Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK SYARIAH

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
Dosen : Ibu Fitri, SE., MM.

Disusun oleh :

1. Dela Puspita

2. Tiara Nurdiniyah

3. Ashri Fauziah Fitriani

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) DR.


KHEZ. MUTTAQIEN
202

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Bank Perkreditan Rakyat dan Bank
Syari’ah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada Mata
Kuliah Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang sejarah perbankan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fitri, selaku dosen pada mata kuliah Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnyayang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambahpengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Purwakarta, 10 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bank Perkreditan Rakyat .......................................................................3
2.1.1 Sejarah Bank Perkreditan Rakyat................................................3
2.1.2 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat...........................................4
2.1.3 Fungsi Bank Perkreditan Rakyat.................................................5

2.2 Bank Syari’ah


2.2.1 Pengertian Bank Syari’ah............................................................8
2.2.2 Tujuan dan Fungsi Perbankan Syari’ah.......................................10
2.2.3 Struktur Perbankan Syariah.........................................................11

BAB III KESIMPULAN ..............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia dalam kesehariannya yang selalu berinteraksi untuk melakukan


kegiatanyang kemudian mereka menggunakan uang dimana sebagai alat tukar. Dimana
uangmerupakan alat tukar yang sangat kita perlukan untuk mempermudah kita dalama
berinteraksiterutamanya pada kegiatan jual beli. Dikarnakan banyaknya 1ang yang
beredar makadiperlukannya suatu tempat untuk menghimpun dana dari masyarakat luas
(&unding) dan menyalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit (lending) untuk
berbagai tujuan yang disebut dengan bank.
Berdirinya BPR Syari’ah tidak bisa dilepaskan dari pengaruh berdirinya
lembaga lembaga keuangan. lebih jelasnya keberadaan lembaga keuangan tersebut
dipertegas munculnya pemikiran untuk mendirikan bank Syari’ah pada tingkat nasional.
Bank Syari’ah yang dimaksud adalah bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri
tahun 1992.Namun jangkauan BMI terbatas pada wilayah wilayah tertentu, misalnya di
kabupaten, kecamatan,dan desa. oleh karenanya peran BPR Syari’ah diperlukan untuk
menangani masalah keuangan masyarakat di wilayah wilayah tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penulisan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan


tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan bank perkreditan rakyat?

2. Apa saja strategi pengembangan BPR?


1.3 TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah BPR

2. Untuk mengetahui straetgi pengembangan BPR.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bank Perkreditan Rakyat

2.1.1 Sejarah Bank Perkreditan Rakyat

Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda


pada abad ke-19 dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan
Bank Dagang Desa, dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk
melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan
bunga tinggi.

Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan


kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi
Desa (BKPD), dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh
Pemerintah Daerah.

Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988


(PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum
awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai
keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU No.7/1992
tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu
jenis bank selain Bank Umum.

Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank


yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan
kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga
keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN,
LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang

3
dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi
persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31


Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan
menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga
keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.

BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan


yang dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan
peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas
bank. Khusus Badan Kredit Desa (BKD), meskipun lembaga tersebut sesuai UU
No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun karena
organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil, serta
operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD
pun tidak dapat disamakan dengan BPR.

Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan


sebarannya serta secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD dibawah
kewenangan BRI maka pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan atas nama
Bank Indonesia.

2.1.2 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan


usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

4
Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum
karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.

2.1.3 Fungsi Bank Perkreditan Rakyat

Jenis BPR yang terdapat di desa adalah BPR mencakup lumbung desa dan
bank desa. Pada dasarnya, BPR bukanlah badan kredit desa seperti halnya LDKP,
bank pasar, BKPD, atau bank pegawai.

Adapun jenis BPR yang termasuk ke LDKP ini adalah perusahaan daerah,
koperasi, PT dan beberapa jenis BPR lainnya. Tentunya, BPR yang berada di desa ini
mampu menyediakan layanan perbankan untuk masyarakat desa.

Fungsi lain dari BPR adalah sebagai berikut:

1. Memberi Pengetahuan Terhadap Masyarakat Luas Tentang Perbankan

Saat ini, masih banyak sekali masyarakat yang awam tentang fungsi dan juga tugas
utama BPR. Terlebih lagi untuk mereka yang tinggal desa, mereka masih ragu untuk
menyimpan uangnya di bank. Sehingga, kebanyakan dari mereka lebih memilih
untuk menyimpannya di rumah saja.

Oleh karena itu, salah satu fungsi dari BPR adalah memberikan edukasi mendasar
pada masyarakat terkait sistem perbankan.

2. Membuat Pemerataan Kesempatan Untuk Membuka Usaha

Di zaman yang serba digital seperti saat ini, banyak anak muda yang mempunyai ide
bisnis yang unik dan baru. Ketika ide ini perlu diwujudkan, tentunya mereka
memerlukan modal keuangan yang cukup. Oleh karena itulah BPR hadir

5
Terlebih lagi, berbagai ide bisnis yang unik ini tidak hanya berasal dari masyarakat
perkotaan saja, tapi bisa juga pada remaja yang tinggal di pedesaan. Fungsi
selanjutnya dari BPR ini adalah menciptakan kesempatan bagi seluruh masyarakat
untuk membuka usaha.

3. Mempercepat Pembangunan di Desa

BPR memang lebih banyak di bangun di desa. Untuk itu, fungsi lain dari BPR adalah
membantu mempercepat pembangunan yang ada di dalam suatu desa. Sehingga,
seluruh desa yang ada di Indonesia tidak lagi ketinggalan zaman karena kekurangan
informasi terkait dunia usaha.

Dalam hal ini, peran BPR adalah guna memberikan edukasi pada masyarakat terkait
pola pembangunan nasional saat ini. Selain itu, mereka juga bertugas membuat suatu
desa agar lebih maju dari yang sebelumnya. BPR akan memberikan dana pinjaman
pada desa agar mereka bisa melakukan pembangunan desa lebih cepat.

4. Menyediakan Layanan Perbankan

Fungsi utama lainnya dari BPR adalah menyediakan pelayanan perbankan yang bisa
digunakan oleh setiap warga pedesaan. Pelayanan perbankan yang disediakan oleh
BPR ini bisa dibilang sangatlah membantu, terlebih lagi bila lokasi desa jaraknya
sangatlah jauh dengan bank umum yang berada di pusat kota.

Sehingga, kehadiran BPR bisa membantu masyarakat desa dalam memperoleh


pelayanan perbankan tanpa harus menempuh perjalanan yang jauh ke kota. Layanan
perbankan ini bisa berbentuk tabungan perseorangan ataupun memberikan layanan
pinjaman dana untuk mereka yang memerlukan modal pinjaman usaha.

6
5. Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Berikut usaha yang dapat dilaksanakan oleh BPR:

 Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,
tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
 Memberikan kredit.
 Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
 Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

6. Alokasi Kredit Bank Perkreditan Rakyat


Dalam mengalokasikan kredit, benar sebagian hal yang wajib diawasi oleh BPR, yaitu:

 Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya berdasarkan dengan akad.
 Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi kepastian Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang
bisa dilakukan oleh BPR untuk peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait,
termasuk untuk perusahaan-perusahaan dalam kumpulan yang sama dengan BPR
tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang
berdasarkan dengan kepastian yang dikuatkan Bank Indonesia.
 Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi kepastian Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang
bisa dilakukan oleh BPR untuk pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau
lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan
keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat
kebutuhan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari
modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga),

7
pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang
berdasarkan dengan kepastian yang dikuatkan Bank Indonesia.

8
7. Ketentuan kelembagaan bank perkreditan rakyat
 Perizinan BPR
o Usaha BPR harus mendapatkan izin dari menteri keuangan, kecuali apabila
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan UU tersendiri
o Izin usaha BPR diberikan menteri keuangan setelah mendengar pertimbangan
Bank Indonesia

 Bentuk hukum BPR


Berupa perusahaan daerah (Badan usaha milik negara),koperasi perseroam
terbatas,dan bentuk lain yang di tetapkan dengan peraturan pemerintah.
 Strategi pengembangan bank perkreditan rakyat
 Langkah-langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR Syariah bukan saja
produknya tetapi juga sistem yang digunakannya perlu diperhatikan.
 Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sdm dapat dilakukan melalui pelatihan-
pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang
mempengaruhinya nya
 melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan diketahui beberapa
besar kemampuan BPR Syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam
mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada.

2.2 Bank Syari’ah

2.2.1. Pengertian Bank Syari’ah

Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur
dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan

8
(adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah) , universalisme (alamiyah), serta tidak
mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan
Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan
menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal,

Pelaksanaan fungsi dan pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan


kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK sebagaimana halnya pada
perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan
dengan sistem operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang
hal yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan
produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat
fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu,
kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan
konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan
sistem,

Sistem dan mekanisme untuk menjamin kepatuhan terhadap syariah yang menjadi isu
penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran
penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang dijalankan oleh organ
khususnya DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa suatu produk bank. Kemudian Peraturan Bank
Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa semua produk perbankan syariah hanya boleh
ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh
izin dari OJK. Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memiliki fungsi, pertama fungsi pengawasan syariah
dan kedua fungsi penasehat (penasehat) ketika bank mengajukan pertanyaan mengenai apakah
suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses pengembangan produk yang
akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam
perbankan syariah juga diarahkan fungsi audit internal yang fokus pada kepatuhan syariah
untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah
adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.

9
Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang menerima
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran. Secara kelembagaan
bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh dan terdapat pula dalam bentuk
Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional. Pembagian tersebut serupa dengan
bank konvensional, dan sebagaimana diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan Syariah
juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat
dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih dahulu
mendapat izin OJK.

2.2.2 Tujuan dan Fungsi Perbankan Syari’ah

Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan yang berasaskan pada Prinsip Syariah,
ekonomi, dan kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan mendukung pelaksanaan nasional
dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Sedangkan fungsi dari perbankan syariah adalah :

1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan mengalirkan
dana masyarakat.
2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk baitul mal,
yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana
sosial lainnya dan mengalirkannya kepada organisasi pengelola zakat.
3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf
uang dan mengalirkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif).
4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10
2.2.3 Struktur Perbankan Syariah

Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan menjadi Bank Umum Syariah,


Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

1) Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:

1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
3. mengalirkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
4. mengalirkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
5. mengalirkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
6. mengalirkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah;
9. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara

11
lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah;
10. surat membeli berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip
Syariah;
12. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang
berdasarkan Prinsip Syariah;
13. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan
Prinsip Syariah;
14. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
15. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
16. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
17. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di perbankan dan di bidang sosial
sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Perbankan mempunyai peranan yang penting dalam lembaga ekonomi. Kegiatan utama
dari perbankan adalah menyerap dana dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali
kepada masyarakat. Dengan demikian, dunia perbankan dapat menjembatani antara pihak yang
kekurangan dana dengan pihak yang klebihan dana. Perbankan dapat menjalankan fumgsinya
tersebut perlu diterapkan prinsip hati-hati terutama pada saat akan menyalurkan dana kepada
masyarakat, artinya bank mengadakan penilaian kelayakan dan seleksi yang tepat pada setiap
nasabah dan calon pengguna dana bank. Di Indonesia lembaga perbankan dibedakan menjadi
dua yaitu Bank Umum dan BPR. Bank Umum terdiri dari bank milik sendiri Pemerintah maupun
swasta, dan masih terbagi menjadi bank Konvensional dan Bank berdasarkan Syariah (Bank
Syariah).

13
DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, 2008, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Al Qur’an dan
terjemahannya dalam Word, tidak diterbitkan.
Dewan Syariah Nasional (DSN), 2006, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia, Ciputat: CV Gaung Persada.
Edwin, Mustafa, 2010, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Gita Danupranata, 2013,
Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah, Jakarta: Salemba Empat.

14

Anda mungkin juga menyukai