Disusun oleh
KELOMPOK : 1
NAMA :
SARTINA (20110730059)
ARIF (20120730029)
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah lembaga keuangan syariah
ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini untuk menyajikan beberapa hal yang menjadi
materi dari makalah kami.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
penulis
II.PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Lembaga keuangan sebuah wadah dimana tedapat jasa dalam proses mengelola
keuangan untuk tujuan tertentu. Seperti yang kita tahu peranan lembaga keuangan
dalam kehidupan terutama bank , sangatlah penting adanya. Hal ini akibat semakin
berkembangnya sistem ketataniagaan yang mau tidak mau melibatkan lembaga
keuangan atau bank di dalamnya. Namun pesatnya perkembangan bank tidak diimbangi
dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat, terutam masyarakat yang tergolong
ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan. Pada umumnya
bank, terutama bank konvensional sangat selektif dan hanya berorientasi untuk
mendapat keuntungan dengan sedikit resiko, oleh karenanya masyarakat ekonomi
lemah tadi sulit untuk mendapat jasa keuangan bank.
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Dosen Mata Kuliah “Lembaga Keuangan Syariah” dan menjelaskan kepada
mahasiswa ataupun pembaca tentang BPRS agar mahasiswa ataupun pembaca agar
dapat memahami apa yang dimaksud dengan BPRS.
1. Rumusan Masalah
Berdsarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka permasalahan yang dikaji
dalam makalah ini adalah:
i. Pengertian BPRS ?
DAFTAR ISI
I. KATA PENGANTAR
II. PENDAHULUAN
1. PEMBAHASAN
A. Pengertian BPRS
B. Sejarah berdirinya
C. Tujuan BPRS
D. Usaha-usaha BPRS
E. Ketentuan dalam mendirikan BPRS
F. Organisa/manajemen BPRS
G. Kendala Perkembangan BPRS
H. Strategi pengembangan BPRS
I. Konsp dasar dan kegiatan operasional BPRS di Indonesia
V. KESIMPULAN
1. PENUTUP
2. DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
1. 1. PENGERTIAN
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga
keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip
syariah ataupun muamalah islam.
BPR Syariah didirikan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPR Syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana
BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.
Dalam pakta tanggal 27 oktober 1988 Status hukum Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) pertama kali diakui , sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan
perbankan. BPR adalah perwujudan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank
Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga
Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK),
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya
Desa (BKPD) dan atau lembaga lain yang semacamnya. Sejak dikeluarkannya UU No. 7
tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut
status hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.
Dalam perkembangannya muncul BPR yang berprinsip pada hukum islam. BPR tersebut
di beri nama Bank Perkreditan Rakyat Syariah(BPRS). BPR Syariah yang pertama kali
berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR
Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah,
kec. Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut
telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal
19 Agustus 1991. Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai
langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan
dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara
umum.Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan
tingkat suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai
sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail
banking (rural bank).
UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak
lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi :
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No.
32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah
dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No.
32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.
Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat
81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang berada
di Indonesia.
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang
pada umumnya di daerah pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yg memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional BPR Syariah tersebut diperlukan strategi
operasional sbg berikut:
1. BPR Syariah tdk bersifat menunggu terhadapa datangnya permintaan fasilitas melainkan bersifat aktif dgn
melakukan sosialisasi/penelitian kpd usaha-usaha berskala kecil yg perlu dibantu tambahan modal,
sehingga memiliki prospek bisnis yg baik.
2. BPR Syariah memiliki jenis usaha yg waktu perputaran uangnya jangka pendek dgn mengutamakan usaha
skala menengah & kecil.
3. BPR Syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yg akan diberi
pembiayaan.
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber
hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111),
keterangan tiap-tiap butir ditambahkan oleh penulis. Meningkatkan kesejahteraan
ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada
umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam
yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan
tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.
Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha
masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahtertaan mereka.
1. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang
memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin
banyaknya BPRS di kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor
perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka peluang
usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi
lajunya urbanisasi.
2. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita
menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai
ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah
akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan
Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan
modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang
lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.
Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu
(Djazuli, 2002: 108)
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang
pada umumya berada di daerah pedesaan.
2. Meningkatkan pendapatan per kapita
3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan.
IV.USAHA-USAHA BPRS
Pada dasarnya, sebgai lembaga keuangan syariah BPR syaria dapat memberikan jasa-
jasa keuangan yang serupa denganbank-bank umum syariah. Dalam usaha anggaran
dana mayarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan dalam brbagai
bentuk, antara lain:
1) Simpanan Amanah
Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hal bank menerima titipan amanah
(trustee account) dari nasabah. D isebut dngan titipan amanah karena bentuk perjanjian
adalah wadiah, yaitu titipan yang idak menanggung resiko. Namun demikan, bank akan
memberia bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaa
pada nasabahnya.
2) Tabungan wadiah
Dalam tabungan ini bank menerima tabungan (saving acount ) dari nasabah dalam
bentuk tabungan bebas. Sedang akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam
bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan bank
memberikan bonus kepada nasabah. Bonus itu diperoleh bank dari bagi hasil dan
kegiatan pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya. Bonus tabunganwadiah itu
dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kpada nasabah setiap bulannya.
Dalam peroduk di bank menerima deposito berjangka (time and investmen account) dari
nasabahnya.Akad yang dilakukan dapat membentuk wadi’ah dan dapat pula
berbentuk mudharabah. Lazimnya jangka waktu deposito itu adalah 1,2,3, 6, 12 bulan
dan sterusnya sebagai bentuk pnyertaan modal (sementara). Maka nasabah/ deposan
mendapat bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bak dari pembiayaan /kredit
yang dilakukan pada nasabah –nasabah lainnya.
1) Pembiayaan mudharabah
2) Pembiayaan musyarakah
Keuntungan yang diproleh dari usaha tersebut aa dibagi sesuai penyertaan masing-
masing pihak.
Dalam bentuk pembiayaan ini, bank mengikat perjanjan denga nasabah. Bank
menyediakan dana untuk pemblian sesuatu barang/aset yang dibutuhkan oleh nasabah
guna unuk mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.
Namun begitu, sesuai UU Perbankan NO. 10 tahun 1998, BPR syariah hanya dapat
melaksanakan usaha-usaha ebagai berikut:
2) Membrikan kredit.
4) Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat deposito, dan atau tabungan pada
bank lainnya.
Pembiayaan usaha BPR syariah secara lebih tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK
Derektur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional
BPR syariah adalah:
1. a. Murabahah
2. b. Istishna
3. c. Ijarah
4. d. Salam
5. e. Jual-beli lainnya
b) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip:
1. a. Mudharabah
2. b. Musyarakah
3. Bagi hasil lainnya.
c) Pembiayaan lain berdasarkan prinsip:
1. a. Ranh
2. b. Qard.
3) Melakukan kegiatan yng lazim dilakukan BPR syariah sepanjang disetujui ole
Dewan Syariah Nasional.
Dibanding bank umum syariah, kegiatan operaional yang dapat dilakukan BPR syariah
lebih terbatas. Sebagaimana diatur oleh SK Direktur BI NO. 32/36/KEP/DIR/1999, BPR
syariah tidak diijinkan untuk menerima dana simpanan dalam bentuk giro sekaipun hal
itu dilakukan dalam bentuk wadiah. Begitu pula, BPR syariah dilarang untuk:
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum
syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya
dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan atau tabungan pada bank lain.
KEGIATAN YANG DILARANG (Berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun 1992)
1. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3. Melakukan penyertaan modal
4. Melakukan usaha perasuransian
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang boleh
dilakukan oleh BPRS
1. Persyaratan pendirian
Dalam mendirikan BPRS syariah harus mengacu dalam bentuk hukum BPR Syariah yang
telah ditentukan dalam UU. 10 tahun 1999 pasal 2, Perbankan.Sebagaimana dalam UU
Perbankan NO. 10 tahun 1999 pasal 2, bentuk suatu hukum BPR syariah dalam berupa:
Pemberin ijin pendirian BPR syariah, sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan
dua tahap :
SK DIR BI NO. 32/36/1999 tidak memberikan kemungkinan bagi pihak asing untuk
mendirikan BPR syariah. Menurut ketentuan pasal 15 SK DIR BI tersebut, yang dapat
menjadi pemilik BPR syariah adalah pihak-pihak yang:
1) Tidak termasuk dalam dafar orang tercela dibidang perbankan sesuai ang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
1) BPR syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah dengan ijin Direktur Bank Indonesia.
Direksi BPR syariah dilarang untuk merangkap jabatn sebagai Anggota Direksi atau
pejabat eksikutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Hal ini untuk
menghindari agar jangan smpai tugas Anggota Direksi yang besangkutan tidak efektif
sebagai anggota Dewan Komisaris BPR syariah yang bersangkutan, karena terlalu
banyaknya melakukan perangkapan jabatan sebagai anggoa Dewan Komisaris ditempat
lain. Anggota Dewan Komisaris BPR syariah tidak dilarang merangkap jabatan lain,
namun membtasi perangkapan itu sebagaimana ditentukan dalam asal 22 ayat 3 (tiga)
BPR syariah. Anggo Dewn Komisaris dilarang BPR syariah dilarang menjaba sebagai
anggota Direksi Bank Umum. Anggota Dwan Komisaris BPR syariah tidak dilarang untuk
dapa menjadi Anggota Dereksi BPR syariah yang lain. Dalam hal terjdi pergantaian
anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi BPR syariah, calon pengganti jabatan
tersebut wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan
menduduki jabatannya. Demikian juga kalau ada penggantian atau penambahan pemilik
BPR syariah wajib terdahulu memperoleh perstujun dari Bank Indonesia.
Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPR syariah ditetapakan sekurang-
kurangnya sebesar:
3) Rp 500.000.000,- (lma ratus juta rupiah) untuk BPR syariah yang yang didirikan
diluar wilayah yang disebu dibutir a diatas.
Modal yang disetor tersebut, yang digunakan utuk modal kerja bagi BPR syariah, wajb
sekurang-kurangnya berjumlah 50% (lima puluh persen). Dengan kata lain, biaya
invetasi dalm rangka pendirian BPR syariah itu tidak boleh melebihi 50% dari modal
yang disetor leh pendirinya. Sumber dana yang digunakan dlam rangka kepemilikan
dilarang:
1) Berasal dari pinjaman tau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan atau pihak lain di Indnesia.
2) Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syarih, termasuk kegiata-
kegiatan yang melanggar hukum.
Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI
Photocopy NPWP BPRS
Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan
Mengirimkan data pengurus BPRS
Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS
VI.ORGANISASI/ MANAJEMEN BPRS
Kepengurusan
1. Anggota Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, termasuk mertua, anak termasuk menantu,
saudara kandung termasuk ipar, suami/istri.
2. Dewan Komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak, dan suami/istri.
Dalam rangka menjaga konsistensi dan kelangsungan usaha BPR Syariah ditentukan
bahwa :
Untuk menjaga konsistenssi dan kelangsungan usaha BPR syariah, ditentukan bahwa:
2) BPR syarah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi BPR
konvensional.
3) BPR syariah yang semula memiliki ijin usahanya sebagai BPR konvensional dan
telh memiliki ijin perubahan kegiatan usaha menjadi berdasarkan prinsip syariah, tidak
diperkenankan mengubah status menjadi BPR konvensional.
BPR Syariah dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah propinsi yang
sama dengan kantor pusatnya. Pembukaan kantor cabang BPR Syariah dapat dilakukan
hanya dengan izin Direksi Bank Indonesia. Rencana pembukaan kantor cabang wajib
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR Syariah.
http://bhaktisumekar.co.id/index.php/tentang-kami/struktur-organisasi-kiri
VII. KENDALA PENGEMBANGAN BPRS
Dalam prakteknya BPR syariah mengalami berbagai kendala, antara lain adalah:
1. Kiprah BPR syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah.
2. Upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimiliki BPR
syariah sehingga cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi rendah.
3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT.
1. Langkah2 untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah,bukan saja produknya tapi juga sistem yang
digunakan perlu diperhatikan.Upaya ini dapat dilakukan melalui BPR syariah sendiri dengan
mengunakan pemasaran yang halal,seperti: melalui informasi mengenai BPR syariahdi media media masa.
Hal lain yang di tempuh adalah perlunya kerja sama BPR syariah dengan lembaga pendidikan atau non
pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPR syariah untuk mensosialisasikan BPR
syariah.
1. Usaha usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan
pelatihan megenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang mempengarurihinya. Untuk itu
diperlukan kerjasama di antara BPR syariah dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat
pendidikan lembaga keuangan syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan syariah.
Tujaan di dirikan shortcourse untuk menyediakan SDM yang siap kerja di lembaga keuangan
syariah.khusus BPR syariah.
1. Melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan di ketahui
berapa besar kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam mengelola sumber
sumber ekonomi yang ada.Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja di antar BPR
syariah,demikian juga kesinambungan kerja BPRsyariah dengan bank syariah dan BMT lainnya yang ada
di Indonesa.
1. BPR syariah bertanggung jawab terhadap masalah keislaman masyarakat dimana BPR syariah tersebut
berada. Maka perlu dilakukan kegiatan rutin keagamaan dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan
peran islam dalam bidang ekonomi. Demikian juga pola ini dapat membantu BPR syariah dalam
mengetahui gejala gejala ekonomi sosial yang ada di masyarakat. Hal ini akan menjadikan kebijakan BPR
syariah di bidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat.
IX. KONSEP DASAR DAN KEGIATAN OPERASIIONAL BPR ISLAM DI INDONESIA
Konsep dasar operasional BPR Islam, sama dengan konsep dasar operasional pada Bank
mu’amalat Indonesia yaitu:
Simpanan Amanah
BPR Islam menerima titipan amanah berupa zakat , infaq , dan sedekah sebagai
perpanjangan tagan dari baitul maal. Akad penerimaan titipan ini adalah Wadiah yaitu
titipan yang tidak menanggung resiko, bank akan memeberikan kadar profit (berupa
bonus) dari bagi hasil yang didapat bank melalui pembiayaan nasabah.
Tabungan Wadiah
BPR Islam menerima tabungan dari nasabah bank, akad penerimaan ini yaitu titipan
– titipan yang tidak menanggung resiko kerugian, serta bank akan memberikan kadar
profit kepada penabung sejumlah tertentu dari bagi hasil yang diperoleh bank dari
pembiayaan kredit pada nasabah yang diperhitungkan secara harian dan di bayar setiap
bulan.
BPR Islam menerima deposito berjangka ( time and investment account) nasabah bank.
Akad penerima deposito adalah Wadiah, atau Mudharabah dimana bank menerima dana
masyarakat berjangka 1, 3, 6, 12 bulan dan seterusnya. Sebagai penyertaan sementara
pada bank Deposan yang akad deposito nya Wadiah mendapat nisbah bagi hasil
keuntungan yang lebih kecil dari pada Mudharabah dan bagi hasil yang diterima bank
dalam pembiayaan / kredit nasabah, di bayar setiap bulan.
1. 2. Penyaluran Dana
A. a. Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BPR Islam dengan
pengusaha, dimana pihak BPR Islam menyediakan pembiayaan modal usaha atau proyek
yang dikelola oleh pihak pengusaha, atas dasar perjanjian bagi hasil.
1. b. Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BPR Islam dengan
pengusaha dimana baik pihak BPR Islam maupun pihak pengusaha secara bersama
membiayai atau suatu usaha proyek yang dikelola secara bersama pula,atas dasar bagi
hasil sesuai dengan penyertaan.
1. d. Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan Murabahah adalah suatu perjanjian yang disepakati antara BPR Islam
dengan nasabah, dimana BPR Islam menyediakan pembiyaan islam menyediakan
pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya dibutuhkan nasabah,
sebesar harga jual bank (harga beli bank plus marjin kkeuntungan pada saat jatuh
tempo)
1. e. Pembiayaan Qardhul Hasan
Pemiayaan Qardhu Hasan adalah perjanjian pembiayaan antara BPR Islam dengan
nasabah yang dianggap layak menerima yang diprioritaskan bagi pengusaha kecil
pemula yang poitensial akan tyetapi tidak mempunyai modal apapun selain kemampuan
berusaha, serta perorangan lainnya yang berada dalam keadaan terdesak.
Sasaran pembiayaan :
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan
perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun
muamalah islam.
BPR Syariah didirikan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPR Syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang
pada umumnya di daerah pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yg memadai.
Dalam usaha anggaran dana mayarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa
keuangan dalam brbagai bentuk, antara lain:
1) Simpanan Amanah
2) Tabungan wadiah
Dalam prakteknya BPR syariah mengalami berbagai kendala, antara lain adalah:
1. Kiprah BPR syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah.
2. Upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimiliki BPR
syariah sehingga cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi rendah.
3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT.
PENUTUP
Demikian sedikit hal yang dapat kami paparkan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya. Atas perhatian dan
bantuan dari semua pihak kami mengucapkan terima kasih .
Hormat kami
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonesia.
Yogyakarta .2005.
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Islam. PT.
Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.2005.
MUI. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. MUI. Jakarta : 2006.
Syafi’I,Antonio Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke
Praktik. Gema Insani Press. Jakarta. 2001