Anda di halaman 1dari 18

SIMPANAN NASABAH

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Aspek Hukum Dasar Perbankan Syariah

Dosen Pengampu : Nikmah Dalimunthe S.Ag M.H

Disusun oleh : Kelompok V


Hazlina Amalia Batubara 0503183257

Ice Rahwani Purba 0503182221

M. Robby Andrian 0503183362

Nur Maghfirah 0503181082

Rahmi Vera 0503182102

Shahira Azmi 0503183335

PERBANKAN SYARIAH VII A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2021/2022
KATA PENGANTAR
Kita banyak bersyukur kepada Allah swt. Yang mana atas karunianya kita masih
diberikan nikmat sehat serta iman sehingga kita bisa melakukan pertemuan pembelajaran pada
hari ini. Sejalan dengan rasa syukur tersebut izinkanlah kami memaparkan materi yang berjudul
“Simpanan Nasabah”. Sebelumnya kami berterimakasih kepada dosen pengampu yakni ibu
“Nikmah Dalimunthe S.Ag, M.H” yang telah memberikan arahan serta petunjuk sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.

Terlebih kepada para pembaca kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan baik itu
tulisan ataupun penyampaian materinya. Sebab penulis menyadari pasti ada kesalahan yang kami
perbuat untuk itu kami mohonkan untuk memberikan kritikan serta saran yang membangun
sehingga kedepannya kami dapat melaksanakannya dengan versi yang lebih baik. Akhir kata
semoga bacaan ini dapat menjadi bahan pertimbangan serta bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 28 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... iii

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... iii

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... iii

C. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................................ iii

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 1

A.KRITERIA BENTUK SIMPANAN YANG DIATUR MENURUT

UU. NO.10 TAHUN 1998 ...................................................................... 1

B. HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH

PENYIMPANAN DANA ...................................................................... 6

C. AKIBAT HUKUM PIHAK BANK TIDAK MENEPATI JANJI

TERHADAP PENYIMPANAN DANA ................................................. 9

BAB III PENUTUP....................................... ........................................................ 12

A. KESIMPULAN ..................................................................................... 12

B. SARAN ................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG MASALAH

Keberadaan suatu system penjaminan simpan yang diatur secara tegas dan disusun secara
lengkap dan meningkatkan kepercayaan pada akhirnya memperkuat seluruh sistem perbankan.
Di seluruh Dunia, industri perbankan adalah salah satu industri yang paling banyak diatur oleh
pemerintah karena stabilitas dan sistem perbankan dan keuangan merupakan prasyarat mutlak
bagi pertumbuhan dan stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Keadaan ini memperlihatkan
bahwa hukum selalu ketinggalan dibelakang peristiwanya (het recht hinkt achter de feiten aan).

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang seharusnya diatur dalam bentuk peraturan
pemerintah sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 37b ayat (4), namun dalam realitas yuridisnya
telah dibentuk dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004. meningkatkan peran bank sebagai
penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan. Apabila bank kehilangan kepercayaan
dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha bank dimaksud tidak dapat dilanjutkan, bank
dimaksud menjadi Bank Gagal yang berakibat dicabut izin usahanya.

Oleh sebab itu, baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat
dalam pengaturan dan/atau pengawasan bank, harus bekerja sama mewujudkan kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan. Lembaga penjamin simpanan melakukan tindakan
penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka
mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan
Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN) dalam melindungi nasabah bank.
LPS bersama dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Pengawas Perbankan
(LPP) menjadi anggota Komite Kordinasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana kriteria bentuk simpanan menurut UU No 10 tahun 1998 ?

2. Bagaimana hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana ?

3. Bagaimana akibat hukum pihak bank tidak menepati janji terhadap penyimpana dana?

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Untuk mengetahui kriteria bentuk simpanan menurut UU No 10 tahun 1998

2. Untuk mengetahui hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana

iii
3. Untuk mengetahui akibat hukum pihak bank tidak menepati janji terhadap penyimpana
dana

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A.Keriteria bentuk simpanan yang diatur menurut UU No.10 tahun 1998

Undang-undang nomor 10 tahun 1998 merupakan ketentuan yang memberikan landasan


hukun yang kuat terhadap pengembangan sistem perbankan syariah di indonesia. Hal inilah yang
merupakan suatu perubahan yang signifikan terhadap UU perbankan sebelumnya. Bahwa pada
undang-undang no 7 tahun 1992 istilah perbankan syariah masih belum dinyatakan secara
eksplisit, melainkan hanya dinyatakan dengan menggunakan istilah bank dengan prinsip bagi
hasil, sebagaimana diatur dalam pasal 6 dan pasal 13.

Pengertian bank dengan prinsip bagi hasil yang dimaksudkan dalam undang-undang
tersebut belum mencakuo secara tepat pengertian bank syariah atau islamic bank yang memiliki
cakupan yang lebih luas dari bagi hasil, meskipun UU tersebut telah memungkinkan berdirinya
bank umum syariah yang pertama diindonesia. Demikian pula peraturab pelaksanaan yang ada
pada masa itu dirasakan belum banyak membuka ruang gerak agi operasinal perbankan syariah
diindonesia. Dengan dikeluarkan UU No 10 tahun 1998 yang mengubah undang-undang nomor
7 tahun 1992 tentang perbankan serta peraturan-peraturan pelaksanaanya ini, maka indonesia
telah memasuki periode perkembangan sistem perbankan syariah dengan munculnya bank-bank
syariah baru.

Berdasarkan undang-undang perbankan yang baru ini, sistem perbankan diindonesia


terdiri atas bank umum konvensional dan bank umum syariah (atau digunakan istilah sebagai
Dual Banking system). Salah satu prinsip yang dipegang dalam pengaturan tentang bank syariah
dalam unfang-undang no.10 tahun 1998 ini adalah bahwa prinsio syariah merupakan suatu
prinsio dalam menjalankan kegiatan usaha bank. Jadi sifatnya bukan merupakan janis
kelembagaan melainkan cara menjalankan kegiatan usaha bank. Sejalan dengan itu, istilah bank
syariah tidak didefinisiakan sebagai jenis bank tersendiri, sehingga jenis bank diindinesia tetap
hanya dua, yakni bank umum (BU) dan bank perkreditan rakyat (BPR). Adapun dari segi
kegiatan usahanya,bank umum dan bank perkreditan rakyat tersebut dapat menjalankan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah ( menjadi bank umum syariah dan
BPR Syariah).

Selain itu, undang/undang ini memungkinkan pengembangan bank syariah melalui


pendirian bank syariah baru, perubahan kegiatan bank konvensional menjadi bank syariah dan
pelaksanaan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah oleh bank konvensional. Khusus
bagi bank umum yang selama ini menjalankan kegiatan usaha secara konvensional, dapat
melakukan kegiatan usaha secara prinsip syariah, dengan cara membuka kantor cabang baru
yang semata-nata melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau mengubah
kantor cabang yang telah ada menjadi kantor cabang yang melaksanakan kegiatan usaha
1
berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal suatu bank menjalankan kegiatan usahanya baik secara
konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah, maka bank yang bersangkutan harus
menatausahakan pembukuannya secara terpisah mengingat perbedaan prinsip yang digunakan
tersebut.

Pada prinsipnya undang-undang ini mengatur masalah-masalah hukum yang menyangkut


kelembagaan dan operasional bank syariah. Permadalahan hukum terdebut antara lain:

1. Macam bank syariah

2. Pendirian bank syariah

3. Kinversi bank konvensional menjadi bank syariah

4. Pembukaan kantor cabang, yang meliputi sisi keuangan dan modal kerja.

5. Badan pengawas syariah dan dewan syariah nasional (DPS), yang menyangkut menegenai
fungsi DPS sebagai penasihat, mediator, dan perwakilan

6. Kegiatan usaha dan produk-produk bank syariah

7. Pengawasan bank indonesia terhadap bank syariah

8. Sanksi-sanksi pidana dan administratif

Dalam unsang-undang No.10 Tahun 1998 ini trdapat hal baru yaitu dicantumkan secara
tegas mengenai ketentuan pidana dan sanksi administratif dalam rangka penegakan hukum
kegiatan usaha perbankan yang bersifat lebih tegas dan mengikat. Ketentuan pidana yang
mengatur kegiatan perbankan diatur dalam pasal-pasal sebagi berikut: pasal 46, 47, 47A, 48, 49,
50, dan 50 A. Adapun ketentuan sanksi administratif diatur dalam pasal 52 dan 53 undang-
undang ini.

Mengenai sanksi pidana dalam pengaturan perbankan ini memiliki ciri tersendiri dimana
disini ditetapkan jumlah minimal dan maksimal sanksi yang dapat dijatuhkan kepada terdakwah.
Ketentuan hukum demikian tentunya tidak terlepas dari pentingnya lembaga perbankan sebagai
lembaga penghimphn dana masyarakat. Ketentuan hukum tersebut berlaku pula untuk peringatan
kepada para bankir untuk senantiasa bertindak profesional dan memiliki integritas yang tinggi
dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Adapun keriteria bentuk simpanan yang diatur menurut UU No.10 tahun 1998 yaitu
terdapat pada pasal 1.

Ketentuan Pasal 1diubah, sehingga Pasal 1 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 1"
2
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;

3. Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran;

4. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran;

5. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

6. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan;

7. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan Bank;

8. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan;

9. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu;

10. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau
setiap derivatifnya atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang
lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang;

11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertent dengan
pemberian bunga;

3
12. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;

13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina);

14. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum
dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak
kepemilikan atas harta tersebut;

15. Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum untuk mewakili
kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian antara Bank Umum dengan emiten
surar berharga yang bersangkutan;

16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;

17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk
simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;

18. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank
dengan nasabah yang bersangkutan;

19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor
pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana kantor cabang
tersebut melakukan usahanya;

20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang yang berlaku;

21. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
yang berlaku;

22.Pihak terafiliasi adalah :

a. Anggota Dewan Komisaris, Pengawas, Direksi atau kuasanya, Pejabat atau Karyawan Bank;

4
b.Anggota pengurus, pengawas,pengelola atau kuasanya, Pejabat atau Karyawan Bank,
khusus bagi Bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

c. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank antara lain Akuntan Publik, Penilai,
Konsultan Hukum dan Konsultan lainnya;

d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank,
antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas,
keluarga Direksi, keluarga pengurus;

23.Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

24.Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan


penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga atau skim
lainnya;

5
B. Hubungan Hukum antara Bank dengan Nasabah Penyimpan Dana

Hubungan hukum antara nasabah dengan bank Terjadi setelah kedua belah pihak
menandatangani Perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang Ditawarkan bank. Setiap
produk bank selalu terdapat Ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank. Perjanjian antara
nasabah dengan bank bersifat Mengikat. Nasabah sebagai penyimpan dana menyimpan dananya
di bank dan memberikan kebebasan kepada bank untuk mengelola uang atau dana yang di
simpannya itu. Kewajiban bank atas perjanjian tersebut adalah mengembalikan simpanan dengan
memberikan bunga atas simpanan nasabah tersebut persoalan lain adalah apakah masyarakat
mengetahui hak dan kewajibannya dalam mengadakan hubungan hukum dengan bank. Persoalan
ini perlu dikemukakan.

Nasabah pada dasarnya telah terlanjur percaya kepada bank sehingga mereka juga
mempercayai apa yang dibuat dan termuat dalam formulir-formulir tersebut. Berdasarkan
kepercayaan, perjanjian-perjanjian antara nasabah dengan bank tersebut menguntungkan secara
sepihak bagi bank, tetapi masyarakat tidak memperdulikan hal tersebut, Sebab mereka telah
mempercayai sepenuhnya terhadap Bank yang dipilih Uraian mengenai hubungan hukum formal
dalam pembukaan rekening tersebut sangat penting dipahami oleh karena ketentuan tersebut juga
ditunjuk oleh klausul yang terdapat pada produk bank, termasuk perjanjian kredit dan atau
perjanjian lainnya. Hampir semua transaksi-transaksi perbankan hakikatnya merupakan
derivative dari transaksi yang disebut dalma Pasal 1 Ayat (2) UU Perbankan, misalnya save
deposit box atau transfer atau transaksi lain yang dilakukan na-sabah lepas (working customer).
Inti pokok hubungan hukum dalam bidang perkreditan adalah ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kredit.

Perjanjian kredit didalamnya juga terdapat salah satu ketentuan yang polanya mirip
dengan pola-pola formulir yang diperuntukan bagi nasabah penyimpan, seperti klausul yang
menyatakan : “dalam perjanjian ini berlaku juga ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam syarat-
syarat umum perjanjian kredit bank dan perubahan-perubahannya dari waktu ke waktu”, apabila
terdapat pertentangan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kredit dengan syarat-syarat
umum perjanjian kredit, maka yang berlaku adalah ketentuan yang terdapat dalam perjanjian
kredit. Ketentuan tersebut masih berkembang sesaui dengan jenis kreditnya, cash loan atau
noncash loan. Noncash loan yang berkaitan dengan transaksi letter of credit atau SKBDN (Surat
Kredit Berdokumen Dalam Negeri), dalam salah satu klausulnya akan menyebut : dalam
pembukaan letter of credit/SKBDN ini berlaku syarat dan ketentuan yang terdapat pada uniform
costum and practice for documentary credit yang diterbitkan oleh International Chambers of
commerce Publication No. 500. Hubungan antara bank dengan nasabah akan terdapat berbagai
ketentuan yang menunju berlakunya ketentuan lain, kadangkala ketentuan yang ditunjuk dalam
aplikasi tersebut sama sekali tidak diketahui oleh nasabah.

6
Hubungan antara nasabah dengan bank adalah hubungan antar subjek hukum sebagai
pembawa hak dan kewajiban. Pengertian subjek hukum adalah orang dan badan, sedangkan
pengertian badan adalah nadan hukum dan bukan badan hukum. Pembedaan demikian akan
menyangkut terhadap identifikasi nasabah (customer identification file). Landasan utama dalam
perjanjian tersebut adalah dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan untuk membuat perjanjian, adanya
kesepakatan mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal. Kedua belah pihak sebagai
subyek hukum harus memenuhi aspek hukum dari subjek hukum. Dilihat dari jenis subjek
hukum pada pihak nasabah, maka terdapat dua jenis subjek hukum yakni dapat berupa orang dan
badan. Dalam istilah perbankan, terdapat istilah yang dipersamakan dengan orang, yaitu
“perorangan”. Nasabah perorangan adalah usaha dagang, toko, dan sebagainya, sedangkan aspek
hukum dari pihak bank hanya berupa badan usaha. Hal ini dikarenakan tidak ada lembaga
perbankan yang berbentuk orang atau perorangan.

Pasal 21 Ayat (1) UU Perbankan menyatakan bahwa bentuk badan hukum suatu bank
umum dapat berupa :

• Perseroan terbatas;

• Koperasi atau;

• Perusahaan Daerah.

Dari ketiga bentuk badan hukum dari suatu bank umum tersebut dapat disimpulkan
bahwa bank umum wajib berbentuk sebagai badan hukum, tunduk dan berlaku doktrin-doktrin
hukum badan hukum. Doktrin hukum mengemukakan adanya 4 (empat) unsur suatu badan
dianggap sebagai badan hukum, yaitu sebagai berikut :

• Harus ada kekayaan yang terpisah, lepas dari kekayaan anggotanya;

• Mempunyai tujuan tertentu;

• Adanya kepentingan yang diakui dan dilindungi hukum;

• Adanya organisasi teratur.

Suatu badan dinyatakan sebagai badan hukum apabila dinyatakan secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan tersebut bahwa badan itu dinyatakan sebagai badan hukum.
Penyebutan sebagai badan hukum, maka hal-hal yang berkaitan dengan badan hukum berlaku,
antara lain berkaitan dengan tanggung jawab para pengurus perseroan.Perwujudan hubungan
hukum antara nasabah dengan bank tersebut terdapat pada ketentuan yang tersebar di beberapa
dokumen/formulir, yang secara umum dapat dibagi dalam empat kelompok dokumen/formulir
berikut ini.

7
• Formulir identifikasi nasabah (customer identification file);

• Formulir bidang dana (penghimpun simpanan dana masyarakat);

• Formulir dalam bidang perkreditan (penyaluran kembali kepada masyarakat);

• Formulir dalam bidang jasa perbankan.

8
C. Akibat Hukum Pihak Bank Tidak Menepati Janji Terhadap Penyimpanan Dana

Dunia perbankan sangat tergantung pada nasabah yang akan menyimpan dananya di bank
dan yang meminjam dana dari bank, karena nasabah merupakan salah satu faktor penting dalam
bisnis perbankan. Untuk mendapatkan nasabah tersebut diperlukan kepercayaan yang dapat
dipertanggungjawabkan oleh bank terhadap nasabahnya. Dalam menjalankan aktivitasnya bank
harus memberikan layanan nasabah yang Prima artinya bank harus memberikan pelayanan
semaksimal mungkin agar nasabah merasa nyaman dan aman untuk menyimpan dananya di bank
yang bersangkutan. Semakin baik layanan nasabah prima dari suatu bank maka semakin banyak
nasabah yang akan menyimpan dananya di bank yang bersangkutan.

Bank perlu melakukan pengaturan dan pengawasan di mana bertujuan untuk menciptakan
sistem perbankan yang sehat yang memenuhi tiga aspek yaitu perbankan yang dapat memelihara
kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak
perhatikan faktor resiko seperti kemampuan, baik dari sistem finansial maupun sumber daya
manusia walaupun sudah ada peraturan tentang pengawasan bank namun sampai saat ini masih
banyak terjadi kasus fraud dalam dunia perbankan yang tentu saja merugikan nasabah. Oleh
sebab itu nasabah harus dapat perlindungan atas tindakan fraud yang dilakukan pegawai.

Hukum pidana secara umum menyebut fraud dengan “Pencurian dan Penipuan” .
“Pencurian dengan Penggelapan” dan “Penipuan”. “Penyelewengan yang dilakukan oleh
Pegawai bank” dan lain sebagainya nya. Namun ada pula yang mendefinisikan fraud sebagai
tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan
menyembunyikan fakta dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi. Fraud diartikan
sebagai suatu tindakan Penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu atau memanipulasi bank, nasabah atau pihak lain yang terjadi dilingkungan bank atau
menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan bank, nasabah atau pihak lain menderita
kerugian dan pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Tindakan fraud Ini mengandung unsur-unsur:
1. Kecurangan yaitu pegawai bank melakukan kecurangan dengan cara mengambil dana
nasabah yang seharusnya bukan miliknya.
2. Penyembunyian fakta, yang mana pegawai bank melakukannya dengan cara mentransfer
uang nasabah kepada rekening pribadinya, namun tidak tercantum di dalam buku tabungan
nasabah titik s adalah sahabat menanyakan uangnya kemana pegawai bank tersebut akan
beralasan adanya error system sehingga Dana tidak tercantum di dalam buku nasabah
ataupun cara-cara lain yang dilakukan oleh pelaku untuk menyembunyikan fakta yang
sebenarnya.
3. Memanipulasi data, dengan cara misalnya merubah nama nasabah menjadi orang lain atau
pihak ketiga di luar band yang mana pada akhirnya uang nasabah akan beralih pada pihak
ketiga tersebut.
4. Pelanggaran kepercayaan, dalam hal ini pegawai Bank jelas telah melakukan pelanggaran
kepercayaan karena tidak bisa menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh nasabah
tersebut.

9
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, Marulak Pardede
mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap
nasabah penyimpanan dana, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:

1) Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection)

Yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindari terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1)
peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh
pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya
menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan
terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5)
melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah dan menyediakan informasi risiko pada nasabah.

2) Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit production)

Yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan


masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan lembaga tersebut yang akan mengganti
dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh
melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat. Sebagaimana diatur dalam
Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 26 tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap
Kewajiban Bank Umum.

Pengertian di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi
nasabah ada dua yang mana pertama adalah perlindungan secara implisit yang dilakukan baik
dari intern Bank sendiri dalam menjalankan aktivitas perbankan agar tidak terjadi hal-hal yang
bisa merugikan bank tersebut dan bisa juga dilakukan dari ekstern yaitu dengan cara pengawasan
dari Bank Indonesia untuk mengontrol dan mengawasi aktivitas perbankan umum. Sedangkan
perlindungan yang kedua secara eksplisit adalah dengan adanya pembentukan Lembaga
Penjamin Simpanan.

Perlindungan nasabah merupakan tantangan perbankan nasional yang berpengaruh secara


langsung terhadap Sebagian besar masyarakat. Mengingat pentingnya perlindungan terhadap
nasabah, maka Bank Indonesia menetapkan upaya perlindungan konsumen jasa perbankan
sebagai salah satu dari 6 pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

Perlindungan Nasabah (API) telah menetapkan kegiatan atau program dalam rangka
peningkatan perlindungan nasabah sebagai konsumen jasa perbankan, yang meliputi:
1) Penyusunan dan penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah
2) Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen
3) Penyusunan dan penetapan standar penyusunan transparansi informasi produk perbankan
4) Peningkatan edukasi bagi nasabah.

10
Untuk melaksanakan program peningkatan perlindungan nasabah bank sesuai dengan
API, Bank Indonesia telah menerbitkan berbagai perangkat hukum, sehingga pada akhirnya
dapat menjamin kredibilitas lembaga perbankan nasional sekaligus melindungi hak-hak nasabah
sebagai konsumen jasa perbankan. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan implementasi
program peningkatan perlindungan nasabah bank antara lain:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi
Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tenang Penyelesaian Pengaduan
Nasabah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/10/PBI/2008
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Media Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008.

Dalam rangka memperkuat sistem pengendalian intern khususnya untuk pengendalian


fraud bank wajib memiliki dan menerapkan strategi anti fraud yang efektif yang paling kurang
memenuhi acuan minimum dalam pedoman titik strategi anti fraud merupakan bagian dari
kebijakan strategis yang penerapannya diwujudkan dalam sistem pengendalian fraud (fraud
control system). Dalam menyusun dan menetapkan strategi anti fraud yang efektif, bank wajib
memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut:
a) Kondisi lingkungan internal dan eksternal
b) Kompleksitas kegiatan usaha
c) Potensi, jenis, dan risiko fraud
d) Kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kestabilan industry perbankan merupakan salah satu kunci dalam menjaga
kepercayaan masyarakat dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam
pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk
meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Namun kondisi perbankan pada
saat ini belum stabil.
Lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap produk perbankan dan keuangan
yang kondisinya semakin bervariasi dan kompleks, serta mengantisipasi globalisasi
perdagangan jasa dan inovasi teknologi informasi, telah meningkatkan arus transaksi
keuangan masuk keluar Indonesia. Pernyataan politik hukum ini pada tataran landasan
teknis operasional menghendaki adanya beberapa perubahan Undang – Undang
Perbankan dimasa yang akan datang. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu
diperkuat. Untuk itu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya.

B. SARAN
Demikian makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan
pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan untuk lebih baiknya makalah yang kami buat selanjutnya. Selamat
membaca dan semoga bermanfaat.

12
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Gemala. 2019. "Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian syariah di
Indonesia". Jakarta : Prenadamedia Group.

Jurnal Hukum Bisnis, Rahasia Bank Berbagai Masalah di Sekitarnya, Jakarta, Yayasan
Pengembangan Hukum Bisnis Volume 8,1999

Jurnal Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Atas Tindakan/Perilaku Fraud yang Dilakukan
Oleh Pegawai Bank, Oleh: Mutiara Tiffany

Pandiangan, L., & Jayadi, H. (2018). Hubungan Hukum Antara Nasabah Penyimpan Dana
Dengan Bank Dalam Prespektif Hukum Perjanjian Di Indonesia. Jurnal Hukum to-ra, 4(3), 93-97.

Racmadi Usman, Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan: Alternatif Penyelesaian
Sengketa Perbankan dalam Perspektif Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah, Bandung: Mandar Maju,
2011

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1998/10tahun~1998uu.htm

13

Anda mungkin juga menyukai