Oleh :
KELOMPOK 9
2. ABDULLAH
4. TB. AFANDI
A. Latar Belakang
Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana karyawan adalah anggota dari sebuah
organisasi peruasaan/lembaga yang bekerja dalam mencapai tujuan tertentu. Ada yang
bekerja di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang di lembaga swasta. Bagi mereka yang
bekerja di lembaga kepemerintahan bias kita sebut sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) yang
mereka bekerja untuk Negara dan di gajih pula oleh Negara dan diatur pula oleh aturan
pemerintah. Kemudian ada yang bekerja di lembaga suasta dimana mereka di pekerjakan oleh
perusahaan atau lembaga suata diman merka di atur oleh perusahaan dan oleh pemerintah.
Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang namanya karyawan.
Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah satunya adalah
Pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia sendiri Pemutusan hubungan kerja ini di atur
dalam undang undang ketenaga kerjaan yaitu dalam UU RI No.13 Tahun 2003, dimana
disini di jelaskan aturan aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.
Di Negara ini pun pernah terjadi PHK secara besar besaran dimana pada waktu itu terjadi
krisis moneter, yang mengakibatkan perusahaan tidak sanggup lagi menggaji karyawannya.
Langkah ini terpakas di lakukan sebagai solusi dari perusahaan karna mengalami kerugian
yang cukup besar. Sementara perusahaan harus memenuhi kewajibannya untuk mnggaji
karyawan.
Dan pada waktu itu PHK menjadi momok besar yang sangat menakutkan. Para karyawan
cemas akan nasibnya yang akan di berhentikan dari pekerjaanya. Hingga saat ini PHK
menjadi pemikiran yang negatif karna di anggap sebagai pemecatan. Padahal PHK bukan itu
tapi ini merupakan proses dari sebuah keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih
jelasnya dalam pembahasan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga
dapat disebut dengan Pemberhentian, Separation atau Pemisahan memiliki pengertian sebagai
sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak
dan kewajiban pekerja dan perusahaan.
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan
(pihak pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik
dan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan
penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku
produktif, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik,
kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan
tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor
kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.
Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme
pemutusan hubungan kerja.
Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
1. Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti
karyawan WNA yang sudah habis izinnya.
2. Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat ataupun tidak
apabila karyawan melakukan kesalahan besar
3. Keinginan karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan
mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pensiun
Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan
perusahaan yang disepakati.
5. Kontrak kerja berakhir
6. Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa
berdasarkan keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur
berdasarkan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
7. Meninggal dunia
8. Perusahaan dilikuidisasi
9. Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.
aryawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari
PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya
dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan
melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut
adalah :
1. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya.
2. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya
hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
3. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
4. Karyawan meninggal dunia.
5. Karyawan ditahan.
6. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan
melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan
segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing,
dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
1. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan
karyawan atau serikat pekerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai
kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam
penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para pihak. Isi risalah diatur
dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat
Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan
pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya
menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinanslah satu
pihak ingkar.Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus
menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih
oleh para pihak:
3. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan.Dinas tenagakerja
kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar
tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak
membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai
kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
4. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak.
Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta
kesepakatan antar keduanya.Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga
mengeluarkan produk berupa anjuran.
5. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak
mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak
yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah
Agung.Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang
populer.
6. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya
didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap
kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan
hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan
melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
7. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung
mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah
Agung, untuk diputus.
F. Proses Dan Prosedur PHK
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik
dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang
pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar
(2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
5. Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika
sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-
undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus
mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin
memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin
dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka
perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus
menjalankan kewajibannya.
G. Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak
(UPH) yang seharusnya diterima.UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan
dan masa kerjanya.
1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
Masa kerja 1 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 2 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 3 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 4 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 5 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 6 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 7 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan
kerja (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah organisasi perusahaan. Dan jika pandangan
mengenai PHK itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan
dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu pemutusan
hubungan kerja dibagi kedalam dua bagian yaitu :
1. Keinginan sendiri
2. Kontrak yang Habis
3. Pensiun
Kemudian perusahaan setelah pemutusan hubungan kerja tidak langsung lepas tangan namun
masih ada yang harus di berikan perusahaan kepada karyawan yaitu berupa uang pesangon
dan uang penghargaan masa kerja. Diman pemberian uang pesangaon dan uang penghargaan
masa kerja disesuaikan dengan seberapa lama karyawan itu bekerja untuk perusahaan.
Selanjutnya hasil dari observasi yang dilakukan di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan pada
dasarnya sesuai dengan yang ada dalam teori pemutusan hubungan kerja.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini, hendaknya dalam
pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan undang undang yang berlaku agar tidak ada
perselisihan dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan.