Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

Judul : Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Disusun Oleh :

1. Ryan Krisnadi Sihotang (141510193)


2. Hartono Ramadhan (141510033)
3. Jefri Herdianto (141510196)

UNIVERSITAS BINA DARMA

SEPTEMBER 2016
I

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................3

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bank & Bank Perkreditan Rakyat (BPR)...............................................4


2.1.1 Pengertian Bank.......................................................................................................4
2.1.2 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR)............................................................4
2.1.3 Jenis dan Bentuk Hukum BPR.................................................................................4
2.1.4 Fungsi dan Kegiatan BPR........................................................................................5
2.1.5 Tujuan Pendirian......................................................................................................6
2.2 Kegiatan atau Usaha yang Dilarang Bagi BPR........................................................6
2.3 Perbedaan Bank Umum dan BPR............................................................................6

BAB III : PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan..............................................................................................................9
3.1.1 Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR).................................................................9
3.1.2 Fungsi dan Peran BPR...........................................................................................11
3.1.3 Kendala yang Dihadapi BPR.................................................................................15

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan............................................................................................................18
4.2 Saran.......................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20

LAMPIRAN...................................................................................................................21
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda


pada abad ke-19 dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan
Bank Dagang Desa, dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh
untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit
dengan bunga tinggi.

Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan


kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya
Produksi Desa (BKPD), dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan
(LDKP) oleh Pemerintah Daerah.

Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988


(PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum
awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan
mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992
(UU No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas
sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum

Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank


yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan
kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-
lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga
lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan
memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(PP).
2

Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31


Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi
persyaratan menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak
seluruh lembaga keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak
dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang
dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturanperaturan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank.

Khusus Badan Kredit Desa (BKD), meskipun lembaga tersebut sesuai UU


No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun karena
organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil,
serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap
BKD pun tidak dapat disamakan dengan BPR.

Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan


sebarannya serta secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD
dibawah kewenangan BRI maka pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan
atas nama Bank Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa BPR Bank Perkreditan Rakyat (BPR) didirikan?

2. Apa peran dan fungsi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam kegiatan
perekonomian?

3. Apa saja kendala yang dihadapi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam
kegiatan perekonomian?
3

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami penyebab berdirinya BPR (Bank Perkreditan


Rakyat)

2. Untuk mengetahui dan memahami peranan BPR (Bank Perkreditan Rakyat)


dalam kegiatan perekonomian

3. Untuk mengetahui dan memahami kendala – kendala yang dihadapi BPR (Bank
Perkreditan Rakyat) dalam kegiatan perekonomian
4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.     Pengertian Bank & Bank Perkreditan Rakyat (BPR)


2.1.1   Pengertian Bank

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan


dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari
bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang  Sedangkan menurut Undang-
undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November
1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2.1.2.      Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992, Bank Perkreditan Rakyat


(BPR) adalah bank melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Sementara bank menurut undang-undang ini adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf Hidup Rakyat

2.1.3.      Jenis dan Bentuk Hukum BPR

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No 10 tahun 1998, BPR


diklasifikasikan Menjadi:
1. BPR Badan Kredit Desa, terdiri dari :
a. Bank Desa
5

b. Lumbung Desa
2. BPR Bukan Badan Kredit Desa, terdiri dari :
a. BPR eks LDKP
b. Bank Pasar
c. BKPD (Bank Karya Produksi Desa)
d. Bank Pegawai
3. LDKP (Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan)
Adapun bentuk hukum BPR adalah :
a. Perusahaan Daerah
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas
d. Bentuk Lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

2.1.4.      Fungsi dan Kegiatan BPR

Adapun fungsi BPR adalah sebagai berikut :


1. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak
memiliki akses ke bank umum
2. Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional
agar ekselarasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat
3. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat
pedesaan.
4. Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan
lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan rentenir

Kegiatan usaha yang diperkenankan bagi BPR secara umum adalah sebagai
berikut :
1.  Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
2.  Memberikan kredit
3.  Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
6

4.  Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat


deposito, dan atau tabungan pada bentuk lain

2.1.5.      Tujuan Pendirian BPR


Pendirian BPR memiliki tujuan, yaitu:
1.      Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi
masyarakat pedesaan
2.      Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan sehingga para
petani, nelayan dan para pedagang kecil di desa dapat terhindar dari lintah darat,
pengijon dan pelepas uang
3.      Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah
dan sesederhana mungkin sebab yang dilayani adalah orang-orang relatif rendah
pendidikannya
4.      Ikut serta memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut
membantu rakyat dalam berhemat dan menabung dengan menyediakan tempat
yang dekat, aman, dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil

2.2. Kegiatan atau Usaha yang dilarang bagi BPR


Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992, kegiatan atau usaha yang
dilarang bagi BPR adalah :
1.      Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2.      Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3.      Melakukan usaha perasuransian
4.      Melakukan penyertaan modal
5.      Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang ditetapkan di atas.

2.3.  Perbedaan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat


Perbedaan Bank Umum Dan Bank Perkreditan Rakyat. Sebelum melakukan
transaksi ke bank ada baiknya di ketahui dulu jenis bank di Indonesia dan
kegunaannya. Seperti yang tertulis dalam UU No. 10 tahun 1998, bank terbagi
menjadi dua jenis yaitu: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Secara
7

definitif maksud dari keduanya adalah: Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,
sedangkan BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukum bank umum dan
BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, dan Koperasi.

No BANK UMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT

1 Bank Umum menghimpun dana Bank Perkreditan Rakyat menghimpun


dari masyarakat dalam bentuk dana hanya dalam bentuk simpanan
simpanan Giro, simpanan Tabungan dan simpanan Deposito.
tabungan dan simpanan Deposito.
2 Bank umum dapat memberikan Bank Perkreditan Rakyat di larang
jasa kliring. untuk mengikuti kliring, Karena Bank
Perkreditan Rakyat tidak menerima
himpunan dana melalui simpanan Giro
maka Bank Perkreditan Rakyat juga
tidak menerima jasa kliring.

3 Dapat melakukan kegiatan valuta Di larang melakukan kegiatan valuta


asing asing
4 Bank Umum bisa melakukan Bank Perkreditan Rakyat di larang
perasuransian. melakukan Perasuransian
5 Jumlah min modal yang harus ·         BPR hanya Rp. 2.000.000.000,00
disetor kalau Bank Umum (dua miliar rupiah) untuk BPR yang
minimal menyetor didirikan di Wilayah Daerah Khusus
3.000.000.000.000 untuk dapat Ibukota Jakarta Raya dan
membuka bank umum Kabupaten/Kotamadya Tangerang,
Bogor, Bekasi dan Karawang.
·         Modal pada angka
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
8

rupiah) untuk BPR yang didirikan di


wilayah ibukota propinsi di luar wilayah
tersebut
·         Modal pada angka Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Jadi intinya modal yang diperlukan
adalah sebesar 3.000.000.000.000 untuk
dapat membuka bank umum, sedangkan
untuk BPR hanya sebesar 2.000.000.000
pada daerah istimewa.
9

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan

3.1.1 Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat atau BPR memiliki sejarah yang panjang didalam
timeline industri perbankan di Indonesia. Awalnya BPR dibentuk dengan tujuan
untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh agar dapat terlepas dari jerat
hutang yang diberikan oleh rentenir. Dengan suku bunga yang sangat tinggi, para
petani dan buruh merasa hasil jerih payah mereka habis hanya untuk membayar
hutang kepada pihak rentenir. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk
mendirikan suatu lembaga keuangan mikro bertujuan untuk menghapus
ketergantungan masyarakat terhadap sistem pinjaman uang yang menjerat
tersebut. Runtutan sejarah panjang BPR dapat diuraikan sebagai berikut:

● Abad ke-19 : Dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank
Dagang Desa.

● Pasca kemerdekaan Indonesia : Didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi


Desa (BKPD).

● Awal 1970an : Didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh


Pemerintah Daerah. 

● Tahun 1988 : Dikeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988)


melalui Keputusan Presiden RI No. 38 yang menjadi momentum awal pendirian
BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan
dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR yang bertujuan untuk
melayani masyarakat golongan mikro, kecil, dan menengah.

● Tahun 1992 : Dikeluarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang


Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun
1998, sebagai landasan hukum yang jelas terhadap BPR untuk diakui sebagai
10

salah satu jenis bank selain Bank Umum. Sejak saat itu di Indonesia mulai dikenal
ada 2 lembaga keuangan setara bank yang diakui, yaitu Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat.

● Tahun 2004 : Dikeluarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang


Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), suatu lembaga independen yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah di bank yang beroperasional di wilayah hukum
Indonesia, termasuk BPR. Sejak saat itu, tingkat keamanan masyarakat untuk
menabungkan atau mendepositokan uangnya di BPR menjadi sama amannya
dengan di bank umum selama besaran nilai simpanan dan suku bunga yang
diberikan oleh bank sesuai dengan aturan yang berlaku.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk


deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Memberikan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, maupun
kredit konsumsi. Melalui peraturan Bank Indonesia, BPR diberi kesempatan untuk
mempercepat pengembangan jaringan kantor dengan membuka Kantor Cabang
dan Kantor Kas, sehingga ini akan semakin memperluas jangkauan BPR dalam
menyediakan layanan keuangan kepada para pengusaha mikro, kecil, dan
menengah.Menyimpan uang di BPR aman, karena dijamin oleh Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku,
sehingga tidak ada salahnya jika kita menabung dan atau mendepositokan uang di
BPR.
Perbandingan Pelayanan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
11

Beberapa Bank Perkreditan Rakyat ( BPR) yang berada di Sumatera Selatan :

1 BPR Tri Gunung Selatan

2 PT. BPR Tri Gunung Selatan

3 PT. BPR Musi Artha Lestari

4 PT. BPR Rarat Ganda

5 PT. BPR Rarat Ganda

6 PT. BPR Rarat Ganda

7 PT. BPR Agritans Batumarta

8 PT. BPR Cinta Manis Agroloka

9 PT. BD Sukasada

10 PT. BPR Mitra Central Dana

3.1.2 Fungsi dan peran badan perkreditan rakyat ( BPR )

Bank perkreditan rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam
bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau produk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Dilihat dari namanya, Bank Perkreditan rakyat berarti suatu bank yang
memberikan jasa perbankan bagi masyarakat/rakyat. BPR merupakan
pegembangan dari bank desa, bank pegawai, lembaga perkreditan desa, dan
lembaga-lembaga keuangan lain yang biasa terdapat di desa, baik berbentuk
koperasi maupun badan usaha lainnya dengan aturan-aturan yang ditetapkan
pemerintah.
Menurut UU no. 10 Tahun 1998, Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
12

Berdasarkan keputusan Mentri Keuangan RI No. 221/KMK.017/1993, BPR


hanya didirikan dan menjalankan usaha dengan izin Mentri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
Bank Perkreditan Rakyat terdapat hampir di setiap kecamatan. BPR sudah
berembang di seluruh wilayah Indonesia dengan nasabah yang banyak juga.
Beberapa contoh BPR yaitu  Bank Desa, Bank Kredit Desa ( BKD ), dan Badan
Kredit Kecamatan ( BKK ).
Bank perkreditan rakyat mempunyai banyak fungsi bagi perkembangan
perekonomian nasional dan utamanya bagi rakyat pengusaha kecil. Adapun fungsi
bank perkreditan rakyat yaitu :

1. Memberikan pelayanan jasa perbankan ( seperti: memberikan kredit dan


menerima penyimpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu ) kepada pengusaha kecil dan masyarakat
pedesaan.
2. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil.
3. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan.

Beberapa hal yang perlu dicatat dalam pengoperasian BPR yaitu :

1. BPR hanya boleh diusahakan oleh pemerintah daerah, koperasi, swasta nasional
(WNI), dan badan hukum yang beranggotakan warga negara Indonesia.
2. BPR hanya boleh didirikan di kota kecamatan atau desa (di luar kota kabupaten,
ibu kota provinsi dan ibu kota Negara)
3. Dalam menjalankan usahanya, Bank Perkreditan Rakyat dilarang melakukan
kegiatan sebagai berikut :

 Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran ( kecuali memiliki syarat yang ditentukan oleh BI ).
 Melakukan usaha dalam valuta asing, penyertaan modal, usaha
perasuransian, dan usaha lain di luar kegiatan usaha yang diperbolehkan.
13

4. Status badan usaha Badan perkreditan rakyat ( BPR ) bisa berupa perusahaan
daerah (Perusda), koperasi, PT, atau bentuk lain yang ditetapkan oleh peraturan
pemerintah.
Dalam sistem perbankan di Indonesia Bank Perkreditan Rakyat diberi peran
yang penting, yaitu memberikan pelayanan perbankan kepada usaha kecil atau
usaha mikro dan sektor informal, terutama di daerah pedesaan. Peranan BPR
dalam perekonomian Indonesia pada masa pra kemerdekaan Indonesia dapatlah
digambarkan sebagai berikut:

a. Lumbung Desa

Pendirian Lumbung Desa yang dimaksudkan untuk mengurangi bencana


apabila terjadi bahaya kelaparan dan juga berperan sebagai lembaga perkreditan.
Dengan padi dari lumbung-lumbung Desa dapatlah ditolong mereka yang tidak
mempunyai bibit padi atau mengalami kekurangan dalam masa paceklik.
Kebutuhan kredit yang sangat mendesak pada waktu itu adalah untuk membeli
bibit dan untuk mengerjakan sawahnya serta kebutuhan hidup dalam masa
paceklik. Karena itu dalam masa paceklik tidak terjadi lagi bahaya kelaparan.
Karena Lumbung-lumbung Desa di pulau Jawa terdapat persediaan padi dalam
jumlah yang cukup besar. Lumbung-lumbung itu sehingga menambah penawaran.
Hal ini merupakan mekanisme yang menekan gejolak harga padi. Mekanisme
tersebut disertai dengan adanya pengangkutan padi dari satu daerah ke daerah lain
mempunyai pengaruh dalam pemerataan dan kestabilan harga padi.

b. Bank Desa

Dengan makin meresapnya peredaran uang dalam masyarakat pedesaan


maka jumlah Lumbung-lumbung Desa makin menyusut dan peranannya
berangsur-angsur makin berkurang karena digantikan oleh peran lembaga
perkreditan pedesaan yang memberikan kredit dalam bentuk uang yaitu Bank-
bank Desa. Pada waktu itu di pulau Jawa dikenal dua macam Bank Desa yaitu
Bank Dagang Desa dan Bank Tani. Bank Dagang Desa semata-mata memberikan
pinjamannya kepada para pedagang kecil yang harus diangsur seminggu sekali.
Sedangkan Bank Tani memberikan pinjamannya semata-mata kepada para petani,
untuk keperluan sarana produksi seperti untuk pembelian bibit, pupuk dan
14

pengerjaan lahan dan juga memberi pinjaman paceklik yaitu untuk kebutuhan
hidup. Pinjaman tersebut dibayar kembali sesudah panen.

c. Bank Pasar

Bank Pasar sebagai BPR yang termuda memberikan kredit pasar kepada
para pedagang dan pengusaha kecil terutama dipasar-pasar dan dikampung-
kampung, agar mereka tidak meminjam kepada para pelepas uang atau rentenir
dan tengkulak. Dengan adanya Bank-bank Pasar maka peran dari para rentenir
yang beroperasi dipasar-pasar menjadi berkurang. Dengan demikian Bank Pasar
berperan dalam mengurangi operasi rentenir di pasar-pasar.

d. Bank Pegawai dan Bank Rakyat

Bank Pegawai atau Bank Priyayi sebagai Bank Perkreditan Rakyat berperan
dalam membantu para priyayi atau pegawai negeri bangsa Indonesia agar tidak
jatuh dalam cengkeraman para pelepas uang atau rentenir. Demikian pula Bank
Afdeeling atau Bank Kabupaten peranannya juga membantu para pegawai negeri
bangsa Indonesia dan Eropa serta para tukang atau pengrajin dan petani agar
mereka tidak jatuh ketangan pelepas uang atau rentenir dan pengijon.

Mengenai sektor ekonomi dan jenis usaha yang dapat dibantu dan
dikembangkan didaerah pedesaan cukup banyak dan beraneka ragam, yaitu:

1. Pertanian. Seperti Ekstensifikasi, intensifikasi, rehabilitasi, diversifikasi.


2. Peternakan. Seperti Unggas (ayam, bebek, burung puyuh, dll), kambing, sapi,
kerbau, babi, dan lain-lain.
3. Perikanan. Seperti Kolam, keramba, dll
4. Industri Kecil. Seperti Keramik, logam, perusahaan genteng dan bata,
pembuatan batako, dan lain-lain.
5. Kerajinan. Seperti Kayu, bambu, rotan, pandan, ijuk, kulit, tanduk, dan lain-
lain.
6. Tekstil. Seperti Tenun, konveksi, bordir, dan lain-lain.
7. Pengolahan makanan. Seperti Tahu, tempe, kerupuk, emping, bihun, mie,
roti, dodol, gula merah, garam, tepung tapioka, makanan ternak dan sebagainya.
8. Minuman. Seperti Sari buah, sirop dan lain-lain.
15

9. Penyulingan minyak. Seperti Cengkeh, kenanga, sereh, nilam dan sebagainya.


10. Pertambangan/penggalian. Seperti Pasir, batu, kapur, lempung, kalium, fosfat,
diatone, kalsit, bentonit, kaolin, dan lain-lain.
11. Perbengkelan. Seperti Bengkel las, kendaraan bermotor, radio dan televisi
dan lain sebagainya.
12. Perdagangan. Seperti Hasil bumi, toko, warung, kios, pasar, keliling, kaki
lima, dan sebagainya.
13. Jasa-jasa.  Angkutan, tukang cukur, salon kecantikan dan lain-lain.

Dengan terlaksananya fungsi BPR yang telah digariskan oleh Pemerintah


maka bank berperan dalam membangun perekonomian daerah pedesaan, dengan
mengembangkan potensinya sehingga daya produksi dan daya tukar hasil
produksi masyarakat didesa dapat ditingkatkan semaksimal mungkin. Demikian
pula BPR perlu mengusahakan agar uang yang beredar tidak disedot ke kota-kota,
karena diperlukan untuk memperlancar roda perekonomian dan pembangunan
desa. Maka dengan demikian BPR yang berada ditengah-tengah masyarakat desa
dapat menjadi motor penggerak dalam menggali potensi yang terdapat di daerah
pedesaan, dan berpartisipasi dalam mendidik rakyat untuk memahami pola
rasional agar akselerasi pembangunan desa dapat dipercepat. Sehingga desa akan
dapat cepat menjadi landasan yang kokoh bagi perekonomian Indonesia.

3.1.3 Kendala Yang Dihadapi BPR (Bank Perkreditan Rakyat)

1. Persaingan bisnis pada industri perbankan rakyat.

Persaingan bisnis pada industri lembaga keuangan BPR sangat ketat dan
berat. BPR memiliki pesaing dari bank umum yang menyelenggarakan program
kredit UKM dan BMT yang memilik pangsa pasar pada usaha-usaha kecil. Dalam
kapanlagi.com, Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo)
menilai persaingan usaha antara bank perkreditan rakyat (BPR) dengan bank-bank
umum yang bermain dengan pangsa pasar sama cenderung tidak sehat serta
merugikan keberadaan BPR. Persaingan tidak sehat itu seperti tercermin dalam
regulasi yang ada bahwa bank umum sangat mudah membuka kantor cabang
16

pembantu untuk melayani usaha mikro, sedangkan BPR dibatasi hanya boleh
buka satu cabang dalam satu tahun. Dalam hal CAR atau rasio kecukupan modal,
BPR minimum harus mengantongi CAR 15%, padahal bank umum hanya dipatok
delapan persen atau hanya separuhnya. Bank umum juga dibebaskan
menggunakan merek atau nama untuk kantor cabang pembantu (KCP), walau
bertentangan, misalnya dalam kasus Dana Simpan Pinjam (DSP) Bank Danamon,
sedangkan BPR tidak boleh melakukan hal seperti ini. Selain itu, persaingan tidak
sehat itu yang terlihat dari lokasi pembukaan KCP bank umum yang banyak di
daerah yang sudah dilayani BPR serta mebiayai nasabah yang sama dilayani BPR,
sehingga tujuan meningkatkan akses bagi usaha mikro tidak tercapai. Hal ini perlu
disiasati secara kreatif dan inovatif.
Kendala seperti relatif tingginya tingkat bunga yang ditawarkan BPR,
tingginya cost of fund, biaya provisi dan biaya operasional yang juga tinggi,
belum tersosialisasinya keberadaan. BPR ditengah masyarakat, Keengganan
pengusaha itu sendiri berhubungan dengan BPR. Yang seharusnya dapat menjadi
nasabah potensial BPR. Hingga tingginya tingkat persaingan BPR dalam
pembiayaan UMK baik bersaing dengan sesama, BPR maupun dengan lembaga
keuangan dan non keuangan lainnya.

2. Penguatan modal.
Masih carut-marutnya perebutan segmentasi pasar antara bank perkreditan
rakyat (BPR) dengan bank umum membuat persaingan dua bank itu tidak sehat.
Pasalnya, saat ini bank umum ditengarahi mulai gencar membidik segmen mikro
seperti halnya yang dilakukan oleh BPR. Diakui banyak pengamat perbankan
bahwa, permodalan di bank umum lebih kuat dibandingkan dengan BPR, kerena
itu penguatan lebih penting daripada memilih akuisisi.
Dengan penguatan permodalan di setiap BPR sangat memungkinkan BPR
bersangkutan bisa bersaing dengan bank umum dalam hal penyaluran kredit.
Dengan penguatan modal ini, diharapkan mampu memiliki likuiditas yang kuat,
sehingga mampu memberikan ketenangan pada nasabah.
17

3. Masalah sumberdaya dan pengembangan serta kesejahteraan.

Menghadapi tingkat persaingan yang makin ketat di sektor keuangan, tidak


saja memerlukan modal cukup dan sistem yang canggih, juga perlu terus
dilakukan peningkatan kualitas SDM. Untuk itu SDM memiliki peran penting
dalam manajemen BPR, seperti integritas, komitmen dan produktivitas. Kesulitan
untuk memperoleh SDM yang baik disebabkan oleh minimnya ketersediaan
modal sehingga berakibat terhadap lemahnya pelayanan.

4. Regulasi pemerintah.

Dalam bisnis BPR pun pemerintah memiliki peran menjamin keamanan


dana masyarakat dan melindungi pengusaha dalam bentuk regulasi-regulasi.
Jangan sampai terjadi seperti berita yang dikutip dari bisnis.com, BPR dirugikan
karena bank sentral memberikan kemudahan bank umum dalam melakukan
ekspansi usaha. Ekonom Indef Aviliani mengatakan persaingan tidak sehat itu
tercermin dari kemudahan regulasi pembukaan kantor cabang pembantu untuk
melayani usaha mikro bagi bank umum dibandingkan dengan BPR. "BPR dibatasi
hanya boleh buka satu cabang dalam satu tahun, sedangkan bank umum bebas
buka kantor cabang pembantu,"
BPR di Indonesia tersendat-sendat, ada dua problem dalam upaya
mengembangkan BPR yaitu Pertama, regulasi yang ketat dalam upaya
menumbuhkembangkan BPR. Kedua, adanya tindak kejahatan di tubuh BPR
sebagai imbas diabaikannya pengawasan terhadap lembaga ini daripada bank
umum dan syariah. BI masih memberlakukan regulasi yang ketat terhadap pihak-
pihak yang ingin mengembangkan BPR. Selama ini, BPR sering mendapat
kesulitan dalam pendirian kantor-kantor cabang. Meski dalam API (Arsitektur
Perbankan Indonesia) disebutkan bahwa BPR akan mendapat kemudahan izin
ketika hendak membuka cabang, dalam kenyataannya masih jauh dari ideal karena
terkendala regulasi yang ketat.
18

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan tentang BPR, maka dapat disimpulkan bahwa BPR
didirikan dengan tujuan untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh agar
dapat terlepas dari hutang yang diberikan oleh rentenir. Oleh karena itu,
pemerintah memutuskan untuk mendirikan suatu lembaga keuangan mikro
bertujuan untuk menghapus ketergantungan masyarakat terhadap sistem pinjaman
uang yang diberikan oleh rentenir. BPR memiliki peran dan fungsi dalam kegiatan
ekonomi yaitu memberikan pelayanan jasa perbankan (seperti: memberikan kredit
dan menerima penyimpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan
bentuk lain yang dipersamakan dengan itu) kepada pengusaha kecil dan
masyarakat pedesaan, menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip
bagi hasil dan menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan.
Kendala yang dihadapi BPR yaitu persaingan bisnis pada industri perbankan
rakyat yang tidak sehat, permodalan di bank umum lebih kuat dibandingkan
dengan BPR yang menyebabkan BPR sulit bersaing dengan bank umum, BPR
mengalami kesulitan untuk memperoleh SDM yang baik disebabkan oleh
minimnya ketersediaan modal sehingga berakibat terhadap lemahnya pelayanan,
dan regulasi pemerintah yang ketat dalam upaya menumbuhkembangkan BPR.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan makalah ini, kami memberikan saran – saran


sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan dan mengembangkan BPR, pemerintah memberikan


kemudahan kepada BPR dari sisi aturan agar dapat bersaing secara sehat
dengan bank umum.
19

2. Dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah, BPR mampu


memperoleh modal yang cukup untuk memperoleh SDM yang layak dan
bermutu dari sisi kuantitas dan kualitas SDM agar pelayanan diberikan
menjadi lebih baik.
20

DAFTAR PUSTAKA

http://kliping.mediabpr.com/p/apa-itu-bank-perkreditan-rakyat-bpr.html

http://compusstreet.blogspot.co.id/2012/03/fungsi-dan-peranan-bank-umum-
bank.html

http://duniamanajemenku.blogspot.co.id/2009/12/tantangan-dan-peluang-bpr-ke-
depan.html

http://bankrakyatbpr.blogspot.co.id/2013/09/peran-dan-fungsi-bpr-dalam-masa-
pra.html
21

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai