Anda di halaman 1dari 5

1.

SEJARAH BANK SYARIAH

Perbankan Syariah di Indonesia

Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, BI memberikan keleluasaan
kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi
perbankan maka akan tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang
perekonomian. Pada tahun 1983 tersebut pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan "sistem
bagi hasil" dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.

Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88)
yang membuka kesempatan seluas-luasnya kepada bisnis perbankan harus dibuka seluas-luasnya untuk
menunjang pembangunan (liberalisasi sistem perbankan). Meskipun lebih banyak bank konvensional yang
berdiri, beberapa usaha-usah perbankan yang bersifat daerah yang berasaskan syariah juga mulai
bermunculan.Inisiatif pendirian bank Islam Indoensia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi
bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam.

Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di
antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).
Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di
Indonesia. Pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya
bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih
mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat
bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim
Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang
terkait. Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank syariah pertama di Indonesia
yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember
1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-

Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belumlah memperolehperhatian yang optimal
dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasanhukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah,
saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil"pada UU No. 7
Tahun 1992; tanpa rincianlandasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Pada tahun
1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebutmenjadi
UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwaterdapat dua sistem dalam perbankan di tanah
air (dual banking system),yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Peluang ini
disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni
Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan
BPD Aceh dll.

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan
aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19
tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun 2009 tentang
Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa. Dengan telah diberlakukannya
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka
pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan
akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif,
yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka
diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin
signifikan.Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi
11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010).

Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam dua dekade
pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak pencapaian kemajuan, baik dari aspek lembagaan
dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, maupun awareness dan literasi
masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Sistem keuangan syariah kita menjadi salah satu sistem
terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional. Per Juni 2015, industri perbankan syariah terdiri dari
12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS
dengan total aset sebesar Rp. 273,494 Triliun dengan pangsa pasar 4,61%. Khusus untuk wilayah Provinsi DKI
Jakarta, total aset gross, pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga(BUS dan UUS) masing-masing sebesar Rp.
201,397 Triliun, Rp. 85,410 Triliun dan Rp. 110,509 Triliun

Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia
ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK. OJK
selaku otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan
sektor keuangan syariah yang telah tertuang dalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang
dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah 2014. Roadmap ini diharapkan menjadi panduan arah pengembangan
yang berisi insiatif-inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang ditetapkan.

2.Dasar hukum perbankan syariah di Indonesia (ayat)

Bank syariah adalah bank yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah Islam, maka dasar hukum
bank syariah yang utama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist.

Berikut beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menjadi dasar operasional bank syariah, adalah:

1) Q.S. An-Nisa’ : 29

‫ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا اَل َت ْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِباْلَباِط ِل ِآاَّل َاْن َت ُك ْو َن ِتَج اَر ًة َع ْن َت َر اٍض ِّم ْنُك ْم ۗ َو اَل َت ْقُتُلْٓو ا‬
‫َاْنُفَس ُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبُك ْم َر ِحْيًما‬
yang artinya : “Hai, orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil”.

2) Q.S. Al-Baqarah : 275

‫َّلِذ ْي َن َي ْأُك ُلْو َن الِّر ٰب وا اَل َي ُقْو ُمْو َن ِااَّل َك َم ا َي ُقْو ُم اَّلِذ ْي َي َتَخ َّب ُط ُه الَّش ْي ٰط ُن ِمَن اْلَم ِّۗس ٰذ ِلَك ِبَاَّن ُهْم َقاُلْٓو ا ِاَّن َم ا اْلَب ْيُع‬
‫ِم ْث ُل الِّر ٰب وۘا َو َاَح َّل ُهّٰللا اْلَب ْي َع َو َح َّر َم الِّر ٰب وۗا َفَم ْن َج ۤا َء ٗه َم ْو ِع َظٌة ِّمْن َّر ِّبٖه َفاْن َتٰه ى َفَلٗه َم ا َس َلَۗف َو َاْمُر ٓٗه ِاَلى‬
‫ٰۤل‬
‫ِهّٰللاۗ َو َم ْن َع اَد َفُاو ِٕىَك َاْص ٰح ُب الَّن اِر ۚ ُه ْم ِفْي َه ا ٰخ ِلُد ْو َن‬
yang artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.

3) Q.S. Al-Imron : 130

‫ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا اَل َت ْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َع اًفا ُّم ٰض َع َف ًة ۖ َّو اَّتُقوا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم ُتْف ِلُحْو َۚن‬
yang artinya: “ Hai, orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Berikut Al-Hadist
yang menjadi dasar operasional bank syariah, yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin
Abdillah, bahwa ia menceritakan, “Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi
makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, beliau bersabda, ‘Semuanya
sama saja’.”

Menurut Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dasar hukum bagi beroperasinya bank syariah
dijelaskan sebagai berikut:

1) Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 sebagaimana diubah Undang-undang No.10 Tahun
1998 memberikan kesempatan meningkatkan peranan bank syariah untuk menampung aspirasi dan
kebutuhan masyarakat. Arah kebijakan regulasi ini dimaksudkan agar ada peningkatan peranan bank
nasional sesuai fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dalam UU No.10
Tahun 1998, memberi kesempatan bagi masyarakat untuk mendirikan bank yang menyelenggarakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, termasuk pemberian kesempatan kepada Bank Umum
Konvensional untuk membuka kantor cabangnya yang khusus menyelenggarakan kegiatan
berdasarkan Prinsip Syariah.
2) Undang-undang No. 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang
Bank Indonesia UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia menugaskan kepada Bank Indonesia untuk mempersiapkan perangkat aturan dan fasilitas-
fasilitas penunjang lainnya yang mendukung kelancaran operasional bank berbasis Syariah serta
penerapan dual banking system.
3) Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan UU No. 21 Tahun 2011
memberikan kesempatan perbankan melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan
syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang
mengenai perbankan syariah.
4) Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Beberapa aspek penting dalam UU
No. 21 Tahun 2008 adalah adanya kewajiban mencantumkan kata “syariah” bagi bank syariah,
kecuali bagi bankbank syariah yang telah beroperasi sebelum berlakunya UU No.21 Tahun 2008
(Pasal 5 angka 4). Bagi bank umum konvensional (BUK) yang memiliki unit usaha syariah (UUS)
diwajibkan mencantumkan nama syariah setelah nama bank (Pasal 5 angka 5).

3.AKTIVITAS BANK SYARIAH (AYAT)

a. Penghimpunan dana

1. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Wadiah


Wadiah adalah titipan dari satu pihak ke pihak yang lain baik sebagai individu maupun atas nama
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh penerima titipan kapan pun pihak yang
menitipkan hendak mengambilnya.

Adapun prinsip wadiah yang lazim dipergunakan oleh bank syariah adalah wadiah yad dhamanah
yaitu kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk giro dan tabungan.

2. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Mudharabah


Mudharabah adalah perjanjian kerjasama atas sebuah usaha di mana pihak pertama bertindak
sebagai penyedia dana (shahibul maal) dan pihak kedua bertanggungjawab untuk pengelolaan usaha
(mudharib).

b. Penyaluran dana

Berbeda dengan bank konvensional yang menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk
pinjaman (utang yang disertai bunga) maka bank syariah menyalurkan dana kepada masyarakat dalam
bentuk jual beli, investasi, dan sewa-menyewa.

c. Jasa pelayanan

Jasa pelayanan yang ditawarkan oleh bank syariah berdasarkan pada 4 akad, yaitu:

1) Wakalah
Wakalah yaitu serah terima dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu yang tidak
dapat ia lakukan. Dalam hal melaksanakan perwakilan ini, seseorang tidak bisa mewakilkan lagi
amanah tersebut kepada orang lain.
2) Hawalah
Hawalah yaitu transaksi yang timbul karena salah satu pihak memindahkan tagihan utang seseorang
kepada orang lain yang menanggungnya.
3) Kafalah
Kafalah yaitu pemberian jaminan yang dilakukan oleh pihak pertama, kepada pihak kedua, di mana
pihak pertama bertanggungjawab kembali atas pembayaran suatu barang yang menjadi hak pihak
kedua.
4) Rahn
Rahn yaitu menahan aset (harta) nasabah sebagai agunan atau jaminan tambahan pada pinjaman
yang diberikan. Dalam perekonomian konvensional rahn sama dengan gadai.

4.HIKMAH DAN MANFAAT BANK SYARIAH

1. Terhindar dari Riba


Keuntungan pertama dari melakukan transaksi keuangan di bank syariah adalah terhindar dari riba.
Karena di dalam Islam, riba hukumnya haram dan wajib ditinggalkan. Dengan menabung uang di bank
syariah, akan menghindarkan Anda dari dosa riba.

2. Berdasarkan Syariah Islam

Manfaat kedua dari menabung di bank syariah adalah Anda juga turut serta dalam melaksanakan
syariah Islam dan telah melakukan muamalah berdasarkan Islam. Hal ini tentu akan menghadirkan
pahala bagi mereka yang melakukannya.

3. Keuntungannya Diberikan berdasarkan Bagi Hasil

Tidak seperti bank konvensional yang memberikan bunga kepada nasabahnya, di bank syariah
keuntungan yang Anda dapatkan didasarkan pada sistem bagi hasil.

4. Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Meskipun berbasis syariah, bukan berarti uang yang ditempatkan tidak dijamin. Dana nasabah bank
syariah tetap dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menanggung risiko kehilangan dana
nasabah hingga Rp2 miliar.

5. Bank Syariah Sudah Dilengkapi Fasilitas Net Banking

Bank syariah di Indonesia saat ini sudah mengadopsi teknologi yang populer digunakan masyarakat.
Bank syariah juga memberikan fasilitas berupa kemudahan melakukan transaksi perbankan melalui
internet.

6. Sistem Bagi Hasil Lebih Adil dan Transparan

Keuntungan dari sistem bagi hasil adalah Anda terhindar dari risiko bunga yang menjadi riba. Selain
itu, sistem bagi hasil akan menguntungkan pihak nasabah yang menyimpan dananya di bank syariah.

7. Memberlakukan Saldo Tabungan yang Rendah

Salah satu keuntungan dari menabung di bank syariah adalah hampir semua bank syariah nasional
memberlakukan saldo tabungan yang rendah kepada nasabah-nasabahnya. Nilai saldo minimal ini
tentu menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka yang ingin memiliki tabungan dengan saldo
mengendap yang nilainya kecil.

8. Penabung atau Nasabah adalah Mitra Bank

Tidak seperti bank konvensional, hubungan yang terjalin antara penabung dan bank lebih cenderung
menjadi hubungan antara debitur dan kreditur. Sementara di bank syariah, pihak bank akan
menganggap penabung adalah mitra sehingga berhak menerima hasil dari investasi yang ditanamkan
di bank.

9. Dana Nasabah Dipergunakan Sesuai dengan Syariah

Salah satu keunggulan dan manfaat dari menabung di bank syariah adalah dana yang dimanfaatkan
akan dipergunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syariah. Sementara nasabah bank konvensional
tidak akan tahu uangnya akan ditempatkan atau dipergunakan untuk apa sehingga tidak menutup
kemungkinan keuntungan yang diperoleh karena riba.

10. Adanya Peringatan Dini tentang Bahaya karena Sifatnya yang Transparan

Manfaat yang satu ini mungkin tidak didapatkan jika Anda menabung di bank konvensional. Nasabah
yang menabung di bank syariah akan diberikan isyarat bahwa terjadi sesuatu yang tidak baik. Dengan
adanya informasi tersebut, nasabah bisa melakukan antisipasi terkait apa yang perlu mereka lakukan
untuk menyelamatkan dananya.

11. Dana Ditujukan untuk Kepentingan dan Kemaslahatan Umat

Keunggulan yang Anda dapatkan bila menabung di bank syariah ialah dana yang disimpan ditujukan
untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. Dengan kata lain, dana tersebut adalah dana umat yang
didapatkan dari umat dan akan dikembalikan untuk kepentingan umat
MAKALAH
Perbankan Syariah

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 3

Mutia Anindita
Mutiara Citra
Dian Syafitri
Ilham Wahyunda Pranata
Naufal Ihsan

Sma negeri 1meranti


t.a 2023/2024

Anda mungkin juga menyukai