Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan
Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak abad 19 dengan berdirinya Bank
Kredit Rakyat (BKR) dan Lumbung Desa, yang dibangun dengan tujuan membantu para
petani, pegawai, dan buruh agar dapat melepaskan diri dari jeratan para lintah darat (rentenir)
yang membebankan dengan bunga sangat tinggi.
Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal masyarakat
dengan istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, yang saat itu
hanya ada di Jawa dan Bali.
Th.1929 berdiri badan yang menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit Desa (BKD)
yang terdapat di pulau Jawa & Bali, sementara untuk Pengawasan dan Pembinaan,
Pemerintah Kolonial Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan
nama lembaga yaitu Instansi Kas Pusat (IKP).
Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian bank-bank Pasar yang
terutama sangat dikenal karena didirikan dilingkungan pasar dan bertujuan untuk
memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut
kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sejak itu BPR di Indonesia tumbuh dengan subur.
Bank-bank yang didirikan antara 1950-1970 didaftarkan sebagai Perseroan Terbatas
(PT), CV, KOPERASI, MASKAPAI ANDIL INDONESIA (MAI), YAYASAN, DAN
PERKUMPULAN.
Pada masa tersebut berdiri beberapa lembaga keUangan yang dibentuk oleh
Pemerintah Daerah ; Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa barat, Badan Kredit
Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur,
Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat, dan Lembagai Perkreditan Desa (LPD) di
Bali.
Pada tangal 27 Oktober 1988 Pemerintah menetapkan kebijakan diregulasi PerBankan
yang dikenal sebagai Pakto 88, sebagai kelanjutan dari Pakto 88, Pemerintah mengeluarkan
beberapa Paket ketentuan dibidang perbankan yang merupakan penyempurnaan ketentuan
sebelumnya. Sejalan dengan itu, Pemerintah menyempurnakan UU No.14 Th.1967, .
Tentang pokok-pokok perbankan, dengan mengeluarkan undang-undang No.7
Th.1992 tentang perbankan. Undang-undang tersebut disempurnakan lebih lanjut dalam
Undang-undang No.10 th.1998. Dalam undang-undang ini secara tegas ditetapkan bahwa
jenis Bank di Indonesia adalah Bank Umum & Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bank ; Badan Usaha yang menghimpun Dana dari Masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank Umum ; Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ; Bank yang melaksanakn kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berawal dari rasa keinginan untuk membantu dan mensejaterakan para petani,
pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat para pelepas uang (rentenir) yang selalu
memberikan kredit dengan bunga tinggi,maka dengan itu lembaga perkreditan rakyat mulai
didirikan. Sekilas ini dapat dipaparkan runtutan sejarah pendirian BPR di indonesia:
Abad ke-19 : dibentuklah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, serta Bank Dagang
Desa. Pasca kemerdekaan Indonesia: didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa
(BKPD)
awal 1970an : Kemudian didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh
Pemerintah Daerah.
1988 : Kemudian pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 yaitu (PAKTO
1988) melalui adanya Keputusan Presiden RI No.38 yang telah menjadi momentum awal
pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut telah memberikan kejelasan mengenai
keberadaan dan kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat atau BPR
1992 : Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR telah diberikan landasan
hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum yang ada di indonesia.
PP No.71/1992 Sebagai lembaga Keuangan bukan bank yang telah memperoleh izin usaha
dari Menteri Keuangan serta lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung
Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan
lembaga-lembaga lainnya yang telah dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai
BPR dengan memenuhi persyaratan serta tata cara yang telah ditetapkan untuk menjadi BPR
dalam jangka waktu hingga dengan 31 Oktober 1997.
Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan membuat UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas telah disebutkan
bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil serta
masyarakat di daerah pedesaan pada dasarnya. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan
Terbatas maupun Perusahaan Daerah, atau Koperasi.
Kegiatan Usaha BPR
1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Memberikan kredit.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),seperti deposito
berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.
2. Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR
Menerima jenis simpanan berupa giro dan ikut serta dalam melakukan lalu lintas
pembayaran.
Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pelaku pedagang valuta asing
(dengan izin Bank Indonesia).
Melakukan penyertaan modal.
Melakukan usaha perasuransian.
Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada butir 1

PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DI INDONESIA


Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu jenis bank yang dikenal
melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. BPR merupakan lembaga
perbankan resmi yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang berfungsi tidak hanya
sekedar menyalurkan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi
tetapi juga melakukan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Sebagaimana halnya dengan Bank Umum, masyarakat yang menyimpan dana di BPR
juga dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), selama penempatan yang dilakukan
tersebut memenuhi kriteria yang telah ditentukan LPS. Sebagai perbandingan, dari bulan
Oktober 2012 hingga Maret 2013, jika LPS menjamin simpanan dalam rupiah pada Bank
Umum dengan tingkat bunga 5,5% maka untuk BPR, LPS menjamin hingga tingkat bunga
8%. Hal ini membuat deposito berjangka yang ditawarkan BPR memiliki tingkat bunga yang
lebih menarik dibanding Bank Umum. Berikut ini beberapa fakta menarik seputar
perkembangan BPR konvensional (non-syariah) di Indonesia berdasarkan data yang diolah
dari statistik perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia hingga Maret 2013.
Hingga akhir Maret 2013, kredit yang disalurkan oleh BPR konvensional mencapai
52,6 triliun rupiah sementara dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan
dan deposito (dana pihak ketiga) mencapai sekitar 45,5 triliun rupiah. Rata-rata kredit yang
diberikan selama 6 bulan (Oktober 2012 hingga Maret 2013) sekitar 50,5 triliun rupiah
sedangkan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun rata-rata mencapai 44,6 triliun rupiah.
Hal ini menunjukkan bahwa, dalam kurun waktu 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013), BPR
konvensional berhasil dengan baik menjalankan fungsi utama perbankan yaitu fungsi
intermediasi.
Tercatat ada sembilan provinsi di mana BPR konvensional berhasil menyalurkan
kredit rata-rata di atas 1 triliun rupiah selama 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013) yakni:
Jawa Tengah (Rp. 11,39 triliun), Jawa Barat (Rp. 7,97 triliun), Jawa Timur (Rp. 5,92 triliun),
Bali (Rp. 4,77 triliun), Lampung (Rp. 4,31 triliun), Kep. Riau (Rp. 2,51 triliun), D.I.
Yogyakarta (Rp. 2,41 triliun), DKI Jaya (Rp. 1,06 triliun) dan Sumatera Barat (Rp. 1,05
triliun). Total penyaluran kredit di sembilan provinsi tersebut mencapai 82% dari total 50,5
triliun rupiah. Hal yang sama dalam hal penghimpunan dana di kesembilan provinsi tersebut
melalui BPR konvensional hingga akhir Maret 2013 yang mencapai 38 triliun rupiah dari
total sebesar 45,5 triliun rupiah. Ini membuktikan bahwa perputaran uang dan perekonomian
yang diharapkan merata ke seluruh pelosok Indonesia masih terkonsentrasi di Jawa, Bali,
Sumatera, dan sekitarnya.
Dari total 1.653 BPR konvensional di Indonesia yang tercatat pada statistik Bank
Indonesia, sebanyak 1.277 BPR berada di kesembilan provinsi tersebut di atas. Untuk soal
kemampuan BPR dalam penghimpunan dana maka Lampung dan Kep. Riau sepertinya
menjadi jagonya. Dengan jumlah hanya 26 BPR pada akhir Maret 2013, Lampung berhasil
menghimpun dana sebesar Rp. 3,29 triliun sementara Kep. Riau yang tercatat memiliki 40
BPR berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 2,74 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah
dengan 259 BPR yang menghimpun dana Rp 10,69 triliun atau Jawa Timur dengan 331 BPR
yang menghimpun dana sebesar Rp 4,98 triliun.
Dari segi jumlah debitur pada akhir Maret 2013, maka Jawa tengah (816.778
rekening), Jawa Barat (746.516 rekening) dan Jawa Timur (666.656
rekening) mengakumulasi 68,85% total debitur BPR konvensional di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa penyerapan kredit sangat tinggi di ketiga provinsi tersebut.
Kep. Riau menunjukkan kondisi yang berbeda dari delapan provinsi lainnya yang
tersebut di atas karena hingga akhir Maret 2013, penghimpunan dana melebihi penyaluran
kredit. Dengan jumlah deposito sebanyak 13.401 rekening pada akhir Maret 2013, dana yang
berhasil dihimpun dari instrumen ini mencapai Rp 2,35 triliun. Bandingkan dengan Jawa
Tengah yang memiliki 141.598 rekening deposito (33,37% dari total rekening deposito BPR
konvensional secara nasional) yang hanya berhasil menghimpun Rp. 6,02 triliun.
Rata-rata suku bunga kredit dalam mata uang rupiah Bank Umum dalam 6 bulan yang
berakhir pada Maret 2013 untuk kredit modal kerja sebesar 11,54%, kredit investasi sebesar
11,27% dan kredit konsumsi sebesar 13,43%. Sedangkan pada BPR: kredit modal kerja
sebesar 30,91%, kredit investasi sebesar 26,76% dan kredit konsumsi sebesar 25,97%.
Pada bulan Desember 2012 lalu, Bank Indonesia menerbitkan peraturan yang
mengatur tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh Bank Umum dan bantuan teknis
dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. Disebutkan secara bertahap
hingga tahun 2018, Bank Umum wajib memberikan kredit atau pembiayaan UMKM paling
rendah 20% dari total kredit atau pembiayaan. Pembiayaan tersebut dapat dilakukan secara
langsung kepada UMKM atau tidak langsung melalui kerjasama
pola executing, channeling atau secara sindikasi. Pembiayaan tidak langsung dapat dilakukan
antara lain melalui BPR.
Menyimak statistik perbankan BPR konvensional hingga Maret 2013 dan
keberhasilan BPR dalam melakukan fungsi intermediasi, masih terbuka luas kesempatan bagi
Bank Umum untuk melakukan channeling melalui BPR. Keuntungan yang diperoleh oleh
Bank Umum melalui cara tersebut antara lain adalah dapat mengandalkan BPR dalam
infrastruktur serta pengalamannya menilai resiko kredit debitur UMKM, yang selama ini
mungkin belum didalami oleh Bank Umum. Dalam jangka panjang dengan kebijakan yang
ditempuh Bank Indonesia tersebut, diharapkan dapat menekan suku bunga kredit BPR
konvensional karena semakin meningkatnya supply dan kemudahan akses dana dari Bank
Umum melalui penyaluran kredit langsung atau tidak langsung kepada UMKM tersebut.

FUNGSI BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


Bank Perkreditan Rakyat memiliki beberapa fungsi di antaranya :
Bank Perkreditan Rakyat yang biasa disingkat dengan BPR adalah salah satu jenis bank yang
dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada
umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. (BI)
BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan
menyalurkan dana sebagai usaha BPR. (Gunadarma)
Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro,
kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran
kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat
Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, dan sangat
mengerti akan kebutuhan Nasabah.
BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang
No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bawah ada dua
jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR.

Dan jenis layanan yg diberikan BPR antara lain :


Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu.
Memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi,
maupunKredit Konsumsi.
Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang
ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan
BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
Menerima simpanan berupa giro.
Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap
layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
Melakukan usaha perasuransian.
Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam
usaha BPR.
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :
Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk
kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas
maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan Bank Indonesia.
Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih
dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga),
pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan
pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor,
anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR
lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


Landasan hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR
sebagai satu jenis bank yangkegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-
usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR
dapat menjalankan usahanya secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.

Lingkup Kegiatan BPR.


Kegiatan usaha yang diperkenankan dilakukan oleh BPR sangat terbatas
dibandingkan dengan Bank Umum, yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit serta menempatkan dana dalam
bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/ atau
tabungan pada bank lain. BPR tidak diperkenankan menerima simpanan berupa giro dan ikut
serta dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan usaha selain yang
diperkenankan.
Selain itu, BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia), melakukan
penyertaan modal, dan melakukan usaha perasuransian. Adapun wilayah kantor
operasionalnya dibatasi dalam 1 (satu) propinsi.

Arsitektur Perbankan Indonesia


Dalam rangka memperkuat fundamental industry perbankan serta memberikan arah
dan strategi perbankan ke depan telah disusun Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API
merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan di Indonesia yang bersifat menyeluruh
dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu sampai
sepuluh tahun berlandaskan visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan
efisien, guna menciptakan kestabilan system keuangan dalam rangka membantu mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk mencapai visi tersebut, salah satu sasaran yang ingin dicapai yaitu menciptakan
struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta
mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Melalui kebijakan
tersebut diharapkan dapat tercapai struktur perbankan yang terdiri dari empat strata bank
yaitu :
1. Bank internasional yang memiliki kapasitas dan kemampuan beroperasi di
wilayah internasional serta memiliki modal diatas Rp50 triliun;
2. Bank nasional yang memiliki cakupan usaha sangat luas dan beroperasi
secara nasional serta memiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan Rp50 triliun;
3. Bank dengan fokus usaha tertentu yaitu bank yang kegiatan usahanya
terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi
masing-masing bank serta memiliki modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10
triliun; serta
4. BPR dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah
Rp100 miliar.
Dalam rangka mencapai visi tersebut di atas, program-program API telah memberikan
perhatian pada perlunya penguatan permodalan, kelembagaan dan manajemen BPR, serta
penyempurnaan pengaturan dan pengawasan BPR.

Posisi Strategis BPR


Disadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha mikro dan kecil, serta
masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik
dari aspek pembiayaan maupun penyimpanan dana. Adapun lembaga keuangan yang tepat
dan strategis untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut adalah BPR dengan
pertimbangan:
BPR merupakan lembaga intermediasi sesuai dengan UU Perbankan.
BPR merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara ketat oleh Bank
Indonesia.
Adanya penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat yang disimpan di BPR.
BPR berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat pedesaan, serta memfokuskan
pelayanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
BPR memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPR
dapat menjangkau dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
Posisi BPR yang strategis tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar
keberadaan BPR memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan mendorong
perekonomian daerah.

TUJUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
PRODUK YANG DITAWARKAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Sebagai lembaga keuangan yang berorientasi bisnis, bank juga melakukan berbagai
kegiatan, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank
sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok
adalah membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian
menjual uang yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat
melalui pemberian pinjaman atau kredit.
Dari kegiatan jual beli uang inilah bank akan memperoleh keuntungan yaitu dari
selisih harga beli (bunga simpanan) dengan harga jual (bunga pinjaman). Disamping itu
kegiatan bank lainnya dalam rangka mendukung kegiatan menghimpun dan menyalurkan
dana adalah memberikan jasa-jasa lainnya. Kegiatan ini ditujukan untuk memperlancar
kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana.
Dalam praktiknya kegiatan bank dibedakan sesuai dengan jenis bank tersebut. Setiap
jenis bank memiliki ciri dan tugas tersendiri dalam melakukan kegiatannya, misalnya dilihat
dari segi fungsi bank yaitu antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan
rakyat, jelas memiliki tugas atau kegiatan yang berbeda.
Kegiatan bank umum lebih luas dari bank perkreditan rakyat. Artinya produk yang
ditawarkan oleh bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum mempunyai
kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat
mempunyai keterbatasan tertentu, sehingga kegiatannya lebih sempit. Untuk lebih jelasnya
berikut ini akan dijelaskan kegiatan masing-masing jenis bank dilihat dari segi fungsinya.

KEGIATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi
perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh
berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan
kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya
kegiatan BPR adalah sebagai berikut:
1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk :
- Simpanan Tabungan
- Simpanan Deposito
2. Menyalurkan dana dalam bentuk :
- Kredit Investasi
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Perdagangan
Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa larangan yang tidak
boleh dilakukan BPR. Larangan ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Menerima Simpanan Giro
- Mengikuti Miring
- Melakukan Kegiatan Valbta Asing
- Melakukan kegiatan Perasuransian

ASAS BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


Asas BPR
BPR berasaskan pada Demokrasi Ekonomi dengan prinsip kehati-hatian. Demokrasi
ekonomi itu sendiri adalah sistem ekonomi yang dijalankan di Indonesia berdasarkan pasal 33
UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus
dihindari (free fight liberalisme, etatisme dan monopo

SYARAT MENDIRIKAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


PENDIRIAN & MODAL DISETOR BPR
Berdasarkan Peraturan BI NO.6/22/PBI/2004, syarat pendirian BPR yakni :
a. WNI
b. Badan Hukun Indonesia yang pemiliknya sepenuhnya WNI
c. Pemda
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana yang dimaksud poin a,b,c
Dan ketentuan modal disetor untuk pendirian BPR yakni :
a. Rp.5 milyar ( wil.DKI Jakarta)
b. Rp. 2 milyar ( ibukota prov.Jawa, Bali, wil.Kab/Kodya Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi )
c. Rp. 1 milyar ( diluar wil. ibukota prov.Jawa, Bali & wil. pulau Jawa & Bali.
d. Rp.500 juta ( diluar wil. poin a, b, c )
Adapun pertimbangan pemberian izin BPR oleh BI meliputi :
a. Aspek demografi & ekonomi wilayah.
b. Jumlah pertumbuhan lembaga perbankan termasuk lembaga keuangan
mikro.
c. Rencana kegiatan usaha mencakup sumber daa, penyalurannya, & langkah
realisasi kegiatannya.
d. Proyeksi keuangan bulanan untuk th.pertama, dan tahunan untuk dua tahun
berikutnya.
e. Perencanaan SDM.

ANGGOTA DIREKSI & DEWAN KOMISARIS BPR


Jumlah anggota direksi min.2 orang (min D3). Jumlah anggota dewa komisaris min.2orang &
min. 50% anggota memiliki pengalaman bidang perbankan.
KEGIATAN USAHA BPR
a. Menghimpun daa dari masyarakat dalam simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, atau bentuk lain yang disamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediaka pembiayaan & penempatan dana dengan prinsip syariah.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat BI, deposito berjangka,
sertifikat deposito, atau tabungan pada bank lain.
Adapun usaha yang dilarang bagi BPR :
a. Menerima simpanan berupa giro & ikut serta dlam lalulintas pembayaran.
b. Melakukan penyertaan modal.
c. Melakukan usaha peransuransian.
d. Melakukan usaha lain diluar kegitan yang telah ditetapkan.
PENGATURAN & PENGAWASAN
Sebelumnya fungsi perizinan dilaksanakan Departemen Keuangan, sementara fungsi
pengawasan & pembinaan kegiatan operasional BPR diserahkan pada BRI menurut UU No.7
th.1992.
Namun setelah dikeluarkannya UU Perbankan No.10 th.1998, fungsi perizinan, peraturan,
pengawasan dilakukan osepenuhnya oleh BI.
Bank Kredit Desa (BKD)
Bank Kredit Desa terdiri dari Bank Desa & Lumbung Desa.
Berdasarkan Peraturan BI NO.6/27/PBI/2004 tanggal 13 Desember 2004, Bank Indonesia
menyerahkan pembinaan & pengawasan BKD kepada BRI yang sebelumnya berdasarkan UU No.7
tahun 1992, masih menjadi kewenangan BI.
Dalam hal ini BRI bertanggungjawab kepada BI dalam hal :
a. Rekapitulisasi neraca & laba rugi BKD
b. Analisis perkembangan BKD
c. Analisis kemungkinan beroperasinya BKDebagai BPR.

SUMBER
1. http://nofrianus.wordpress.com/2011/02/28/sejarah-singkat-bank-perkreditan-rakyat-bpr/
2. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/05/24/fakta-menarik-seputar-perkembangan-
bpr-konvensional-di-indonesia-562899.html
3. http://kliping.mediabpr.com/p/apa-itu-bank-perkreditan-rakyat-bpr.html
4. http://belajarperbankangratis.blogspot.com/2012/07/peeran-bpr-dalam-sistim-keuangan-
di.html
5. http://bprkita.blogspot.com/2010/11/asas-fungsi-tujuan-bpr.html
6. http://udin.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11201/Kegiatan+Bank.doc
7. http://46372ishere.blogspot.com/2011/02/bank-perkreditan-rakyat.html

Anda mungkin juga menyukai