Anda di halaman 1dari 4

Fungsi pokok bank umum adalah menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien

dalam kegiatan ekonomi, menciptakan uang, menghimpun dana dan menyalurkannya kepada
masyarakat, dan menawarkan jasa-jasa perbankan.

(2) Usaha Bank Umum

Usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 sebagai
berikut.

• Menghimpun dana dari masyarakat.

• Memberikan kredit.

• Menerbitkan surat pengakuan utang.

• Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko tersendiri maupun tidak, surat-surat wesel termasuk
wesel yang diaksep oleh bank, surat pengakuan utang, kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan
pemerintah, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), obligasi, dan surat dagang berjangka waktu sampai dengan
satu tahun.

• Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.

• Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk,cek, atau sarana
lainnya.

• Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau
antara pihak ketiga.

• Menyediakan tempat penitipan untuk barang dan surat berharga.

• Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (custodian).

• Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain dalam bentuk surat berharga yang
tidak tercatat di bursa efek.

• Membeli melalui pelelangan agunan,baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi
kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

• Melakukan kegiatan anjak piutang, kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

• Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

• Melakukan kegiatan lain, kegiatan dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal pada bank atau
perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura,perusahaan efek,
asuransi, dan melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit.
• Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. BPR
adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil, dan menengah
dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan.

a) Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan
buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga
tinggi. Sejarah Bank Perkreditan Rakyat dapat diuraikan sebagai berikut.

(a) Pada abad ke-19 dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa.

b) Pasca kemerdekaan didirikan Bank Pasar dan Bank Karya Produksi Desa (BKPD).

(c) Pada awal tahun 1970-an didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.

(d) Pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 melalui Keputusan
Presiden RI No.38 yang menjadi momentum kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha Bank
awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan Perkreditan Rakyat (BPR).

(e) Pada tahun 1992 disahkan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam undang-
undang ini BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain bank umum.

(f) Berdasarkan PP No.71/1992 Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari
Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK,LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhipersyaratan dan tata cara yang
ditetapkan untuk menjadi BPR dalam jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997.

b) Definisi dan Landasan Hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Landasan hukum BPR adalah Undang-Undang No.7/1992tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No.10/1998. Dalam undang-undang tersebut secara tegas

disebutkan bahwa BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahasecara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalamkegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat
di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa perseroan terbatas, perusahaan daerah, atau
koperasi.
Hal penting dari definisi tersebut di atas adalah bahwa BPRtidak boleh memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Hal ini nantinya akan membedakan BPR dengan bank umum atau bank umum syariah.

c) Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 tahun 1998 tentang perbankan terdapat kegiatan yang boleh dilakukan BPR dan kegiatan yang tidak
boleh dilakukan oleh BPR.Kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR adalah sebagai berikut.

(1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

(2) Memberikan kredit.

(3) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

Kegiatan yang tidak boleh dilakukan BPR meliputi sebagai

berikut.

(1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.

(2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin
Bank Indonesia).

(3) Melakukan penyertaan modal.

(4) Melakukan usaha perasuransian.

(5) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada poin usaha yang dapat
dilakukan BPR.

d) Ketentuan terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sebagai salah satu jenis bank, maka pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia meliputi kewenangan memberikan
izin, mengatur,mengawasi, dan mengenakan sanksi.

Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi
terutama di wilayah pedesaan. Pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan
karakteristik operasional BPR namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking)
agar tercipta sistem perbankan yang sehat.
Bank Indonesia juga mengeluarkan ketentuan kehati-hatian untuk Bank Perkreditan Rakyat. Ketentuan
kehati-hatian tersebut meliputi sebagai berikut.

(1) BPR diwajibkan untuk memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan modal minuman atau CAR minimal 8%
yang dihitung dari perbandingan antara modal dengan Aktivitas Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

(2) Komponen modal terdiri atas modal inti dan modal pelengkap dimana modal pelengkap maksimum
sebesar 100% dari modal inti.

(3) Modal inti terdiri dari modal di setor, agio, dana setoran modal, modal sumbangan, cadangan

umum, cadangan tujuan, laba ditahan (setelah diperhitungkan pajak), laba tahun-tahun lalu (setelah
diperhitungkan pajak) dan laba tahun berjalan (sebesar 50% setelah taksiran pajak). Faktor pengurang
pada modal inti berupa goodwill, disagio, rugi tahun-tahun lalu, dan rugi tahun berjalan.

(4) Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, PPAP umum (maksimum sebesar 1,25%
dari ATMR), modal pinjaman, dan pinjaman subordinasi (maksimum sebesar 50% dari modal inti).

(5) ATMR terdiri dari aktiva neraca BPR yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat
pada setiap pos aset.

Anda mungkin juga menyukai