DISUSUN OLEH :
1. Lorentsia Bili Nawasakti (2112020020)
2. Regina Okti Kusumawardhani (2112020086)
3. Rivan Dea Nova Putra (2112020091)
4. Syagita Ayu Dewanti (2112020100)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang
berjudul “ HUKUM PERBANKAN” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Mar’atus Solikah,
M.Ak .Pada mata kuliah Hukum Bisnis dan Regulasi.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Mar’atus Solikah, M.Ak, selaku dosen pengampu Mata kuliah Hukum Bisnis
dan Regulasi yang telah memberikan tugas ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah
membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini, dan semua pihak yang telah
membagi sebagaian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari makalah yang kami tulis ini kami tulis jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan,
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan Perumusan Makalah................................................................................. 2
BAB II ............................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3
A. Definisi Bank ...................................................................................................... 3
B. Hukum Perbankan ............................................................................................... 6
C. Asas-Asas Hukum Perbankan .............................................................................. 8
D. Fungsi dan Tujuan Perbankan ............................................................................ 10
E. Jasa-Jasa Perbankan........................................................................................... 11
F. Izin Pendirian dan Badan Hukum Bank ............................................................. 13
a) Izin Pendirian Bank ....................................................................................... 13
b) Persyaratan Pendirian Bank ........................................................................... 15
c) Bentuk Hukum Bank ..................................................................................... 17
G. Pembinaan dan Pengawasan Bank ..................................................................... 17
H. Rahasia Bank..................................................................................................... 22
1. Pengertian Rahasia Bank ............................................................................... 22
2. Teori Rahasia Bank........................................................................................ 22
3. Unsur-Unsur Rahasia Bank ............................................................................ 22
4. Pengecualian Rahasia Bank ........................................................................... 23
I. Sanksi Administratif .......................................................................................... 25
BAB III......................................................................................................................... 26
PENUTUP .................................................................................................................... 26
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
perekonomian tersebut. dikenal dengan istilah Banking Law, Hukum-
Hukum perbankan Indonesia mengatur masalah-masalah perbankan yang
berlaku saat ini di Indonesia. Hukum yang mengatur masalah perbankan
biasa yaitu seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-
undangan, yurisprudensi, doktrin dan sumber hukum lainnya yang
mengatur mengenai persoalan perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatan lembaga tersebut sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipatuhi
oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban tugas dan
tanggung jawab, para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-
lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
B. Perumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bank
3
meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan akuntabilitas.
4
Pinjaman dari Bank-bank Lain
Pinjaman dari Bank atau Lembaga Keuangan lain di luar negeri
Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank 4) Pinjaman dari
Bank Sentral (BI)
Dilihat dari bidang usahanya, menurut jenisnya, bank dibagi menjadi dua,
ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No.10/1998, yaitu:
1. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Pasal 1
angka 3 UU NO.10/1998)
2. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. (Pasal 1 angka 4 UU No.10/1998).
Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki
bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat akte pendirian dan
5
pengusahaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Berdasarkan
pembagian ini, bank dapat dibagi menjadi:
1. Bank Umum Milik Negara, yaitu bank yang hanya dapat didirikan
berdasarkan undang – undang
2. Bank Umum Swasta, yaitu bank yang hanya dapat didirikan dan
menjalankan usahanya setelah mendapatkan izin dari pimpinan Bank
Indonesia
3. Bank Campuran, yaitu bank umum yang didirikan bersamaan oleh satu
atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan
oleh Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia yang
dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia, dengan satu atau
lebih bank yang berkedudukan di luar negeri
4. Bank Milik Pemerintah Daerah, yaitu Bank Pembangunan Daerah.
Dilihat dari Status dan Kedudukannya, Status dan Kedudukan bank diukur
dari kemampuannya dalam melayani masyarakat yang terdiri dari jumlah
produk yang ditawarkan, modal, serta kualitas pelayanannya, yaitu:
1. Bank Devisa, yaitu bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar
negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing, msalnya
transfer keluar negeri, inkaso ke luar negeri, travelers cheque,
pembukaan dan pembayaran Letter of credit, dan transaksi lainnya.
2. Bank Non Devisa, yaitu bank yang belum memiliki ijin untuk
melaksanakan transaksi ke luar negeri seperti yang dilakukan Bank
Devisa. Sehingga transaksi yang dilakukan oleh bank ini meliputi
transaksi dalam negeri.
Dilihat Dari Aspek Cara Menentukan Harga, baik harga beli maupun
harga jual dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Bank Konvensional, yaitu bank yang melaksanakan prinsip
konvensional yang menggunakan dua metode, yaitu:
Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan
seperti giro, tabungan, deposito berjangka, maupun produk
pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga
tertentu
Untuk jasa – jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau
menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase
tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.
2) Bank Syariah (bank bagi hasil), yaitu bank yang beroperasi dengan
prinsip – prinsip syariah islam.
B. Hukum Perbankan
6
terdapat pengaturan dibidang perbankan mengenai :
a) Dasar-dasar perbankan, yaitu menyangkut asas-asas kegiatan
perbankan, seperti norma, efisiensi, kefektifan, kesehatan bank,
profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga
perbankan, serta hubungan hak dan kewajibannya.
b) Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan, misalnya,
kaidahkaidah mengenai pengelolanya, seperti dewan komisaris,
direksi, karyawan, ataupun pihak yang terafiliasi, juga, mengenai
bentuk badan hukum pengelolanya serta mengenai kepemilikannya.
Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia telah diatur dalam
ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang
menyatakan bahwa, “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian”. Menurut penjelasan resminya yang dimaksud dengan
demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Prinsip kehati-hatian yang
diamanatkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan tidak ada penjelasan secara resmi mengenai apa yang
dimaksud dengan prinsip kehati-hatian, tetapi dapat dilihat melalui
pelaksanaan kegiatan perbankan antara bank dan para pihak yang
terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan
menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan
wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan profesiona
sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat.
c) Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus memerhatikan
kepentingan umum, seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan
yang tidak wajar, antitrust(antipakat), perlindungan terhadap
konsumen (nasabah), dan lain-lain.
d) Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi yang mendukung
kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti dewan moneter
dan bank sentral.
e) Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yang
berupa dasardasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak
dicapainya melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya.
f) Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaidah-kaidah
hukum tersebut sehingga tidak mungkin berdiri sendiri.
7
keempat, perekonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan Indonesia,
yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi. Adapun
sistem perekonomian kapitalis pada dasarnya kosmopolitanisme, sehingga
dalam mengejar keuntungan tidak mengenal batas-batas negara; kelima,
system perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan
antara perencanaan sentral (nasional) dengan tekanan pada desentralisasi si
dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi.
8
dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan
kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing
– masing secara cermat, teliti, dan profesional, sehingga memperoleh
kepercayaan masyarakat. Asas kehati – hatian menurut Zulfi Diane
Zaini Hermansyah, “Hukum Perbankan nasional Indonesia”, Kencana,
Jakarta, 2006, hal.19 17 Asas kehati – hatian (Prudential Principle)
adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan
fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati –
hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan
padanya.11 Tujuan dilakukannya prinsip kehati – hatian ini adalah
agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan
baik dan memenuhi seluruh ketentuan dan norma hukum yang berlaku
di dunia perbankan secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik.
Prinsip kehati – hatian ini tercermin dalam pasal 2 dan pasal 29 ayat
(2) Undang – undang Perbankan.
c. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle) Asas kepercayaan (Fiduciary
Principle) adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan
nasabah bank. Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan
bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank
dan nasabah. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang
disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu
terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan
masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata –
mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat
diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan
yang diperjanjikan dan disertai engan imbalan. Asas kepercayaan
(Fiduciary Principle) ini tercermin dalam pasal 29 ayat (4) UU
No.10/1998, yaitu: “Untuk kepentingan nasabah, bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko
kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank”
d. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle) Asas Kerahasiaan
(Confidential Principle) adalah asas yang mengharuskan atau
mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan keuangan dan lain – lain dari nasabah bank menurut kelaziman
dunia perbankan (Wajib) dirahasiakan kerahasiaan tersebut adalah :
untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Asas kerahasiaan
(onfidential Principle) tercermin dalam Pasal 1 angka 28 dan Pasal 40
sampai dengan pasal 44A UU No.10/1998. Menurut Pasal 40 UU
No.10/1998, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya. Namun dalam ketenuan tersebut
kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban
merahasiakan itu dikecualikan dalam hal – hal untuk kepentingan
pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang
Negara (UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana,
9
dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka
tukar menukar informasi antar bank yang kesemuanya itu atas
permintaan, persetujuan/kuasa dari nasabah penyimpan/ahli warisnya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 41A, 42, 43, 44, dan 44 A UU
No.10/1998.
e. Asas Mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) Asas
mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) adalah asas yang
diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui nasabah,
memanytau kegiatan transaksi termasuk melaporkan setiap transaksi
yang mencurigakan. Asas ini tercermin dalam Peraturan Bank
Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip mengenal
Nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip
mengenal nasabah adalah meningkatkan peran lembaga keuangan
denagan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga
keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan
dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan
nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi Lembaga keuangan.
10
untuk mencapai tujuan perbankan sebagaimana yang dimaksud dalam
ketentuan di atas.
Fungsi pengaturan perbankan secara umum terbagi atas :
Fungsi untuk tujuan moneter, ditujukan untuk mendorong stabilitas
moneter di Indonesia. Oleh karena masih dominannya perbankan di
Indonesia sebagai salah satu sumber pembiayaan investasi.
Fungsi untuk tujuan pengawasan terhadap kegiatan usaha perbankan.
Pengaturan ini ditujukan dalam rangka menjaga keamanan dan
kesehatan bank maupun kesehatan sistem keuangan secara
keseluruhan, sehingga diharapkan agar bank melaksanakan praktik –
praktik perbankan yang sehat serta menjaga persaingan yang sehat
diantara pelaku perbankan.
Fungsi untuk tujuan pencapaian program pembangunan indonesia.
Dengan memeperhatikan prinsip kehati – hatian, diharapkan lembaga
perbankan indonesia dalam melakukan usahanya dapat melindungi
kepentingan masyarakat penyimpan dana khususnya, serta menunjang
kegiatan ekonomi pada umumnya, terutama dalam lingkup dunia usaha
dapat menunjang perkembangan sektor riil yang lebih baik dan dapat
berperan dalam mengembangkan perekonomian nasional. Lembaga
perbankan dituntut mampu menciptakan stabilitas nasional dalam arti
yang seluas – luasnya.
E. Jasa-Jasa Perbankan
11
2011 Tentang Transfer Dana (Selajutnya disebut UU Transfer Dana)
menyatakan : “Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai
dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan
sejumlah Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah
Transfer Dana sampai dengan diterimanya Dana oleh Penerima.”
b) Inkaso sebagai Salah satu jasa Perbankan. Inkaso adalah pemberian
kuasa pada bank oleh perusahaan atau perorangan untuk menagihkan,
atau memintakan persetujuan pembayaran (Akseptasi) atau
menyerahkan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di
tempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga. Inkaso
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) Inkaso berdokumen,
yaitu apabila surat-surat berharga yang diinkasokan itu disertai dengan
dokumen-dokumen lain yang mewakili barang dagangan, seperti
konosemen (Bill of Loading), faktur, polis asuransi, dan lain-lain. 2)
Inkaso tak berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang
diinkasokan itu tidak disertai dokumen-dokumen yang mewakili
barangObjek inkaso antara lain : Wesel, Cek, Surat undian, Money
order, Kupon dan dividen, Surat aksep, Kuitansi, Nota-nota tagihan
lainnya.
c) Kliring sebagai salah satu jasa dari perbankan. Pengertian Kliring
menurut kamus perbankan yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus
Perbankan Indonesia adalah sebagai berikut : “ Kliring adalah
perhitungan utang-piutang antara para peserta secara terpusat disatu
tempat dengan cara menyerahkan surat-surat berharga dan suratsurat
dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan” Kliring
diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara bankbank disuatu wilayah
kliring yang disebut kliring lokal. Wilayah kliring adalah suatu
lingkungan tertentu yang memungkinkan kantor-kantor tersebut
memperhitungkan warkatwarkatnya dalam jadwal kliring yang telah
ditentukan. Ketentuan khusus bagi bank penyelenggara kliring
menurut Drs. Thomas Suyatno,M.M. dalam buku Lembaga Perbankan,
yaitu :
1) Berkewajiban untuk melaksanakan penyelenggaraan kliring sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Menyampaikan laporan-laporan tentang data-data kliring setiap
minggu bersama-sama dengan laporan likuiditas mingguan kepada
Bank Indonesia yang membawahi wilayah kliring yang
bersangkutan.
3) Untuk mempermudah bank penyelenggara kliring dalam
penyediaan uang kartal, maka ditentukan bahwa hasil kliring hari
itu bisa diperhitungkan pada rekening bank pada Bank Indonesia.
d) Bank Garansi. Bank Garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank,
dalam arti bank menyatakan suatu pengakuan tertulis yang isiny
menyetujui mengikatkan diri kepada penerima jaminan dalam jangka
waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu apabila dikemudian hari
ternyata si terjamin tidak memenuhi kewajibannya kepada si penerima
jaminan.
e) Kotak Pengaman Simpanan (Safe Deposit Box). Kotak pengaman
12
simpanan atau safe deposit box adalah salah satu sistem pelayanan
bank kepada masyarakat, dalam bentuk menyewakan boks dengan
ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan
jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci boks
pengaman tersebut.
f) Kartu Kredit (Credit Card). Kartu Kredit adalah alat pembayaran
pengganti uang tunai atau cek. Menurut Suryohadibroto dan Prakoso,
pengertian Kartu Kredit adalah : ”Alat pembayaran sebagai pengganti
uang tunai yang sewaktu-waktu dapat di gunakan konsumen untuk
ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada
tempat-tempat yang menerima kartu kredit (merchant) atau bisa
digunakan konsumen untuk menguangkan kepada bank penerbit atau
jaringannya (cash advance).
g) Perdagangan Valuta Asing (VALAS). Pada dasarnya, terjadinya
perdagangan valuta asing disebabkan oleh adanya permintaan dan
penawaran. Permintaan dan Penawaran tersebut terjadi sebagai akibat
adanya transaksi bisnis internasional. Kegiatan ekspor dan impor yang
dilakukan oleh para pihak yang mempunyai kewarganegaraan yang
berbeda akan menimbulkam jual-beli valuta asing.
h) Kustodian. Kustodian adalah lembaga penunjang dalam kegiatan pasar
modal. Menurut Pasal 1 butir 8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal (Selanjutnya disebut Undang-Undang Pasar
Modal) dirumuskan bahwa yang dimaksud kustodian adalah : “Pihak
yang memberikan jasa penitipan efek atau harta lain yang berkaitan
dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga dan
hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang
rekening yang menjadi nasabah”
i) Letter of Credit dalam Transaksi Perdagangan. Mengenai apa yang
dimaksud dengan Letter of Credit dapat dikemukakan bahwa Letter of
Credit adalah suatu kontrak, dengan mana suatu bank bertindak atas
permintaan dan perintah dari seorang nasabah (Pemohon L/C) yang
biasanya berkedudukan sebagai importir untuk melakukan pembayaran
kepada pihak pengekspor atau pihak ketiga (beneficiary) atau
membayar atau mengaksep wesel-wesel tersebut, atas dasar
penyerahan dokumen tertentu yang sebelumnya telah di tentukan,
asalkan sesuai dengan syaratsyarat yang telah ditentukan.
13
itu tentu membutuhkan banyak persyaratan dalam pelaksanakannya
Persyaratan ini sangat penting untuk melindungi kepentingan
masyarakat, terutama terhadap nasabah bank.
Sebelum mendirikan atau melakukan kegiatan perbankan
haruslah memperoleh izin dari Bank Indonesia dan harus memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen yang
bebas campur tangan pemerintah ataupun pihak lain, mempunyai
wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu
negara, mengatur dan mengawasi perbankan, dan semua masalah
tentang moneter.
Izin pendirian Bank Umum dan BPR biasanya diberikan sesuai
dengan persyaratan yang berlaku. Persyaratan yang wajib dipenuhi
menurut undang-undang no. 10 tahun 1998 adalah :
1. Susunan Organisasi Dan Kepengurusan
2. Permodalan
3. Kepemilikan
4. Keahlian Dibidang perbankkan
5. Kelayakan rencana kerja
14
tentang Bank Prekreditan Rakyat. Sebagaimana Bank Umum, Bank
Prekreditan Rakyat memerlukan izin prinsip dan izin usaha dari
Pimpinan Bank Indonesia. Untuk izin prinsip BPR, wajib memenuhi
persyaratan tertentu seperti yang tercantum dalam Pasal 6 urat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR yang berbunyi
:
Rancangan akta pendirian badan hukum, anggaran dasar badan
hukum yang telah disahkan instansi berwenang
Data kepemilikan berupa:
1. Daftar pemegang saham berikut rincian besar
kepemilikan saham bagi bank yang berbentu PT
atau PD
2. Daftar calon anggota beserta rincian jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib
3. Daftar hibah bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi
Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi
Rencana dan susunan organisasi
Rencana kerja untuk tahun pertama
Bukti pelunasan modal sekurang-kurangnya 30% dalam bentuk
fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia dan
atas nama Direksi Bank Indonesia salah seorang calan pemilik
BPR yang bersangkutan.
Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang
berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau
dari calon anggota bagi bank yang berbentuk hukum koperasi,
bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari pinjaman
atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia atau tidak berasal dari kegiatan
yang melanggar hukum.
15
o kepemilikan saham (PT), daftar calon anggota berikut
simpanan pokok, wajib dan hibah (koperasi)
o Daftar calon anggota dewan komisaris dan anggota direksi
o Rencana susunan dan struktur organisasi serta personalia
o Rencana kerja tahun pertama yang memuat studi kelayakan
mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi, rencana
kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan
penyaluran dana, serta proyeksi neraca, laporan laba rugi,
dan laporan arus kas selama 12 bulan yang dimulai sejak
bank melakukan kegiatan operasional
o Rencana strategis jangka menengah dan panjang
o Pedoman manajemen risiko, rencana system pengensalian
Intern, rencana system teknologi informasi yang digunakan,
dan skala kewenangan
o Sistem dan prosedur kerja
o Bukti setoran modal minimal 30% dari modal disetor
minimum sesual Pasal 4 dalam bentuk fotokopi bilyet
deposito pada bank di Indonesia dan atas nama dewan
gubernur Indonesia
o Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank
yang berbentuk hokum perseroan terbatas/perusahaan
daerah atau koperasi, bahwa setoran modal tidak berasal
dari pinjaman dalam bentuk apa pun dari bank dan pihak
lain di Indonesia, serta tidak berasal dari pencucian uang
2) Izin Usaha
Izin usaha merupakan bentuk izin yang dikeluarkan sebagai bentuk
persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha bank setelah persiapan
pendirian bank sudah terpenuhi. izin usaha diajukan kepada Bank
Indonesia dengan melampirkan:
o Akta pendirian badan hukum, termasuk AD/ART yang telah
disahkan instansi berwenang
o Data kepemilikan berupa daftar pemegang saham atau daftar
anggota
o Daftar susunan komisaris dan direksi
o Bukti pelunasan modal disetor minimum sesuai pasal 4
o Bukti kesiapan operasional yang meliputi daftar aktiva tetap
dan inventaris, bukti kepemilikan, penguasaan dan sewa kantor,
foto gedung dan tata letak ruangan, contoh formulir atau warkat
yang akan digunakan untuk operasional bank, dan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan
o Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank yang
berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Dasar ata dari
anggota bagi bank yang berbentuk hukum Koperasi, bahwa
pelunasan modal disetor tidak berasal dari pinjaman atau
fasilitas pembiayaan, tidak berasal dan untuk pencucian uang
o Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan
bagi anggota komisaris
16
o Surat pernyataan tidak merangkap jabatan bagi anggota direksi
o Surat pernyataan dari anggota komisaris dan direksi bahwa
yang bersangkutan tidak memiliki hubungan kekeluargaan
o Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang
bersangkutan baik secara sendiri ataupun bersama sama tidak
memiliki saham melebihi 25% dari jumlah modal disetor pada
suatu perusahaan lain
17
Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia. Pembinaan di sini adalah upaya-
upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang
menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan
usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan
operasional bank. Sedangkan pengawasan dimaksudkan dengan
pengawasan tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini
melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank, dan pengawasan
langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-
tindakan perbaikan.
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI
melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan
yakni pengawasan berdasarkan kepatuhian (compliance based supervision)
dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS).
a) Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya
menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan
ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank.
Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan
untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara
baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian
b) Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan
pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan
menggunakan pendekatan tersebut pengawasan pemeriksaan suatu
bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada
aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control
sistem). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas
pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan
terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank
18
Berdasarkan UU BI, tujuan BI adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan itu B1 mempunyai tugas, a
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b. mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank.
19
individu lembaga keuangan dengan lebih menaruh perhatian pada
menghindari problem individual lembaga untuk melindungi kepentingan
para deposan Macroprudential analisis lebih mengarah kepada sistem
keuangan secara keseluruhan dengan sasaran agar tidak terjadi
permasalahan untuk menghindari biaya yang akan dibebankan kepada
pemerintah (pembayar pajak). Untuk menghindari sistemik risk dilakukan
analisis risiko terhadap semua unsur di sistem keuangan. Khusus untuk
lembaga keuangan, analisis terhadap keterkaitan antar lembaga keuangan
yang diakibatkan oleh permasalahan likuiditas maupun solvabilitas
merupakan analisis macroprudential yang penting dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan (Wimboh Santosa, 2013). Dengan demikian
pengaturan dan pengawasan micropudential merupakan pengaturan dan
pengawasan terhadap individu lembaga keuangan untuk menghindari
problem individual lembaga, untuk melindungi kepentingan para deposan.
Pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan
pengaturan dan pengawasan terhadap sistem keuangan secara keseluruhan
dengan sasaran agar tidak terjadi permasalahan, untuk menghindari biaya
yang akan dibebankan kepada pemerintah (pembayar pajak). Untuk
menghindari sistemik risk dilakukan pengaturan dan pengawasan risiko
terhadap semua unsur di sistem keuangan Khusus untuk lembaga
keuangan, terhadap keterkaitan antar lembaga keuangan yang diakibatkan
oleh permasalahan likuiditas maupun solvabilitas dilakukan pengaturan
dan pengawasan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, yang
merupakan bagian dari pengaturan dan pengawasan macropudential.
20
Lembaga Keuangan - Kementerian Keuangan ke OJK Sejak 31 Desember
2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari BI ke OJK.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan,
aspek kehati hatian dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan
dan pengawasan microprudentialyang menjadi tugas dan wewenang OJK.
Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan
tugas dan wewenang BI. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan
macroprudential, OJK berkoordinasi dengan BI untuk melakukan
himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.
Pengaturan dan pengawasan micropudential bank menjadi otoritas
OJK, dan kewenangan OJK yang disebutkan dalam Pasal 7 UU OJK yaitu:
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank; b. pengaturan
dan pengawasan mengenai kesehatan bank; pengaturan dan pengawasan
mengenai aspek kehati-hatian; d. pemeriksaan bank. Dalam pengaturan
dan pengawasan microprudential, menurut UU BI dan UU OJK
kewenangan memberikan sanksi adalah pada OJK, karena pengaturan dan
pengawasan microprudential tujuannya untuk mengatur dan mengawasi
individu lembaga keuangan (bank) dan untuk melindungi kepentingan
deposan. Untuk pelanggaran pengaturan dan pengawasan microprudential
oleh bank berdampak pada stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan
(macroprudential), menurut penjelasan Pasal 7 UU OJK, BI tidak
mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi kepada bank. OJK
hanya membantu BI untuk melakukan himbauan moral (moral suasion)
kepada perbankan.
21
H. Rahasia Bank
22
kedalam kategori pengecualian berdasarkan prosedur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank
sendiri dan pihak terafiliasi. Mengenai siapa yang dimaksudkan
sebagai pihak yang terafiliasinya ditentukan di dalam Pasal 1 ayat
(22) Undang-Undang No 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 1 ayat
(22) tersebut yang dimaksudkan dengan pihak terafiliasi ialah:
a) Anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya,
pejabat, atau karyawan bank.
b) Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya,
Pejabat atau karyawan Bank, khusus bagi bank yang berbentuk
hukum koperasi sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan
yang berlaku.
c) Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain
akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan
lainnya.
d) Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham
dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas,
keluarga direksi, keluarga pengurus.
23
Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitor yang bersangkutan,
dan alasan diperlukanya keterangan
Kepentingan peradilan dalam perkara pidana Pimpinan Bank
Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim
untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simoanan
tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib
memberikan keterangan yang diminta Izin sebagaimana dimaksud
di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala
kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua
Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus
dilakukan selambat lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan
diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus
menyebut nama dan jabatan polis, jaksa, atau hakim, nama
tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan
dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan yang diperlukan.
Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
Direksi bank bersangkutan dapat menginformasikan kepada
pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah bersangkutan dan
memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.
Dalam situasi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan
nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan
dengan perkara tersebut, tanpa izin dari pimpinan Bank Indonesia
Tukar-menukar informasi antar bank Direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.
Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk
memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain
guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan
status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat
menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan transaksi
dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan yang akan
ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur
mengenai tata cara penyimpanan dan permintaan informasi serta
bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan,
seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima
nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang bersangkutan dalam
daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi
tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan
yang dibuat secara tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpaan nasabah
penyimpan pada hank yang bersangkutan kepada pihak yang
ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan,
persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara
tertulis
Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli
waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan barhak
24
memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan
tersebut.
I. Sanksi Administratif
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
26
kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/document/504484442/Izin-Pendirian-Bank-Dan-Bentuk-
Hukum-Bank
http://www.bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/sistem-pengawasan-
bank/Contents/Default.aspx
Israhadi, Evita Isretno. 2019. Bahan Ajar Hukum Perbankan. Jakarta: Universitas
Borobudur.
Sulistyandari. Bank Indonesia, OJK dan Basel III (Bagian 1). Februari 11, 2013.
https://gagasanhukum.wordpress.com/2013/02/11/bank-indonesia-ojk-dan-basel-
iii-bagian-i/
28