Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

“ Bank Perkreditan Rakyat Syariah”

Disusun oleh

KELOMPOK : 1

NAMA :

SURIYANTI NASUTION ( 20110730041)

ISNAINI NUR MUBARIKA (20110730113)

SARTINA (20110730059)

ANDES BARTA (20110730129)

ARIF (20120730029)

MATA KULIAH : LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

DOSEN PENGAMPU : Drs. Muh. Mas’udi, M.Ag

Program Studi Ekonomi & Perbankan Islam

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakart

2012/2013

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah lembaga keuangan syariah
ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini untuk menyajikan beberapa hal yang menjadi
materi dari makalah kami.

Makalah ini membahas mengenai Bank Pengkreditan Rakyat Syariah. Makalah


ini juga menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para pembacanya. Kami
menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan , kami
mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik
dan dapat berguna semaksimal mungkin.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.

Yogyakarta , Oktober 2012


Hormat Kami

penulis

II.PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Lembaga keuangan sebuah wadah dimana tedapat jasa dalam proses mengelola
keuangan untuk tujuan tertentu. Seperti yang kita tahu peranan lembaga keuangan
dalam kehidupan terutama bank , sangatlah penting adanya. Hal ini akibat semakin
berkembangnya sistem ketataniagaan yang mau tidak mau melibatkan lembaga
keuangan atau bank di dalamnya. Namun pesatnya perkembangan bank tidak diimbangi
dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat, terutam masyarakat yang tergolong
ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan. Pada umumnya
bank, terutama bank konvensional sangat selektif dan hanya berorientasi untuk
mendapat keuntungan dengan sedikit resiko, oleh karenanya masyarakat ekonomi
lemah tadi sulit untuk mendapat jasa keuangan bank.

Dalam upayanya untuk merangkul masyarakat ekonomi lemah pemerintah juga


mengatur untuk didirikannya Bank Perkreditan Rakyat yang lingkup kerjanya lebih
terpusat pada wilayah tertentu saja, misalnya di kabupaten,kecamatan dan desa. Hal ini
bertujuan agar semakin meratanya layanan jasa keuangan bagi seluruh masyarakat.
Tentu praktek bunga yang di terapkan setiap bank, baik bank umum ataupun bank
perkreditan rakyat tetap menjadi andalan dalam rangka mencari keuntungan. Sistem
bunga yang di terapkan bank akhirnya mendapat respon dari kaum muslim, yang mana
sudah jelas bahwa bunga / riba adalah haram hukumnya. Maka dengan munculnya
pemikiran untuk mendirikan bank yang berprinsip syariah secara nasional akhirnya
terlebih dahulu didirikan sebuah lembaga keunangan yaitu bank perkreditan rakyat
syariah pada tahun 1990. Diharapakan bahwa berdirinya bank perkreditan rakyat
syariah menjadi salah satu solusi dalam rangka melayani jasa keuangan yang bebas dari
praktek riba sehingga kesejahteraan masayarkat akan semakin meningkat. Oleh
karenanya dalam makalah kali ini akan di bahas perkembangan – perkembangan bank
perkreditan rakyat syariah di Indonesia.

1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Dosen Mata Kuliah “Lembaga Keuangan Syariah” dan menjelaskan kepada
mahasiswa ataupun pembaca tentang BPRS agar mahasiswa ataupun pembaca agar
dapat memahami apa yang dimaksud dengan BPRS.

1. Rumusan Masalah
Berdsarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka permasalahan yang dikaji
dalam makalah ini adalah:
i. Pengertian BPRS ?

ii. Sejarah berdirinya?

iii. Tujuan BPRS?

iv. Usaha-usaha BPRS?

v. Ketentuan dalam mendirikan BPRS?

vi. Organisa/manajemen BPRS?

vii. Kendala Perkembangan BPRS?

viii. Strategi pengembangan BPRS?

DAFTAR ISI

I. KATA PENGANTAR

II. PENDAHULUAN

III. DAFTAR ISI

1. PEMBAHASAN
A. Pengertian BPRS
B. Sejarah berdirinya
C. Tujuan BPRS
D. Usaha-usaha BPRS
E. Ketentuan dalam mendirikan BPRS
F. Organisa/manajemen BPRS
G. Kendala Perkembangan BPRS
H. Strategi pengembangan BPRS
I. Konsp dasar dan kegiatan operasional BPRS di Indonesia
V. KESIMPULAN

1. PENUTUP
2. DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
1. 1. PENGERTIAN
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga
keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip
syariah ataupun muamalah islam.

BPR Syariah didirikan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPR Syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya


diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

Secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana
BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.

1. 2. SEJARAH BERDIRINYA BPR SYARIAH


Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, BRI yang mempunyai tugas sebagai Bank
Pembina lembaga – lembaga keuangan lokal (dalam lingkup tertentu) seperti , Lumbung
Desa, Bank Pasar, Bank Desa, Bank Pegawai dan bank – bank lain yang sejenisnya. Pada
masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4
UU. No. 14 tahun 1967 yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank
pegawai dan bank lainnya.

Dalam pakta tanggal 27 oktober 1988 Status hukum Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) pertama kali diakui , sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan
perbankan. BPR adalah perwujudan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank
Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga
Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK),
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya
Desa (BKPD) dan atau lembaga lain yang semacamnya. Sejak dikeluarkannya UU No. 7
tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut
status hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.

Dalam perkembangannya muncul BPR yang berprinsip pada hukum islam. BPR tersebut
di beri nama Bank Perkreditan Rakyat Syariah(BPRS). BPR Syariah yang pertama kali
berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR
Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah,
kec. Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut
telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal
19 Agustus 1991. Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai
langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan
dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara
umum.Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan
tingkat suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai
sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail
banking (rural bank).
UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak
lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi :
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No.
32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah
dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No.
32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.

Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat
81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang berada
di Indonesia.

III. TUJUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH.

Tujuan didirikannya BPR Syariah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang
pada umumnya di daerah pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yg memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional BPR Syariah tersebut diperlukan strategi
operasional sbg berikut:

1. BPR Syariah tdk bersifat menunggu terhadapa datangnya permintaan fasilitas melainkan bersifat aktif dgn
melakukan sosialisasi/penelitian kpd usaha-usaha berskala kecil yg perlu dibantu tambahan modal,
sehingga memiliki prospek bisnis yg baik.
2. BPR Syariah memiliki jenis usaha yg waktu perputaran uangnya jangka pendek dgn mengutamakan usaha
skala menengah & kecil.
3. BPR Syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yg akan diberi
pembiayaan.

Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber
hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111),
keterangan tiap-tiap butir ditambahkan oleh penulis. Meningkatkan kesejahteraan
ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada
umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam
yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan
tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.
Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha
masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahtertaan mereka.

1. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang
memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin
banyaknya BPRS di kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor
perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka peluang
usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi
lajunya urbanisasi.
2. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita
menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai
ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah
akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan
Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan
modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang
lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.
Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu
(Djazuli, 2002: 108)

1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang
pada umumya berada di daerah pedesaan.
2. Meningkatkan pendapatan per kapita
3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan.
IV.USAHA-USAHA BPRS
Pada dasarnya, sebgai lembaga keuangan syariah BPR syaria dapat memberikan jasa-
jasa keuangan yang serupa denganbank-bank umum syariah. Dalam usaha anggaran
dana mayarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan dalam brbagai
bentuk, antara lain:

1) Simpanan Amanah

Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hal bank menerima titipan amanah
(trustee account) dari nasabah. D isebut dngan titipan amanah karena bentuk perjanjian
adalah wadiah, yaitu titipan yang idak menanggung resiko. Namun demikan, bank akan
memberia bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaa
pada nasabahnya.

2) Tabungan wadiah

Dalam tabungan ini bank menerima tabungan (saving acount ) dari nasabah dalam
bentuk tabungan bebas. Sedang akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam
bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan bank
memberikan bonus kepada nasabah. Bonus itu diperoleh bank dari bagi hasil dan
kegiatan pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya. Bonus tabunganwadiah itu
dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kpada nasabah setiap bulannya.

3) Deposito wadiah mudharaah

Dalam peroduk di bank menerima deposito berjangka (time and investmen account) dari
nasabahnya.Akad yang dilakukan dapat membentuk wadi’ah dan dapat pula
berbentuk mudharabah. Lazimnya jangka waktu deposito itu adalah 1,2,3, 6, 12 bulan
dan sterusnya sebagai bentuk pnyertaan modal (sementara). Maka nasabah/ deposan
mendapat bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bak dari pembiayaan /kredit
yang dilakukan pada nasabah –nasabah lainnya.

Fasilitas pegerahan dana tesebut, juga dapat dipergunakan untuk menitipkan


sedekah, infak, zakat, tabungan haji, tabungan kurban, tabungan aqiqah, tabungan
keerluan pendidikan, tabungan pemilikan kendaraan, abungan pemilikan rumah, bahkan
bisa digunakan untuk sarana penitipan dana-dana masjid, dana pesantren, yayasan dan
lain sebagainya. Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas BPR
syariah dapat pula bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu mnerima dana yang
berasal dari zakat, infaq, shadakah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkan pada yang berhak alam bentuk santunan dan atau pnjaman
kebjikan (qarddbul basan).

Semantara , dalam mnalurkan dana masyarakat BPR yariah dapat memberikan


jasa-jasa keuangan seperti :

1) Pembiayaan mudharabah

Dalam pembiayaan mudharabah bank mengadakan akad dengan nasabah (pengusaha).


Bank menyediakan pembiayaa modal usha bagi proyek yang di kelola oleh pngusaha. K
euntungan yang diproleh akan di bagi (perjanjian bagi hasil) sesua dengan kesepakatan
yang telah diikat oleh bank da pengusaha tersebut.

2) Pembiayaan musyarakah

Dalam pembiayaan muyarakah ini bank dengan pengusaha mengadakan perjanjian.


Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiyai suatau proyek yang juga dikelola
secara brsama-sama.

Keuntungan yang diproleh dari usaha tersebut aa dibagi sesuai penyertaan masing-
masing pihak.

3) Pembiayaan Ba’Bithaman Ajil

Dalam bentuk pembiayaan ini, bank mengikat perjanjan denga nasabah. Bank
menyediakan dana untuk pemblian sesuatu barang/aset yang dibutuhkan oleh nasabah
guna unuk mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.
Namun begitu, sesuai UU Perbankan NO. 10 tahun 1998, BPR syariah hanya dapat
melaksanakan usaha-usaha ebagai berikut:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito


berjangka, tabugan dan atau bentuk lainnya yan dipersamakan dengan itu.

2) Membrikan kredit.

3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah


sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.

4) Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat deposito, dan atau tabungan pada
bank lainnya.

Pembiayaan usaha BPR syariah secara lebih tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK
Derektur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional
BPR syariah adalah:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:

a) Tabungan bedasarkan prinsip wadiah atau mudharabah.

b) Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.

c) Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah .

2) Melakukan penaluran dana melalui:

a) Transaksi jua-beli berdasarkan prinsip:

1. a. Murabahah
2. b. Istishna
3. c. Ijarah
4. d. Salam
5. e. Jual-beli lainnya
b) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip:

1. a. Mudharabah
2. b. Musyarakah
3. Bagi hasil lainnya.
c) Pembiayaan lain berdasarkan prinsip:

1. a. Ranh
2. b. Qard.
3) Melakukan kegiatan yng lazim dilakukan BPR syariah sepanjang disetujui ole
Dewan Syariah Nasional.
Dibanding bank umum syariah, kegiatan operaional yang dapat dilakukan BPR syariah
lebih terbatas. Sebagaimana diatur oleh SK Direktur BI NO. 32/36/KEP/DIR/1999, BPR
syariah tidak diijinkan untuk menerima dana simpanan dalam bentuk giro sekaipun hal
itu dilakukan dalam bentuk wadiah. Begitu pula, BPR syariah dilarang untuk:

a) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing,

b) Melakukan penyertaan modal,

c) Melakukan usaha peransuransian.

Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum
syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya
dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan atau tabungan pada bank lain.
KEGIATAN YANG DILARANG (Berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun 1992)
1. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3. Melakukan penyertaan modal
4. Melakukan usaha perasuransian
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang boleh
dilakukan oleh BPRS

V. KETENTUAN PENDIRIAN BPRS


Adapun beberapa hal yang harus di ketahui dalam pendirian BPRS yaitu :

1. Persyaratan pendirian
Dalam mendirikan BPRS syariah harus mengacu dalam bentuk hukum BPR Syariah yang
telah ditentukan dalam UU. 10 tahun 1999 pasal 2, Perbankan.Sebagaimana dalam UU
Perbankan NO. 10 tahun 1999 pasal 2, bentuk suatu hukum BPR syariah dalam berupa:

Pemberin ijin pendirian BPR syariah, sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan
dua tahap :

1) Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPR


syariah.
2) Ijin usaha, yaitu ijn yang dibrikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR syaria
setelah persiapan persetujuan prinsip dilakukan.

SK DIR BI NO. 32/36/1999 tidak memberikan kemungkinan bagi pihak asing untuk
mendirikan BPR syariah. Menurut ketentuan pasal 15 SK DIR BI tersebut, yang dapat
menjadi pemilik BPR syariah adalah pihak-pihak yang:

1) Tidak termasuk dalam dafar orang tercela dibidang perbankan sesuai ang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2) Menurut penilayan Bank Indnesia yang bersangkutan memiliki integritas yang


baik, antara lain:

1. Memiliki akhlah an moral yang baik .


2. Mematuhi peratura perundang-undangan yang berlaku.
3. Bersedia mengembangkan BPR syariah yang sehat.
Adapun syara-syarat lan untuk pendirian BPR syariah adalah sebagai berkut:

1) BPR syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah dengan ijin Direktur Bank Indonesia.

2) BPR syariah hanya didirikan dan dimiliki oleh:

1. Warga Negara Indonesia


2. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya oleh warga negara Indonsia
3. Pemerinta Daerah, atau
4. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimakud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.
Selain dari persyaran diatas, khusus untuk menjadi anggota Dewan
Kmisaris BPR syariah ditentukan pula bahwa yang besangkutan wajib memiliki
pengetahuan dan atau pengalaman di bidang perbankan. Ketentuan ini tidak
mengharuskan yang bersyangkutan memiliki pengetahuan dan atau pengalaman
diperbankan syariah. Sedangkan Anggota Direksi sekurang-kurangnya berpendidikan
formal setingkat Diplomat 111 atau Sarjana Muda.Berbeda dengan persyaratan anggota
Dewan Komisaris dalam hal persyartan bagi Anggota Direks ditegaskan bahwa yang
bersangktan harus memiliki pengalaman dibidan perbankan syariah. Banhkan ditentukan
pengalaannya sekurang-kurangnya 2 (dua ) tahun dan harus dibidang pendanaan dan
atau pembiayaan. Bagi Anggota Direksi yang beum berpengalaman operasional dibidang
perbankan syariah wajib mengikuti pelatihan perbankan syariah.

Direksi BPR syariah dilarang untuk merangkap jabatn sebagai Anggota Direksi atau
pejabat eksikutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Hal ini untuk
menghindari agar jangan smpai tugas Anggota Direksi yang besangkutan tidak efektif
sebagai anggota Dewan Komisaris BPR syariah yang bersangkutan, karena terlalu
banyaknya melakukan perangkapan jabatan sebagai anggoa Dewan Komisaris ditempat
lain. Anggota Dewan Komisaris BPR syariah tidak dilarang merangkap jabatan lain,
namun membtasi perangkapan itu sebagaimana ditentukan dalam asal 22 ayat 3 (tiga)
BPR syariah. Anggo Dewn Komisaris dilarang BPR syariah dilarang menjaba sebagai
anggota Direksi Bank Umum. Anggota Dwan Komisaris BPR syariah tidak dilarang untuk
dapa menjadi Anggota Dereksi BPR syariah yang lain. Dalam hal terjdi pergantaian
anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi BPR syariah, calon pengganti jabatan
tersebut wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan
menduduki jabatannya. Demikian juga kalau ada penggantian atau penambahan pemilik
BPR syariah wajib terdahulu memperoleh perstujun dari Bank Indonesia.

Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPR syariah ditetapakan sekurang-
kurangnya sebesar:

1) Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah)huntk BPR syariahyang didirikan di wilayah


Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya dan Kabupaten/ Kotamadya Tangerang, Bogor,
Bekasi dan Karawang.

2) Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk BPR syariah yang didirikan di


Wilayah Ibu kota Propinsi diluar wilayah seperti tersebut pada butir a diatas.

3) Rp 500.000.000,- (lma ratus juta rupiah) untuk BPR syariah yang yang didirikan
diluar wilayah yang disebu dibutir a diatas.

Modal yang disetor tersebut, yang digunakan utuk modal kerja bagi BPR syariah, wajb
sekurang-kurangnya berjumlah 50% (lima puluh persen). Dengan kata lain, biaya
invetasi dalm rangka pendirian BPR syariah itu tidak boleh melebihi 50% dari modal
yang disetor leh pendirinya. Sumber dana yang digunakan dlam rangka kepemilikan
dilarang:

1) Berasal dari pinjaman tau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan atau pihak lain di Indnesia.

2) Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syarih, termasuk kegiata-
kegiatan yang melanggar hukum.

Persyaratan pendiriansecara umum

 Mendapat izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI


 Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT
 Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT
 Usaha meliputi tabungan dan deposito berjangka
 memberikan kredit pengusaha kecil
 Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri
 BPRS hanya dapat didirikan melakukan kegiatan dengan berdasarkan prinsip syariah.
 Didirikan dan dimiliki oleh Warga negara Indonesia
 Perseroan terbatas,Koperasi atau Perusahaan daerah
1. 2. Permohonan Izin Arsip
Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan :

 Rencana akte pendirian dan AD BPRS


 Rencana kerja BPRS pada tahun pertama
 Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah
 Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah

1. Permohonan Izin Usaha


Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan melampirkan :

 Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
 Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI
 Photocopy NPWP BPRS
 Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan
 Mengirimkan data pengurus BPRS
 Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS
VI.ORGANISASI/ MANAJEMEN BPRS

Kepengurusan

Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999, kepengurusan BPR syariah terdiri


dari Dewan Komisaris dan Direksi dan juga wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah
yang berfungsi mengawasi kegiatan BPR syariah. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPR
syariah sekurang – kurangnya harus berjumlah 2 (dua) orang.

Anggota direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :

1. Anggota Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, termasuk mertua, anak termasuk menantu,
saudara kandung termasuk ipar, suami/istri.
2. Dewan Komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak, dan suami/istri.
Dalam rangka menjaga konsistensi dan kelangsungan usaha BPR Syariah ditentukan
bahwa :

1. BPR Syariah dilarang melakukan kegiatan usahasecara konvensional.


2. BPR Syariah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi BPR Konvensional
3. BPR Syariah yang semula izin usahanya sebagai BPR Konvensional tidak diperkenankan untuk mengubah
status menjadi BPR Konvensional kembali.
Dilihat dari segi kepemilikannya BPR dapat dibedakan menjadi dalam 3 (tiga) golongan
yakni :

1. Milik Pemerintah Daerah (PD)


Pengawasan dilakukan oleh Dewan Pengawas yang di tetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Daerah/Peraturan Daerah
1. Milik Swasta (PT)
Pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisaris yang di tetapkan berdasarkan hasil rapat
umum pemegang saham/Anggaran Dasar.

1. Milik Anggota Koperasi (Koperasi)


Pengawasan dilakukan oleh badan Pemeriksa yang ditetapkan berdasarkan hasil rapat
anggota / Anggaran Dasar

Untuk menjaga konsistenssi dan kelangsungan usaha BPR syariah, ditentukan bahwa:

1) BPR syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional

2) BPR syarah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi BPR
konvensional.

3) BPR syariah yang semula memiliki ijin usahanya sebagai BPR konvensional dan
telh memiliki ijin perubahan kegiatan usaha menjadi berdasarkan prinsip syariah, tidak
diperkenankan mengubah status menjadi BPR konvensional.

Pembukaan kantor cabang

BPR Syariah dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah propinsi yang
sama dengan kantor pusatnya. Pembukaan kantor cabang BPR Syariah dapat dilakukan
hanya dengan izin Direksi Bank Indonesia. Rencana pembukaan kantor cabang wajib
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR Syariah.

BPR Syariah yang akan membuka kantor wajib memenuhi


persyaratan tingkat kesehatan selam 12 (dua belas) bulan terakhir
tergolong sehat. Dan di dalam pembukaan kantor cabang BPR Syariah wajib menambah
modal disetor sekurang – sekursngnya sebesar jumlah untuk mendirikan BPR Syariah
untuk setiap kantor.

Struktur Organisasi Bank BPRS Bhakti Sumekar

http://bhaktisumekar.co.id/index.php/tentang-kami/struktur-organisasi-kiri
VII. KENDALA PENGEMBANGAN BPRS

Dalam prakteknya BPR syariah mengalami berbagai kendala, antara lain adalah:

1. Kiprah BPR syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah.
2. Upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimiliki BPR
syariah sehingga cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi rendah.
3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT.

^. STRATEGI PENGEMBANGAN BPR SYARIAH


Strategi pengembangan BPR syariah yang perlu di perhatikan sebagai adalah sebagai
berikut:

1. Langkah2 untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah,bukan saja produknya tapi juga sistem yang
digunakan perlu diperhatikan.Upaya ini dapat dilakukan melalui BPR syariah sendiri dengan
mengunakan pemasaran yang halal,seperti: melalui informasi mengenai BPR syariahdi media media masa.
Hal lain yang di tempuh adalah perlunya kerja sama BPR syariah dengan lembaga pendidikan atau non
pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPR syariah untuk mensosialisasikan BPR
syariah.
1. Usaha usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan
pelatihan megenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang mempengarurihinya. Untuk itu
diperlukan kerjasama di antara BPR syariah dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat
pendidikan lembaga keuangan syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan syariah.
Tujaan di dirikan shortcourse untuk menyediakan SDM yang siap kerja di lembaga keuangan
syariah.khusus BPR syariah.
1. Melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan di ketahui
berapa besar kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam mengelola sumber
sumber ekonomi yang ada.Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja di antar BPR
syariah,demikian juga kesinambungan kerja BPRsyariah dengan bank syariah dan BMT lainnya yang ada
di Indonesa.
1. BPR syariah bertanggung jawab terhadap masalah keislaman masyarakat dimana BPR syariah tersebut
berada. Maka perlu dilakukan kegiatan rutin keagamaan dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan
peran islam dalam bidang ekonomi. Demikian juga pola ini dapat membantu BPR syariah dalam
mengetahui gejala gejala ekonomi sosial yang ada di masyarakat. Hal ini akan menjadikan kebijakan BPR
syariah di bidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat.
IX. KONSEP DASAR DAN KEGIATAN OPERASIIONAL BPR ISLAM DI INDONESIA

Konsep dasar operasional BPR Islam, sama dengan konsep dasar operasional pada Bank
mu’amalat Indonesia yaitu:

1. Sistem simpanan murni ( al-wadiah)


2. Sistem bagi hasil
3. Sistem jual beli dan marjin keuntungan
4. Sistem upah (fee)
Kegiatan-Kegiatan operasional BPR Islam adalah sebagai berikut :

1. 1. Mobilisasi Dana Masyarakat


BPR Islam akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti:
menerima simpanan wadiah, menyediakan fasilitas tabungan, dan deposito berjangka.

Simpanan Amanah

BPR Islam menerima titipan amanah berupa zakat , infaq , dan sedekah sebagai
perpanjangan tagan dari baitul maal. Akad penerimaan titipan ini adalah Wadiah yaitu
titipan yang tidak menanggung resiko, bank akan memeberikan kadar profit (berupa
bonus) dari bagi hasil yang didapat bank melalui pembiayaan nasabah.

Tabungan Wadiah

BPR Islam menerima tabungan dari nasabah bank, akad penerimaan ini yaitu titipan
– titipan yang tidak menanggung resiko kerugian, serta bank akan memberikan kadar
profit kepada penabung sejumlah tertentu dari bagi hasil yang diperoleh bank dari
pembiayaan kredit pada nasabah yang diperhitungkan secara harian dan di bayar setiap
bulan.

Deposito Wadiah atau Mudharabah

BPR Islam menerima deposito berjangka ( time and investment account) nasabah bank.
Akad penerima deposito adalah Wadiah, atau Mudharabah dimana bank menerima dana
masyarakat berjangka 1, 3, 6, 12 bulan dan seterusnya. Sebagai penyertaan sementara
pada bank Deposan yang akad deposito nya Wadiah mendapat nisbah bagi hasil
keuntungan yang lebih kecil dari pada Mudharabah dan bagi hasil yang diterima bank
dalam pembiayaan / kredit nasabah, di bayar setiap bulan.

1. 2. Penyaluran Dana
A. a. Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BPR Islam dengan
pengusaha, dimana pihak BPR Islam menyediakan pembiayaan modal usaha atau proyek
yang dikelola oleh pihak pengusaha, atas dasar perjanjian bagi hasil.

1. b. Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BPR Islam dengan
pengusaha dimana baik pihak BPR Islam maupun pihak pengusaha secara bersama
membiayai atau suatu usaha proyek yang dikelola secara bersama pula,atas dasar bagi
hasil sesuai dengan penyertaan.

1. c. Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil


Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati
antara BPR Islam dengan nasabahnya, dimana BPR Islam menyediakan dan untuk
pembelian barang/asets yang dibutuhkan nasabah untuk mendukung suatu usaha atau
proyek

1. d. Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan Murabahah adalah suatu perjanjian yang disepakati antara BPR Islam
dengan nasabah, dimana BPR Islam menyediakan pembiyaan islam menyediakan
pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya dibutuhkan nasabah,
sebesar harga jual bank (harga beli bank plus marjin kkeuntungan pada saat jatuh
tempo)
1. e. Pembiayaan Qardhul Hasan
Pemiayaan Qardhu Hasan adalah perjanjian pembiayaan antara BPR Islam dengan
nasabah yang dianggap layak menerima yang diprioritaskan bagi pengusaha kecil
pemula yang poitensial akan tyetapi tidak mempunyai modal apapun selain kemampuan
berusaha, serta perorangan lainnya yang berada dalam keadaan terdesak.

Sasaran pembiayaan :

1. Pengusaha kecil dab sektor informal


2. Masyarakat lain menghadapi problem modal dengan prospek usaha yang layak.
Jangka waktu pembiayaan / atau kredit

1. Jangka pendek, kurang dari satu tahun.


2. Jangka menengah, satu sampai tiga tahun.
3. Jangka panjang, lebih dari tiga tahun.
1. f. Jaminan / Agunan
Jaminan diutamakan pada dasarnya adalah usaha / proyek yang di biayai oleh
pembiayaan sendiri. Namun dalam beberapa hal mungkin disyaratkan adanya supporting
collateral berupa:

 Jaminan kebendaa atas barang yang dibiayai oleh BPR Islam.


 Atau jaminan lainnya jika diperlukan antara lain : avalist, personal guarantied an lainnya.
KESIMPULAN

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan
perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun
muamalah islam.

BPR Syariah didirikan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPR Syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Tujuan didirikannya BPR Syariah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang
pada umumnya di daerah pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yg memadai.
Dalam usaha anggaran dana mayarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa
keuangan dalam brbagai bentuk, antara lain:

1) Simpanan Amanah
2) Tabungan wadiah

3) Deposito wadiah mudharaah

Dalam prakteknya BPR syariah mengalami berbagai kendala, antara lain adalah:

1. Kiprah BPR syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah.
2. Upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimiliki BPR
syariah sehingga cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi rendah.
3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT.
PENUTUP

Demikian sedikit hal yang dapat kami paparkan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya. Atas perhatian dan
bantuan dari semua pihak kami mengucapkan terima kasih .

Yogyakarta , 05 Oktober 2012

Hormat kami

Penulis

DAFTAR PUSTAKA

 Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonesia.
Yogyakarta .2005.
 Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Islam. PT.
Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.2005.
 MUI. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. MUI. Jakarta : 2006.
 Syafi’I,Antonio Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke
Praktik. Gema Insani Press. Jakarta. 2001

Anda mungkin juga menyukai