarmayanti, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja,


Mandar Maju, Jakarta
10. Sjafri Mangkuprawira, 2003 Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia
Indonesia, Jakarta.

11. Sudibyo Aji Narendra Buwana dan Mario Septian Adi Putra, “Implementasi
Pemutusan Hubungan Kerja Jurnal Studi Manajemen 9, no. 5 (2015): 202–214.
(PHK) Terhadap Pekerja Status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pada PT X
DI Kota Malang,”
12. Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan
Bisnis,2013 Alfabeta, Bandung.

13. Wilson Bangun, 2017, Manajemen SDM Hubungan Industrial, Erlangga, Jakarta.
14. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
15. https://www.setneg.go.id/view/index/undang_undang_republik_indonesia_nomor_11
_tahun_2020_te ntang_cipta_kerja

23

Anda mungkin juga menyukai