Anda di halaman 1dari 13

Iqbal Firmani (19208010018) kelas A

UTS Manajemen Lembaga Keuangan Islam

3. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)

Seiring berkembangnya zaman, kebutuhan masyarakat dalam segala aktivitas

ekonominya pun ikut berkembang. Olehkarena itu hal ini perlu ditanggapi dengan

pengembangan dibidang keuangan, khususnya lembaga keuangan yang berbentuk perbankan

Islam. Dunia perbankan Islam saat ini mulai maju, dengan diperluasnya lembaga, produk dan

inovasi yang tetap memenuhi peraturan perundang-undangan. Salah satu lembaga keuangan

yang membantu meningkatkan perekonomian masyarakat adalah Bank perkreditan rakyat

syariah.

Bank perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu jenis bank Syariah yang

ada di Indonesia, yangmana dalam menjalankan kegiatannyya BPRS tetap dibawah peraturan

Undang-Undang yang ditetapkan pemerrintah dan diawasi oleh dewan pengawas syariah

(DPS). Dalam skala dan operasionalnya BPRS lebih sempit dibandingkan bang umum

syariah. Oleh karena itu terdapat undang-undang tersendiri yang mengatur beroperasinya

BPRS.

Secara umum bank perkreditan rakyat (BPR) memiliki tujuan untuk membantu

pergerakan ekonomi masyarakat dalam skala tertentu, misalnya kecamatan dimana BPR ini

didirikan. Oleh karena itu BPR mengemban amanat pemerintah untuk ikut serta dalam

memajukan perekonomian masyarakat setempat dimana (BPR tersebut didirikan). dalam

usahanya (BPR) diatur oleh pemerintah dengan penetapan keputusan presiden tahun1998

yang kemudian dituangkan dalam keputusan mentri keuangan 1064/MK/00 (Suyanto:2007).


Dalam peraturan tersebut usaha yang dilakukan oleh bank perkreditan rakyat (BPR)

antara lain:

1. Menghimpun dana dari mayarakat dalam bentuk simpanan berupa depositu berjangka,

tabungan dan atau jenis lain yang memiliki kesamaan dengan itu.

2. Menyalurkan kredit.

3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah dengan menarik bagi hasil sesuai dengan

peraturan yang ditetapkan pemerintah.

4. Menempatkan dana nya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), depositi

berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

Adapun hal-hal yang bukan wilayah BPR ialah:

1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalulintas pembayaran.

2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

3. Melakukan penyertaan modal

4. Melakukan usaha perasuransian

5. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang telah disebutkan sebagai usaha-

usaha yang boleh dilakukan BPRS (Suyanto:2007).

Sedangkan Bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) adalah salah satu lembaga

keuangan syariah yang tentunya dalam beroprasi menggunakan prinsip-prinsipo syariah

sebahai landasan hukumnya. Sebagaimana BPR konvensional (dalam peraturan undang-

undang pemerintah), sebagai lembaga Keuangan Islam, BPRS juga harus paruh terhadap

Dewan pengawas nasional dan diawasi oleh dewan pengawas syariah.


a. Sejarah berdirinya BPRS

Bank perkreditan rakyat (BPRS) dalam sejarahnya tidak terlepas dari sejarah

berdirinya bank umum syariah. Dalam usman (2007) dijelaskan bagaimana sejarah perbankan

di Indonesia sampai lahirnya bank umum Syariah, yang disertai lahirnya BPRS. Perbankan

indonesia mulanya belum mengenal sistim bagi hasil yang mana sistim yang digunakan

adalah sistim bunga. Industri perbankan pada masa orde baru (1980an) mengalami stagnansi,

dimana sukubunga sangat dintervensi dan bergantung pada liquiditas Bank Indonesia. Hal ini

menyebabkan industri perbankan kurang menarik, sehingga dalam perkembangannyapun

sulit untuk maju.

Pada tahun 1988 dikeluarkan perombakan sistim perbankan, dengan dikeluarkannya

keputusan presiden yang dituangkan dalam keputusan mentri keuangan tahun 1988 (seperti

yang ditulis diatas). Keputusan presiden tersebut terkait bank desa, lumbung desa bank

pegawai dan bank-bank lainnya yang diwakili dengan diakuinya BPR, termasuk memicu

berkembangknya industri perbankan dan bermunculannya BPR di berbagai tempat.

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama islam sangat sesuai

jika penerapan instrumen perbankan dengan bagi hasil, akan tetapai pada masa itu (orde baru)

industri perbankan belum menerapkan sistim bagi hasil. Hal ini karena ada beberapa faktor

yang menyebabkan hal tersebut terjadi, termasuk banyaknya perbankan asing yang

menghalangi sisitim bagi hasil diterapkan di Indonesia.

Pada tahun 1992 pemerintah menetapkan undang-undang yaitu peraturan pemerintah

nomor 7 tahun 1992 terkait penerapan sistim bagi hasil, dalam undang-undang ini mencakup

peraturan tentang lembaga keuangan dengan penerapan sisitim bagi hasil.


“ yang dimaksud dengan bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum maupun

bank perkreditan rakyat yang melakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi

hasil.”

Prinsip agi hasil diatas menunjukan bahwa bagi hasil sesuai dengan yangdi maksud dalam

bagi hasil secara syariat Islam. Undang-undang inilah yang kemudian memicu tumbuhnya

lembaga perbankan baik bank umum syariah maupun bank perlreditan rakyat syariah.

Baru pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan undang-undang nomor 10 tahun

1998 tentang perbankan, bahwa penggunaan nama bank berdasarkan peinsip bagi hasil dapat

diganti dengan bank berdasarkan prinsip syariah, syariah disini tentu saja syariah Islam.

Undang-undang inilah yang kemudian munculkan nama bank umum syariah dan bank

perkreditan rakyat syariah (BPRS).

Selama munculnya perundang-undangan tahun 1992 sampai dengan 1998 terdapat 1

bank umum syaria yaitu bank muamalah dan 78 BPRS. Diantara BPRS yang pertama kali

berdiri adalah BPR Dana Mardhatillah, Kecamatan Padalarang, Bandung, PT. BPR Amanah

Rabbaniyah, KecamatanBanjaran, Bandung, PT. BPR Amal Berkah amal sejahtera,

Kecamatan Padalarang, Bandung. Yang kemudian diikuti berdirinya BPRS-BPRS di daerah-

daerah lain. Secara umum berdirinya lembaga-lembaga keuangan Islam (termasuk BPRS)

selain sebagai peluang ekonomi, juga sebagai perkembangan dari sistem lembaga keuangan

yang dulu hanya mengenal sistem bunga, sekarang menjadi mengenal sistimbangihasil, yang

mana sebenarnya jika sistim bagi hasil dijalankan dengan sebenarnya (bukan hanya sekedar

nama) maka akan sangat mebantu menggerakkan roda perekonomian daerah khususnya dan

negara pada umumnya.


b. Tujuan dan Manfaat BPRS

Setiap lembaga yang didirikan oleh perseorangan maupun kelompok, pasti memiliki

tujuan atau visi dan misi yang ingin dicapai. Begitu juga dengan BPRS sebagai lembaga

perbankan yang bebrbadan hukum pasti juga memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam

operasinya. Adapun disini akan kita bahas tujuan dari berdirinya BPRS dan apasajakah

manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat khusunya dan perekonomian negara pada

umumnya.

Pada dasarnya BPRS memiliki misi yang diemban dalam kaitannya memajukan

perekonomian umat. Adapun menurut Heri (2003: 85)berikut adalah tujuan-tujuan

didirikannya BBPRS antara lain:

1. Mendorong kemajuan perekonomian umat islam pada umumnya, khususnya

golongan yang memiliki tingkat ekonomi lemah di daerah pedesaan. Fokus

operasi BPRS adalah memberiakan pembiayaan kepada masyarakat yang ada

diwilayah dimana BPRS tersebut berada. Masyarakat pedesaan yang memiliki

akses minim dalam menjangkau pembiayaan-pembiayaan perbankanlah yang

dimaksud dalam kategori golongan ekonomi bawah.

2. Menciptakan lapanga kerja, terutama diwilayah kecamatan, hal ini lah yang

menanggulangi masalah urbanisasi yang semakin tinggi. Berbonding-bondongnya

masyarakat desa yang pindah kekota adalah untuk mencari pekerjaan, oleh karena

itu dengan tersedianya pembiayaan oleh BPRS diharapkan membantu Usaha

Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam memajukan usahanya, sehingga lapangan

kerja otomatis akan bertambah didaerah tersebut.

3. Membina Ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan antar umat muslim dalam

meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Peningkatan pendapatan


dan taraf hidup Ummat Islam akan membawa persaudaraan antar ummat semakin

kuat, begitu juga denga tingkat kriminalitas akan semakin rendah, jika kesejah

teraan masyrakat dalam arti perekonomian sudah maju.

4. Mempercepat perputaran perekonomian, hal ini karena dipacu dengan semakin

bergairahnya sektor riel. Kemajuan sektor riel yang dalam hal ini bisa dicontohkan

dengan kemajuan aktifitas ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat,

hal ini akan meningkatkan konsumsi masyarakat, yang pada akhirnya PDRBpun

akan ikut meningkat yang diikuti dengan kualitas hidup masyarakat.

Dari fungsi dan Tujuan BPRS seperti yang dijelaskan diatas, dapat kita lihat bahwa

BPRS memiliki tanggung jawab sosial ekonomi untuk membangun perekonomian Indonesia.

Meskipun seperti yang kita ketahui, bahwa BPRS juga memiliki tujuan pribadi sebagai

lembaga yang bergerak di industri keuangan, yang tentunya juga mencari keuntungan lewat

bagi hasil dari produk-produk perbankan yang ditawarkan oleh BPRS.

c. Proses Pendirian BPRS

Sebagai lembaga keuangan yang berbadan hukum tentunya BPRS terikat pada

peraturan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah, yang dalam hal ini

yaitu Bank Indonesia. Oleh karena itu untuk mendirikan BPRS terdapat syarat-syarat tertentu

yang harus dipenuhi oleh pihak (baik individu maupun kelompok) yang ingin mendirikan

BPRS.

Adapun sebelumnya pihak yang mendirikan BPR harus memnuhi syarat-syarat yang

ditentukan pada undang-undang perbankan. Syarat-syarat tersebut antara lain:

- Warga negara Indonesia


- Badan hukum atau persekutuan yang pemiliknya seluruhnya merupakan warga

negara Indonesia.

- Pemerintah daerah, atau juga dapa

- Dimiliki bersama antara pemerintah daerah/pemerntah Indonesia dengan badan

hukum indonesia (Usman, 2009: 78) .

Selanjutnya mengenai BPRS syarat pendiriannya ditentukan berdasarkan modal yang

dimiliki. Dalam Usman (2009) berdasarkan keputusan direksi bank Indonesia tahun 1999

dijelaskan bahwa syarat-syarat tersebut antara lain:

 BPRS yang didirikan badan hukum permodalannya merupakan modal yang

bersumber dari modal bersih badan hukum itu sendiri. Perhitungan ini dapat

dilakukan dengan menjumlahakan modal disetor, cadangan, dan laba yang

kemudian dikurangi penyertaan dan kerugian

 Modal yang digunakan untuk mendirikan BPRS bukan dari pembiayaan badan

hukum lain atau pinjaman.

 Permodalan bukan bersumber dari hasil kegiatan yang melanggar hukum atau

kegiatan-kegiatan lain yang melanggar syariah islam.

Setelah kriteria pihak yang ingin mendirikan dan sumber modal terpenuhi, selanjutnya

yaitu syarat besaran minimum modal yang harus dimiliki untuk mendirikan BPRS. Adapun

BI sendiri telah menentukan dalam peraturan bank indonesia dan mengkalsifikasikan terkait

permodalan BPRS. Sesuai peraturan nomor 8/25/PBI 2006 menentukan bahwa modal disetor

sekurang-kurangnya sebesar:
1. RP 2.000.000.000,00 untuk BPRS yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta dan kabupaten/kota Tangerang, Depok Bekasi.

2. RP 1.000.000.000,00 untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota provinsi diluar

Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan kabupaten/kota Tangerang, Depok Bekasi.

3. RP 500.000.000,00 untuk BPRS yang didirikan selain daerah yang disebutkan diatas.

Setelah semua syarat terpenuhi, barulah pengajuan pendirian BPRS dapat diajuakn kepada

Bank Indonesia. Untuk pembukaan kantor dibawah kantor canbang tanpa mendapatkan harus

mengajukan perizinan kepada pimpinan Bank Indonesia.

d. Konsep Operasional BPRS

Sebagai badan hukum BPRS berbentuk sebagaimana bank umum syariah. Dalam

ketetapan yang diten tukan oleh Bnak Indonesia BPRS sebagai badan hukum bisa berbentuk

perseroan terbatas, koperasi, dan perusahaan daerah (Usman, 2009: 58). Jika dilihat dari

kriteria bagaimana BPRS dibentuk, maka dapat diketahui bagaimana kepemilikian BPRS

tersebut.

Dalam operasionalnya BPRS harus diawasi oleh badan-badan tertentu, sebagaiman

bank-bank syariah lainnya. Dalam Usman (2009) dijelaskan bahwa pengawasan terhadap

BPRS terdapat 2 jenis, yaitu pengawasan umum dan pengawasan Khusus:

1. Pengawasan umum

Pengawasan umum pada BPRS adalah pengawasa oleh bank sentral yang mana

diwakili oleh Otoritas jasa keuanga (OJK). Pengawasan ini sebagaimana

pengawasan pada lembaga keuanagan bank syariah lain dan bank konvensional

yang ada di Indonesia. Pengawasan internal ini dilakukan sebagaimana yang telah

ditetap kan oleh Bank Indonesia pada pasal 50 undang-undang no 21 tahun 2008,
yang berisi “Pembinaan dan pengawasan Bank Syariah dan UUS dilakukan oleh

Bank Indonesia”. Disamping itu pengawasan internal ini juga dilakukan oleh

dewan komisaris dandewan pengawas syariah yang ada di masing-masing bank

yang bersangkutan. Adapun pengawasan ini bertujuan agar sistim perbangkan

dapat terkontrol dan menciptakan iklim perbankan yang semakin baik.

2. Pengwasan khusus

Pengawasan khusus pada BPRS ialah pengawasan terkait aspek syariah, atau

kesesuaian BPRS dalam operasinya dengan ketentuan-ketentuan hukum syariat

Islam yang ada di undang-undang syariah (UUS). Pengawasan khusus ini

dilakukan oleh Dewan Syariah Nasioanal (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah

(DPS). DSN adalah dewan pengawas yang dibentuk oleh Majelis Ulama

Indonesia (MUI) untuk mengawasi bank-bank yang menggunakan prinsip dyariah

dalam operasinya, sedangkan DPS adalah dewan pengawas yang dibentuk DSN,

yang wajib dimiliki oleh masing-masing bank yang mana berkedudukan di kantor

pusat bank yang bersangkutan. Fungsi adanya DPS dimasing-masing bank adalah

untuk mengawasi bagaiman operasional bank atau BPRS yang bersangkutan,

kaitannya kesesuaian dengan fatwa yang telah dibuat oleh DSN.

Dalam operasionalnya BPRS menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan

kembali pada masyarakat dalam bentuk produk-produk perbankan. Adapun ketentuan tentand

produk apa saja yang boleh diopersaikan oleh BPRS telah dibahas pada sub bab sebelumnya.

Yang menjadi penekanan disi adalah segala opersaional BPRS tidak boleh melanggar

undang-undang yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dan UUS atau fatwa datwa DSN

MUI.
Bank Indonesia
DSN MUI

OJK DPS

komisaris opeasiona

BPRS
nasabah kreditur
Profit share Profit share

Gambar 1. Skema operasional BPRS

e. Produk Pendanaan BPRS

Seperti bank-bank pada umumnya BPRS memiliki produk-produk perbankan, baik

produk penghimpunan dana dari masyarakat (mengelola dana) maupun produk penyaluran

dana untuk masyarakat. Yang membedakan BPRS dengan bank-bank umum (syariah) adalah

skala jangkauan BPRS adalah masyarakat yang ada pada wilayah dimana BPRS tersebut

berdii, dan terdapat bebrapa pruduk bank umum yang tidak boleh dikerjakan atau dikeluarkan

oleh BPRS.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa larangan produk-produk

bank umum yang tidak boleh di operasikan oleh BPRS, prosuk-produk tersebut antara lain;

menerima simpanan giro, melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan valuta asing,

melakukan penyertaan modal, dan usaha perasuransian, dan melakukan kegiatan-kegiatan

usaha selain kegiatan yang telah ditentukan oleh otoriatas jasa keuangan.

BPRS sebagai salah satu lembaga keuangan islam dalam mengeluarkan produk-

produk perbankannya, tentu saja harus menggunakan akad-akad yang sesuai dengan akad-

akad Islam, dan dalam pengambilan keuntungan harus berdasarkan asas bagi hasil (profit

sharing) dan ujroh (upah). Dalam Heri (2003) dijelaskan bahwa produk-produk perbankan

yang dapat dikeluarkan BPRS terbagi menjadi 2, yaitu produk pengeloalaan dan produk

penyaluran dana. Berikut penjelasan dari masing-masing produk:

1. Produk pengelolaan

Dalam mengumpulka dana dari masyarakat BPRS memiliki 3 produk perbankan,

dimana dari masing-masing produk menggunakan akad-akad yang ada di dalam

ajaran islam, produk-produk tersebut antara lain;

- Simpanan amanah

Dalam menghimpun dana BPRS juga menerima zakat infaq dan sodaqoh

sebagaimana baitul mall. Akad yang digunakan adalh akaq wadiah.

- Tabungan wadiah

Simpanan wadiah ialah penghimpunan modal oleh BPRS yang diterima dari

nasabah dengan akad wadiah. Akad wadiah disini adalah menggunakan dasar

penghimpunan dana atas dasar titipan tanpa resiko, nasabah ,mendapatkan bagi

hasil tertentu atas penyaliran dananya yang dikelola oleh BPRS untuk produk

pembiayannya. Pembagian profit share ini dibagian setiap bulan atas jumalah

tertentu yang telah ditukan diawal akad.


- Deposito wadiah atau mdlorobah.

BPRS juga investasi yang berupa deposito dari nasabah. Akad yang digunaka

dalam deposito BPRS bisa wadiah bisa juga Mudlorobah. Jika menggunakan akad

wadiah keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh BPRS lebih kecil dibandingka

menggunakan akad mudlorobah. Investasi berjangaka atau deposito ini bisa

berjangka satu, tiga, enam bulan atau juga bisa satu tahun, dimana bank

memberikan bagi hasilnya kepada nasabah setiap nulan.

2. Produk penyaluran

Sedangkan dalam menyalurkan dana agar dapat berkembang dan membantu

pembangunan perekonomian masyarakat diweilayahnya, BPRS memiliki opsi bebrapa

produk penyaluran dana. Roduk-produk tersebut antara lain:

- Pembiayaan mudhorobah

- Pembiayaan musyarakah

- Pembiayaan bai’u Bithaman ajil

- Pembiayaan murabahah

- Pembiayaan qardul hasan

Dalam menjalankan produk-produk perbankan tersebut BPRS harus tetap patuh pada

peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dan DSN MUI.

Meskipun dalam praktiknya terdapat berbagai macam kendala, BPRS mempunyai strategi-

strategi yang dilakukan untuk membuat produknya tetap diminati oleh masyarakat. Diantara

salah satu usaha BPRS dalam memasarkan produknya ialah langsung terjun kelapanga untuk

menawarkan produknya. Misalkan kepedagang-pedanga kecil dipasar, masyarakat desa atau

kalangan petani yang membutuhkan pembiayaan, dan lain sebagainya.


Daftar Pustaka
Suyanto Thomas. dkk. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta: 2007. Gramedia Pustaka utama.
Usman Rahmadi. Produk dan Akad Perbankan syariah di Indonesia. 2009 Citra Aditiya bakti
Heri Sudarsono. Bank dan lembaga Keuangan Syariah deskripsi dan ilustrasi.
Yogyakarta:2003. Ekonesia.

Anda mungkin juga menyukai