Modul 13
HUMAN
RESOURCES MANAGEMENT
Materi: Pemberhentian Hubungan
Kerja, Jenis PHK
Pengunduran Diri,
dan Pensiun di Organisasi
Abstract Kompetensi
Salah satu jenis PHK yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja/buruh demi
hukum adalah berakhirnya perjanjian kerja atau pekerja/buruh yang telah memasuki masa
pensiun. Dalam hal terjadi PHK karena pensiun, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.
Dilihat dari relasi hubungan kerja yang putus dapat diklasifikasikan dalam dua 3 tipe,
( Suwatno dan Donni Juni Priansa, 2013: 286 ) yaitu:
3
1. Hubungan kerja yang putus demi hukum, berarti hubungan kerja putus dengan
sendirinya kedua belah pihak (perusahaan/pengusaha dan karyawan) bersifat
pasif
2. Hubungan kerja yang diputuskan oleh pihak karyawan berarti karyawan aktif untuk
diputuskan hubungan kerjanya
1. Alasan Ekonomis
Tidak memiliki tingkah laku yang baik: tidak jujur, kurang mempunyai rasa
Karena meninggalnya pengusaha dan tidak ada ahli waris yang mampu
melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja yang bersangkutan.
Pemberhentian Sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara
memilikialasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis,
misalnya kondisi moneter dan krisisekonomi menyebabkan perusahaan
mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat
meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya
manusia yang hati-hati dan teliti.
Menurut Mutiara S Panggabean, Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada jenis,
diantaranya ;
a. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover)
hal ini terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan
pribadi
b. Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak
dibutuhkan lagi oleh organisasi (Lay Off).
c. Pemberhentian karena sudah mencapai umur pensiun (Retirement). Saat
berhenti biasanya antara usia 60 sampai 64 tahun.
d. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam
hal ini pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin
disebabkan adanya pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau
pelanggaran disiplin yang dilakukan pekerja.
Menurut Sjafri Mangkuprawira , 2003:171), Beberapa pekerja tidak di-PHK akan tetapi
Dilihat dari segi jangka waktu berlakunya PHK dapat dibedakan atas dua bentuk
klasifikasi PHK yang bersifat sementara dan PHK yang bersifat permanen, antara lain:
mengajukan cuti dengan berbagai alasan, antara lain: motif kesehatan, keluarga,
melanjutkan pendidikan, rekreasi, dan sebagainya. Dalam situasi tersebut
perusahaan mengizinkan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya tanpa
kehilangan status, misalnya dalam bentuk cuti pendek atau panjang. Namun para
karyawan terikat pada persetujuan perusahaan. Berbeda dengan kondisi tersebut,
kasus PHK di masa pandemi covid-19 lebih disebabkan karena kondisi darurat,
dengan alasan utama menjaga kesehatan dan mencegah serta menjauhkan diri
dari paparan virus covid -19. PHK yang bersifat sementara dapat dicontohkan
Atrisi.
meninggal. Bentuk khusus dari atrisi di mana Departemen SDM dapat secara
aktif mengendalikan adalah pensiun dini. Salah satu manfaat yang diperoleh
dengan adanya pensiun dini adalah berkurangnya komponen biaya tenaga
Terminasi
Kematian
Kematian dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar
bagi perusahaan. Hal ini sangat terkait dengan investasi yang sempat
dikeluarkan dalam bentuk rekrutmen seleksi, orientasi dan pelatihan. tidak
mudah menggantinya, terutama mereka yang memiliki kinerja bagus. Oleh
karena itu Departemen SDM secara proaktif mencegah terjadinya kematian
karyawan karena sakit (misalnya melalui pemeriksaan kesehatan berkala dan
9
berkesinambungan) dan program kesejahteraan berupa pemberian makan
siang, rekreasi, olahraga, dan sebagainya. Umumnya karyawan di perusahaan
memiliki asuransi kesehatan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap
PHK pada masa pandemi covid 19 dilakukan secara permanen karena dalam
kondisi darurat.
Dari beberpa sumber tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jenis pemberhentian
hubungan kerja (PHK) adalah :
a. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara
PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena
perusahaan dengan tujuan yang jelas dan dapat melakukan pekerjaan berdasarkan
proses yang sistimatis. (Sumber : Jurnal Pendas Mahakam, Sulfemi, Wahyu. Bagja.
2018)
b. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu kontrak selesai waktunya, keinginan
sendiri, kehendak perusahaan, dan pension.
Bentuk pemutusan hubungan kerja PHK dapat dilihat dari jumlah pihak (pekerja) yang
diberhentikan. Dalam hal ini dapat diklasifikasi dalam 3 jenis ( Moh. Muslim, 2020:363 )
adalah sebagai berikut:
a. PHK individu, yaitu pemutusan hubungan kerja yang sifatnya individu, pribadi atau
orang per orang dengan batas waktu tertentu. Contoh PHK individu adalah
berakhirnya masa kerja (masuk usia pensiun) atau habisnya kontrak kerja. Kasus
PHK individu bisa terjadi pada pekerja yang melakukan pelanggaran sehingga
Sebagai contoh kelompok karyawan mengundurkan diri dengan alasan tertentu di-
c. PHK massal, yairu pemutusan hubungan kerja massal adalah pemutusan yang
10
dilakukan terhadap sejumlah karyawan dengan berbagai sebab misalnya karena
ketidakmampuan perusahaan sehingga terjadi pengurangan karyawan seperti
penutupan unit atau cabang atau pabrik tertentu sehingga terjadi pengurangan
karyawan (rasionalisasi).
Prosedur PHK yang tertuang dalam pasal 163 UU No.13/2003, pada dasarnya merujuk
pada ketentuan pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) UU No.13/2003, bahwa setiap pemutusan
hubungan kerja wajib dirundingkan (sesuai mekanisme bipartit), baik perundingan mengenai
alasan PHK-nya maupun perundingan menyangkut hak-hak atau kewajiban yang harus
ditunaikan. Termasuk PHK karena corporate action sebagaimana tersebut dalam Pasal 163
UU No.13/2003. Apabila perundingan - sebagaimana dimaksud - gagal, maka hanya dapat
dilakukan pemutusan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan (“izin”) dari Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (c.q. Pengadilan Hubungan Industrial).
PHK juga dapat menimbulkan sejumlah konflik karyawan dengan pihak perusahaan.
Bahkan yang paling sering konflik ini melibatkan Serikat Pekerja. Oleh sebab itu,
dalam UU Cipta kerja di dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) menyatakan bahwa Pengusaha,
pekerja, serikat pekerja dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK
F. Pengunduran Diri
Pengunduran diri adalah keluarnya karyawan dari suatu perusahaan karena
keputusan karyawan itu sendiri. Karyawan yang mengundurkan diri mengakibatkan
pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan, dengan demikian berakhirnya hak dan
kewajiban dari pihak karyawan maupun perusahaan. Menurut Mathis dan Jakcson (2006)
alasan karyawan mengundurkan diri sebagai berikut:
1. Komponen organisasional, nilai dan budaya, strategi dan peluang, dikelola dengan baik
terorientasi pada hasil, kontinuitas dan keamanan kerja;
2. Peluang karier, kontinuitas pelatihan, pengembangan dan bimbingan, perencanaan
karier;
3. Hubungan karyawan, perlakuan yang adil/tidak diskriminatif, dukungan dari
supervisor/manajemen, hubugan rekan kerja;
4. Penghargaan, gaji dan tunjangan yang kompetitif, perbedaan penghargaan kinerja,
pengakuan, tunjangan dan bonus special;
5. Rancangan tugas dan pekerjaan; tanggungjawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja,
kondisi kerja, keseimbangan kerja/kehidupan.
Turnover karyawan terjadi ketika karyawan meninggalkan organisasi. Menurut Mathis (2006)
ada dua bentuk turnover :
1. Perputaran secara tidak sukarela, yakni pemecatan karena kinerja yang buruk dan
pelanggaran peraturan kerja;
2. Perputaran secara sukarela, yakni karyawan meninggalkan perusahaan karena
keinginannya sendiri.
Terdapat dua pendekatan untuk pengelolaan perputaran karyawan yaitu pendekatan aktif
dan pendekatan reaktif.
1. Pendekatan aktif
Yaitu pendekaatan perusahaan dalam mengelola perputaran karyawan atas inisiatif
perusahaan tanpa didahului masukan-masukan dari karyawan. Salah satu cara
dimulai sejak proses rekruitmen, seleksi dan orientasi 2 karyawan baru. Jika proses
awal ini dilakukan dengan baik, maka sebagian tugas perusahaan untuk mengelola
perputaran karyawan sudah dilakukan dengan baik. Survei gaji pada perusahaan yang
ada diwilayahnya terutama pada perusahaan yang sejenis merupakan langkah
mengantisipasi tingkat kompetisi gaji, kemudian melaksanakan. Program orientasi dan
pelatihan kerja kepada karyawan secara terstruktur.
2. Pendekatan reaktif
Yaitu pendekatan yang dilakukan perusahaan dalam mengelola perputaran karyawan
sesuai peristiwa keluarnya karyawan atau berdasarkan masukan dari karyawan.
Kegiatan exit interview merupakan salah satu contoh pendekatan reaktif, karena
merupakan informasi penting dan lebih jelas alasan karyawan mengundurkan diri.
Dengan demikian, perusahaan bisa mendapatkan masukan tentang persepsi
karyawan terhadap perusahaan. Juga dapat dilakukan dalam bentuk survei berupa
kuesioner tanpa menyebut identitas agar diperoleh informasi yang objektif. Alasan
karyawan yang mengundurkan diri akan dianalisa untuk dibuat langkah strategik
dalam rangka mendapatkan dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dan
bertahan kerja di perusahaan. Mc’Kenna (2002) dalam survei terhadap 8000
karyawan pada 35 perusahaan industri menemukan alasan karyawan mengundurkan
diri yaitu:
(1) Exciting work and challenge;
(2) Career growth, learning and development; 15
(3) Fair pay and benefits;
(4) Relationship and working with great people;
(5) Supportive management, a great boss;
(6) Pride in the organization, its mission and its product;
(7) Great work environment or culture;
(8) Being recoqnized, valued and respected;
(9) Meaningful work, making a difference;
(10) Autonomy.
Terdapat beberapa cara mempertahankan karyawan menurut Harvard Business Esential
(2002):
(1) Get people off to a good start;
(2) Create a good environment - with the bosses whom people respect;
(3) Share information;
(4) Give peole as much as autonomy as they can handle;
(5) Challenge people to stretch;
(6) Be flexible;
(7) Design jobs to encourage retention;
(8) Identify potential defectors early;
(9) Be a retention oriented manager.
Rentannya karyawan waktu tertentu untuk keluar dari perusahaan menjadi alasan kuat
untuk membuat program seperti peningkatan kesejahteraan yang dapat membangkitkan
motivasi kerja dan mengurangi jumlah karyawan untuk keluar dari perusahaan. Dengan
demikian, sekalipun status mereka sebagai karyawan waktu tertentu tetapi mereka mau
bertahan sekalipun dengan kondisi hubungan ketenagakerjaan yang berbeda sifatnya
dengan karyawan waktu tidak tertentu atau pekerja tetap yang lebih kuat statusnya.
G. Pensiun
1. Pengertian Pensiun
Pensiun adalah sebuah konsep sosial yang memiliki beragam pengertian (Newman,
2006). Pensiun sulit untuk didefinisikan (Cavanaugh, 2006). Pensiun tidak hanya
sekedar berhenti bekerja karena usia. Sebagai sebuah istilah, pensiun bermakna
purnabakti, tugas selesai, atau berhenti (Sutarto, 2008). Parnes dan Nessel (dalam
Corsini, 1987) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana seorang
individu berhenti bekerja dari suatu pekerjaan yang biasa dilakukan.
16
Menurut Floyd, dkk (dalam Newman, 2006) pensiun mengacu kepada transisi
psikologis, suatu perubahan yang terprediksi dan normatif yang melibatkan
persiapan, pengertian kembali tentang peran dan peran perilaku, serta penyesuaian
psikologis dari seorang pekerja menjadi melakukan aktivitas yang lain.
Pensiun adalah peran baru dalam hidup seseorang yang berhenti dari pekerjaan
formal dan tidak bekerja lagi serta mengalami perubahan ekonomi berupa
pendapatan yang jauh berkurang dari sebelumnya. Dibutuhkan aspek kesiapan
mental dalam menghadapi perubahan sosial serta membutuhkan penerimaan diri
yang baik, sehingga tidak menimbulkan depresi, frustasi dan stres pada diri individu
(Turner & Helms, dalam Hurlock, 2002).
2. Masa Pensiun
Masa pensiun merupakan saat yang penting yang menentukan dalam
perkembangan manusia sebab masa pensiun menandai pergantian tahun
pertengahan ke usia tua (Kimmel dalam Prastiti, 2005). Pensiun juga berarti
melepaskan jabatan dan kekuasaan yang diperoleh dari pekerjaan dan tentunya
banyak membawa perubahan dalam hidup manusia. Dalam masa pensiun orang
sudah tidak aktif lagi atau mengundurkan diri dari pekerjaannya. Parkinson(1990)
menyatakan bahwa pensiun diartikan mengundurkan diri dari masyarakat umum atau
kehidupan afektif, bisnis atau profesi. Menurut Kimmel ( dalam Prastiti, 2005)
mengatakan bahwa, pensiun merupakan suatu perubahan yang penting dalam
perkembangan individu yang ditandai dengan perubahan sosial. Perubahan ini harus
dihadapi oleh para pensiunan berupa penyesuaian diri terhadap keadaan yang tidak
lagi berkerja, berakhirnya karier pada pekerjaan formal, berkurangnya penghasilan
dan bertambahnya waktuluang yang sangat mengganggu.
2. Jenis–Jenis Pensiun
Jenis pensiun dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
a. Pensiun secara sukarela (Voluntary)
Salah satu contoh pensiun secara sukarela adalah, ketika seseorang ingin
melakukan sesuatu yang lebih berarti dalam kehidupannya dibandingkan dengan
pekerjaan sebelumnya.
b. Pensiun yang berdasarkan pada peraturan (compulsory/mandatory retirement).
Sedangkan pensiun yang berdasarkan atas peraturan yang berlaku di perusahaan
tanpa memperdulikan apakah individu tersebut masih sanggup atau masih ingin
bekerja kembali, merupakan contoh dari pensiun yang berdasarkan peraturan
(compulsory/mandatoryretirement).
6. Fase-Fase Pensiun
Atchly (1983) dalam Hoyer & Roodin (2009) mengemukakan suatu model mengenai fase-
fase masa pensiun. Terdapat tujuh fase masa pensiun :
a. Remote
Pada fase ini sebagian besar pekerja secara kasat mata tidak menampakkan tanda-tanda
melakukan persiapan pensiun. Namun seiring waktu yang semakin dekat dengan tibanya
masa pensiun, karyawan sering melakukan penolakan (denial) bahwa sudah dekat masa
untuk berhenti bekerja.
b. Near
Pada fase ini pekerja mencapai tahap dimana sudah sedia mengikuti program
perencanaan menjelang pensiun. Program perencanaan menjelang pensiun membantu
20
pekerja dalam bertransisi dari masa bekerja ke masa berhenti bekerja.
c. Honeymoon
Fase ini terjadi setelah pekerja memasuki masa pensiun. Pada tahap ini pensiunan
merasakan masa pensiun sebagai suatu masa yang menyenangkan, mendapatkan
kebebasan untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang digemari. Fase ini juga
biasanya membentuk suatu aktifitas kebiasaan rutin. Jika rutinitasnya memuaskan,
penyesuaian terhadap masa pensiun akan berhasil.
d. Disenchantment
Tidak semua pensiunan melewati tahap ini. Hanya karyawan yang tidak mempersiapkan
diri yang biasanya mengalami tahap ini. Setelah melewati fase honeymoon kehidupan
mulai terasa membosankan. Bayangan kehidupan di masa pensiun tidak seperti
kenyataannya. Pada tahap ini banyak pensiunan yang mengalami kekecewaan hidup,
depressi, post power syndrome dan merasa tidak punya apa-apa lagi ditambah dengan
lingkungan sosial yang dirasa asing karena tinggal di rumah baru setelah pensiun.
e. Reorientation
Pada fase ini pensiunan mulai mengadakan kaji ulang (reorientasi) dan melakukan
penyesuaian diri terhadap kehidupan yang baru. Sangat dibutuhkan bantuan dari
keluarga dan lingkungan sekitar dalam melewati fase ini.
f. Stability.
Pada fase ini, pensiunan mulai menyadari bahwa ia harus dapat menyesuaikan dirinya
dengan gaya hidup dan peran-peran yang baru. Pensiunan akan melakukan rutinitas
kegiatan yang baru.
g. Termination.
Tahap ini ditandai dengan semakin bertambahnya umur, kondisi fisik yang semakin
lemah. Kegiatan rutin dalam tahap stabilitas berkurang yang berangsur-angsur lepas.
H. KASUS
Pada tahun 2020 Disney melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) pada sekitar
32.000 orang. Pandemi Covid-19 telah menghentikan gerak industri taman hiburan
Disney. Ribuan karyawan Disney akan diberhentikan pada paruh pertama di tahun
fiskal 2021. Mayoritas pekerja yang terkena PHK berasal dari divisi taman
bermainnya, divisi produk. Kemudian ditambah sekitar 28.000 pekerja yang
sebelumnya sudah diumumkan pada September lalu, seperti melansir laman CNBC,
Kamis (26/11/2020).
Beberapa perusahaan di kota industri sekitar Jabodetabek juga melakukan hal yang
sama. Sebanyak 1.543 orang pekerja di Kota Bekasi menjadi korban PHK selama
pandemi Covid-19. Jumlah tersebut kemungkinan masih akan bertambah, mengingat
masih ada karyawan yang sedang berselisih dengan perusahaan. Sementara di
Tangerang 1.800 buruh di salah satu pabrik sepatu di Kabupaten Tangerang, kena
PHK lantaran dampak pandemi Covid-19. tidak hanya pabrik sepatu itu yang
terdampak Covid-19. Tapi, ada 22 pabrik lainnya di Kabupaten Tangerang yang juga
bernasib sama. Pabrik tutup dan pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja. 21
Perusahaan milik negeri (BUMN) pun tidak luput dari pemberhentian pekerja. PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk memutus kontrak sekitar 700 pekerjanya.
Pemutusan kontrak dilakukan setelah para pekerja itu dirumahkan tanpa gaji sejak
Mei 2020 lalu. Adapun kebijakan putus kontrak tersebut bakal berlaku mulai 1
November 2020.
Sementara, sebanyak 135 pilot dan copilot Garuda Indonesia yang dipercepat masa
kontrak kerjanya. Total ada 135 (yang dipercepat masa kontraknya) dari total 1.400-
an pilot dan copilot Garuda. Bahkan usaha start-up pun mengalami hal yang sama.
Sebagai contoh start-up Gojek melakukan pemutusan hubungan kerja ( PHK)
kepada 430 karyawan, atau 9 persen dari total karyawan. Layanan yang mendapat
PHK terutama dalam layanan Go-Life dan Go-food. Databoks menyebutkan 10
perusahaan start-up yang memberhentikan pekerjanya (dirumahkan).
Sumber : Moh Muslim, Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) pada Masa Pandemic
Covid-19.2020, Article Text-398-1-10-20210104.pdf
Pertanyaan :
DAFTAR PUSTAKA
1. Flippo, E.B., 1984. Personnel Management. 5th edition. Sydney: McGraw-Hill Inter
national Book Company.
2. Hanifa, Suci. 2013. Manajemen Dumber Daya Manusia, Pemutusan Hubungan
Kerja.
3. Jones, G. R. 1994. Organizational theory: Text and cases. New York: Addison
Wesley Publishing Company.
4. Mangkruprawira, T. B. Sjafri. 2004. Manajemen SDM Stratejik. Jakarta : PT. Ghalia
Indonesia
5. Martoyo, Susilo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jogjakarta: PT BPFE –
JogJakarta 22
6. Manulang, S. H. 1988. Pokok-pokok hukum ketenagakerjaan di Indonesia.Jakarta:
Rineka Cipta.
7. Mutiara S. Panggabean, 2004 Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indah,
Bogor Selatan, Agustus,, Cetakan . 2
8. Moh Muslim, Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) pada Masa Pandemic Covid-19.
ESENSI: Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 23 No. 3 / 2020, 218-Article Text-398-1-10-
20210104.pdf
11. Sudibyo Aji Narendra Buwana dan Mario Septian Adi Putra, “Implementasi
Pemutusan Hubungan Kerja Jurnal Studi Manajemen 9, no. 5 (2015): 202–214.
(PHK) Terhadap Pekerja Status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pada PT X
DI Kota Malang,”
12. Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan
Bisnis,2013 Alfabeta, Bandung.
13. Wilson Bangun, 2017, Manajemen SDM Hubungan Industrial, Erlangga, Jakarta.
14. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
15. https://www.setneg.go.id/view/index/undang_undang_republik_indonesia_nomor_11
_tahun_2020_te ntang_cipta_kerja
23