Anda di halaman 1dari 5

Banyak orang yang beranggapan kalau Pinjaman Online ini merupakan sesuatu

pemecahan yang gampang serta kilat buat memperoleh duit. Tetapi nyatanya dibalik seluruh
itu, ada sesuatu konsekuensi ataupun resiko yang mungkin dingalami oleh pelanggan bila
mereka melanggar kewajiban mereka. Pertumbuhan industri fintech ini pula lekat dengan
stigma negatif dari masyakarat terkhusus dalam metode penagihan. Kasus Pinjaman Online
ataupun Financial Technology Peer To Peer Lending( Fintech P2P) makin hari terus jadi
sorotan publik. Bermacam permasalahan pelanggaran Industri Fintech mulai bermunculan di
media massa. Wujud pelanggaran oleh Industri Fintech ini pula bermacam- macam jenisnya.
Mulai dari penagihan intimidatif( Pasal 368 KUHP serta Pasal 29 jo 45 UU ITE), penyebaran
informasi individu( Pasal 32 jo Pasal 48 UU ITE), penipuan( Pasal 378 KUHP) sampai
pelecehan intim lewat media elektronik( Pasal 27 Ayat 1 jo 45 Ayat 1 UU ITE) yang
diprediksi berlangsung dalam perkara ini. Jenis dugaan pelanggaran itu biasanya bersumber
dari hasil laporan pengaduan warga yang diterima oleh bermacam Lembaga Dorongan
Hukum( LBH) semenjak tahun kemudian. Terakhir, kasus fintech ini terlebih lagi merenggut
nyawa nasabah yang memutuskan untuk bunuh diri akibat tekanan mental sebab penagihan
pinjaman tersebut. Sayangnya, penyelesaian hukum kasus ini masih rendah sehingga kasus-
kasus yang sama terus bermunculan.
Sebagaimana yang tertuang didalam Pasal 7 POJK 77/ 2016, Penyelenggara harus
mengajukan registrasi serta perizinan kepada OJK. Bersumber pada kajian hukum perdata
pada teknologi finansial kalau perbuatan hukum yang muncul diantara debitur dan kreditur
didasari dengan terdapatnya perjanjian.
Dalam pelayanan aplikasi Pinjaman Online, banyak orang sudah mengeluhkan kasus
yang menimpa penyebarluasan informasi individu yang telah dilakukan oleh pihak
penyelenggara Pinjaman Online tanpa pemberitahuan serta tanpa izin dari pemiliknya. Hasil
riset membuktikan kalau proteksi hukum serta sanksi untuk pelanggaran informasi individu
sudah diatur dalam Pasal 32 jo Pasal 48 Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Data
serta Transaksi Elektronik, tetapi secara spesial menimpa proteksi hukum serta sanksi
pelanggaran informasi individu dalam layanan Pinjaman Online sudah tercantum dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/ POJK. 01/ 2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 26
kalau pihak penyelenggara bertanggung jawab melindungi kerahasiaan, keutuhan serta
ketersediaan informasi individu pengguna dan dalam pemanfaatannya wajib mendapatkan
persetujuan dari pengguna informasi individu kecuali didetetapkan lain oleh syarat peraturan
perundang- undangan. Sanksi untuk pelanggaran informasi individu mengacu pada Pasal 47
ayat( 1), ialah sanksi administratif berbentuk peringatan tertulis, denda, kewajiban buat
membayar beberapa duit tertentu, pembatasan aktivitas usaha serta pencabutan izin.
Warga awam hukum pastinya merasa takut mengalami kasus hukum tersebut. Di sisi
lain, perlindungan hukum untuk nasabah Pinjaman Online ialah aspek sungguh- sungguh buat
ditangani oleh pihak berwajib. Perlindungan Pengguna Layanan bersumber pada Pasal 29
POJK 77/ 2016, Penyelenggara harus mempraktikkan prinsip bawah dari proteksi Pengguna
ialah, transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan serta keamanan informasi,
dan penyelesaian sengketa Pengguna secara simpel, kilat serta bayaran terjangkau
Bagi Penyelenggara atau Perusahaan Fintech dapat dikenakan sanksi apabila
melanggar ketentuan Pasal 43 dan Pasal 47 POJK 77/2016, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43:
a.           melakukan kegiatan usaha selain kegiatan usaha Penyelenggara yang diatur dalam
Peraturan OJK ini;
b.           bertindak sebagai Pemberi Pinjaman atau Penerima Pinjaman;
c.            memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain;
d.           menerbitkan surat utang;
e.            memberikan rekomendasi kepada Pengguna;
f.             mempublikasikan informasi yang fiktif dan/atau menyesatkan;
g.           melakukan penawaran layanan kepada Pengguna dan/atau masyarakat melalui sarana
komunikasi pribadi tanpa persetujuan Pengguna; dan
h.           mengenakan biaya apapun kepada Pengguna atas pengajuan pengaduan.
Pasal 47:
Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang
mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:
a.            peringatan tertulis;
b.           denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c.            pembatasan kegiatan usaha; dan
d.           pencabutan izin.  
Terpaut perihal tersebut, kasus ini tercantum jenis perjanjian utang- piutang sehingga
bukan lagi ranah tindak pidana melainkan perdata. Buat itu perlindungan hukum untuk
nasabah Pinjaman Online masih sangat lemah serta konsumen masih banyak yang dirugikan,
sebab sanksi untuk penyelenggara ataupun Industri Fintech masih sekedar sanksi
administratif. Kepada nasabah yang mau melaksanakan pengaduan hingga bisa di
informasikan kepada lembaga terpaut kerugian selaku konsumen, semacam Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia( YLKI), ataupun Lembaga Dorongan Hukum( LBH).
Perkembangan teknologi informasi yang terjadi pada saat ini sudah sanggup
melaksanakan pengumpulan, penyimpanan, pembagian dan penganalisisan data. Konsep dari
perlindungan data pribadi ini menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk
menentukan mengenai apakah dirinya akan bergabung dengan masyarakat dan
membagikan/bertukar data pribadi atau tidak. Hukum perlindungan informasi mencakup
langkah-langkah perlindungan terhadap keamanan data pribadi, serta syarat-syarat mengenai
penggunaan data pribadi seseorang.1
UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 29 ayat (1)
menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi” Maka dalam hal
tersebut, dapat dilihat kesimpulannya mengenai perlindungan data pribadi adalah hak
(privacy rights) yang dipunyai setiap orang dimana hal tersebut harus dilindung negara,
dimana didalam privacy rights setiap orang mempunyai hak untuk merahasiakan hal-hal yang
bersifat pribadi.2

1
Sinta Dewi, 2016, “Konsep Perlindungan Hukum Atas Privasi dan Data Pribadi Dikaitkan dengan penggunaan
Cloud Computing di Indonesia”, Yustisia, Volume 5, Nomor 1, Januari-April 2016, h. 25
2
I Dewa Gede Adi Wiranjaya dan I Gede Putra Ariana, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran
Privasi Konsumen Dalam Bertransaksi Online, Kerta Semaya, Vol. 4, No. 4, Juni 2016, h. 3.
Perlindungan data pribadi telah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik,
yang tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:
(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan, penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas
persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Ketentuantersebut, telah memberikan hak kepada pemilik data pribadi untuk bisa
menjaga kerahasiaan data pribadinya, jika data pribadinya telah merebak dan disalahgunakan
oleh pihak lain, maka pemilik data pribadi dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Gugatan
yang dimaksud merupakan gugatan perdata yang diajukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Ketentuan pasal tersebut adalah perlindungan yang diberikan kepada data pribadi
seseorang secara umum, artinya dalam semua kegiatan yang terkait transaksi elektronik yang
menggunakan data pribadi maka wajib untuk menutupi dan melindungi data pribadi tersebut,
dengan peraturan tersebut, maka setiap orang mempunyai hak untuk menyimpan, melindungi
dan menjaga kerahasiaan datanya supaya data tersebut tetap bersifat pribadi. Setiap data
pribadi yang telah diberikan itu harus dipergunakan sesuai dengan persetujuan dari orang
yang memiliki dan harus dijaga kerahasiannya.
Tentang perlindungan data pribadi didalam layanan pinjaman online, Otoritas Jasa
Keuangan sudah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016
tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam peraturan itu
telah mengatur tentang perlindungan data pribadi nasabah dalam proses menggunakan
layanan pinjam-meminjam yang berbasis teknologi. Pasal 26 huruf a POJK menyatakan
bahwa penyelenggara wajib “menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi,
data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya dimulai dari data yang diperoleh hingga
data tersebut dimusnahkan.” Dalam hal ini pihak pemberi pinjaman mempunyai kewajiban
untuk menjaga dan merahasiakan data pribadi nasabah dimulai dari proses perjanjian pinjam-
meminjam dibuat sampai selesainya perjanjian tersebut. Kewajiban itu harus dilakukan agar
terwujudnya perlindungan terhadap data pribadi nasabah.
Kemudian, Pasal 26 huruf c POJK menyatakan bahwa penyelenggara wajib “menjamin
bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi yang didapati
oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan dari pemilik data pribadi tersebut, data transaksi,
dan data keuangan, kecuali ada ketentuan lain dari ketentuan peraturan perundang-
undangan.” Berdasarkan pasal itu jelas bahwa, tanpa adanya persetujuan dari sang pemilik
data pribadi (peminjam), pihak pemberi pinjaman tidak boleh menggunakan data pribadi itu
untuk kegiatan apapun, kecuali dengan persetujuan dari pemilik atau ditentukan lain dalam
ketentuan perundang-undangan.
Penyelenggara pinjaman online ini juga dilarang untuk menyebarluaskan data atau
informasi mengenai pemilik data kepada pihak ketiga tanpa disetujui oleh pengguna atau
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Berdasarkan peraturan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan tersebut, dapat menjamin adanya kepastian hukum mengenai
perlindungan atas data pribadi.
Perlindungan hukum tersebut merupakan pemberian hak kepada nasabah untuk
dilindungi data pribadinya didalam penyelenggaraan pinjaman online. jika hak yang dimiliki
tersebut dilanggar, maka nasabah bisa menyelesaikan masalah tersebut melalui upaya hukum,
yaitu upaya hukum non-yudisial (di luar peradilan) dan upaya hukum yudisial (peradilan).
Upaya hukum non-yudisial dapat dilakukan dengan pengaduan kepada pengawas dibidang
jasa keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selanjutnya OJK akan memberikan
peringatan atau teguran kepada penyelenggara. Sedangkan, upaya hukum yudisial bersifat
represif artinya sudah memasuki proses penegakan hukum. Upaya hukum ini diajukan setelah
pelanggaran terjadi dengan tujuan untuk mengembalikan atau memulihkan keadaan.
Upaya hukum ini bisa dilakukan dengan pengajuan gugatan ke pengadilan. Pengajuan
gugatan ke pengadilan ini tidak hanya untuk menggugat penyelenggara pinjaman online
yang telah melakukan penyebarluasan data pribadi nasabah, tetapi juga dapat kepada pihak
ketiga dan pihak yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan pemilik data pribadi yang
sudah menyalahgunakan data pribadi tersebut. Dengan adanya hak tersebut, maka telah
adanya kepastian hukum yakni perlindungan hukum kepada data pribadi nasabah dalam
penggunaan layanan aplikasi pinjaman online. Perlindungan hukum yang dimaksud yakni
perlindungan terhadap kerahasiaan data pribadi peminjam supaya data pribadinya tidak
disebarluaskan dan atau agar tetap terjaga kerahasiannya oleh pihak penyelenggara pinjaman
online tersebut, serta berhak untuk mengajukan upaya hukum jikalau data pribadinya
tersebarluaskan tanpa persetujuan dari sang pemilik data tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Dewi, Sinta, 2016, “Konsep Perlindungan Hukum Atas Privasi Dan Data Pribadi
Dikaitkan Dengan Penggunaan Cloud Computing Di Indonesia”, DEMO 2 JURNAL.
I Dewa Gede Adi Wiranjaya dan I Gede Putra Ariana, 2016, “Perlindungan Hukum
Terhadap Pelanggaran Privasi Konsumen Dalam Bertransaksi Online”, Kerta Semaya, Vol. 4,
No. 4, Juni 2016.

Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3886).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4843).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5952).
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 324, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6005).

Anda mungkin juga menyukai