Anda di halaman 1dari 14

ASPEK HUKUM PERBANKAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah: Hukum Perbankan syariah

Dosen Pengampu: Muhammad Amin ,S.H.I.,M.H.

Disusun Oleh:

Bella Yolanda Safitri

Nim: 1902130039

Nur Nova Dilla

Nim: 1902130029

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Fakultas Syariah

Prodi Hukum Ekonomi Syariah

2021

KATA PENGANTAR

Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Puji Syukur
Kami Panjatkan Kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Telah Melimpahkan
Rahmat, Hidayah Dan Inayah-Nya Sehingga Kami Dapat Menyelesaikan Makalah hukum
perbankan syariah Yang Berjudul “Aspek hukum perbankan ” Tepat Pada Waktunya.

Penyusunan Makalah Dilakukan Semaksimal Mungkin Kami Upayakan Dan


Semoga Makalah Ini Dapat Dipergunakan Sebagai Salah Satu Acuan, Petunjuk Maupun
Pedoman Bagi Pembaca, Terkhusus Mahasiswa Fakultas Syariah Dalam Pembahasan
aspek hukum perbankan .

i
Kami Menyadari Sepenuhnya Bahwa Masih Banyak Kekurangan Dalam
Penulisan Makalah Ini, Baik Dari Segi Susunan Kalimat Maupun Tata Bahasanya. Oleh
Karena Itu Dengan Tangan Terbuka Dan Hati Yang Ikhlas Kami Menerima Segala Saran
Maupun Kritik Dari Pembaca Agar Kami Dapat Memperbaiki Makalah Ini. Akhir Kata,
Kami Ucapkan Terima Kasih.

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................2

C. Tujuan Penulisan........................................................................................2

D. Metode Penulisan........................................................................................2

ii
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Persyaratan Pendirian Perbankan Syariah..............................................3

B. Sumber-Sumber hukum Perbankan.........................................................6

BAB III PENUTUP..............................................................................................10

A. Kesimpulan................................................................................................10

B. Saran..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbankan merupakan sektor yang sangat vital dan memiliki peran
yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang
sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan perekonomian. Dengan
demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi
sasaran akhir dari kebijakan moneter. Di samping itu, perbankan
merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarkan transaksi
pembayaran baik nasional maupun internasional. Bisnis perbankan
merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping menjanjikan keuntungan
yang besar jika di kelola secara baik dan hati-hati. Dikatakan sebagai
bisnis penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana
titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito.
Besarnya peran yang diperhatikan oleh sektor perbankan, bukan
berarti membuka peluang sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk
mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis perbankan tanpa di
dukung dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui
otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan
bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan
aktivitas perbankan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor
perbankan harus di arahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang
sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat kebijakan di bidang perbankan
ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam
pengembangan infrasturktur keuangan dalam rangka mengatasi
kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting
dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya
dengan efektivitas kebijakan moneter.
Apabila kita melihat kondisi perbankan pada era 1997-1998 yang
mengalami krisis moneter, pada pertengahan tahun 1997 krisis moneter
semakin melebar menjadi krisis perbankan. Masyarakat heboh dengan
terjadinya 16 bank yang dilikuidasi. Mereka khawatir apakah uang mereka
dapat dikembalikan secara utuh atau tidak, maklum selaku nasabah tidak
mengerti apa yang mesti diperbuat. Kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan nasional memudar. banyak dana yang hengkang dari bank–
bank lokal berpindah ke bank asing, bahkan tidak sedikit yang di bawa ke
luar negeri. Dampak selanjutnya dari keadaan tersebut akan dapat
mengancam perekonomian dan sistem perbankan nasional. Kepercayaan
masyarakat akan goyah terhadap bank atas perlindungan nasabah ketika
terjadi likuidasi bank tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persyaratan pendirian perbankan ?
2. Apa sumber hukum perbankan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami Bagaimana persyaratan pendirian
perbankan.
2. Mengetahui dan memahami Apa sumber hukum perbankan.
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu
dengan mencari referensi keperpustakaan online (Library Research) dan
beberapa jurnal digital sebagai referensi yang ada kaitannya atau
hubungannya dengan pembuatan makalah ini dan disimpulkan dalam
makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persyaratan Pendirian Perbankan Syariah

Pasal UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbunkan Syariah ayat (1) berbunyi
bahwa: Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau UUS
wajib terieh dahalu menpereleh ein usaha sebagal Bank Syariah atau UUS dari
Bank Indonesia.1

Ayat (2) menyatakan bahwa :

Untk memperoleh lein usaha Bank Syariah harus memenuhi persyaratan


sekurang-kurangnya tentang:2

a. Susunan organisasi dan kepengurusan


b. Permodalan
c. Kepemilikan
d. Keahlian di bidang perbankan syariah dan
e. Kelayakan usaha

Adapun untuk pendirian UUS. diatur pada ayat (3) yang menyatakan bahwa
persyaratan pendirian UUS diatur lebih lanjut dulam Pirituran Bank Indonesia (P),
Pada penjelasan ayat (3) ditentukan bahwa per syaratan yang diatur dalam PBI
tersebut sekurang kurangnya memuat tentang:

a. susunan organisasi dan kepengurusan;


b. modal kerja;
c. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
d. kelayakan usaha.

1
Gemala Dewi, Aspek – Aspek Hukum Dalam Perbankan & Peransuransian
Syariah Di Indonesia, ( Depok: KENCANA, 2017). Hlm 63
2
M. Ali Mansyur, 2009, Implementasi Prinsip Perbankan Syariah Menurut UU No.
21 Tahun 2008 dalam Operasional Perbankan Syariah di Indonesia, Laporan Pene-
litian Pasca Sarjana Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA, hlm. 79.

3
Pasal 5 UU No. 21 Tahun 2008 juga menetapkan bahwa setiap pihak yang
akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau UUS wajib terlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Syar-iah atau UUS dari Bank Indonesia.
Pada ayat (5) ditegaskan bahwa,Bank Umum Konvensional yang telah mendapat
izin usaha UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan
dengan jelas frase "Unit Usaha Syariah” setelah nama Bank pada kantor UUS
yang bersangkutan. Kemudian pada Ayat 6 diatur bahwa Bank Konvensional
hanya dapat mengubah kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dengan
izin Bank Indonesia. Selanjutnya pada ayat 9 dinyatakan bahwa: Bank Umum
Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
wajib membuka UUS di kantor pusat bank dengan izin Bank Indonesia.
Sedangkan dalam penjelasan Pasal 5 terdapat penjelasan terhadap ayat (4) nya
yang mengatur kewajiban mencantumkan kata “syariah” pada Bank Syariah yang
mendapatkan izin setelah berlakunya undang-undang ini. Penulisan kata “syariah"
ditempatkan setelah kata “bank” atau setelah nama bank.

Ketentuan peraturan pelaksanaan undang undang yang lebih perinci


mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha hank syariah dijelaskan lebih
lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yaitu SK Direksi BI
No 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum,SK Direksi BI No.
32/34 /KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah,SK Direksi BI No. 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua SK Direktur BI yang
terakhir kini telah mengalami beberapa kali perubahan tentang Bank Umum yang
melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (BUS), perubahan
pertama melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 tanggal 14
Oktober 2004 dan perubahan selanjutnya pada tahun 2009, setelah keluarnya
Undang-Undang Perbankan Syariah.

Perubahan terakhir pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013


tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indoncsia Nomor I1/PBI/2009 tentang
Bank Umum Syariah. Adapun Peraturan tentang BPRS perubahan pertama oleh

4
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Setelah keluarnya UU
Perbankan Syariah kata “Perkreditan" berubah menjadi “Pembiayaan", perubahan
selanjutnya oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. Pendirian Bank Syariah baru untuk Bank Umum dan
BPR Syariah ditentukan harus memenuhi persyaratan pemilik, pengurus, modal
dan persyaratan lainnya. Permohonan pendirian Bank Umum atau BPR Syariah
diajukan oleh calon pemilik bank dengan melalui dua tahap perizinan yaitu, izin
prinsip dan izin usaha.

a. Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 5 (butir), Bank Konvensional hanya


dapat mengubah kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dengan izin Bank
Indonesia. Pada Ayat 7 Pasal 5 tersebut mengenai konversi ini dinyatakan bahwa:
Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Umum Konvensional.
Demikian pula pada ayat (8) dinyatakan: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak
dapat dikonversi menjadi Bank Perkreditan Rakyat. Adapun menurut PBI No.
4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002, mengenai tata cara konversi dari BUK
menjadi BUS.

b. Pembukaan Kantor Cabang Syariah

Menurut PBI No 41/PBI/2000 jo, PBI Neh/PBI/2006 jo. PRI Na 97/PBI/2007,


pembukaan kantor cabang Syarah pada Bank Umum Konvensional dapat
dilakukan dalam tiga cara yaitu membuka kantor cabang baru, mengubah atau
konversi kantor cabang konvensional yang ada dan meningkatkan status dan
mengubah kantor cabang pembantu kanvensional menjadi cabang syariah penuh.
Pemberian perizinan pembukaan kantor cabang nyariah dilakukan dalam dua
tahap, yaitu persetujuan prinsip dan izin pembukaan kantor cabang syariah. Bank
Umum Konvensional yang membuka kantor cabang iyariali wajib melaksanakan
hal hal sebagai berikut :

5
1) Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu satuan kerja setingkat yang
berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah. Unit
tersebut berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi
atau pejabat satu tingkat bawah direksi. Pada Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2008
menyebutkan bahwa Bank Umum Konvensional yang telah mendapat izin
usaha UUS wajib mencantumkan dengan jelas frase "Unit Usaha Syariah
setelah nama Bank pada kantor UUS yang bersangkutan.
2) Memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank. Tugas utama
DPS adalah untuk mengawal kegiatan usaha Bank agar tidak menyimpang dan
ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
3) Bank yang telah membuka Unit Usaha Syariah, dapat membuka Kantor
Cabang Syariah dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.3

B. Sumber-Sumber hukum Perbankan

Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum dalam arti material
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung
dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi,
sejarah, sosiologi. filsafat, dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan cenderung
akan menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan
dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan.
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu untuk
diketahui akan asal-usul hukum (Muhammad Djumhana 1993:14). Sedangkan
sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum
dan perundang undangan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.4

3
Suwandi, Pembangunan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal Hukum
Islam EL Qisth Vol. 3 No. 2, Maret 2007, Hlm. 211
4
Rachmadi Usmana, Aspek-Aspek Hukum Perbankan DI Indonesia, ( Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2001 ). Hlm 4

6
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum
dan perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai perbankan. Jadi,
ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah
hukum positif, yaitu ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.
Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan
tersebut dapat ditemukan dalam:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem
Nilai Tukar.
4. Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), terutama
ketentuan Buku II dan Buku III mengenai hukum jaminan dan perjanjian;
5. Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang),terutama
ketentuan Buku I mengenai surat-surat berharga;
6. Faillissement Verordening (Peraturan Kepailitan) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998
yang disahkan menjadi Undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998; 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan
Daerah;
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agree ment
Establishing World Trade Organization;
9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
10. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
11. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
12. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.5

5
Ibid. Hlm 5-6

7
Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang membantu pembentukan hukum
perbankan, di antaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan
nasabah; ajaran hukum melalui peradilan yang termuat dalam putusan hakim
(yurisprudensi); doktrin-doktrin hukum: dan kebiasaan dan kelaziman yang
berlaku dalam dunia perbankan (bandingkan Muhammad Djumhana 1993:17-21).
Dari sudut sifatnya, struktur kaidah hukum dapat dibedakan atas hukum imperatif
(istilah konvensional: hukum memaksa atau dwigend recht) dan hukum fakultatif
(hukum mengatur atau hukum pelengkap: regelend recht atau aanvullend recht).

Undang-Undang Perbankan yang Diubah merupakan sumber utama dari


hukum perbankan di Indonesia. Karenanya segala ketentuan perbankan di
Indonesia harus disesuaikan dengan Undang-Undang Perbankan yang Diubah
tersebut. Dengan berlakunya Undang Undang Perbankan yang Diubah, selain
menyatakan tidak berlaku lagi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perbankan, juga menyatakan tidak berlakunya lagi peraturan
lainnya,yakni:

a. Staatsbald Tahun 1929 Nomor 357 tanggal 14 September 1929 tentang Aturan-
aturan mengenai Badan-badan Kredit Desa dalam propinsi-propinsi di Jawa
dan Madura di luar wilayah kotapraja kotapraja.
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1962 tentang Bank Pemba ngunan Swasta
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 58, Tam bahan Lembaran Negara
Nomor 2489);
c. Peraturan tentang Usaha Perkreditan yang Diselenggarakan oleh Kelurahan di
Daerah Kadipaten Paku Alaman (Rijksblaad dari Daerah Paku Alaman Tahun
1937 Nomor 9).

Peraturan-peraturan Perbankan tersebut, dinilai sudah tidak dapat mengikuti


perkembangan perekonomian nasional maupun inter nasional. Untuk itu disusun
undang-undang baru tentang Perbankan yang kemudian mengalami perubahan.
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Perbankan 1967 disusun pada situasi
dan kondisi perekonomian yang jauh berbeda dengan situasi dan kondisi
perekonomian saat ini. Perkembangan perekonomian nasional maupun

8
internasional yang senantiasa bergerak cepat dan disertai dengan tantangan yang
semakin luas dan berat, perlu selalu diikuti secara tanggap oleh perbankan
nasional dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya.

Penjabarannya dalam Undang-Undang Perbankan yang Diubah ada yang


hanya menetapkan asas-asas dan soal-soal pokok dalam garis besarnya saja. Oleh
karena itu, substansi peraturan perbankan dinilai terlalu sumir, sederhana, umum,
singkat dan menetapkan pengecualian yang membatasi, sehingga dalam
prakteknya seringkali menimbulkan perbedaan penafsiran. Ketentuan
pelaksanaannya, terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
sudah ada, sedang sebagian lagi masih perlu ditetapkan dalam bentuk peraturan
peme rintah dan ketentuan Bank Indonesia.6

6
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah Di Indonesia
Implementasi dan Aspek Hukum, ( Yogyakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2009 ). Hlm 59

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasal UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbunkan Syariah ayat (1)
berbunyi bahwa: Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha
Bank Syariah atau UUS wajib terieh dahalu menpereleh ein usaha
sebagal Bank Syariah atau UUS dari Bank Indonesia.
Ketentuan peraturan pelaksanaan undang undang yang lebih perinci
mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha hank syariah
dijelaskan lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia yaitu SK Direksi BI No 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei
1999 tentang Bank Umum,SK Direksi BI No. 32/34 /KEP/DIR tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah,SK
Direksi BI No. 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum
dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber
hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi
hukum itu sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan
peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi.
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan
hukum dan perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai
perbankan. Jadi, ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan
yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan perbankan yang
sedang berlaku pada saat ini.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih terdapat banyak
kekurangan yang masih perlu diperbaiki kedepannya, oleh karena itu
tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
agar pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Gemala Dewi, 2017. Aspek – Aspek Hukum Dalam Perbankan & Peransuransian Syariah Di Indonesia, Depok:
KENCANA.
Rachmadi Usmana, 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan DI Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rachmadi Usman, 2009. Produk dan Akad Perbankan Syariah Di Indonesia Implementasi dan Aspek Hukum,
Yogyakarta: PT. Citra Aditya Bakti.
Muammar Arafat, 2018. Aspek Hukum Perbankan Syariah Dari Teori Ke Praktek, Yogyakarta: CV BUDI UTAMA.

Suwandi, Pembangunan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal Hukum Islam EL Qisth Vol. 3 No. 2,
Maret 2007, Hlm. 211
M. Ali Mansyur, 2009, Implementasi Prinsip Perbankan Syariah Menurut UU No. 21 Tahun 2008 dalam
Operasional Perbankan Syariah di Indonesia, Laporan Pene-litian Pasca Sarjana Magister (S-2) Ilmu
Hukum UNISSULA, hlm. 79.

11

Anda mungkin juga menyukai