Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rizkika Widyasmoro

NIM : 042714151

Tugas 1 Hukum Bisnis

Perjanjian asuransi memang dapat dilakukan secara lisan, namun karena untuk proses pengajuan
klaim  diperlukan sebagai alat bukti telah terjadi/ adanya suatu perjanjian asuransi.  Sebutkan dan
jelaskan  syarat sahnya perjanjian asuransi?

Selamat malam, Tutor Bpk Tito Irwanto.S.E.M.M


Berdasarkan Sumber BMP Hukum Bisnis, berikut adalah jawaban dari saya :
Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka. Hukum perjanjian
sebagaimana diatur dalam KUHPerdata merupakan hukum pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam hukum perjanjian merupakan ketentuan yang akan melengkapi perjanjian yang
dibuat oleh para pihak.
Mengingat sifatnya yang terbuka maka undang-undang memberikan kebebasan bagi para pihak
untuk membuat perjanjian. Asalkan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban,
kesusilaan dan Undangundang.
Kebebasan tersebut menyangkut obyek yang diatur dalam perjanjian. Salah satunya adalah
mengenai asuransi sebagi perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD.

Sebagai suatu perjanjian maka ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku
juga bagi perjanjian asuransi. Asuransi merupakan perjanjian khusus maka selain syarat sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata juga diatur beberapa syarat khusus dalam KUHD.
Tujuan Pasal 251 KUHD ialah untuk melindungi penanggung dari perbuatan tertanggung yang akan
merugikannya. Dengan adanya pemberitahuan yang benar mengenai benda pertanggungan
terhadap risiko yang dihadapi, penanggung dapat menentukan apakah dia akan mengadakan
pertanggungan atau tidak suatu pertanggungan harus dibuat secara
tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis, bahkan berdasarkan Pasal 256 KUHD polis harus
menyatakan beberapa hal di antaranya nama dan hari ditutupnya suatu pertanggungan, suatu
uraian mengenai apa yang
dipertanggungkan dan lain-lain. Ini merupakan uraian mengapa perjanjian asuransi harus tertulis
sedangkan Pasal 1320 KUHPerdata tidak mensyaratkan harus tertulis, demikian pula dalam praktik
asuransi, karenanya
perjanjian asuransi dapat dilakukan lisan.
Perjanjian asuransi kadang-kadang cukup dengan cara lisan atau pertelepon, sehingga bila suatu
pertanggungan asuransi dapat dilakukan secara lisan/telepon terutama untuk periode asuransi
(period of insurance) yang singkat (passenger liability) pertanggungan-pertanggungan dalam jarak
dekat, dalam hal keduanya telah sepakat dan premi telah dibayar oleh tertanggung hal ini
ditegaskan dalam Pasal 257 KUHD, maka ganti rugi sudah wajib dibayarkan penanggung kepada
tertanggung, dengan catatan
risiko yang terjadi dijamin polis. Khusus untuk kepentingan pembuktian (evidance claim) dalam hal
terjadinya suatu claim, perlunya polis dibuat secara tertulis. Sebagaimana diatur pada Pasal 255
KUHD, bahwa suatu
pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis, bahkan
berdasarkan Pasal 256 KUHD polis harus menyatakan beberapa hal di antaranya nama dan hari
ditutupnya suatu pertanggungan, suatu uraian apa yang dipertanggungkan dan lain-lain, yang
merupakan pembuktian telah adanya perjanjian, khususnya bila terjadi Dispute Claim.
Dengan demikian pada prinsipnya, berdasarkan salah satu prinsip dasar asuransi yaitu; utmost good
faith, perjanjian asuransi memang dapat dilakukan secara lisan, namun karena untuk proses
pengajuan klaim
diperlukan sebagai alat bukti telah terjadi/adanya suatu perjanjian asuransi, sebagai dokumen
pendukung klaim (evidence claim). Untuk itulah Perjanjian Asuransi perlu dilakukan secara tertulis,
tertuang dalam akta yang dinamakan polis sebagai tindak lanjut kesepakatan lisan.

 Berdasarkan dasar hukum tersebut maka syarat sahnya perjanjian asuransi adalah berikut
ini.

a. Kesepakatan. Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi (konsensuil),


kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi:
1) benda yang menjadi obyek asuransi;
2) pengalihan Risiko dan pembayaran premi;
3) evenemen dan ganti kerugian secara seimbang (indemnity);
4) syarat-syarat khusus asuransi;
5) dibuat secara tertulis yang disebut polis (255 KUHD).

b. Cakap, kedua pihak baik tertanggung maupun penanggung cakap melakukan perbuatan hukum
yang diakui oleh Undang-undang.
c. Obyek tertentu atau fixed object, obyek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah obyek yang
diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan
(Insurable Interst).
d. Kausa yang halal, kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang
Undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan
kesusilaan.
e. Pemberitahuan, tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan
obyek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi (Penjabaran 251 KUHD).

Sumber : BMP EKMA4214/3SKS/MODUL

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai