Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 1

Keunggulan bersaing atau keunggulan kompetitif menjadi kunci untuk memenangkan persaingan
di pasar yang semakin ketat. Perusahaan yang mampu menciptakan lebih banyak keunggulan
kompetitif, maka daya saingnya juga akan semakin tinggi. Inovasi, diyakini merupakan salah
satu cara terbaik untuk menciptakan keunggulan tersebut. Inovasi apakah yang paling tepat
dilakukan di era industry 4.0 dan sekaligus era new normal?
Geliat JNE di Tengah Pusaran Persaingan
by Dede Suryadi – SWA, January 7, 2018
Peningkatan kapabilitas perusahaan melalui pengembangan teknologi informasi, infrastruktur,
dan jaringan, serta SDM menjadi jurus ampuh JNE dalam menghadapi persaingan yang semakin
ketat di industri kurir pada era disrupsi digital saat ini. Hasilnya?
Sudah 27 tahun PT TIKI Jalur Nugraha Ekakurir atau lebih dikenal dengan JNE Express
berkiprah di industri logistik di negeri ini. Hari ulang tahun JNE ke-27 pun telah dirayakan
secara besar-besaran di Kota Malang, Jawa Timur, pada Oktober lalu.
Sesungguhnya, di tengah kebahagiaan karena sudah eksis, perusahaan yang berdiri sejak 1990 ini
sekarang dihadapkan pada peta persaingan bisnis kurir yang semakin sengit. Di tengah semakin
masifnya penggunaan teknologi digital, JNE dihadapkan pada pesaing-pesaing yang berat, bukan
lagi hanya sesama perusahaan kurir, tetapi juga perusahaan penyedia aplikasi seperti Go-Send
dan e-commerce yang mulai memiliki perusahaan kurir sendiri.
Belum lagi munculnya perusahaan kurir baru yang turut mewarnai kancah pertempuran bisnis
kurir. Salah satunya, J&T Express, yang sangat agresif dan mampu menghadirkan berbagai
layanan baru sesuai dengan kebutuhan pelanggan saat ini. J&T Express yang didirikan oleh Jet
Lee, pendiri OPPO Indonesia, tak bisa dianggap remeh. Maklum, perusahaan ini disokong modal
yang tak sedikit sehingga sangat ekspansif. Seperti pada tahun ini, J&T Express akan
memperluas jaringannya di Indonesia. Perusahaan ini pun telah menyiapkan pendanaan baru
yang nilainya melebihi US$ 100 juta atau setara Rp 1,3 triliun (Rp 13.300/ US$ 1). 
Wajar juga kalau permain kurir baru sangat jorjoran membesarkan bisnisnya. Hal ini sejalan
dengan makin berkembangnnya bisnis perdagangan elektronik alias e-commerce di Indonesia
yang tumbuh pesat setiap tahun. Selama 10 tahun terakhir bisnis e-commerce dalam negeri
tumbuh sekitar 17%. Hanya saja, Indonesia menghadapi dua masalah mendasar dalam
perkembangan e-commerce, yaitu sistem pembayaran dan pengiriman barang. Nah, inilah
peluang yang diperebutkan oleh perusahaan kurir.
Diprediksi, pada 2020 valuasi bisnis e-commerce di Indonesia bisa naik 10 kali lipat menjadi
US$ 130 miliar. Menurut riset yang dilakukan iDEA dan Taylor Nelson Sofres, nilai bisnis e-
commerce sebesar US$ 130 miliar tersebut meningkat 5,7 kali lipat dari perdagangan di 2016
yang baru sebesar US$ 22,6 miliar. Nah, jika 13% dari US$ 130 miliar nilai tersebut
dipergunakan untuk belanja kebutuhan pengiriman ekspres, pos, dan logistik, market
size industri e-commerce ini sebesar US$ 16,9 miliar atau Rp 219,7 triliun.
“Sektor logistik dan distribusi ini akan terus berkembang selama orang masih berkonsumsi.
Terlebih, semakin banyak ekonomi tumbuh, permintaan ke sektor jasa ini juga akan semakin
besar,” ujar Mohamad Feriadi, Presiden Direktur JNE. Ia mengungkap, saat ini nilai pasar
industri logistik di Tanah Air sebesarr Rp 2.100 triliun. Adapun pertumbuhannya tahun ini
mencapai 14,7%.
Lalu, bagaimana langkah JNE yang selama ini menjadi penguasa pasar di industri
kurir menyikapi makin maraknya persaingan? “Ada tiga hal yang terus kami
kembangkan, yaitu TI, infrastruktur dan jaringan, serta SDM (people) yang mampu
beradaptasi dengan perubahaan zaman,” kata Eri Palgunadi, Vice
President Pemasaran  JNE.
Bagaimana kinerja JNE saat ini? Kapasitas pengiriman JNE hingga saat ini mencapai
16 juta paket per bulan atau meningkat dari tahun lalu yang berjumlah 12 juta per
bulan. Pertumbuhan bisnis JNE juga sejalan dengan pertumbuhan e-commerce di
negeri ini. Hal ini mulai dirasakan JNE sejak 2010. Seiring dengan pertumbuhan e-
commerce, jumlah transaksi pengiriman pelanggan JNE juga meningkat, 30-40%
setiap tahun, serta terus konsisten sampai saat ini. “Jumlah pengiriman e-
commerce mendominasi pengiriman JNE saat ini. Terhitung 60-70% pengiriman JNE
berasal dari pengiriman e-commerce,” ujar Feri.

Strategi Jitu Transformasi Digital, untuk Bangkit dan Kompetitif di Era


“NEW NORMAL” & Post COVID-19
by SWAOnline - June 15, 2020

Di era Pandemi selama tiga bulan terakhir ini, banyak perusahaan yang sebelumnya berkinerja
cemerlang, dalam waktu pendek penjualannya drop. Ada memang sejumlah perusahaan yang
justru diuntungkan dalam kondisi ini. Namun, secara umum ada yang omsetnya tergerus 20%,
50%, bahkan ada yang hanya tinggal 10%, atau harus menutup operasi perusahaannya. Hal ini
sudah banyak dibahas di media berbagai penyebabnya.
Di tengah kejadian ini, sejumlah perusahaan juga seperti terdesak untuk melakukan akselerasi
transformasi digital. Disrupsi karena perkembangan teknologi yang pesat sejak beberapa tahun
terakhir, memang sudah membuat banyak perusahaan merangkul teknologi. Ini antara lain untuk
membuat perusahaannya relevan dengan tuntutan pasar, gaya hidup, pola belanja, cara bekerja,
dsb., yang berubah cepat dan signifikan dengan adanya disrupsi. Nah, di era Pandemi, desakan
itu menjadi makin menekan.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana kita dapat bangkit kembali setelah hampir kita semua
diterjang badai akibat Covid-19? Bagaimana strateginya? Dan bagaimana pula kita dapat
melakukan transformasi digital yang tepat, pas dan komprehensif untuk betul-betul dapat
menunjang kebangkitan dan daya saing bisnis kita?
Awal Juni 2020 ini, Arief Yahya, CEO Telkom Indonesia periode 2012-14, dan Menteri
Pariwisata Indonesia 2014-2019, didukung Tim MarkPlus Inc. menulis White Paper dengan
judul “Marketing at Accelerating Digital Transformation”. Penulisan White Paper ini merupakan
kelanjutan dari presentasi Arief Yahya pada webinar di MarkPlus Forum 21 April lalu dengan
tajuk “Industry Roundtable untuk Surviving the COVID-19 Preparing the Post” pada
Telecommunication Service.
Dalam webinar yang diikuti oleh kurang lebih 700 peserta tersebut, Arief memperkenalkan
konsep 3D, yaitu Digital Imperative, Decoding Economy, dan Unusual Way of Digital
Transformation. Webinar yang dipimpin Hermawan Kartajaya Founder dan Chairman MarkPlus
Inc. ini dihadiri oleh Johnny G. Plate, Menteri Kominfo, Siti Choiriana, Direktur Consumer
Service Telkom Indonesia, dan berbagai perwakilan dari perusahaan serta asosiasi
telekomunikasi Indonesia.
Konsep 3D ini diformulasikan Arief berangkat dari melihat situasi industri telekomunikasi saat
ini terutama dalam mewujudkan transformasi digital. Ada tiga hal menurut Arief yang menjadi
catatan. Pertama, pelaku industri telco sudah seharusnya memahami pentingnya digitalisasi.
Kedua, decoding economy berarti kemampuan perusahaan untuk melihat peluang bisnis yang
ada meskipun di tengah krisis. Ketiga, pelaku industri telco perlu melakukan transformasi digital
secara merata dan kuat.
Bacalah dua (bagian) artikel dari majalah SWA tersebut diatas, dan jawab pertanyaan berikut:
1. Jabarkan strategi generik yang dikembangkan oleh Porter dan bagaimana penerapan strategi-
strategi tersebut pada kegiatan-kegiatan operasi JNE.
2. Lakukan analisis untuk mengembangkan strategi inovasi yang dapat direkomendasikan
untuk menciptakan keunggulan kompetitif bagi JNE di era persaingan saat ini. Usulkan
minimal 5 strategi operasi.
3. Apa sajakah keunggulan kompetitif yang diharapkan dapat diciptakan oleh JNE berdasar
rekomendasi strategi anda?
4. Apakah factor lokasi menjadi hambatan pada bisnis di era pandemic? Berikan analisis anda
untuk menjawab pertanyaan ini.

Anda mungkin juga menyukai