Disusun Oleh:
Nim: 1902130039
Nim: 1902130029
Fakultas Syariah
2021
KATA PENGANTAR
Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Puji Syukur
Kami Panjatkan Kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Telah Melimpahkan
Rahmat, Hidayah Dan Inayah-Nya Sehingga Kami Dapat Menyelesaikan Makalah hukum
perbankan syariah Yang Berjudul “Aspek hukum perbankan ” Tepat Pada Waktunya.
i
Kami Menyadari Sepenuhnya Bahwa Masih Banyak Kekurangan Dalam
Penulisan Makalah Ini, Baik Dari Segi Susunan Kalimat Maupun Tata Bahasanya. Oleh
Karena Itu Dengan Tangan Terbuka Dan Hati Yang Ikhlas Kami Menerima Segala Saran
Maupun Kritik Dari Pembaca Agar Kami Dapat Memperbaiki Makalah Ini. Akhir Kata,
Kami Ucapkan Terima Kasih.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................2
D. Metode Penulisan........................................................................................2
ii
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Kesimpulan................................................................................................10
B. Saran..........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan merupakan sektor yang sangat vital dan memiliki peran
yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang
sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan perekonomian. Dengan
demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi
sasaran akhir dari kebijakan moneter. Di samping itu, perbankan
merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarkan transaksi
pembayaran baik nasional maupun internasional. Bisnis perbankan
merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping menjanjikan keuntungan
yang besar jika di kelola secara baik dan hati-hati. Dikatakan sebagai
bisnis penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana
titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito.
Besarnya peran yang diperhatikan oleh sektor perbankan, bukan
berarti membuka peluang sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk
mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis perbankan tanpa di
dukung dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui
otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan
bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan
aktivitas perbankan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor
perbankan harus di arahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang
sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat kebijakan di bidang perbankan
ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam
pengembangan infrasturktur keuangan dalam rangka mengatasi
kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting
dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya
dengan efektivitas kebijakan moneter.
Apabila kita melihat kondisi perbankan pada era 1997-1998 yang
mengalami krisis moneter, pada pertengahan tahun 1997 krisis moneter
semakin melebar menjadi krisis perbankan. Masyarakat heboh dengan
terjadinya 16 bank yang dilikuidasi. Mereka khawatir apakah uang mereka
dapat dikembalikan secara utuh atau tidak, maklum selaku nasabah tidak
mengerti apa yang mesti diperbuat. Kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan nasional memudar. banyak dana yang hengkang dari bank–
bank lokal berpindah ke bank asing, bahkan tidak sedikit yang di bawa ke
luar negeri. Dampak selanjutnya dari keadaan tersebut akan dapat
mengancam perekonomian dan sistem perbankan nasional. Kepercayaan
masyarakat akan goyah terhadap bank atas perlindungan nasabah ketika
terjadi likuidasi bank tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persyaratan pendirian perbankan ?
2. Apa sumber hukum perbankan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami Bagaimana persyaratan pendirian
perbankan.
2. Mengetahui dan memahami Apa sumber hukum perbankan.
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu
dengan mencari referensi keperpustakaan online (Library Research) dan
beberapa jurnal digital sebagai referensi yang ada kaitannya atau
hubungannya dengan pembuatan makalah ini dan disimpulkan dalam
makalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbunkan Syariah ayat (1) berbunyi
bahwa: Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau UUS
wajib terieh dahalu menpereleh ein usaha sebagal Bank Syariah atau UUS dari
Bank Indonesia.1
Adapun untuk pendirian UUS. diatur pada ayat (3) yang menyatakan bahwa
persyaratan pendirian UUS diatur lebih lanjut dulam Pirituran Bank Indonesia (P),
Pada penjelasan ayat (3) ditentukan bahwa per syaratan yang diatur dalam PBI
tersebut sekurang kurangnya memuat tentang:
1
Gemala Dewi, Aspek – Aspek Hukum Dalam Perbankan & Peransuransian
Syariah Di Indonesia, ( Depok: KENCANA, 2017). Hlm 63
2
M. Ali Mansyur, 2009, Implementasi Prinsip Perbankan Syariah Menurut UU No.
21 Tahun 2008 dalam Operasional Perbankan Syariah di Indonesia, Laporan Pene-
litian Pasca Sarjana Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA, hlm. 79.
3
Pasal 5 UU No. 21 Tahun 2008 juga menetapkan bahwa setiap pihak yang
akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau UUS wajib terlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Syar-iah atau UUS dari Bank Indonesia.
Pada ayat (5) ditegaskan bahwa,Bank Umum Konvensional yang telah mendapat
izin usaha UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan
dengan jelas frase "Unit Usaha Syariah” setelah nama Bank pada kantor UUS
yang bersangkutan. Kemudian pada Ayat 6 diatur bahwa Bank Konvensional
hanya dapat mengubah kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dengan
izin Bank Indonesia. Selanjutnya pada ayat 9 dinyatakan bahwa: Bank Umum
Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
wajib membuka UUS di kantor pusat bank dengan izin Bank Indonesia.
Sedangkan dalam penjelasan Pasal 5 terdapat penjelasan terhadap ayat (4) nya
yang mengatur kewajiban mencantumkan kata “syariah” pada Bank Syariah yang
mendapatkan izin setelah berlakunya undang-undang ini. Penulisan kata “syariah"
ditempatkan setelah kata “bank” atau setelah nama bank.
4
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Setelah keluarnya UU
Perbankan Syariah kata “Perkreditan" berubah menjadi “Pembiayaan", perubahan
selanjutnya oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. Pendirian Bank Syariah baru untuk Bank Umum dan
BPR Syariah ditentukan harus memenuhi persyaratan pemilik, pengurus, modal
dan persyaratan lainnya. Permohonan pendirian Bank Umum atau BPR Syariah
diajukan oleh calon pemilik bank dengan melalui dua tahap perizinan yaitu, izin
prinsip dan izin usaha.
5
1) Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu satuan kerja setingkat yang
berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah. Unit
tersebut berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi
atau pejabat satu tingkat bawah direksi. Pada Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2008
menyebutkan bahwa Bank Umum Konvensional yang telah mendapat izin
usaha UUS wajib mencantumkan dengan jelas frase "Unit Usaha Syariah
setelah nama Bank pada kantor UUS yang bersangkutan.
2) Memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank. Tugas utama
DPS adalah untuk mengawal kegiatan usaha Bank agar tidak menyimpang dan
ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
3) Bank yang telah membuka Unit Usaha Syariah, dapat membuka Kantor
Cabang Syariah dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.3
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum dalam arti material
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung
dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi,
sejarah, sosiologi. filsafat, dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan cenderung
akan menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan
dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan.
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu untuk
diketahui akan asal-usul hukum (Muhammad Djumhana 1993:14). Sedangkan
sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum
dan perundang undangan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.4
3
Suwandi, Pembangunan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal Hukum
Islam EL Qisth Vol. 3 No. 2, Maret 2007, Hlm. 211
4
Rachmadi Usmana, Aspek-Aspek Hukum Perbankan DI Indonesia, ( Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2001 ). Hlm 4
6
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum
dan perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai perbankan. Jadi,
ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah
hukum positif, yaitu ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.
Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan
tersebut dapat ditemukan dalam:
5
Ibid. Hlm 5-6
7
Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang membantu pembentukan hukum
perbankan, di antaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan
nasabah; ajaran hukum melalui peradilan yang termuat dalam putusan hakim
(yurisprudensi); doktrin-doktrin hukum: dan kebiasaan dan kelaziman yang
berlaku dalam dunia perbankan (bandingkan Muhammad Djumhana 1993:17-21).
Dari sudut sifatnya, struktur kaidah hukum dapat dibedakan atas hukum imperatif
(istilah konvensional: hukum memaksa atau dwigend recht) dan hukum fakultatif
(hukum mengatur atau hukum pelengkap: regelend recht atau aanvullend recht).
a. Staatsbald Tahun 1929 Nomor 357 tanggal 14 September 1929 tentang Aturan-
aturan mengenai Badan-badan Kredit Desa dalam propinsi-propinsi di Jawa
dan Madura di luar wilayah kotapraja kotapraja.
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1962 tentang Bank Pemba ngunan Swasta
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 58, Tam bahan Lembaran Negara
Nomor 2489);
c. Peraturan tentang Usaha Perkreditan yang Diselenggarakan oleh Kelurahan di
Daerah Kadipaten Paku Alaman (Rijksblaad dari Daerah Paku Alaman Tahun
1937 Nomor 9).
8
internasional yang senantiasa bergerak cepat dan disertai dengan tantangan yang
semakin luas dan berat, perlu selalu diikuti secara tanggap oleh perbankan
nasional dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya.
6
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah Di Indonesia
Implementasi dan Aspek Hukum, ( Yogyakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2009 ). Hlm 59
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasal UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbunkan Syariah ayat (1)
berbunyi bahwa: Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha
Bank Syariah atau UUS wajib terieh dahalu menpereleh ein usaha
sebagal Bank Syariah atau UUS dari Bank Indonesia.
Ketentuan peraturan pelaksanaan undang undang yang lebih perinci
mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha hank syariah
dijelaskan lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia yaitu SK Direksi BI No 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei
1999 tentang Bank Umum,SK Direksi BI No. 32/34 /KEP/DIR tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah,SK
Direksi BI No. 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum
dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber
hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi
hukum itu sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan
peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi.
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan
hukum dan perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai
perbankan. Jadi, ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan
yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan perbankan yang
sedang berlaku pada saat ini.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih terdapat banyak
kekurangan yang masih perlu diperbaiki kedepannya, oleh karena itu
tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
agar pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Gemala Dewi, 2017. Aspek – Aspek Hukum Dalam Perbankan & Peransuransian Syariah Di Indonesia, Depok:
KENCANA.
Rachmadi Usmana, 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan DI Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rachmadi Usman, 2009. Produk dan Akad Perbankan Syariah Di Indonesia Implementasi dan Aspek Hukum,
Yogyakarta: PT. Citra Aditya Bakti.
Muammar Arafat, 2018. Aspek Hukum Perbankan Syariah Dari Teori Ke Praktek, Yogyakarta: CV BUDI UTAMA.
Suwandi, Pembangunan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal Hukum Islam EL Qisth Vol. 3 No. 2,
Maret 2007, Hlm. 211
M. Ali Mansyur, 2009, Implementasi Prinsip Perbankan Syariah Menurut UU No. 21 Tahun 2008 dalam
Operasional Perbankan Syariah di Indonesia, Laporan Pene-litian Pasca Sarjana Magister (S-2) Ilmu
Hukum UNISSULA, hlm. 79.
11