1. Fungsi sosial, yaitu cara manusia hidup, bekerja, dan bermain dalam masyarakat.
2. Fungsi ekonomi, yaitu cara manusia membiayai kelangsungan hidupnya dengan
bekerja dalam masyarakat.
3. Fungsi politik, yaitu cara manusia memerintah dan mengatur diri mereka sendiri
melalui berbagai hukum dan peraturan.
4. Fungsi etika, yaitu cara manusia berperilaku dan meyakini kepercayaan mereka,
falsafah hidup mereka, dan cara berhubungan dengan Tuhan mereka.
Di indonesia, bentuk kerjasama sudah lama dikenal dengan istilah “gotong
royong”. Menurut Notoatmojo, gotong royong asli di Indonesia suadah dimulai pada
tahun 2.000 SM, dan terdapat hampir di berbagai etnis yang ada di Indonesia. Istilah
gotong royong berbeda-beda di berbagai daerah:
1. Di Tapanuli dikenal dengan nama “Marsiurupan”,
2. Di Minahasa disebut “Mapalus Kobeng”,
3. Di Ambon dikenal dengan nama “Masohi”
4. Di Sumba menggunakan istilah “Pawonda”,
5. Di Madura disebut “Long tinolong”
6. Di Jawa Barat disebut dengan nama “Liliuran”,
7. Di Sumatera Barat di kenal dengan nama “Julojulo”,
8. Di bali lebih terkenal dengan sebutan “Subak”, dan masih banyak istilah lain
yang sesuai dengan bahasa dan norma yang berlaku pada masyarakat tersebut.
1. Gotong royong adalah kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama, seperti
perbaikan jalan, membangun gereja atau mesjid, dan lain-lain.
2. Tolong menolong atau bantu-membantu menunjukan pada pencapaian tujuan
perorangan, seperti mengarap sawah, memperbaiki rumah, dan lain-lain. Di sini
ada unsur balas-membalas (reciprocity) di mana orang bersedia menolong orang
lain dengan harapan bahwa, di kemudian hari ia akan memerlukan pertolongan
orang lain juga.
3. Gotong royong dan tolong-menolong mengandung unsur “keterpaksaan” yang
bermakna disiplin dan solidaritas. Orang melaksanakannya karena adanya
semacam keharusan dan solidaritas sosial. Sanksi sosial akan ada terhadap
anggota masyarakat yang tidak penah bersedia ikut dalam gotong royong.
Demikian pula dalam hal tolong-menolong, di mana sifat ketidakrelaan ini lebih
kuat lagi, karena tanpa tolong-menolong orang lain, seseorang akan rugi sendiri
di kemudian hari apabila tak ada yang bersedia menolongnya pada waktu ia
memerlukannya.
4. Pada kasus koperasi, yang terjadi adalah sebaliknya. Prinsip keterpaksaan tidak
dijumpai dalam perkumpulan koperasi yang tujuan ekonominya sangat jelas. Dari
uraian di atas, dapat dipahami bahwa gotong royong dan tolong-menolong lebih
bertujuan sosial, bukan bertujuan ekonomi. Koperasi mempunyai tujuan ekonomi
yang lebih konkrit. Dalam hal makna koperasi ini, Munkner sependapat dengan
Mubyarto .
2. Definisi Chaniago
Arifinal Chaniago (1984) mendefinisikan koperasi sebagai suatu
perkumpulan yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum yang
memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar dengan bekerja
sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan
jasmaniah para anggotanya.
3. Definisi Dooren
P.J.V. Dooren mengatakan bahwa, tidak ada satu definisi koperasi yang
diterima secara umum (Nasution, M. dan M. Taufiq, 1992). Kendati demikian,
Dooren masih tetap memberikan definisi koperasi sebagai berikut.
There is no single definition (for coopertive) which is generally accepted,
but the common principle is that cooperative union is an association of member,
either personal or corporate, which have voluntarily come together in pursuit of
a common economic objective.
Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti ”Tidak ada definisi
tunggal (untuk coopertive) yang umumnya diterima, tetapi prinsip yang umum
menjelaskan bahwa serikat koperasi adalah sebuah asosiasi anggota, baik pribadi
atau perusahaan, yang telah secara sukarela datang bersama-sama dalam
mengejar tujuan ekonomi umum”.
Disini Dooren memperluas pengertian koperasi, di mana koperasi tidak
hanya kumpulan orang-orang melainkan juga kumpulan badan-badan hukum
(corporate).
4. Definisi Hatta
Definisi tersebut sebelumnya agak berbeda dengan apa yang
dikemukakan Moh. Hatta. “Bapak Koperasi Indonesia”ini mendifinisikan
koperasi lebih sederhana tetapi jelas, padat, dan ada suatu visi misi yang
dikandung koperasi. Dia mengatakan, “Koperasi adalah usaha bersama untuk
memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong.
Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa
kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang’.”
5. Definisi Munker
Munkner mendefinisikan koperasi sebagai organisasi tolong – menolong
yang menjalankan “urusniaga” secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong
– menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata – mata bertujuan ekonomi, bukan
sosial seperti yang dikandung gotong – royong.
6. Definisi UU No. 25/1992
Definisi Koperasi Indonesia menurut UU No. 25/1992 tentang
Perkoperasian
Koperasi adalah badan usaha yang berangotakan orang seorang atau
badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas asas
kekeluargaan.
Berdasarkan batasan koperasi ini, Koperasi Indonesia mengandung 5
unsur sebagai berikut.
a. Koperasi adalah badan usaha ( Business Enterprise )
Sebagai badan usaha, maka koperasi harus memperoleh laba. Laba
merupakan elemen kunci dalam suatu sistem usaha bisnis, di mana sistem
itu akan gagal bekerja tanpa memperoleh laba.
b. Koperasi adalah kumpulan orang – orang dan atau badan – badan
hukum koperasi
Ini berarti bahwa, koperasi Indonesia bukan kumpulan modal.
Dalam hai ini, UU Nomor 25 tahun 1992 memberikan jumlah minimal
orang-orang (anggota) yang ingin membentuk organisasi koperasi
(minimal 20 orang), untuk koperasi primer dan 3 badan hukum koperasi
untuk koperasi sekunder.
c. Koperasi Indonesia adalah koperasi yang bekerja berdasarkan
“prinsip – prinsip koperasi”
Menurut UU Nomor 25 Tahun 1992, ada 7 prinsip Kopreasi
Indonesia. Prinsip koperasi pada dasarnya merupakan jati diri koperasi.
d. Koperasi Indonesia adalah “Gerakan Ekonomi Rakyat”.
Ini berarti bahwa, Koperasi Indonesia merupakan bagian dari
sistem perekonomian nasional. Dengan demikian, kegiatan usaha
koperasi tidak semata-mata hanya ditujukan kepada anggota, tetapi juga
kepada masyarakat umum.
e. Koperasi Indonesia “berazaskan kekeluargaan”
Dengan azas ini, keputusan yang berkaitan dengan usaha dan
organisasi dilandasi dengan jiwa kekeluargaan.Inti dari azas kekeluargaan
yang dimaksud adalah adanya rasa keadilan dan cinta kasih dalam setiap
aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan berkoperasi.
Tujuan koperasi tersebut masih bersifat umum. Karena itu, setiap koperasi perlu
menjabarkannya ke dalam bentuk tujuan yang lebih operasional bagi koperasi sebagai
badan usaha. Tujuan yang jelas dan dapat dioperasikan akan memudahkan pihak
manajemen dalam mengelola koperasi. Dalam tujuan tersebut dikatakan bahwa, koperasi
memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Pernyataan ini mengandung arti bahwa, meningkatkan kesejahteraan anggota adalah
menjadi program utama koperasi melalui pelayanan usaha. Jadi, pelayanan anggota
merupakan prioritas utama dibandingkan dengan masyarakat umum.
1. Prinsip Munkner
2. Prinsip Rochdale
3. Prinsip Raiffeisen
4. Prinsip Herman Schulze
5. Prinsip ICA (International Cooperative Allience)
6. Prinsip Koperasi Indonesia versi UU No. 12 Tahun 1967, dan
7. Prinsip Koperasi Indonesia versi UU No. 25 Tahun 1992.
1. Prinsip Munkner
Hans H. Munkner menyarikan 12 prinsip koperasi yang diturunkan dari 7
variabel gagasan umum sebagai berikut.
2. Prinsip Rochdale
a. Swadaya
b. Daerah kerja terbatas
c. SHU untuk cadangan
d. Tanggung jawab anggota tidak terbatas
e. Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
f. Usaha hanya kepada anggota
g. Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang
4. Prinsip Schulze
a. Swadaya
b. Daerah kerja tak terbatas
c. SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
d. Tanggung jawab anggota terbatas
e. Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
f. Usaha tidak terbatas tiak hanya untuk anggota
Dari kedua prinsip koperasi Indonesia tersebut dapat dilihat bahwa essensi
dasar kerja koperasi sebagai badan usaha tidaklah berbeda secara nyata. Hanya
saja dalam UU No.25 tahun 1992 ada penambahan mengenai prinsip kerja sama
antara koperasi. Ini dapat dipahami bahwa, untuk mengantiipasi tren globalisasi
ekonomi, koperasi perlu meningkatkan kekuatan tawar-menawarnya (bargaining
power) dengan menjalin kerja sama antarkoperasi.
Berikut ini akan diuraikan mengenai prinsip koperasi yang merupakan ciri
khas atau jati diri koperasi, yang terdapat dalam UU No. 25 tahun 1995.
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Sitio, Arifin dan Halomoan Tamba. 2001. Koperasi Teori dan Praktik. Jakarta. Erlangga.
Sumantri, Bambang Agus dan Erwin Putera Permana. 2017. Manajemen Koperasi dan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Kediri. Fakultas Ekonomi Universitar
Nusantara PGRI Kediri.