MAKALAH
Disusun Oleh:
(Kelompok 10)
1. Jauharoh Al Rohmah (1420210
2. Malikhatun (1420210307)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian, dasar pemikiran, dan sejarah berdirinya Bank Perkreditan
Rakyat Syariah?
2. Bagaimana tujuan, strategi, dan usaha-usaha BPR Syariah?
3. Bagaimana ketentuan dan tata cara pendirian BPR Syariah?
4. Bagaimana Organisasi/Manajemen BPR Syariah?
5. Bagaimana kendala dan strategi pengembangan BPR Syariah?
6.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Dasar Pemikiran, dan Sejarah Berdirinya Bank Perkreditan
Rakyat Syariah
1. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menurut Undang-Undang (UU)
Perbankan No.7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 3, adalah lembaga keuangan bank yang
menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai
usaha BPR. Sedangkan pada UU Perbankan No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 4,
disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.[1]
Pelaksanaan BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/1998 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR syariah bisa
diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang
operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.[2]
D. Organisasi/Manajemen BPRS
1. Kepengurusan
Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999, kepengurusan BPR
syariah terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi di samping kepengurusan, suatu
BPR syariah wajib pula memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi
mengawasi kegiatan BPR syariah. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPR syariah
harus sekurang-kurangnya 1 (satu) orang. Sedangkan direksi BPR syariah
sekurang-kurangnya harus berjumlah 2 (dua) orang.
Anggota direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan:
a. Anggota Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, termasuk mertua,
anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar, suami/istri.
b. Dewan Komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak, dan suami/istri.
Untuk menjaga konsistensi dan kelangsungan usaha BPR syariah, ditentukan
bahwa:
a. BPR syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
b. BPR syariah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi
BPR konvensional.
c. BPR syariah yang semula memiliki ijin usahanya sebagai BPR konvensional dan
telah memperoleh ijin perubahan kegiatan usaha menjadi berdasarkan prinsip
syariah, tidsk diperkenankan untuk mangubah status menjadi BPR konvensional.
BPR syariah yang telah mendapatkan ijin usaha dari Direksi Bank Indonesia
wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enampuluh) hari
perhitungan sejak tanggal ijin usaha dikeluarkan. Sedangkan laporan pelaksanaan
kegiatan usaha wajib disampaikan oleh Direksi BPR syariah kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal dimulainya
kegiatan operasional. Apabila dalam waktu melakukan kegiatan usaha lebih dari
waktu yang telah ditentukan maka Direksi Bank Indonesia membatalkan ijin
usaha yang telah dikeluarkan.
2. Pembukaan Kantor Cabang
BPR syariah dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah propinsi
yang sama dengan kantor pusatnya. Pembukaan kantor cabang BPR syraiah dapat
dilakukan hanya dengan ijin Direksi Bank Indonesia. Rencana pembukaan kantor
cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR syariah.
BPR syriah yang akan membuka kantor cabang wajib memenuhi persyratan
tingkat kesehatan selama 12 (duabelas) bulan terakhir tergolong sehat. Dan dalam
pembukaan kantor cabang BPR syariah wajib menambah modal disetor sekurang-
kurangnya sebesar jumlah untuk mendirikan BPR syariah untuk setiap kantor.[8]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. BPR syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR
konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.
2. Berdirinya BPR Syariah di Indonesia selain didasari oleh tuntutan bermuamalah
secara Islam yang merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di
Indonesia, juga sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian
Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan,
moneter, perbankan secara umum.
3. Status hukum BPR diakui pertama kali dalam Pakto tanggal 27 Oktober 1988,
sebagai Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan Perbankan.
4. Tujuan BPR Syariah adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam,
menambah lapangan, membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan
ekonomi.
5. Dalam mendirikan BPR syariah harus mengacu pada bentuk hukum BPR syariah
yang telah ditentukan dalam UU Perbankan.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami susun. Apabila ada kesalahan dalam
menyusun makalah kami mohon maaf. Kritik dan saran sangat kami butuhkan
agar kami apat menyusun makalah lebih baik. Harapan kami, semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
C.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin S, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2008.
Ahmad Supriadi, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, STAIN Kudus, Kudus, 2008.
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Deskripsi dan Ilustrasi), EKONISIA,
Yogyakarta, 2003.
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI
&TAKAFUL) di Indonesia, PT RajaGrafido Persada, Jakarta, 1996.