Anda di halaman 1dari 94

_______________________________________________________________________

A. PENGERTIAN LEMBAGA KEUANGAN


Lembaga Keuangan adalah badan usaha yang menjalankan usaha di bidang
keuangan dengan asset keuangan yang dimilikinya sebagai penyerap dana masyarakat
dalam bentuk simpanan atau penyedia dana untuk pembiayaan usaha yang produktif atau
kebutuhan rumah tangga (kebutuhan konsumtif).
Lembaga keuangan ini terdiri dari :
1. badan usaha yang menjalankan usaha bidang keuangan dan pembiayaan.
2. badan usaha yang menjalankan usaha bidang jasa pembiayaan.

Secara garis besar, Lembaga keuangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
1. Lembaga Keuangan Bank (LKB)
Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di bidang keuangan dengan menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
bentuk pinjaman.
Lembaga Keuangan Bank ini diatur dalam
a. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto UU No. 10 Tahun 1998
tentang Penyempurnaan UU No. 7 Tahun 1992;
b. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
c. UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. UU No. 2 Tahun 2009.
d. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

1
2
________________________________________________________________________
2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)

Lembaga Keuangan Bukan Bank (Nonbank Financial Institution) adalah badan


usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan secara langsung maupun tidak
langsung menghimpun dana dari masyarakat dengan jalan mengeluarkan surat
berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi
perusahaan.

LKBB atau Industri Keuangan Nonbank (IKNB) ini diatur dalam undang-undang
yang mengatur masing-masing usaha jasa keuangan bukan bank, serta Peraturan
OJK. LKBB ini antara lain : Asuransi (Insurance); Pegadaian (Pawnshop); Reksa
Dana (Investment Fund); Perusahaan efek (Stock Exchange).

3. Lembaga Pembiayaan

Lembaga Pembiayaan (Financing Institution) adalah badan usaha yang


melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal.
Lembaga Pembiayaan diatur dalam Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Keuangan, dan beberapa Peraturan OJK.
Kegiatan Lembaga Pembiayaan ini dapat dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan,
Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.

Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk


melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen dan/atau
usaha Kartu Kredit

B. LEMBAGA KEUANGAN BANK

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Dalam pembicaraan tentang lembaga Keuangan Bank, terdapat dua istilah yang
perlu dijelaskan lebih dahulu, yaitu istilah Perbankan dan Bank.
Menurut Pasal 1 angka (1) UU No. 10 Tahun 1998:
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, kelembagaan,
kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Dalam Pasal 1 angka (2) UU No. 10 tahun 1998 dinyatakan bahwa :


Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami bahwa pengertian Perbankan lebih


luas dibandingkan pengertian bank. Pengertian Perbankan merupakan rumusan umum yang
abstrak mencakup tiga aspek utama, yaitu :
a) kelembagaan Bank;
b) kegiatan usaha bank;
c) cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha Bank.

Sedangkan pengertian bank merupakan rumusan khusus yang konkret yang


mencakup dua aspek utama, yaitu :
a) Badan Usaha Bank (corporate company).
b) Kegiatan usaha Bank (business activities.)

C. JENIS BANK DAN KEGIATAN USAHANYA


Menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 terdapat dua jenis bank, yaitu :
1) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran .

3
4
________________________________________________________________________
Pengertian ”memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran” menunjukkan bahwa
bank Umum menjalankan usaha di bidang jasa yang bersifat umum meliputi seluruh
jasa Perbankan sebagai Lembaga Keuangan.
Bank umum diatur lebih lanjut dalam PP No.17 tahun 1998 tentang Bank Umum.

2) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan konvensional


dan atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pengertian “tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran” meliputi tidak
menerima simpanan berupa giro yang tunduk pada lalu lintas pembayaran, baik
secara tunai maupun dengan surat berharga, atau pemindah bukuan. Pembatasan
tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan fungsi BPR yang ditujukan
untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat daerah pedesaan.
Bank Perkreditan Rakyat diatur lebih lanjut dalam PP No.71 tahun 1992 tentang
Bank Perkreditan Rakyat.

Menurut ketentuan dalam Pasal 6 UU No. 10 Tahun 1998, kegiatan usaha yang
dapat dilakukan oleh Bank Umum adalah :
1) menghimpun dana dari masyarakat berupa : giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan,
2) memberikan kredit,
3) menerbitkan Surat pengakuan Hutang,
4) membeli, menjual atau menjamin atas risikonya sendiri atau untuk kepentingan
nasabah, surat berharga yaitu wesel, surat pengakuan hutang atau kertas dagang,
surat jaminan pemerintah, Sertifikat Bank Indonesia, Obligasi, surat dagang, surat
berharga yang jangka waktunya sampai satu tahun.
5) Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri atau kepentingan nasabahnya,

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

6) Menempatkan dana pada atau meminjam dana dari atau meminjamkan dana pada
bank lain,
7) Menerima pembayaran atas tagihan surat berharga,
8) Menyediakan tempat menyimpan barang (save deposit box),
9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan kontrak,
10) Penempatan dana nasabah pada nasabah lain dalam bentuk surat berharga,
11) melakukan kegiatan anjak piutang, kartu kredit dan wali amanat,
12) menyediakan pembiayaan dan atau kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah dan
kegiatan lain, sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
13) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 7 UU No. 10


tahun 1998, Bank Umum dapat melakukan kegiatan sebagai berikut :
a) melakukan kegiatan dalam valuta asing,
b) penyertaan modal pada bank, perusahaan lain bidang keuangan (leasing, modal
ventura, efek, perusahaan asuransi atau dalam lembaga keuangan bukan bank),
c) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, dan
d) bertindak sebagai pendiri dan pengurus Dana Pensiun.

Kegiatan usaha yang dapat dijalankan oleh Bank Perkreditan Rakyat adalah :
a) menghimpun dana masyarakat.
b) memberi kredit.
c) pembiayaan bagi masyarakat berdasar prinsip bagi hasil.
d) menempatkan dana dalam Sertifikat Bank Indonesia, Deposito Berjangka, Sertifikat
Deposito atau Tabungan pada Bank lain.
5
6
________________________________________________________________________
Menurut UU No, 10 Tahun 1998, Bank Perkreditan Rakyat dilarang melakukan
kegiatan sebagai berikut :
a) menerima simpanan dalam bentuk Giro, dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
b) melakukan kegiatan valuta asing.
c) melakukan usaha perasuransian.
d) melakukan penyertaan modal.

Dari semua kegiatan bank tersebut maka pada prinsipnya kegiatan suatu bank (baik
Bank Umum maupun BPR) terdiri dari tiga golongan, yaitu :
1) Kegiatan Penyaluran dana kepada masyarakat.
2) Kegiatan penarikan/penghimpunan dana masyarakat.
3) Kegiatan pemberian jasa tertentu yang dapat menghasilkan fee based income.

Dalam menjalankan usahanya di bidang jasa Perbankan, baik Bank Umum maupun
Bank Perkreditan Rakyat dapat menerapkan dua cara, yaitu :
1) Konvensional, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan menurut cara
yang lazim atau biasa, dengan memperoleh keuntungan berupa bunga,
2) Syari’ah, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan menurut aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam, dengan memperoleh keuntungan bukan berupa
bunga.

D. Kredit BANK
Kegiatan usaha bank pada dasarnya adalah menjalankan fungsi intermediasi
(menjembatani) antara kepentingan subyek ekonomi yang memiliki kelebihan sumber dana
(economic surplus unit) dan subyek ekonomi yang memerlukan sumber dana (economic
deficit unit) dengan memperhitungkan selisih bunga yang pantas. Dalam menjalankan
fungsi intermediasi, bank terutama mewujudkannya dalam kegiatan penyaluran kredit yang

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

pada operasionalnya mengandung resiko yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan
kelangsungan usaha bank.
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin, “credere” yang berarti percaya atau to
believe atau to trust. Oleh karena itu dasar persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga
keuangan/ bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan.
Pemberian kredit (fund lending) adalah kegiatan usaha meminjamkan dana kepada
masyarakat dalam bentuk kredit (hutang).
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (11) UU No. 10 Tahun 1998 :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 UU No. 10 Tahun 1998, Pembiayaan berdasarkan


Prinsip Syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil

Mengingat pemberian kredit mengandung risiko yang besar sehingga dalam


pelaksanaanya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Dalam ketentuan Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998
dinyatakan bahwa
Ayat (1)
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank
Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
7
8
________________________________________________________________________
Ayat (2)
Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.

Untuk memperoleh keyakinan atas kesanggupan debitur melunasi kewajibannya


sesuai dengan yang diperjanjikan, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan
penilaian seksama watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah
debitur (dikenal dengan konsep 5 C’s.)
a. Character (watak)
Penilaian character perlu dilakukan untuk mengetahui itikad baik dan kejujuran
nasabah calon debitur untuk membayar kembali kredit yang diterimanya.
b. Capacity (kemampuan)
Penilaian terhadap capacity perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon
debitur untuk membayar kembali kredit serta bunganya, yang dapat dilihat dari
kegiatan usahanya serta kemampuan mengelola usaha yang akan dibiayai melalui
kredit. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka
apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan atas kemampuan
nasabah debitur mengembalikan utangnya, maka agunan dapat hanya berupa
barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

c. Capital (modal )
Penilaian terhadap capital dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah modal
yang dimiliki calon debitur cukup memadai untuk menjalankan usahanya.
a. Collacteral (jaminan/agunan )
Penilaian terhadap collateral dilakukan untuk mengetahui nilai barang jaminan
yang diserahkan calon debitur guna menutupi risiko kegagalan pengembalian
kredit yang akan diperolehnya .
b. Condition (keadaan ekonomi)
Penilaian terhadap condition dilakukan untuk mengetahui kondisi suatu saat di
suatu daerah yang mungkin akan mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur.
Kondisi ini mencakup pula peraturan atau kebijakan pemerintah yang memiliki
dampak terhadap keadaan perekonomian yang dapat berpengaruh pada kegiatan
usaha calon debitur.
Di samping itu bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar atau berisiko tinggi agar proyek yang
dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.

E. Bank berdasarkan Prinsip Syari’ah


Latar belakang keberadaan Bank berdasarkan syari’ah adalah karena sistem
perbankan konvensional yang mengandalkan simpanan atau kredit berdasarkan bunga,
dimana hal tersebut oleh sebagian kelompok umat Islam dipersamakan dengan riba yang
dilarang dalam Hukum Islam.
Adanya penafsiran bahwa bunga dalam perbankan adalah riba menyebabkan
timbulnya keragu-raguan dalam masyarakat Islam terhadap halal dan haramnya bunga uang
dalam sistem perbankan konvensional. Oleh karena itu maka perbankan Islam merupakan
pengganti atau alternatif bagi sistem perbankan tradisional atau sistem perbankan barat.

9
10
________________________________________________________________________
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.
a. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
c. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat
Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

1. Dasar hukum bank berdasarkan prinsip syari’ah :


a) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syaiah
b) Pasal 6 (m) jo pasal 13 (c) UU No.10 tahun 1998
Ketentuan Pasal itu mempertegas eksistensi prinsip muamalat berdasarkan syariat
Islam dalam kegiatan usaha Bank.

UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam Pasal 1 angka (12) memberikan
pengertian Prinsip Syariah sebagai
prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah

Sebagaimana bank konvensional bank syariah selain menyerap dana masyarakat dalam
bentuk simpanan juga memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktutertentu dengan imbalan ujrah, tanpa
imbalan, atau bagi hasil.

2. Perbedaan Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional


Dalam beberapa hal terdapat persamaan antara bank konvensional dengan bank
syari’ah, terutama pada sisi teknis penerimaan uang, pelayanan dan teknologi yang
digunakan. Namun di samping itu terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara lain
dalam pengelolaan perbankan.
Perbedaan dalam prinsip pengelolaan perbankan
1. Bank berdasarkan prinsip Syariah, dikelola dengan menggunakan sistem bagi hasil
sebagai berikut :
a) Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung dan rugi.
b) Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c) Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan pendapatan/
keuntungan.
d) Keuntungan yang diperoleh dari sistem bagi hasil tidak diragukan..
e) Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua
pihak.
11
12
________________________________________________________________________
2. Bank Konvensional, dikelola berdasarkan sistem bunga sebagai berikut :
a) Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu ada
keuntungan bagi pihak bank.
b) Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
c) Jumlah pembayaran bunga mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda
saat keadaan ekonomi sedang baik.
d) Eksistensi bunga diragukan kehalalannya .
e) Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan, tanpa pertimbangan apakah proyek
yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

F. BANK SENTRAL
Bank Sentral adalah Otoritas Moneter, yang bertugas melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap perbankan di Indonesia.
Ketentuan mengenai Bank Sentral diatur dalam UU No.23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia yang telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama dengan UU
No. 3 Tahun 2004, selanjutnya dilakukan perubahan dengan Perpu No. 2 Tahun 2008 yang
kemudian disahkan menjadi UU dengan UU No. 2 Tahun 2009. (UU No. 23 Tahun 1999
ini menggantikan UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral) .
Agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif melalui
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ini ditentukan bahwa
kewenangan dan tanggung jawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada
Menteri Keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia, sehingga Bank
Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang utuh untuk menetapkan
perizinan, pembinaan dan pengawasan serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak
mematuhi peraturan perbankan yang berlaku.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Menurut ketentuan Pasal 4 UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia adalah Bank
Sentral Republik Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 4 dijelaskan bahwa yang dimaksud
Bank Sentral adalah
lembaga negara yang berwenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah
dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta
menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort.

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh


Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan
antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga.
Pelaksanaan kebijakan moneter dilakukan melalui operasi pasar terbuka, penetapan
tingkat suku bunga diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, pengaturan dan
pembiayaan kredit.
Menurut Pasal 7 UU BI, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa tercermin dari
perkembangan laju inflasi. Kestabilan rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dari
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Selanjutnya untuk mencapai tujuan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 tersebut,
dalam Pasal 8 ditetapkan tugas Bank Indonesia sebagai berikut :
a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
c) mengatur dan mengawasi bank –bank di Indonesia.

Otoritas moneter Indonesia sebagaimana halnya negara-negara lain, senantiasa


menjaga agar arus uang yang beredar dalam perekonomian cukup sehingga
pertumbuhannya tidak terlalu cepat, karena dapat menurunkan nilai uang
Otoritas moneter memantau dan mengevaluasi keadaan ekonomi untuk menetapkan
apakah akan mempercepat atau memperlambat peredaran uang baru. Bank Indonesia akan
13
14
________________________________________________________________________
memutuskan apakah perlu menarik uang dari peredaran dengan jalan menjual SBI
(Sertifikat Bank Indonesia) atau menyuntik sejumlah dana dengan cara membeli SBPU
(Surat berharga pasar uang) yang diterbitkan oleh bank-bank.

Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, Bank Indonesia bersifat mandiri


(independen) dari kekuasaan dan campur tangan lembaga negara lain. Masalah
independensi Bank Indonesia itu dinyatakan dalam ketentuan Pasal 4, Bab II UU No. 23
tahun 1999 bahwa :
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam undang-undang tersebut.
Selanjutnya kemandirian BI itu semakin dipertegas dengan adanya ketentuan dalam Pasal
9 UU BI sebagai berikut :
1) Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan
tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
2) Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan
dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugasnya.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Dalam perkembangan lalu lintas perdagangan baik di dalam maupun di luar negeri,
terdapat kemajuan dalam cara-cara pembayaran dengan menggunakan alat-alat pembayaran
kredit dan alat pembayaran kontan selain mata uang. Semakin banyaknya penggunaan surat
berharga, karena adanya beberapa keuntungan yang dapat dirasakan dalam praktek, antara
lain segi praktisnya penggunaan surat berharga ini serta fungsi dapat
diperdagangkan/dialihkannya surat berharga tersebut dari satu tangan ke tangan yang lain.
Pada umumnya tujuan penerbitan Surat berharga itu adalah :
1. sebagai sarana melakukan pembayaran suatu hutang / kewajiban yang telah ada
sebelumnya (dalam perikatan dasar/underlying transaction).
2. memperlancar lalu lintas pembayaran giral (dalam pembayaran dalam lalu lintas
perbankan).

A. PENGERTIAN SURAT BERHARGA

Dalam dunia usaha dikenal berbagai macam “surat berharga” sebagai surat yang
mempunyai harga, dapat dinilai dengan uang, atau dapat ditukar dengan barang yang
tercantum dalam surat berharga tersebut. Namun surat berharga yang dimaksud di atas
adalah dalam pengertian yang luas, yang masih perlu dibedakan dalam pengertian surat
berharga (Negotiable Instrument/Transferable Papers/Commercial Papers/Waarde papier)
dan surat yang mempunyai harga (papier van warde/letter of value). Dalam KUHD yang
dibicarakan adalah mengenai Surat Berharga.
Pengertian otentik tentang surat berharga itu tidak ditemukan dalam KUHD, namun
terdapat pendapat beberapa sarjana yang berkaitan dengan surat berharga itu.
Molengraaff menyatakan bahwa surat berharga atau surat yang berharga adalah akta-akta
atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-

15
16
________________________________________________________________________
undang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta
mana diperlukan untuk menagih.

HMN Purwosutjipto menyatakan bahwa Surat Berharga adalah surat bukti tuntutan utang,
pembawa hak dan mudah diperjual belikan.
Menurut Heru Supraptomo,
Suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu
merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang
yang telah ada.

Dalam UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan terdapat
definisi Surat Berharga, yang dimaksudkan terkait dengan kegiatan perbankan, sebagai
berikut :
Surat Berharga adalah Surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas
kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam Pasar
Modal dan Pasar Uang.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesatuan
mengenai pengertian Surat Berharga. Namun dari berbagai pengertian tersebut dapat
diperoleh ciri utama surat berharga adalah dapat dipindah tangankan atau dialihkan
(negotiable), diperdagangkan atau diperjualbelikannya surat berharga tersebut.
Berdasar pada salah satu ciri surat berharga, yaitu “mudah dipindahtangankan”,
ada beberapa pakar hukum yang berpendapat bahwa surat berharga dimaksud meliputi
semua surat atau instrumen yang dapat diperdagangkan atau diperjualbelikan, sehingga
mengandung pengertian yang sangat luas.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Pengertian yang luas dari surat berharga itu mencakup semua surat atau instrumen
yang mempunyai nilai uang dan dapat dipindah tangankan atau diperdagangkan,
yaitu :
a. surat atau instrumen yang diatur dalam KUHD seperti aksep, promes, wesel, cek,
termasuk surat angkut, kuitansi, polis asuransi, konosemen.
b. surat atau instrumen yang diatur di luar KUHD seperti saham, Surat Angkutan
Udara, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU),
Sertifikat Deposito, Obligasi, Traveller’s Cheque.

Sebagai perbandingan dapat dilihat pengertian surat berharga dari referensi sebagai
berikut :
Black’s Law Dictionary (Henry Chambell Black) :
Commercial paper/Negotiable instrument adalah surat atau instrumen tertulis yang
ditanda tangani oleh penerbit atau penarik, berisi janji atau perintah tak bersyarat
untuk membayar sejumlah uang pada saat diunjukkan atau pada waktu tertentu atau
pada suatu waktu di kemudian hari kepada pembawa atau ordernya.

Abdul Kadir Muhammad


Surat Berharga adalah Surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai
pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang. Tapi
pembayaran itu tidak dilakukan dengan mata uang, melainkan dengan alat bayar
lain, yaitu surat yang di dalamnya terdapat perintah pada pihak ketiga /kesanggupan
untuk membayar.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak


Penerbitan Surat Berharga dimaksudkan untuk melakukan pembayaran dari suatu
hutang yang telah ada sebelumnya, dengan suatu cara yang khusus atau cara yang
lain.

17
18
________________________________________________________________________
Dari beberapa pengertian tersebut terlihat pandangan bahwa penerbitan surat
berharga itu dimaksudkan untuk melakukan pembayaran dari suatu hutang yang telah ada
sebelumnya, yang timbul berdasarkan perikatan dasar yang dibuat para pihak. Sehingga
pengertian surat berharga secara sempit (khusus digunakan untuk melakukan
pembayaran) hanya mencakup :
a. surat atau instrumen yang berisi janji tidak bersyarat dari penerbit untuk
membayar sejumlah uang, yaitu promes, aksep, atau
b. surat atau instrumen yang berisi perintah tidak bersyarat dari penarik/penerbit
untuk membayar sejumlah uang, yaitu wesel (bill of exchange), cek.

PERIKATAN DASAR
Surat Berharga (waarde papier/negotiable instrument) adalah surat yang dibuat
berkaitan dengan pembayaran atas hutang yang sudah ada sebelumnya, yang timbul
berdasarkan Perikatan Dasar yang dibuat para pihak.
Untuk itu di dalam surat berharga harus tercantum nilai yang sama dengan nilai dari
perikatan dasarnya. Hal ini merupakan syarat material dari surat berharga, yaitu
bahwa isi dari tagihan yang diwujudkan di dalam surat berharga harus sama dengan nilai
perikatan dasarnya.
Perikatan dasar adalah perikatan yang menyebabkan diterbitkannya surat berharga
tersebut.
Di dalam perikatan dasar itu terdapat hubungan yang asli antara penerbit dengan pemegang
pertama. Misalnya dalam penggunaan surat wesel sebagai alat pembayaran jual beli, maka
hubungan asli terjadi antara penerbit (yaitu pihak pembeli) dengan pemegang pertama
(penjual) dari wesel tersebut.

SURAT YANG BERHARGA (PAPIER VAN WAARDE / LETTER OF VALUE)


Disamping Surat Berharga (waarde papier), dikenal pula surat yang mempunyai harga
(papier van waarde), yang diartikan sebagai

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

surat yang diterbitkan bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran


sejumlah uang tapi sebagai bukti diri bagi pemegangnya, sebagai orang yang berhak
atas apa yang tersebut di dalamnya, dan pada umumnya tidak dapat
diperdagangkan.
Misalnya Surat Pengakuan Hutang dari seorang debitur pada krediturnya, surat
ini merupakan bukti bahwa debitur mempunyai utang pada kreditur atau bukti
bahwa kreditur mempunyai piutang pada debitur tersebut. Apabila kreditur akan
mengalihkan piutang pada orang lain, harus memberitahukan lebih dahulu pada
debitur. (Pemberitahuan semacam ini ini tidak berlaku dalam surat berharga).

Disamping pembagian surat-surat berharga ke dalam surat berharga dan surat yang
mempunyai berharga (papier van waarde), dilihat dari isi perikatannya, Scheltema
menggolongkan surat berharga berdasarkan perikatan dasarnya ke dalam tiga golongan,
sebagai berikut :
1. Surat Bersifat Kebendaan (Zakenrechtelijke papieren)
Isi perikatan dasarnya : bertujuan untuk penyerahan barang. Misalnya pada
konosemen, pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut dan menyerahkan
barang yang disebutkan dalam konosemen itu.
Contohnya : konosemen (bill of lading) , ceel.

2. Surat Tanda Keanggotaan pada Perseroan (Lidmaatschaps papieren)


Perikatan yang diwujudkan dalam surat ini adalah perikatan antara perusahaan
tersebut dengan pemegang-pemegang sahamnya.
Isi perikatan dasarnya adalah: hak-hak tertentu yang diberikan perusahaan pada
pemegang saham, antara lain hak suara, deviden dan lain-lain.
contohnya : Saham-saham dari Perseroan Terbatas.

19
20
________________________________________________________________________
3. Surat Tagihan Hutang (Schuld vordering papieren)
Isi perikatan dasarnya adalah : untuk membayar sejumlah uang (pemegang surat
berhak menerima pembayaran sejumlah uang dari penanda tangan surat
berharga/penerbit).
Contohnya. Surat-surat yang diatur dalam Titel 6 dan 7 dari Buku I KUHD, yang
menurut bentuknya dibedakan :
a. Surat sanggup membayar (commercial paper)
Penanda tangan berjanji membayar sejumlah uang pada pemegang surat/order.
b. Surat perintah bayar (cek, wesel)
Penerbit /penanda tangan memerintahkan pihak ketiga (Tersangkut) yang
namanya tersebut dalam surat, untuk membayar sejumlah uang pada
pemegang/order.
c. Surat pembebasan utang (kwitansi atas tunjuk)
Penanda tangan memerintahkan pihak ketiga untuk membayar pada pemegang
yang menunjukkan surat tersebut/order-nya .
Bagi pihak ketiga yang telah membayar, surat itu menjadi bukti bahwa ia telah
melunasi hutangnya sehingga bebas dari kewajiban membayar kepada penerbit.

B. FUNGSI SURAT BERHARGA


Menurut Emmy Pangaribuan, Surat Berharga mempunyai tiga fungsi sebagai
berikut :
1. sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
Surat berharga dapat digunakan untuk membayar utang yang terdapat dalam
perikatan dasarnya (yang mendasari diterbitkannya surat berharga).
Jadi surat berharga ini digunakan sebagai alat pembayaran menggantikan
pembayaran dengan mata uang.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

2. sebagai alat memindahkan hak tagih (negotiable instrument)


Adanya fungsi dapat diperdagangkan/diperalihkannya surat berharga timbul karena
adanya klausula pada surat itu, yang bertujuan untuk memperalihkan kedudukan
hukum dari orang yang berhak atas isi surat tersebut kepada orang lain.
(Penyerahan surat berharga kepada orang yang berhak, mempunyai arti bahwa
semua hak atas tagihan yang disebutkan dalam surat itu diperalihkan kepada
pemegang surat berharga tersebut).
Klausula (syarat yang dicantumkan dalam surat berharga), yang menentukan cara
peralihan hak atas tagihan yang tercantum dalam surat berharga adalah :
a. Klausula atas tunjuk (aan toonder)
Surat berharga dengan klausula aan toonder dapat dialihkan dari tangan ke
tangan (dengan cara menyerahkan surat berharga itu pada orang yang dituju)
b. Klausula atas pengganti (aan order)
Surat berharga dengan klausula aan order dialihkan kepada orang pengganti
(dari orang yang tersebut namanya dalam surat berharga) dengan cara
endosemen, diikuti penyerahan surat tersebut.

3. sebagai surat bukti hak tagih (surat Legitimasi)


Surat berharga merupakan alat bukti tertulis bahwa pemegangnya berhak atas
tagihan yang terkandung dalam surat berharga baik di dalam suatu proses (bila ada
perselisihan), maupun di luar proses (mempermudah penagih utang untuk menuntut
haknya terhadap penghutang (debitur)).
Jadi disamping sebagai alat bukti, surat berharga juga berfungsi sebagai
surat legitimasi, artinya, siapa yang menguasai sepucuk surat berharga, dapat
meminta pemenuhan atas haknya tanpa memerlukan pembuktian lebih lanjut kepada
penghutang surat tersebut. Dengan kata lain surat berharga itu merupakan satu-
satunya surat legitimasi bagi pemegangnya.

21
22
________________________________________________________________________
C. PENGATURAN Surat Berharga
Surat Berharga yang diatur di dalam KUHD adalah surat-surat seperti : wesel, cek,
surat sanggup (order brief), promes serta kwitansi-kwitansi atas tunjuk, yang termasuk ke
dalam golongan surat-surat tagihan hutang (Schuldvorderings papieren). Adapun
sistematika pengaturannya adalah sebagai berikut :
1. Wesel diatur dalam Buku I, Titel 6, bagian 1 – 12
2. Surat Sanggup diatur dalam Buku I, title 6, bagian 13.
3. Cek diatur dalam Buku I, title 7, bagian 1 –10
4. Kwitansi dan promes atas tunjuk diatur dalam Buku I title 7, bagian 11.

Semua pengaturan tentang Wesel, Cek dan Surat Sangggup di dalam KUHD
merupakan hasil konferensi Jenewa, tahun 1930 untuk wesel dan surat sanggup dan tahun
1931 untuk cek. Konferensi Jenewa ini diadakan agar terdapat unifikasi mengenai
peraturan-peraturan wesel dan cek di lapangan internasional.
Sehingga peraturan-peraturan wesel dan cek yang terdapat dalam KUHD, dari sudut formal
maupun materiel mempunyai persamaan dengan hukum wesel dan cek di negara lain.
Berdasarkan penggolongan surat atas tunjuk dan surat atas pengganti yang dibuat
Scheltema, maka Surat sanggup termasuk kategori surat kesanggupan atau janji untuk
membayar, Sedangkan surat wesel dan cek sebagai Surat Tagihan Hutang termasuk
kategori Surat Perintah untuk Membayar.
Di dalam kategori janji untuk membayar, maka orang yang menanda tangani surat
itu mengikatkan diri akan membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut atau
kepada orang yang mengganti kedudukan dari pemegang tersebut (pemegang berikutnya).
Hal ini berbeda dengan kategori surat perintah membayar, karena di sini si
penanda tangan surat bukan berjanji untuk membayar melainkan ia memerintahkan kepada
orang ketiga, yang disebut namanya (tersangkut) untuk membayar sejumlah uang kepada
seseorang yang disebut pemegang pertama atau penggantinya.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Jadi sifat dari wesel sebagai surat berharga adalah sebagai surat perintah membayar.
Perintah ini datang dari penerbit dan ditujukan kepada tersangkut (orang ketiga atau orang
lain yang tidak mempunyai hubungan dengan pemegang wesel), untuk melakukan
pembayaran kepada pemegang pertama wesel atau penggantinya (order). Sebagai contoh
adalah Wesel yang digunakan dalam pembayaran perdagangan internasional.
Dalam hubungannya sistem pembayaran perdagangan internasional, wesel
mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu pada pelaksanaan pembayaran Letter of
Credit dengan wesel. Karena pada umumnya wesel merupakan syarat mutlak terlaksananya
pembayaran perdagangan tersebut.
Dalam sistem pembayaran menggunakan wesel ini, pembeli (importir) menerbitkan wesel
dan memerintahkan orang ketiga (tersangkut, yang biasanya berupa Bank) untuk membayar
kepada pemegang wesel (penjual/eksportir), sejumlah uang sebesar nilai perikatan dasar
yang dibuat para pihak.
Kewajiban Tersangkut untuk membayar menurut hukum wesel dan cek terjadi (turut
serta dalam hubungan hukum wesel) apabila tersangkut sudah mengakseptir surat berharga
tersebut. Tersangkut mengakseptasi wesel dengan menaruh suatu pernyataan di dalam
wesel dan pernyataan itu ditanda tanganinya. Pernyataan itu disebut Akseptasi, yang
berarti bahwa tersangkut menyanggupi akan membayar sejumlah uang yang disebut di
dalam wesel itu pada hari gugur (jatuh tempo).

1). WESEL
Dalam sepucuk wesel tidak jelas kelihatan keluar perikatan dari seorang penerbit,
selain memerintahkan tersangkut untuk membayar, namun dalam keadaan sebenarnya
menurut undang-undang, penerbit yang menanda tangani surat wesel dan
memperalihkannya kemudian, dibebani kewajiban tertentu.
a. Kewajiban penerbit
Kewajiban-kewajiban penerbit itu adalah :
1) Kewajiban untuk menjamin akseptasi atas wesel itu yang dilakukan oleh tersangkut.

23
24
________________________________________________________________________
Berdasarkan ketentuan Pasal 108 ayat (1) KUHD : Penerbit menanggung atas
akseptasi dan pembayaran.
Kewajiban itu juga terlihat dalam Pasal 142 ayat 2 KUHD, yaitu bahwa penerbit
dapat dituntut pembayaran wesel oleh pemegang, kalau terjadi penolakan akseptasi
oleh tersangkut.
2) Kewajiban untuk menjamin adanya pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh
tersangkut atau akseptan.
Tersangkut yang telah mengakseptir wesel, artinya ia telah memberikan pernyataan
di atas wesel bahwa ia sanggup membayar pada hari gugur (melakukan Akseptasi),
maka tersangkut itu disebut Akseptan.

b. Syarat-syarat formal wesel


Sepucuk surat akan menjadi suatu wesel di dalam pengertian undang-undang jika
memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam undang-undang (dalam hal ini dalam KUHD).
Syarat –syarat formal suatu wesel diatur dalam Pasal 100 KUHD.
Pasal 100 KUHD :
Surat wesel memuat :
1) Nama “surat wesel” dimasukkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam
bahasa yang dipergunakan untuk surat wesel itu.
2) Perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu.
3) Nama orang yang harus membayar ( tersangkut)
4) Penunjukan hari gugur.
5) Penunjukan tempat, di mana pembayaran harus dilakukan.
6) Nama orang, kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran itu harus
dilakukan.
7) Penyebutan tanggal, demikian pula tempat di mana surat wesel diterbitkan.
8) Tanda tangan orang yang menerbitkan surat wesel (penerbit)

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Berdasarkan penunjukan hari gugur wesel; atau cara penerbitannya, wesel dapat dibedakan
dalam beberapa jenis sebagaimana diatur Pasal 132 KUHD, yaitu :

1) Wesel atas penglihatan (zachtwissel)


Saat diperlihatkan ini harus terjadi di dalam tenggang satu tahun dihitung dari
tanggal penerbit.
2) Wesel yang hari gugurnya pada waktu tertentu setelah penglihatan (Nazichtwissel)
Setelah penglihatan berarti setelah diperlihatkan untuk diakseptir.
3) Wesel yang hari gugurnya pada waktu tertentu setelah penanggalan (datowissel)
Misalnya; satu bulan setelah penanggalan dalam wesel.
4) Wesel yang hari gugurnya pada suatu hari tertentu (dagwissel).

c. Endosemen
Adanya ketentuan yang mensyaratkan pencantuman orang pengganti, dari
pemegang pertama bila wesel itu diperalihkan. Dalam istilah selanjutnya orang ini disebut
pemegang berikutnya. Jadi di samping nama pemegang pertama, maka wesel menyebut
juga klausula atas pengganti. Artinya bahwa hak dari pemegang pertama itu diperalihkan
kepada penggantinya, yaitu pemegang berikutnya.
Klausula atas pengganti merupakan klausula yang bersifat mutlak pada suatu wesel,
jadi wesel sebagai surat berharga adalah bersifat surat atas pengganti. Menurut ketentuan
Pasal 110 ayat 1 KUHD, Peralihan suatu wesel hanya dapat dilakukan dengan cara
endosemen, yaitu dengan menempatkan suatu keterangan pada surat berharga itu (untuk
memperalihkan surat berharga tersebut).
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa penyerahan atas tagihan-tagihan atas pengganti pada umumnya dilakukan dengan
penyerahan surat itu dan endosemen.

25
26
________________________________________________________________________
2). SURAT SANGGUP
Surat sanggup juga juga disebut Promes atas pengganti, dan mempunyai sifat yang
sama seperti sifat surat wesel. Dalam praktek untuk surat sanggup ini sering digunakan
istilah Aksep, dan dalam perkembangannya dikenal Commercial Paper (CP) yang
mempunyai bentuk seperti Aksep.
Baik Wesel maupun Surat sanggup termasuk dalam golongan Surat Tagihan Hutang, akan
tetapi wesel termasuk kriteria “janji untuk membayar” sedangkan surat sanggup termasuk
kriteria “kesanggupan untuk membayar”.
Dalam Pasal 176 KUHD dinyatakan bahwa dalam ketentuan-ketentuan yang
berlaku untuk wesel berlaku juga untuk surat sanggup sepanjang tidak bertentangan dengan
sifat surat sanggup, antara lain endosemen, hari gugur, pembayaran dan sebagainya.

a. Syarat formal Surat Sanggup


Syarat-syarat surat sanggup diatur dalam pasal 174 KUHD, yaitu :
1) Klausula sanggup, maupun nama “surat sanggup” atau “promes atas pengganti”
dimuat dalam teks tersendiri
2) Janji tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu
3) Penunjukan hari gugur.
4) Penunjukan tempat, di mana pembayaran harus terjadi
5) Nama orang kepada, kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran harus
dilakukan.
6) Penyebutan hari penanggalan, beserta tempat, di mana surat sanggup ditanda
tangani.
7) Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat itu.

Perbedaan syarat formal surat sanggup dibandingkan pada surat wesel, adalah :
1) Syarat no. 1 (penyebutan klausula) pada pasal 100 adalah klausula wesel, sedang
Pasal 174 adalah klausula “sanggup”.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

2) Tidak merupakan syarat “perintah membayar” melainkan “janji atau kesanggupan


untuk membayar”.
3) Pada Pasal 174, syarat penyebutan nama tersangkut tidak ada, sedang untuk wesel
(Pasal 100 KUHD) terdapat nama tersangkut.
Adanya syarat klausula “surat sanggup” tidak merupakan suatu keharusan, karena
tanpa klausula itupun surat sanggup tetap merupakan surat sanggup, asalkan mengandung
klausula atas pengganti. Demikian pula bila surat itu hanya mengandung klausula “surat
sanggup”, maka surat itu adalah “presumptief order papier” atau sejak semula dianggap
surat atas pengganti.
Berbeda dengan wesel, dalam surat sanggup tidak ada syarat penyebutan tersangkut,
hal ini berkaitan dengan perbedaan sifat dari kedua surat tersebut. Surat sanggup
merupakan surat tagihan hutang yang bersifat janji untuk membayar, sedangkan wesel
bersifat perintah untuk membayar, sehingga penerbit dalam surat sanggup sejak semula
berkedudukan sebagai akseptan (pada surat wesel). Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 177 ayat 1 KUHD bahwa penandatangan sepucuk surat sanggup terikat secara sama
seperti akseptan pada surat wesel.

3). CEK
Surat Cek termasuk surat tagihan hutang bersifat “perintah untuk membayar”,
seperti surat wesel, yang sama-sama diterbitkan berdasarkan atas “Perikatan Dasarnya”.
a. Perbedaan cek dan wesel
Meskipun cek dan wesel tergolong surat tagihan hutang yang bersifat perintah membayar,
namun ada beberapa perbedaan antara wesel dan cek, yaitu sebagai berikut :
a) Ditinjau dari sudut lalu lintas perdagangan, wesel merupakan suatu alat kredit,
sedangkan cek merupakan alat pembayaran kontan.
b) Sebagai alat bayar kontan, maka cek harus dapat diuangkan segera setelah
cek diterbitkan, yaitu pada hari diperlihatkan guna meminta pembayaran.
Dalam hal ini cek hanya dapat dipersamakan dengan zichtwissel (wesel atas
penglihatan), akan tetapi terdapat perbedaan dalam jangka waktu memperlihatkan
27
28
________________________________________________________________________
surat-surat tersebut. Pada zichtwissel, harus terjadi dalam jangka waktu 1 tahun
dihitung sejak hari penanggalan (Padal 133 ayat 1), sedangkan pada cek hanya 70
hari sejak tanggal penerbitan cek (Pasal 206 ayat 1 KUHD).
c) Pada cek tidak diperlakukan akseptasi.
Cek tidak memerlukan akseptasi karena setiap saat cek diperlihatkan, pemegang
dapat memperoleh pembayaran. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 181 ayat 1 KUHD.
d) Cek dapat diterbitkan kecuali atas pengganti juga dapat diterbitkan atas tunjuk (pada
wesel tidak dikenal wesel atas tunjuk)

b. Syarat-syarat formal Cek


Dalam Pasal 178 KUHD diatur mengenai syarat-syarat formal cek sebagai berikut :
1) Nama “cek” yang dimuat dalam teks dari cek. (klausula cek)
2) Perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu.
3) Nama orang yang harus membayar (tersangkut, pada umumnya adalah bank)
4) Penunjukan tempat di mana pembayaran harus terjadi.
5) Penyebutan hari penanggalan beserta tempat di mana cek diterbitkan.
6) Tanda tangan dari orang yang menerbitkan cek (tanda tangan penerbit).

Terdapat perbedaan antara syarat-syarat formal pada cek dan syarat-syarat formal pada
wesel. Diantara syarat-syarat formal untuk wesel ada yang tidak terdapat pada syarat formal
untuk sepucuk surat cek.
Syarat-syarat yang tidak ada pada cek adalah :
1) Syarat penyebutan hari gugur.
Tidak adanya penyebutan hari gugur pada cek, karena berdasarkan fungsi cek
sebagai alat pembayarn kontan. Untuk menjamin fungsi tersebut maka dalam pasal
205 ayat 1 ditegaskan bahwa cek dapat dibayar atas penglihatan.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

2) Syarat penyebutan nama orang kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran
itu harus dilakukan.
Tidak adanya penyebutan nama pemegang pertama dan pemegang berikutnya ini
karena cek juga dapat diterbitkan atas tunjuk (suatu hal yang tidak dapat terjadi
pada wesel).

29
30
________________________________________________________________________

Dalam rangka turut mempercepat proses perluasan atau keikut sertaan masyarakat
dalam pemilikan saham perusahaan-perusahaan menuju pemerataan pendapatan
masyarakat, serta untuk lebih menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dan
penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif dalam pembiayaan nasional, perlu
dikembangkan Pasar Modal.

A. PENGERTIAN PASAR MODAL


Secara ekonomis, pasar mempunyai pengertian sebagai tempat bertemunya
permintaan dan penawaran, sedangkan secara hukum, istilah pasar berkaitan dengan adanya
perpindahan hak milik atas barang yang diperjual belikan dari penjual kepada pembeli .
Istilah Modal mengandung pengertian sebagai sesuatu yang diperlukan dalam
rangka penyelenggaraan suatu usaha, dan dalam pengertian ekonomi dapat berupa barang
atau sejumlah uang. Secara abstrak, modal adalah dana.
Jadi di Pasar Modal diperjual belikan dana, yang dalam hal ini adalah dana jangka
panjang (sering disebut dengan istilah efek, antara lain berupa saham, obligasi, sertifikat
saham dan sebagainya).
Kegiatan Pasar Modal ini diatur dalam UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal, (menggantikan UU No. 15 Tahun 1952 tentang Penetapan Undang-undang Darurat
tentang Bursa sebagai Undang-undang).
Menurut Pasal 1 angka 13 UU No. 8 tahun 1995, Pasar Modal adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Penyelenggaraan Pasar Modal mempunyai peran strategis, yaitu sebagai :

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

1) alternatif pembiayaan (jangka panjang), bagi dunia usaha, termasuk usaha


menengah dan kecil untuk pengembangan usahanya,
2) alternatif investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah.

B. TUJUAN PASAR MODAL


Pasar Modal merupakan suatu alternatif bagi perusahaan untuk mendapatkan
tambahan modal, terutama untuk melakukan pembiayaan jangka panjang, disamping
pembiayaan yang dapat diperoleh perusahaan dari sektor Perbankan. Di Pasar Modal,
diperjual belikan dana jangka panjang (lebih dari satu tahun), misalnya : saham, obligasi.
Jadi melalui pasar modal, dunia usaha dapat memperoleh sebagian dari seluruh
pembiayaan jangka panjang yang diperlukan, juga sebagai wadah investasi bagi masyarakat
investor. Ada beberapa tujuan perusahaan menjual saham ke masyarakat (go public) yaitu:
1) Untuk melakukan investasi, yaitu memperoleh dana untuk investasi jangka panjang,
misalnya untuk melakukan ekspansi perusahaan.
2) Untuk melakukan restrukturisasi modal perusahaan, antara lain dana yang
diperoleh digunakan untuk memperbaiki struktur permodalannya.
3) Divestasi (Pengalihan saham dan memberi kesempatan kepada masyarakat umum
untuk memiliki saham perusahaan tersebut).

Bagi masyarakat (investor) terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan
membeli saham di pasar modal, antara lain adalah :
a) Mendapat deviden, atau bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada
pemegang saham,
b) Mendapat Capital Gain, yaitu keuntungan yang diperoleh sebagai selisih antara
hasil penjualan dengan beaya pembelian saham.
c) Berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan mempunyai hak
suara sesuai jumlah saham yang dimiliki.

31
32
________________________________________________________________________
Perusahaan yang menjual sahamnya melalui Pasar Modal disebut Perusahaan
Publik. Menurut Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang
dimaksud dengan Perusahaan Publik adalah :
Perseroan yang sahamnya dimiliki sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) pemegang
saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga
milyar) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan
dengan Peraturan pemerintah.
Dalam Pasar Modal itu diperjualkan efek-efek, yang diartikan sebagai :
surat berharga yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek.

C. OTORITAS PASAR MODAL


Sebelum terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pelaksanaan pembinaan, pengaturan
dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (BAPEPAM). Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 terhitung mulai tanggal 31
Desember 2012, setelah lahirnya OJK sebagai Otoritas bagi lembaga keuangan Bank,
lembaga keuangan Non Bank maupun Pasar Modal maka fungsi dan tugas Bapepam-LK
beralih ke OJK. Sehingga sejak saat itu pengaturan dan pengawasan bidang Pasar Modal
dilakukan oleh OJK.
Pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan Pasar Modal itu dilakukan dengan
tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien.
Untuk itu secara operasional Bapepam diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina,
mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal.
Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya yang bersifat preventif
dalam bentuk aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan; maupun secara represif
dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Dalam Pasal 5 UU Pasar Modal ditegaskan mengenai wewenang BAPEPAM


antara lain sebagai berikut :
1) Memberi
a. izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan Efek, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksadana, Perusahaan efek, Penasehat
Investasi dan Biro Administrasi Efek.
b. Izin orang perseorangan bagi wakil penjamin emisi efek, wakil perantara
pedagang efek, dan wakil manajer investasi, dan
c. Persetujuan bagi Bank Kustodian.
2) Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat,
2. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk
sementara komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan
penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru.
3. Menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan,
menunda, atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran.
4. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi
peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap UU Pasar Modal
5. Mewajibkan setiap pihak untuk :
a. menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan
kegiatan di pasar modal
b. mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang
timbul dari iklan atau promosi dimaksud.
6. Melakukan pemeriksaan terhadap :
a. setiap emiten atau perusahaan publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan
Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam, atau
b. pihak yang dipersyaratkan memiliki izin orang perseorangan, persetujuan atau
pendaftaran profesi berdasarkan UU Pasar Modal.

33
34
________________________________________________________________________
7. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka
pelaksanaan wewenang Bapepam pada no. 7
8. Mengumumkan hasil pemeriksaan,
9. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada Bursa Efek atau
menghentikan transaksi Bursa atas Efek tertentu guna melindungi kepentingan
pemodal,
10. Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam
hal keadaan darurat,
11. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenai sanksi oleh Bursa
Efek, LKP dan LPP serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan
pengenaan sanksi dimaksud,menetapkan beaya perizinan, persetujuan, pendaftaran,
pemeriksaan dan penelitian serta beaya lain dalam rangka kegiatan pasar Modal.
12. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai
akibat pelanggaran atas ketentuan UU Pasar Modal.

D. LEMBAGA DAN PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL


Pelaksanaan kegiatan di Pasar Modal yang mempertemukan kepentingan Emiten,
sebagai perusahaan yang mendapatkan dana dari pasar modal dengan menerbitkan efek
pada publik, dengan Investor sebagai pihak yang menanamkan dana di pasar modal, tidak
dapat dilepaskan dari peranan berbagai lembaga dan profesi penunjang pasar modal.
Sehingga pihak-pihak yang dapat dikelompokkan sebagai pelaku Pasar Modal itu meliputi :
1. Emiten
2. Pemodal (Investor)
3. Lembaga Penunjang Pasar Modal.

Keberadaan Lembaga dan Profesi penunjang pasar Modal diperlukan guna membantu
emiten dalam menyiapkan kelengkapan dokumen untuk go publik.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

1. Lembaga Penunjang Pasar Modal (LPPM) adalah pihak yang


menyediakan jasa bagi emiten dan investor.
Lembaga ini terdiri dari :
a. Perusahaan Penjamin Emisi (Underwritwer) :
Perusahaan Penjamin adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk
melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan/ tanpa kewajiban
membeli sisa efek yang tidak terjual.
Kontrak penjaminan emisi efek dapat berbentuK :
1) kesanggupan penuh (full commitment) atau
Penjamin emisi efek bertanggung jawab untuk mengambil sisa efek yang tidak
terjual.
2) kesanggupan terbaik (best effort), dalam hal ini penjamin emisi tidak
bertanggung jawab terhadap sisa efek yang tidak terjual, tetapi ia harus berusaha
dengan sebaik-baiknya untuk menjualkan efek emiten.

Penjamin emisi merupakan lembaga yang mempunyai peranan kunci pada setiap
emisi efek melalui Pasar Modal. Peranan ini tampak pada aktivitas Penjamin emisi
antara lain sebagai berikut :
1) membantu emiten dalam rangka mempersiapkan pernyataan pendaftaran berikut
dokumen pendukungnya
2) memberikan konsultasi di bidang keuangan antara lain tentang jumlah dan jenis
efek yang akan diterbitkan, jadwal emisi, metode pendistribusian efek dan
sebagainya.
3) Melakukan penjaminan atas efek yang diemisikan
4) Menentukan harga saham bersama-sama dengan emiten

b. Penanggung (Guarantor):
Penanggung berfungsi untuk menanggung pembayaran jumlah pokok dan bunga,
emisi obligasi dan emiten yang wanprestasi (khusus untuk emisi obligasi). Jadi
35
36
________________________________________________________________________
sesuai dengan fungsinya, guarantor bertugas mengadakan perjanjian
penanggungan (guarantee agreement) dengan emiten yang berisi kesanggupan
penanggung untuk membayar pinjaman pokok beserta bunganya kepada pemegang
obligasi pada saat jatuh tempo, apabila emiten tidak memenuhi kewajibannya
(wanprestasi).
c. Wali Amanat (trustee)
Jasa wali amanat diperlukan dalam emisi/ penerbitan efek yang bersifat utang
jangka panjang, seperti obligasi. Wali amanat merupakan pihak yang dipercaya
untuk mewakili kepentingan seluruh pemegang obligasi. Jadi wali amanat mewakili
dan melindungi kepentingan pemodal.
d. Perantara Pedagang Efek (Pialang/Broker)
Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau
pihak lain.
e. Kustodian
Adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan
dengan efek, serta memberikan jasa lain seperti menerima deviden, bunga dan hal
lainnya, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang
menjadi nasabahnya. Lembaga Kustodian ini biasanya berbentuk Bank Umum.
f. Biro Administrasi Efek
Adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan pencatatan
pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek.

2. Profesi Penunjang Pasar Modal.


Di samping lembaga penunjang, terdapat beberapa profesi penunjang yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan Pasar Modal. Dalam Pasal 64 ayat (1) UU No. 8 Tahun
1995, dinyatakan bahwa kegiatan profesi penunjang Pasar Modal dapat dilakukan oleh
Akuntan Publik; Konsultas Hukum, Penilai dan Notaris yang terdaftar di BAPEPAM.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

1) Akuntan Publik (Auditor Independen) adalah akuntan yang telah memperoleh


izin dari Menteri Keuangan. Akuntan Publik diperlukan untuk melakukan audit atas
laporan keuangan emiten dan memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan perusahaan yang akan go publik. Laporan keuangan sebagai sumber
informasi kwantitatif untuk mengukur keberhasilan emiten, harus disajikan secara
benar sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga mencerminkan keadaan
sesungguhnya dari perusahaan.
2) Konsultan Hukum, adalah ahli hukum yang memberikan pendapat hukum (legal
opinion) kepada pihak lain. Dalam kaitannya dengan proses go publik konsultan
hukum berperan dalam memberikan pendapat hukum mengenai keabsahan : akta
pendirian/Anggaran dasar Perusahaan beserta perubahan-perubahannya; pemilikan
izin usaha perusahaan; status kepemilikan atas aktiva perusahaan terutama untuk
aktiva (benda) tetap .
3) Penilai (Appraisal), adalah pihak yang membuat penilaian terhadap asset
perusahaan yang akan go publik. Perusahaan penilai berperan dalam rangka
memperoleh nilai yang wajar atas harta kekayaan perusahaan, seperti tanah,
bangunan, mesin-mesin dan peralatannya. Hasil penilaian itu harus benar-benar
obyektif dan independen sehingga dapat dipercaya kebenarannya.
4) Notaris, adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Keterlibatan
notaris diperlukan dalam rangka penyiapan dan penanda tanganan perjanjian dalam
rangka emisi efek (penerbitan efek) dan perubahan anggaran dasar emiten.

E. PENAWARAN UMUM (PUBLIC OFFERING)

Menurut UU Pasar Modal, Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran efek


yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara
yang diatur dalam UU Pasar Modal.
Penawaran umum dalam hal ini meliputi penawaran efek oleh emiten yang dilakukan dalam
wilayah RI atau kepada warga negara Indonesia dengan menggunakan media massa atau
37
38
________________________________________________________________________
ditawarkan kepada lebih dari 100 pihak atau telah dijual kepada lebih dari 50 pihak dalam
batas nilai serta batas waktu tertentu.
Menurut Pasal 70 UUPM, yang dapat melakukan penawaran umum adalah emiten
yang telah menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan
atau menjual efeknya kepada masyarakatdan pernyataan Pendaftaran tersebut telah efektif.
Perusahaan yang akan go public (melakukan penawaran umum) wajib memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Transparan (full disclosure), dalam arti rela untuk dinilai oleh masyarakat.
b. mengikuti ketentuan Bapepam (sekarang OJK) tentang tata cara untuk go
public.

Emiten yang akan melakukan Penawaran umum harus membuat prospektus dan
menyampaikannya kepada masyarakat, sehingga pemodal yang membeli atau memesan
efek telah memperoleh kesempatan untuk membaca prospektus berkenaan dengan efek
yang bersangkutan sebelum atau pada saat pemesanan.
Menurut UU Pasar Modal, yang disebut Propektus adalah :
setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar
pihak lain membeli efek.
Jadi melalui prospektus itu emiten bermaksud mempengaruhi pihak lain untuk
membeli efek yang ditawarkan (membuat keputusan investasinya).

Agar prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan setiap prospektus


dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang Fakta Materiel atau tidak memuat
keterangan yang benar tentang fakta materiel yang diperlukan.
Prospektus merupakan salah satu dokumen pokok dalam Penawaran umum, sehingga
informasi yang terkandung di dalamnya harus memuat hal-hal yang benar-benar
menggambarkan keadaan emiten yang bersangkutan, dan dapat menjadi dasar
pertimbangan bagi pemodal dalam membuat keputusan investasinya.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Menurut Pasal 78 UU Pasar Modal, suatu prospektus sekurang-kurangnya memuat :


a) Uraian tentang Penawaran umum,
b) Tujuan dan penggunaan dana penawaran umum,
c) Analisis dan pembahasan mengenai kegiatan dan keuangan,
d) Risiko usaha,
e) Data keuangan,
f) Keterangan dari segi hukum (legal opinion),
g) Informasi mengenai pemesanan pembelian efek, dan
h) Keterangan tentang anggaran dasar perusahaan.

OJK Dalam Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2015 Tentang Bentuk Dan Isi
Prospektus dalam Rangka Penambahan Modal Perusahaan PT Terbuka dengan memberikan
Hak Membeli Terlebih Dahulu, menentukan bahwa Prospektus dilarang memuat
keterangan yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat keterangan yang
benar tentang Fakta Material yang diperlukan agar Prospektus tersebut tidak memberikan
gambaran yang menyesatkan.
Emiten (dan Profesi Penunjang Pasar Modal) yang menyusun Prospektus
bertanggung jawab bahwa seluruh informasi yang dibuat adalah benar dan tidak
menyesatkan. Hal itu dapat disimpulkan dari kewajiban emiten mencantumkan dalam
prospektusnya :
1. pernyataan dalam huruf kapital yang langsung dapat menarik perhatian pembaca,
sebagai berikut :
“OTORITAS JASA KEUANGAN TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN
MENYETUJUI ATAU TIDAK MENYETUJUI EFEK INI, TIDAK JUGA
MENYATAKAN KEBENARAN ATAU KECUKUPAN ISI PROSPEKTUS INI.
SETIAP PERNYATAAN YANG BERTENTANGAN DENGAN HAL-HAL
TERSEBUT ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM”.

39
40
________________________________________________________________________
2. pernyataan dalam huruf kapital bahwa perusahaan bertanggungjawab atas
kebenaran informasi dan kejujuran pendapat dalam prospektus, sebagai berikut :
”EMITEN BERTANGGUNGJAWAB SEPENUHNYA ATAS KEBENARAN
SEMUA INFORMASI, FAKTA, DATA ATAU LAPORAN DAN KEJUJURAN
PENDAPAT YANG TERCANTUM DALAM PROSPEKTUS INI”
3. pernyataan singkat dalam huruf kapital mengenai risiko utama yang dihadapi
Perusahaan Terbuka .

TAHAPAN EMISI
Pada umumnya tahap-tahap dalam pelaksanaan emisi meliputi :
1. Prosedur intern perusahaan
a. Penyelenggaraan RUPS sebagai langkah persiapan.
Keputusan untuk go publik harus mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) sebagai hasil konsultasi antara komisaris/direktur dan pemegang
saham. Hal ini karena setelah go publik berarti perusahaan publik (perusahaan
terbuka).
b. Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (untuk menjadi PT Terbuka)
c. Penunjukan Penjamin Emisi (underwriter) untuk mempersiapkan proses go publik.
d. Penyampaian Letter of Intent pada Bapepam (surat pernyataan kehendak untuk
menerbitkan efek melalui Pasar Modal).
e. Pengajuan Pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM

2. Prosedur Ekstern perusahaan


a. Evaluasi dari Bapepam, antara lain melalui Prospektus.
b. Limited Hearing (dengar pendapat terbatas)
c. Pernyataan Pendaftaran yang disampaikan oleh emiten dinyatakan efektif.
Pernyataan efektif dalam hal ini menunjukkan lengkap atau dipenuhinya seluruh
prosedur dan persyaratan atas Pernyataan Pendaftaran yang diwajibkan UU Pasar

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Modal. Pernyataan efektif ini bukan merupakan izin untuk melakukan Penawaran
Umum dan bukan berarti OJK menyatakan kebenaran informasi yang diungkapkan
oleh Emiten atau perusahaan publik tersebut. Jadi OJK tidak menjamin kebenaran
informasi dari emiten tersebut.
Setelah OJK menyatakan bahwa pernyataan pendaftaran menjadi efektif, maka
emiten (dan Penjamin emisi) dapat menawarkan efek dimaksud di pasar perdana
kepada masyarakat.

F. PASAR PERDANA DAN PASAR SEKUNDER


a. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana merupakan masa Penawaran efek kepada masyarakat setelah pernyataan
pendaftaran dinyatakan efektif oleh BAPEPAM, sampai dengan saat pencatatan efek di
Bursa.
Harga efek pada Pasar Perdana ini, ditentukan oleh emiten (sebagai hasil negosiasi
dengan penjamin emisi).
Pasar Perdana ini meliputi masa :
1) Pengumuman dan pendistribusian prospektus.
2) Masa penawaran, pemesanan efek oleh investor.
3) Masa penjatahan, (dalam hal jumlah efek yang ditawarkan emiten lebih kecil dari
yang diminta oleh investor).
4) Masa pengembalian dana (dalam hal ada penjatahan efek).
5) Penyerahan efek yang dipesan kepada pemodal.
6) Pencatatan efek/listing (listed) di Bursa Efek (sehingga dapat diperdagangkan di
Bursa).

b. Pasar Sekunder (Secondary Market)


Pasar Sekunder adalah perdagangan efek di bursa efek (setelah efek dicatatkan di bursa
efek). Pengertian sekunder di sini adalah karena yang melakukan perdagangan adalah
para pemegang saham dan calon pemegang saham. Uang yang berputar di pasar
41
42
________________________________________________________________________
sekunder tidak lagi mengalir ke perusahaan (emiten) yang menerbitkan efek tapi
berpindah dari pemegang saham yang satu ke pemegang saham yang lain.
Perdagangan di bursa efek dilakukan oleh pemegang saham dan calon pemegang saham
(antara para investor), melalui perantaraan Pialang (Perantara Perdagangan Efek).
Harga efek yang diperjual belikan di bursa efek, ditentukan oleh mekanisme pasar
(permintaan dan penawaran efek).
Menurut Pasal 1 angka 4 UU No. 8 Tahun 1995, Bursa Efek adalah
pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek di antara mereka.
Pada saat ini Bursa Efek yang beroperasi di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia
yang merupakan gabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya
(BES).
Untuk melakukan investasi di pasar modal, investor dapat memilih dua
kemungkinan :
a. Pembelian saham melalui pasar perdana, dengan harga yang sudah pasti/ditentukan
oleh emiten; atau
b. Jual beli efek di pasar sekunder, dengan harga yang ditentukan oleh mekanisme
harga di bursa (permintaan dan penawaran).

G. REKSADANA
Dalam Pasal 1 UU Pasar Modal, Reksadana (Investment Fund/Mutual Fund)
diartikan sebagai suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi.
Dengan kata lain, reksadana merupakan suatu wadah berinvestasi secara kolektif
untuk ditempatkan dalam portofolio berdasarkan kebijakan investasi yang ditetapkan oleh
Manajer Investasi.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Portofolio efek adalah kumpulan (kombinasi) surat berharga atau efek yang dikelola.
Sedangkan Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio
efek tersebut.
Kegiatan investasi Reksadana dapat ditempatkan pada berbagai instrumen efek,
baik di Pasar Uang , Pasar Modal maupun gabungan dari keduanya.
Sama halnya dengan sarana investasi lainnya, Reksadana selain menghasilkan tingkat
keuntungan tertentu (return) juga mengandung unsur risiko (risk), namun resiko yang ada
dapat diperkecil (dikurangi) karena investasi tersebut didiversifikasi atau disebar dalam
bentuk portofolio, yang menjadi ciri utama Reksadana. (Don’t put your eggs in one basket)

Jenis Reksadana
Dilihat dari segi bentuknya, Reksadana dapat dibedakan menjadi :
a. Reksadana berbentuk Perseroan (Corporate Type).
Dalam bentuk ini, perusahaan menghimpun dana dengan menjual saham,
selanjutnya hasil penjualan saham itu diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang
diperdagangkan di pasar Modal maupun Pasar Uang. (Penjelasan Pasal 18 UU Pasar
Modal). Bentuk ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Bentuk hukumnya adalah perseroan Terbatas (PT).
2) Pengelolaan kekayaan Reksadana didasarkan pada kontrak antara Direksi
Perusahaan dengan Manajer Investasi yang ditunjuk.
3) Penyimpanan kekayaan Reksadana didasarkan pada kontrak antara Manajer
Investasi dengan Bank Kustodian.

b. Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Contractual Type)


Bentuk ini merupakan kontrak antara Manajer Investasi dengan Bank Kustodian
yang mengikat pemegang Unit Penyertaan, di mana Manajer Investasi diberi wewenang
untuk mengelola portofolio investasi kolektif, dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk
melaksanakan penitipan kolektif.

43
44
________________________________________________________________________
Bentuk ini lebih popular dan jumlahnya lebih banyak di bandingkan Reksadana
berbentuk Perseroan.
Bentuk ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Bentuk hukumnya adalah Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
2) Pengelolaan Reksadana dilakukan oleh Manajer Investasi berdasarkan kontrak.
3) Penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilaksanakan oleh Bank Kustodian
berdasarkan kontrak.

Dilihat dari sifatnya, Reksadana dibagi menjadi :


a. Reksadana bersifat tertutup (Closed End Fund)
Reksadana tertutup adalah Reksadana yang tidak dapat membeli kembali saham-
saham yang telah dijual kepada pemodal.
Dengan kata lain, pemegang saham tidak dapat menjual kembali sahamnya kepada
Manajer Investasi. Apabila pemilik saham akan menjual sahamnya, hal ini harus
dilaksanakan melalui Bursa Efek tempat saham Reksadana tersebut dicatatkan.

b. Reksadana bersifat terbuka (Open End Fund)


Adalah reksadana yang menawarkan dan membeli kembali saham-sahamnya dari
pemodal sampai sejumlah modal yang sudah dikeluarkan.
Pemegang saham/unit Reksadana yang bersifat terbuka ini dapat menjual kembali
saham/unit penyertaannya setiap saat apabila diinginkan. Manajer Investasi
reksadana, melalui Bank Kustodian, wajib membelinya sesuai dengan nilai aktiva
bersih persaham /unit pada saat itu.

H. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAHAM


Dalam rangka menciptakan pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien diperlu kan
perlindungan bagi investor (investor lokal dan asing) perorangan maupun institusi.
Perlindungan yang diberikan kepada investor bukan terhadap risiko melakukan kegiatan di

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

pasar modal, seperti perolehan laba atau kemungkinan rugi, namun perlindungan terhadap
perbuatan curang, tidak jujur dari emitendan dari praktek transaksi yang tidak adil.
Dalam UU Pasar Modal diatur upaya perlindungan hukum bagi investor sebagai berikut :
1. Melalui kewajiban untuk memenuhi prinsip keterbukaan (full disclosure)
Kewajiban emiten atau perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai perusahaan
publik untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan usahanya, baik dari segi
keuangan, manajemen, produksi maupun hal yang berkaitan dengan kegiatan
usahanya kepada masyarakat. Informasi itu mermpunyai arti yang sangat penting
bagi masyarakat sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi.
Untuk itu ada kewajiban bagi pihak yang melakukan Penawaran Umum dan
memperdagangkan efek di Bursa efek untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan.
2. Kewenangan bagi BAPEPAM untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan
dalam UU Pasar Modal, antara lain kewenangan melakukan pemeriksaan dan
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan UU Pasar Modal.

45
46
________________________________________________________________________

Dalam rangka menetapkan langkah-langkah kebijaksanaan di bidang penyediaan


dana, Pemerintah memikirkan adanya alternatif sumber pembiayaan dana selain dari
perbankan dan pasar modal, yaitu melalui lembaga pembiayaan. Ketentuan hokum yang
mengatur mengenai Lembaga Pembiayaan adalah Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009
tentang Lembaga Pembiayaan yang menggantikan Kepres No. 61 Tahun 1988 tentang
Lembaga Pembiayaan.
Menurut Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

Pasal 2 Perpres No 9 menentukan bahwa Lembaga Pembiayaan meliputi :


a. Perusahaan Pembiayaan;.
b. Perusahaan Modal Ventura;
c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur

Berkaitan dengan penyelenggaraan perusahaan pembiayaan tersebut, OJK telah


mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Pembiayaan.

A. PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009, Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha
yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan
Konsumen dan/atau Kartu Kredit.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Kegiatan yang dapat dilakukan perusahaan pembiayaan adalah :


1. SEWA GUNA USAHA
Perpres No. 9 Tahun 2009 memberikan pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)
sebagai kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa
Guna Usaha dengan hak opsi (Financial Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi
(Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Konsep leasing sebagai bentuk khusus sewa menyewa, dalam bentuk pembiayaan
perusahaan berupa penyediaan barang modal yang digunakan untuk menjalankan usaha
dengan membayar sewa selama jangka waktu tertentu.
Unsur-unsur dalam leasing adalah :
1. Pembiayaan Perusahaan. Pembiayaan tidak dalam bentuk dana, melainkan dalam
bentuk barang modal yang digunakan untuk kegiatan usaha.
2. Penyediaan barang modal. Biasanya disediakan oleh Supplier atas biaya Lessor
untuk digunakan oleh Lessee bagi keperluan bisnis, misalnya kapal, mesin pabrik,
traktor, kendaraan bermotor, komputer, dll
3. Digunakan oleh suatu perusahaan. Barang modal tersebut merupakan bentuk
pembiayaan suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya.
4. Pembayaran sewa secara berkala. Kewajiban Lessee membayar angsuran harga
barang modal kepada Lessor (yang sudah melunasinya kepada Supplier).
5. Jangka waktu tertentu. Sewa Guna Usaha dilakukan selama beberapa tahun dan
setelah jangka waktu berakhir, ditentukan status kepemilikan barang modal tersebut.
6. Hak opsi untuk membeli barang modal. Pada saat kontrak berakhir, Lessee diberi
hak opsi untuk membeli barang modal sesuai dengan harga yang disepakati, atau
mengembalikannya kepada Lessor.

47
48
________________________________________________________________________
Para pihak dalam Leasing :
1. Pihak Lessor
Adalah Perusahaan Sewa guna Usaha (Leasing Company) yang memiliki hak
kepemilikan atas barang modal. Perusahaan ini berhubungan langsung dengan
Penjual (Supplier ) dalam pengadaan barang modal dan melunasi barang atas beban
biaya perusahaannya. Tujuan yang akan dicapai adalah memperoleh kembali biaya
yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan
mendapat keuntungan (financial lease) atau memperoleh keuntungan dari
penyediaan barang modal dan pemberian jasa pemeliharaan serta pengoperasian
barang modal (operating lease).
2. Pihak Lessee
Adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan
pembiayaan dari perusahaan pembiayaan (Lessor).
Lessee berhubungan dengan Lessor yang telah membiayai barang modal atas beban
perusahaannya dan menjadi pemilik barang modal tersebut. Barang modal tersebut
diserahkan penguasaannya kepada dan untuk digunakan oleh Lessee dalam
menjalankan usahanya. Pada akhir jangka waktu kontrak, Lessee mengembalikan
barang modal pada Lessor (operating lease), kecuali ada hak opsi untuk membeli
barang modal dengan harga berdasarkan nilai sisa (financial lease)
3. Pihak Supplier
Adalah Penjual barang modal yang menjadi obyek sewa guna usaha. Harga barang
modal dibayar tunai oleh Lessor kepada Supllier untuk kepentingan Lessee.

Jadi dilihat dari segi transaksi yang terjadi antara Lessor dan Lessee, maka sewa
guna usaha dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (finance lease)
Ciri utama Sewa guna usaha dengan hak opsi adalah pada akhir kontrak, Lessee
mempunyai hak pilih untuk membeli barang yang modal sesuai dengan nilai sisa

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

(residual value) yang disepakati, atau mengembalikan kepada Lessor, atau


memperpanjang kontrak sesuai dengan syarat yang disepakati bersama.
2. Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (operating lease)
Sewa guna usaha tanpa hak opsi dapat juga disebut dengan Sewa Guna Pemakaian
Barang Modal (operating lease) atau Sewa Guna Usaha biasa (service lease). Ciri
utama Sewa Guna Usaha jenis ini adalah Lessee hanya berhak untuk menggunakan
barang modal selama jangka waktu kontrak tanpa hak opsi setelah masa kontrak
berakhir. Pihak Lessor hanya menyediakan barang modal untuk disewakan kepada
Lessee dengan harapan setelah kontrak berakhir, Lessor memperoleh keuntungan
dari penjualan barang modal tersebut.

2. ANJAK PIUTANG (FACTORING)


Dalam Perpres No. 9 Tahun 2002 dinyatakan bahwa Anjak Piutang adalah:
Kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu
Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tanggal 27


Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
Menurut POJK No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan, Anjak Piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang
usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Jadi pembiayaan yang diberikan dalam factoring adalah penyediaan dana bagi
kepentingan penjual piutang.
Menurut ketentuan Pasal 4 Keputusan Menkeu No. 448/KMK.017/2000, kegiatan anjak
piutang dilakukan dalam bentuk :

49
50
________________________________________________________________________
a. pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi
perdagangan dalam atau luar negeri,
b. penatausahaan dan penagihan piutang perusahaan Penjual Piutang.

Perjanjian factoring tidak tergolong dalam jenis perjanjian yang dikenal dalam
KUHPerdata, keberadaan usaha ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 KUHPer yang
menganut sistem terbuka, yang memberi kebebasan masyarakat mengadakan perjanjian,
asal syarat dan isinya tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum.

Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian Anjak Piutang :


a. Perusahaan Anjak Piutang (factoring company)
Adalah pihak yang menawarkan jasa pembiayaan kepada klien dalam bentuk
pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang jangka pendek dari
transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. (Transaksi jual beli barang atau jasa
yang terjadi antara klien dengan nasabahnya dilakukan secara kredit).
b. Perusahaan Penjual Piutang/tagihan (client)
Adalah Perusahaan yang menjual dan/atau mengalihkan piutang atau tagihannya
yang timbul dari transaksi perdagangan kepada Perusahaan pembiayaan.
Klien ini mempunyai nasabah selaku pembeli barang yang disediakan klien dengan
cara kredit. Kedudukan klien adalah kreditur, sedangkan nasabah berkedudukan
sebagai debitur.
c. Perusahaan yang berhutang (debitur/ nasabah ( costumer))
Adalah pihak yang dalam transaksi perdagangannya dengan perusahaan penjual
piutang, berkedudukan sebagai debitur.

Pengalihan piutang tersebut harus memperhatikan Pasal 613 KUHPerdata yang


menentukan bahwa : penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya,

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan dengan mana
hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain (dengan cessie).
Sebagai konsekuensi pembelian piutang, maka transaksi dagang yang diadakan antara klien
sebagai penjual dan debitur sebagai pembeli barang sebenarnya, dibiayai oleh Perusahaan
Anjak Piutang. (Perusahaan Anjak Piutang yang membayar hutang debitur kepada klien).
Tujuan usaha anjak piutang
Usaha anjak piutang diselenggarakan dengan tujuan untuk menjaga kelancaran dan
stabilitas (cash flow) dari suatu perusahaan, yang kemungkinan dapat terganggu karena
banyaknya piutang yang tidak dapat dicairkan pada waktunya. Sehingga perlu dilakukan
peralihan piutang (melalui perjanjian) dari perusahaan klien pada perusahaan Anjak
Piutang.

3. PEMBIAYAAN KONSUMEN
Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan
pembayaran secara angsuran.
Kegiatan pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen
untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh
konsumen.
Para pihak yang terkait dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen yaitu;
a. Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur) adalah perusahaan pembiayaan konsumen atau
perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan.
b. Pihak konsumen (debitur) adalah perorangan atau individu yang mendapatkan fasilitas
pembiayaan konsumen dari kreditur.
c. Pihak supplier/dealer/developer adalah perusahaan atau pihak-pihak yang menjual atau
menyediakan barang kebutuhan konsumen dalam rangka pembiayaan konsumen

Hubungan hukum para pihak dalam pembiayaan konsumen


a. Hubungan pihak kreditur dengan konsumen.
51
52
________________________________________________________________________
Hubungan antara pihak kreditur dengan konsumen adalah hubungan kontraktual dalam hal
ini kontrak pembiayaan konsumen, dimana pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan pihak
penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi biaya wajib memberi
sejumlah uang untuk pembelian suatu barang konsumsi, sementara pihak penerima biaya
(konsumen) wajib membayar kembali uang tersebut kepada Perusahaan pembiayaan
konsumen (kreditur) secara angsuran. Jadi perjanjian antara penyedia dana dengan pihak
konsumen adalah sejenis perjanjian kredit, sehingga ketentuan tentang perjanjian kredit
dalam KUHPerdata berlaku, nsmun ketentuan perkreditan yang diatur dalam UU perbankan
tidak berlaku karena pemberi biaya bukan bank. Dengan demikian bahwa seluruh kontrak
ditandatangani dan dana sudah dapat dicairkan serta barang sudah dapat diserahkan pada
supplier kepada konsumen, meskipun biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang
lewat perjanjian fidusia.

b. Hubungan pihak konsumen dengan supplier.


Hubungan antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat hubungan jual beli,
dimana supplier selaku penjual menjual barang kepada konsumen selaku pembeli dengan
syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi biaya (kreditur).

c. Hubungan penyedia dana (kreditur) dengan supplier.


Hubungan antara penyedia dana (kreditur) dengan supplier (penyedia barang) tidak
mempunyai suatu hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak
ketiga yang disyaratkan, yaitu disyaratkan untuk menyediakan dana untuk digunakan dalam
perjanjian jual beli antara pihak supplier dengan pihak konsumen.

4. KARTU KREDIT
________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah
kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu
kredit.
Jadi Kartu Kredit merupakan alat pembayaran melalui jasa Bank/Perusahaan
Pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/jasa, atau alat untuk menarik uang tunai dari
Bank/ Perusahaan Pembiayaan.
Menurut Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000,
Kegiatan usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat
dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadaan barang atau jasa.
Alat pembayaran ini diterbitkan berdasarkan perjanjian penerbitan kartu kredit.
Berdasarkan perjanjian tersebut, peminjam memperoleh pinjaman dana dari
Bank/Perusahaan Pembiayaan. Untuk menerima atau menarik dana tersebut,
Bank/Perusahaan Pembiayaan menerbitkan /menyerahkan kartu yang disebut Kartu kredit.
Kartu kredit ini memberikan hak kepada pemegangnya atas penunjukan kartu itu dan
dengan menandatangani formulir rekening pada suatu perusahaan dapat memperoleh
barang-barang atau jasa tanpa perlu membayar secara langsung.
Disamping kedua pihak tersebut, dapat dilibatkan pihak ketiga dalam perjanjian
Kartu Kredit, yaitu Pengusaha Dagang (Merchant) sebagai penjual.
Berdasarkan perjanjian itu Pemegang kartu dapat membeli barang/jasa pada pengusaha
dagang (merchant) yang ditunjuk oleh Penerbit, dengan pembayaran menggunakan kartu
kredit. (Pembayaran oleh Pembeli kepada Penjual dilakukan melalui Penerbit).
Kartu kredit ini sebenarnya tidak mutlak berkenaan dengan pembayaran secara
kredit, melainkan penundaan pembayaran beberapa waktu karena pencairan dana
pembayaran oleh penjual dilakukan melalui Bank/Perusahaan Pembiayaan sebagai Penerbit
Dari istilah ”credit”, seolah terdapat gambaran tentang adanya pembayaran dari
pihak pemegang credit card atas pembelian barang atau jasa secara kredit. Dalam hal ini
pihak pengusaha menerima uangnya dari pihak yang menerbitkan credit card dengan
potongan tertentu sedangkan pemegang credit card memenuhi kewajiban pembayaran
“kemudian setelah beberapa waktu”, seperti halnya dia memperoleh kredit.
53
54
________________________________________________________________________
Bentuk lain dari kartu kredit adalah debit card (pemegang credit card harus
memenuhi kewajiban membayar dengan segera atau secara otomatis, jumlah barang yang
dibelanjakan yang dikurangi langsung dari rekeningnya oleh emiten).

Para pihak dalam perjanjian kartu kredit :


a. Pemegang kartu (card holder) sebagai pembeli.
b. Bank/Perusahaan Pembiayaan sebagai Penerbit (Issuer).
c. Pengusaha dagang (Merchant) sebagai Penjual.

Adapun obyek kartu kredit adalah


a) barang/jasa yang diperdagangkan oleh Pengusaha dagang sebagai penjual,
b) harga yang dibayar oleh Pemegang kartu kredit sebagai pembeli
c) dokumen jual beli (sale document) yang terbit dari transaksi jual beli.

B. PERUSAHAAN MODAL VENTURA (Venture capital company)


Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura adalah badan usaha
yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang
menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam
bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau
pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
Kegiatan usaha Perusahaan Modal Ventura meliputi :
a. Penyertaan Saham (equity participation),
b. Penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity participation),
c. Pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha (profit/revenue
sharing).

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Ada beberapa tujuan dibuatnya Perjanjian Modal Ventura oleh kedua pihak yaitu :
a. pengembangan suatu penemuan baru
b. pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usaha mengalami kesulitan
c. membantu perusahaan yang berada dalam tahap pengembangan
d. membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran
e. pengembangan proyek penelitian dan rekayasa
f. pengembangan berbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi dari dalam
atau luar negeri
g. membantu pengalihan pemilikan perusahaan.

Berdasarkan hal itu maka pemberian bantuan tidak hanya bersifat penyertaan
finansial saja tetapi juga dalam bentuk pemberian jasa, misalnya yang bersifat managemen.
Pada umumnya usaha ini dilakukan pada Proyek tertentu berjangka pendek. Pembiayaan
dengan bentuk penyertaan modal oleh perusahaan Modal Ventura bersifat sementara, dan
tidak boleh lebih dari 10 tahun. Hal ini karena maksud dan tujuan pembiayaan itu adalah
untuk membantu menyediakan dana bagi peningkatan perusahaan pasangan usaha. Bila
perusahaan pasangan usaha tersebut sudah mencapai peningkatan usaha dan sesuai dengan
apa yang diatur dalam Perjanjian Modal Ventura maka Perusahaan Modal Ventura dapat
menarik kembali penyertaan modalnya.

Hak dan Kewajiban Perusahaan Modal Ventura


Kewajiban Perusahaan Modal Ventura adalah memberikan dana (penyertaan modal atau
ikut membiayai suatu proyek dari perusahaan lain). Haknya haknya adalah memperoleh
bunga atas modal yang ditanamkan dan uang jasa atas pengelolaan penyertaan modal dalam
Perusahaan Pasangan Usaha.

Persamaan dan Perbedaan Modal Ventura dengan lembaga Perbankan


Keduanya sama-sama menyediakan dana bagi pembangunan suatu usaha.
Perbedaannya, Perusahaan Modal Ventura ikut serta dalam pemodalan suatu proyek
55
56
________________________________________________________________________
pengembangan perusahaan bahkan yang mengalami kesulitan dalam tahap kemunduran
usaha. Sehingga mengandung risiko tinggi (high risk investment). Sedangkan bank pada
umumnya tidak bersedia memberikan kredit pada usaha yang mengalami kemunduran,
karena salah satu syarat pemberian kredit adalah prospek usaha debitur yang baik.
Kegiatan ini merupakan kegiatan ber-risiko tinggi (spekulatif) karena bersedia
membantu perusahaan yang baru berdiri atau yang sudah lama berdiri namun mengalami
kemunduran usaha. Oleh karena itu dimungkinkan pemberian bantuan manajemen,
bimbingan dan tenaga ahli oleh Perusahaan Modal Ventura kepada Perusahaan Pasangan
Usaha, sehingga kinerja perusahaan meningkat dan dapat menaikkan nilai saham.
Penyertaan modal dalam Usaha Modal Ventura (dari Perusahaan Modal Ventura ke
Perusahaan Pasangan Usaha) bersifat sementara, setelah tujuan tercapai perusahaan Modal
Ventura akan menarik modalnya atau melakukan divestasi (atas saham yang berasal dari
Perusahaan Pasangan Usaha) kepada pihak lain.
Keuntungan yang diperoleh Perusahaan Modal Ventura adalah :
a. memperoleh capital gain dari penjualan saham (Perusahaan Pasangan Usaha).
b. fee untuk paket bantuan manajemen dan lain-lain.

C. PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan
usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana
pada proyek infrastruktur.

Pasal 5 Perpres No. 9 Tahun 2009


(1) Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur meliputi :
a. Pemberian pinjaman langsung (direct lending) untuk Pembiayaan infrastruktur;
b. Refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai pihak lain, dan/atau
c. Pemberian pinjaman subordinasi (subordinated loans) yang berkaitan dengan
Pembiayaan infrastruktur).

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

(2) Untuk mendukung kegiatan usaha yang dimaksud ayat (1) Perusahaan Pembiayaan
Infrastruktur dapat pula melakukan :
a. Pemberian dukungan kredit (credit enhancement), termasuk penjaminan untuk
Pembiayaan Infrastruktur.
b. Pemberian jasa Konstruksi (advisory invesment)
c. Penyertaan Modal (equity invesment)
d. Upaya mencarikan swap market yang berkaitan dengan Pembiayaan Infrastruktur
e. Kegiatan atau pemberian fasilitas lain yang terkait dengan Pembiayaan Infrastruktur
setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.

57
58
________________________________________________________________________

A. PENGERTIAN ASURANSI / PERTANGGUNGAN :


Dalam Pasal 246 KUHD dinyatakan bahwa Asuransi atau pertanggungan adalah:
Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.

Menurut Pasal 1 UU No. 40 Tahun 2014, Asuransi adalah


perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang
menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan
untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.

UU No, 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, menggantikan UU No. 2 Tahun


1992 tentang Usaha Perasuransian. Sebelumnya dalam Pasal 1 UU No.2 tahun 1992,
Asuransi diartikan sebagai :
Perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian terhadap tertanggung karena kerugian, kerusakan atau

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab kepada pihak ketiga,
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dibandingkan dengan pengertian pertanggungan dalam KUHD, definisi asuransi


dalam UU No.2 tahun 1992 tentang Perasuransian lebih luas, karena obyeknya lebih luas,
yaitu meliputi : benda dan jasa; jiwa dan raga; kesehatan manusia; tanggung jawab hukum;
dan kepentingan lain yang dapat hilang, rusak, rugi atau berkurang nilainya. Selanjutnya
dengan diundangkannya UU No. 40 tahun 2014, pengertian asuransi menjadi lebih jelas
dan lebih mencerminkan usaha asuransi yang dijalankan dalam praktek.

B. DASAR HUKUM ASURANSI /PERTANGGUNGAN


Asuransi atau pertanggungan diatur dalam :
a. KUHD, Buku I, Bab IX tentang Asuransi atau pertanggungan pada umumnya dan
Bab X tentang Pertanggungan Kebakaran dan sebagainya serta Pertanggungan Jiwa.
b. KUHD, Buku II Bab IX tentang Pertanggungan terhadap bahaya-bahaya di laut dan
terhadap perbudakan, dan Bab. X tentang Pertanggungan terhadap bahaya
pengangkutan di darat.
c. UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian
d. PP No. 8 Tahun 2008 tentang Perubahan ketiga PP No. 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian

C. RISIKO DALAM ASURANSI


Dalam Asuransi terkandung pengertian adanya resiko, yaitu :
1. resiko tersebut terjadinya belum pasti (masih tergantung pada suatu peristiwa yang
belum pasti juga).
2. adanya pelimpahan tanggung jawab memikul resiko tersebut pada pihak lain yang
sanggup mengambil alih tangung jawab tersebut.
59
60
________________________________________________________________________

Asuransi merupakan usaha untuk menanggulangi resiko. Adapun Resiko


merupakan ketidak pastian mengenai kerugian (ketidak pastian tentang akan terjadi atau
tidak terjadinya suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian tersebut).
Risiko dapat menimpa kegiatan-kegiatan manusia pada umumnya (bidang
perdagangan, industri, pengangkutan dan lain lain). Untuk mengelakkan dan, mengurangi
resiko, dapat dilakukan dengan mengalihkan resiko pada pihak lain berdasar perjanjian
(Perjanjian Asuransi).
Peranan utama industri asuransi nasional adalah memberikan perlindungan/proteksi
terhadap risiko-risiko yang dihadapi masyarakat sehingga menunjang stabilitas
pembangunan dan sebagai salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat dan penyedia
dana untuk pembangunan ekonomi nasional.

D. PENGGOLONGAN ASURANSI :

1. Berdasarkan keikutsertaannya, asuransi dapat dibedakan menjadi :


a) Asuransi wajib, yaitu asuransi yang wajib diikuti berdasarkan ketentuan
undang-undang.
Contoh: Jamsostek (UU No.3 tahun 1992)
b) Asuransi sukarela, yaitu asuransi yang tidak wajib untuk diikuti. Contoh :
asuransi kebakaran, asuransi jiwa,

2. Berdasarkan obyeknya, asuransi dapat dibedakan menjadi:


a) Asuransi Jiwa, yaitu asuransi yang memberi jaminan pada orang / keluarga
karena matinya atau sakitnya tertanggung.
b) Asuransi Kerugian, yaitu asuransi yang memberi penggantian atas kerugian
yang diderita tertanggung karena peristiwa tidak pasti seperti pencurian,
kebakaran.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

c) Asuransi Varia, yaitu menyangkut beban wajib/liability pada pihak ketiga


(suatu bentuk khusus tidak dapat digolongkan asuransi kerugian / jiwa).
Contoh : asuransi kecelakaan (menyangkut beban wajib pada pihak ke tiga yang
terkena kecelakaan).

3. Berdasarkan Programnya, asuransi terdiri dari :


a. Program asuransi sosial
Program ini diselenggarakan secara wajib berdasarkan ketentuan undang-
undang, dengan tujuan untuk memberi perlindungan dasar bagi kesejahteraan
masyarakat.
b. Program asuransi komersial
Program asuransi ini tidak diwajibkan untuk diikuti, dan tujuan penyelenggaraan
asuransi ini adalah untuk memberi perlindungan bagi pemegang polis.

E. USAHA PERASURANSIAN
Menurut UU No.40 Tahun 2014, Usaha Perasuransian adalah segala usaha
menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko,pertanggungan ulang risiko,
pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan
keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian
kerugian asuransi atau asuransi syariah.

Usaha Asuransi di Indonesia meliputi tiga hal, yaitu


a. Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan
penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
61
62
________________________________________________________________________
b. Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan
risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau
pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup,
atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang
berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah
ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
c. Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.

Ruang lingkup perusahaan asuransi menurut UU No. 40 Tahun 2014 adalah :


a. Perusahaan Asuransi Umum hanya dapat menyelenggarakan:
1) Usaha Asuransi Umum, termasuk
a) lini usaha asuransi kesehatan dan
b) lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan
2) Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain.
b. Perusahaan Asuransi Jiwa Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa, termasuk :
1) lini usaha anuitas,
2) lini usaha asuransi kesehatan, dan
3) lini usaha asuransi kecelakaan diri.
c. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Reasuransi.
F. PERJANJIAN ASURANSI
Dalam pengertian hukum, asuransi mengandung suatu pengertian sebagai suatu
jenis perjanjian, yang mempunyai tujuan spesifik dan pasti yaitu yang berkisar pada
manfaat ekonomi bagi kedua pihak yang mengadakan perjanjian (Perusahaan Asuransi dan
nasabahnya). Dalam perjanjian tersebut Perusahaan Asuransi bersedia mengambil alih atau
menerima risiko pihak lain, yang diikuti dengan pembayaran sejumlah uang yang disebut

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

premi. Pembayaran premi yang diterima perusahaan disamping dimanfaatkan untuk


operasional perusahaan , juga secara potensial dapat dihimpun untuk cadangan atau sebagai
kumpulan dana yang relatif menjadi sangat besar. Dalam hal ini perusahaan berkedudukan
sebagai penyerap dana masyarakat.
Dalam pelaksanaan prestasi, terdapat perbedaan antara perjanjian asuransi dengan
perjanjian pada umumnya, yaitu :
1. Perjanjian pada umumnya :
prestasi dapat saling dipenuhi oleh para pihak secara seketika dan serentak (secara
bersamaan dapat saling memenuhi prestasi masing-masing).
2. Perjanjian Asuransi :
terdapat kesenjangan waktu antara prestasi pihak pertama (penanggung) dengan
pihak kedua (tertanggung), karena prestasi penanggung masih harus digantungkan
pada “suatu kejadian tertentu yang belum pasti’ yang juga merupakan syarat
perjanjian asuransi.
Jadi terdapat kesenjangan antara saat terjadi dan sahnya perjanjian asuransi, dengan
saat pelaksanaan perjanjian asuransi tersebut.

Sebagaimana perjanjian pada umumnya, Perjanjian Asuransi harus dibuat dengan


memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu
a. kesepakatan para pihak,
b. kecakapan,
c. hal tertentu
d. sebab yang halal.
G. ASAS-ASAS DALAM PERJANJIAN ASURANSI :
Dalam perjanjian asuransi berlaku asas-asas perjanjian sebagai berikut :
a. Asas Indemnitas (Principle of Indemnity)
Asas Indemnitas merupakan dasar mekanisme kerja dan memberi asas tujuan
perjanjian asuransi (kerugian) adalah memberi penggantian terhadap kerugian yang
diderita oleh tertanggung (pemegang polis).
63
64
________________________________________________________________________
Adanya asas indemnitas dimaksudkan agar ada keseimbangan antara resiko yang
dialihkan pada penanggung, dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung, akibat
terjadinya peristiwa yang secara wajar tidak diharapkan terjadinya (evenement).
Pasal 253 ayat 1 KUHD :
“ … suatu pertanggungan yang melebihi jumlah harga kepentingan yang
sesungguhnya, hanya sah untuk atau sampai jumlah tersebut ..”

b. asas kepentingan yang diasuransikan (Principle of insurable interest)


Tiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian pertanggungan harus
mempunyai kepentingan yang dapat dipertanggungkan (ada keterlibatan kerugian
keuangan akibat peristiwa yang belum pasti tersebut).
Pasal 250 dan 268 KUHD menentukan bahwa :
kepentingan yang dapat diasuransikan, antara lain : yang tidak dilarang undang-
undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

c. asas itikad baik (utmost good faith)


Dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian, para pihak dituntut bertindak dengan
itikad baik dan kejujuran.
Dalam Pasal 251 KUHD dinyatakan bahwa :
masing-masing pihak dalam perjanjian, wajib memberikan keterangan atau
informasi secara lengkap, yang dapat mempengaruhi keputusan pihak lain untuk
mengadakan perjanjian atau tidak membuat perjanjian.
d. asas subrogasi (Subrogation)
Sebagai konsekuensi logis dari asas indemnitas, tertanggung mendapat ganti rugi
sebanding yang diderita, sehingga tidak adil bila tertanggung masih mendapat ganti
rugi dari pihak ketiga.
Berdasar asas Subrogasi, Penanggung menggantikan tertanggung dalam segala hak
yang diperolehnya terhadap pihak ketiga, sehubungan dengan kerugian tersebut.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

H. SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI :


Penanggung bersedia memenuhi tanggung jawab atau memberikan ganti kerugian
yang diperjanjikan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Peristiwa yang tidak tentu / evenement
Peristiwa yang menurut pengalaman manusia normalitas tidak dapat diharapkan
akan terjadi (tidak dapat dipastikan akan terjadi atau tidak)
b. Hubungan sebab akibat
Kerugian yang terjadi disebabkan oleh peristiwa yang diperjanjikan.
c. Penanggung bebas dari kewajiban mengganti kerugian bila hal itu disebabkan
karena cacat atau sifat kodrat dari barang-barang yang dipertanggungkan (Pasal
249 KUHD).
d. kerugian yang terjadi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri (276 KUHD)

Meskipun ruang lingkup usaha asuransi telah ditentukan tetap dimungkinkan


pengembangan produk asuransi, asalkan masih dalam konteks ruang lingkup yang
diizinkan. Penyelenggaraan Usaha perasuransian ini di bawah pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), sebagai lembaga pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

I. ASURANSI BERDASAR PRINSIP SYARI’AH


Asuransi berdasarkan syariat Islam atau sering disebut dengan Asuransi Takaful
adalah pertanggungan yang berbentuk tolong-menolong, atau disebut juga dengan
perbuatan kafal, yaitu perbuatan saling menolong dalam menghadapi suatu resiko yang
tidak diperkirakan sebelumnya.
Pada tanggal 24 Pebruari 1994 di Indonesia berdiri PT Syarikat Takaful Indonesia,
sebagai terobosan baru produk asuransi bagi umat Islam. PT Syarikat Takaful Indonesia ini
mempunyai dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga, yang bergerak di
bidang asuransi jiwa dan PT Asuransi Takaful Umum yang bergerak di bidang asuransi
65
66
________________________________________________________________________
kerugian. Perusahaan asuransi bersendikan syari’ah Islam ini merupakan cikal bakal
pertumbuhan jenis asuransi Islam lainnya.
Dalam operasionalisasinya PT Syarikat Takaful Indonesia mempunyai prinsip dan filosofi
sebagai berikut :
“Segala musibah dan bencana yang menimpa manusia merupakan qadha dan
qadhar Allah. Namun, manusia wajib berikhtiar memperkecil resiko finansial yang
timbul. Salah satu caranya dengan menabung, tetapi upaya tersebut seringkali tidak
memadai karena yang harus ditanggung lebih besar daripada yang diperkirakan.
Takaful sebagai asuransi yang bertumpu pada konsep tolong menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan (wa ta’awanu alal birri wat taqwa) dan perlindungan
(at-ta’min), menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling
menanggung satu sama lain. Sistem ini dengan meniadakan tiga unsur yang masih
dipertanyakan, yaitu gharar, maisir dan riba.

Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi takaful tidak mengandung unsur


gharar (ketidakpastian), maisir (judi) dan riba.
a) Tidak adanya unsur gharar karena adanya kejelasan sumber dana yang digunakan
untuk membayar klaim. Bila peserta meninggal dunia, sumber pembayaran klaim
akan diambil dari tabungan khusus tabbaru, rekening tabungan dan hasil investasi.
b) Maisir juga tidak berlaku, karena premi yang disetor ke perusahaan bila masa
kontrak habis atau bila peserta mengundurkan diri, tidak menjadi hilang atau
hangus. Dalam hal ini peserta akan menerima premi yang disetor ke rekening
tabungan ditambah hasil investasi.
c) Hasil investasinya tidak mengandung riba, karena Premi yang dibayarkan peserta
akan diinvestasikan pada lembaga keuangan Islam, antara lain pada Bank
Muamalat.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Mengingat perkembangan dan kebutuhan masyarakat terhadap asuransi syariah,


maka dalam UU No. 40 tahun 2014, diatur penyelenggaraan asuransi syariah.
Asuransi Syariah adalah
kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah
dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka
pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan
melindungi dengan cara:
a. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis
karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perasuransian


berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang syariah.
Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan asuransi berdasarkan syari’ah di
Indonesia, sebelumnya telah dikeluarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (MUI) No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi berdasarkan
Syariah.

67
68
________________________________________________________________________
A. PENGERTIAN ARBITRASE
Arbitrase berasal dari kata “arbitrare” (Latin) yang berarti : Kekuasaan
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan.
Pengertian arbitrase menurut UU No. 30 Tahun 1999, adalah :
Cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
Jadi Arbitrase merupakan kekuasaan untuk menyelesaikan sengketa oleh wasit/
arbiter (di luar peradilan umum). Menurut UU Arbitrase, Arbiter adalah
seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk
oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.

Kelebihan lembaga arbitrase dibandingkan lembaga peradilan adalah :


a. Kerahasiaan sengketa para pihak lebih terjamin.
b. Prosedur arbitrase bersifat tidak formal dan dan relatif lebih cepat.
c. Arbiter yang menyelesaikan sengketa dipilih dari orang yang ahli dalam bidang
yang dipersengketakan.
d. Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak, disamping itu
upaya hukumnya terbatas.

Pada umumnya penggunaan arbitrase dilakukan dengan Perjanjian Arbitrase,


yaitu suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase
tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Perjanjian arbitrase ini merupakan perjanjian accessoir (tambahan) dari perjanjian


pokoknya, yang bisa berupa perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

dan lain-lain. Inti dari perjanjian arbitrase adalah adanya kata sepakat para pihak mengenai
masalah, cara dan lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan “sengketa” diantara
pihak-pihak yang berjanji.

B. DASAR HUKUM ARBITRASE


Lembaga arbitrase sebagai sarana alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam :
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 ini menghapuskan ketentuan hukum yang
berlaku sebelumnya, yaitu :
a. Pasal 615 – 651 Reglement op de Rechtsvordering (RV) , S 1847 No. 52.
b. Pasal 377 Reglemen Indonesia yang diperbarui (Het Herziene Indonesisch
Reglement) S 1941 No. 44.
c. Pasal 705 Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement
Buitengewesten) S 1927 No.227.

Beberapa Konvensi Internasional tentang arbitrase yang telah diratifikasi Indonesia,


antara lain :
a. The New York Convention tahun 1958 (Convention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Award / Konvensi tentang pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan perwasitan Asing, disetujui dengan Kepres RI No. 34 Tahun
1981 dan dilaksanakan dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990.
b. The World Bank Convention / International Comvention on Settlement on
Investment Disputes Between States and National of Other States (ICSID),
diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun 1968.

C. CARA PENGGUNAAN ARBITRASE


Terdapat dua alternatif cara untuk menggunakan Arbitrase, yaitu :

69
70
________________________________________________________________________
a. Mencantumkan klausula dalam perjanjian para pihak, yang menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dalam pelaksanaan perjanjian,
diselesaikan dengan peradilan wasit (Pactum de compromittendo).
Pada umumnya klausula arbitrase itu dimuat dalam salah satu pasal dari perjanjian
para pihak. Sebagai contoh penyerahan sengketa di BANI, sebagai berikut :
“ Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus
oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan–peraturan
prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir”.
b. Membuat perjanjian tersendiri di luar perjanjian pokok (setelah timbul sengketa
dalam pelaksanaan perjanjian tersebut). Perjanjian itu disebut Akta Kompromis.

Menurut ketentuan Pasal 5 UU Arbitrase, Sengketa yang dapat diselesaikan


melalui Arbitrase adalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan, dapat dikuasai sepenuhnya ole pihak yang
bersengketa (dapat diadakan perdamaian). Sedangkan sengketa yang tidak dapat
diselesaikan dengan arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian.
Sengketa yang telah disepakati untuk diselesaikan melalui arbitrase, tidak dapat
diadili oleh Pengadilan Negeri. Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 menentukan bahwa
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat
dalam perjanjian arbitrase.
Penyelesaian sengketa dengan Arbitrase ini dapat dilakukan secara :
a. ad hoc (tidak terkoordinir/ tidak terlembaga)
b. kelembagaan (institutionalized arbitration), misalnya : Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI); International Chambers of Commerce (ICC).

D. PUTUSAN ARBITRASE

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Menurut Pasal 60, UU No. 30 tahun 1999, Putusan arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.
Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, menurut Pasal
61, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan
salah satu pihak yang bersengketa.
Putusan arbitrase atas suatu sengketa yang diajukan, bersifat final (tingkat terakhir)
dan mengikat para pihak serta mempunyai kekuatan hukum tetap.
UU No. 30 Tahun 1999 mengatur Pembatalan Putusan Arbitrase, yang dimungkinkan
karena hal-hal sebagai berikut :
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan
diakui atau dinyatakan palsu
2. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang sengaja
disembunyikan pihak lawan; atau
3. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa.
Permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri dan terhadap putusan Pengadilan Negeri tersebut hanya dapat diajukan permohonan
banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhi

Menurut Pasal 54 UU No. 30 Tahun 1999, Putusan arbitrase harus memuat :


a. kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap dan alamat para pihak;
c. uraian singkat sengketa;
d. pendirian para pihak;
e. nama lengkap dan alamat arbiter;
f. pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan
sengketa;
g. pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase;
h. amar putusan;
i. tempat dan tanggal putusan; dan
j. tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

71
72
________________________________________________________________________
E. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (APS) :
Menurut Prof. Hikmahanto Yuwana, pada dasarnya terdapat dua pengertian
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolutio (ADR),
yaitu pengertian yang luas dan pengertian yang sempit.
a. Pengertian luas
Pengertian yang luas dari APS adalah berbagai sarana penyelesaian sengketa yang
dilakukan di luar pengadilan. Kata “di luar pengadilan” dalam pengertian ini
sangat penting dan dijadikan sebagai patokan untuk menentukan sarana yang mana.
Mengingat yang dimaksud dengan APS adalah sarana penyelesaian sengketa yang
dilakukan di luar pengadilan maka tidak terlalu penting apakah penyelesaian
sengketa tersebut dilakukan oleh para pihak atau oleh pihak ketiga.
Dalam pengertian ini maka APS akan termasuk penyelesaian sengketa yang
dilakukan para pihak yang bersengketa dan penyelesaian sengketa yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang sama sekali tidak terlibat dalam sengketa itu sendiri.

b. Pengertian sempit
Pengertian sempit dari APS adalah sarana penyelesaian sengketa yang dilakukan
oleh para pihak. Dalam pengertian yang demikian ini maka penyelesaian sengketa
oleh pihak ketiga, baik secara sukarela (dengan arbitrase) maupun keharusan
(misalnya pada sengketa perburuhan dilakukan oleh Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan) , tidak tercakup dan menjadi bagian dari APS.

Perbedaan antara APS dalam pengertian yang sempit dengan yang luas terletak pada
apakah sengketa tersebut diselesaikan oleh para pihak sendiri (pihak ketiga tidak
memutus) atau diselesaikan oleh pihak ketiga (sebagai pemutus sengketa).

Menurut Pasal 1 angka 10, UU No. 30 Tahun 1999, Alternative Dispute


Resolution atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang


disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam UU No. 30 Tahun 1999 tersebut


merupakan pengertian APS dalam arti sempit, karena penyelesaian sengketa dilakukan oleh
para pihak sendiri.
Dalam UU No. 30 Tahun 1999, lembaga arbitrase dibedakan dengan Alternatif
penyelesaian sengketa berdasarkan metode penyelesaiannya. Metode penyelesaian dalam
Alternatif Penyelesaian Sengketa dilakukan antara lain melalui Konsultasi, Mediasi,
Negosiasi, Konsiliasi, atau penilaian ahli.
Alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase telah diperkenalkan sebagai suatu
lembaga yang dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa dan mengikat untuk
ditaati para pihak. Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga independen di luar
lembaga arbitrase.
Adapun arbitrase mempunyai ketentuan, cara dan syarat-syarat tersendiri untuk
pemberlakuan formalitasnya. Meskipun demikian terdapat kesamaan mengenai bentuk
sengketa yang dapat diselesaikan oleh arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, yaitu :
a. sengketa atau beda pendapat secara perdata di bidang perdagangan;
b. menurut peraturan perundang-undangan sengketa atau beda pendapat tersebut dapat
diajukan dengan upaya “damai ”.
Kesepakatan atas penyelesaian sengketa dibuat secara tertulis dan ditanda tangani
para pihak. Putusan APS bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan
dengan itikad baik.
Masalah APS dalam UU No. 30 Tahun 1999 hanya diatur dalam satu pasal, yaitu
Pasal 6. Dalam Pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata
dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengeketa yang
didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di
Pengadilan Negeri.
73
74
________________________________________________________________________
Penyelesaian ADR merupakan upaya penyelesaian bersifat win-win solution dan
bila tidak tercapai kata sepakat dapat mengajukan upaya penyelesaian melalui lembaga
(institusi) arbitrase atau arbitrase ad hoc.
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (9) UU No. 3 Tahun 1999, apabila usaha
perdamaian yang dilakukan (baik dengan cara pertemuan langsung oleh para pihak maupun
melalui mediator) tidak dapat tercapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara
tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase
ad hoc.

Dalam suatu transaksi, terdapat kemungkinan debitur lalai melaksanakan kewajiban


(wanprestasi) bukan karena over macht, yang dapat berbentuk :
1. tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. terlambat memenuhi prestasi.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

3. memenuhi prestasi secara tidak baik (tidak sesuai dengan yang diperjanjikan).

Penyelesaian wanprestasi atas suatu kontrak dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu :
1. Melalui gugatan keperdataan (Peradilan Perdata) atau litigasi.
Litigasi merupakan penyelesaian sengketa melalui proses peradilan resmi (ordinary
court).
2. Arbitrase
3. Musyawarah (Mediasi, Konsiliasi, Negosiasi)
4. Dalam hal perjanjian utang piutang diikat dengan jaminan kreditur dapat menjual
barang jaminan tersebut (eksekusi benda jaminan)
5. Melalui Kepailitan.

A. PENGERTIAN PAILIT DAN KEPAILITAN


Secara etimologis, istilah "kepailitan" berasal dari kata "pailit". Dalam Bahasa
Perancis, istilah "faillite" artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan
pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah failliet. Sedangkan dalam bahasa
Latin dipergunakan istilah "fallire", dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata to fail,
untuk arti yang sama. Disamping itu pada negara-negara yang berbahasa Inggris untuk
pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah-istilah bankrupt dan bankruptcy.
Dalam UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang dimuat pengertian Kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan
Debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
Jadi pernyataan pailit ini berkaitan dengan "ketidak mampuan untuk membayar"
dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan itu
harus disertai dengan tindakan nyata untuk mengajukan, baik dilakukan secara sukarela
oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga, suatu permohonan pernyataan
pailit ke Pengadilan. Jadi pernyataan pailit itu harus dinyatakan dengan putusan hakim.

75
76
________________________________________________________________________
Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang
yang dapat ditagih di muka Pengadilan.
Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan

Syarat dan Putusan Pailit


Pasal 2
(1) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan
untuk kepentingan umum.
(3) Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Bank Indonesia.
(4) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
(5) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun,
atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut menurut UU Kepailitan, seorang dengan dua atau


lebih kreditur yang tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dapat
dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga, berdasar permohonan dari :
1. Debitur sendiri,
2. Seorang kreditur atau lebih,
3. Kejaksaan (demi kepentingan umum),
4. Bank Indonesia (dalam hal Debitur merupakan Bank),
5. BAPEPAM (apabila Debitur merupakan perusahaan efek, Bursa Efek, Lembaga
Kliring dan penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan penyelesaian).
6. Menteri Keuangan (dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan
publik).
________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Kepailitan merupakan lembaga Hukum Perdata Eropa, sebagai realisasi dari asas
yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPer, sebagai berikut :
Pasal 1131 KUHPerdata
Segala kebendaan milik debitur, baik yang bergerak atau tidak bergerak, yang
sekarang ada maupun yang akan ada kemudian menjadi jaminan bagi pelunasan
hutangnya.
Pasal 1132 KUHPerdata
Bahwa bila debitur lalai memenuhi kewajibannya, kreditur berhak melakukan
pelelangan atas harta dan benda debitur dan hasilnya digunakan untuk melunasi
hutang debitur sesuai dengan perimbangan jumlah utangnya
Lembaga Kepailitan berfungsi untuk :
Melakukan penyitaan umum (eksekusi massal) atas seluruh harta benda debitur dan
selanjutnya akan dibagikan pada para kreditur secara seimbang dan adil di bawah
pengawasan petugas yang berwenang.

B. DASAR HUKUM KEPAILITAN


Mengingat Kepailitan merupakan realisasi dari asas hukum yang terkandung dalam
Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata, maka sebagai dasar umum (peraturan umum) dari
lembaga kepailitan ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
khususnya Pasal 1131 dan 1132.
Sedangkan dasar hukum khusus tentang kepailitan adalah
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
UU ini mencabut berlakunya Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan,
(Faillissement Verordening, Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad
Tahun 1906 Nomor 348).

77
78
________________________________________________________________________
Faillissement Verordening tersebut merupakan peraturan kepailitan yang dibuat
pada masa Hindia Belanda, yang judul lengkapnya adalah " Verordening op de Europanen
in Nederlands Indie" (Peraturan untuk Kepailitan dan Penundaan Pembayaran bagi orang-
orang Eropa di Hindia Belanda).
Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan Faillissement
Verordening S Th 1905), terdiri atas 3 bab, yaitu :
1. Tentang Kepailitan
2. Tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
3. Tentang Pengadilan Niaga

C. PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN


Terbitnya UU Kepailitan No. 4 Tahun 1998 memberikan banyak perubahan dalam
pengaturan kepailitan di Indonesia. Dalam Penjelasan UU No. 4 Tahun 1998 pada bagian
umum disebutkan beberapa pokok-pokok penyempurnaan yang dilakukan terhadap FV,
sebagai berikut :
a. Syarat-syarat dan prosedur permintaan pernyataan pailit, termasuk mengenai time
frame yang lebih pasti
b. Tambahan pengaturan tentang tindakan sementara yang dapat diambil oleh pihak
kreditur atas kekayaan debitur sebelum adanya putusan kepailitan
c. Peneguhan fungsi kurator dan dibukanya kemungkinan adanya kurator swasta
d. Pengesahan bahwa upaya hukum yang mungkin adalah kasasi (tanpa banding) serta
tata caranya yang lebih jelas
e. Adanya mekanisme "stay" yang merupakan penangguhan pelaksanaan hak kreditur
preferens, dan pengaturan status hukum tentang perikatan yang telah dibuat sebelum
putusan pernyataan pailit
f. Penyempurnaan ketentuan mengenai tundaan pembayaran
g. Pembentukan Pengadilan khusus yang disebut dengan Pengadilan Niaga.

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Dalam pelaksanaannya perubahan tersebut belum juga memenuhi kebutuhan masyarakat


maka pada tanggal 18 Oktober 2004 diterbitkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU, menggantikan UU Kepailitan sebelumnya.
Beberapa pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini antara lain :
1. terdapat pengertian utang secara tegas, demikian juga pengertian jatuh
waktu hal ini agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU,
2. terdapat ketentuan mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan
pernyataan pailit dan permohonan PKPU termasuk pemberian kerangka waktu
secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan PKPU

UU No. 37 Tahun 2004 telah memberikan pengertian utang yang tidak terdapat dalam UU
Kepailitan sebelumnya. Pengertian utang ini penting megingat adanya utang merupakan
syarat seseotang dapat dinyatakan pailit melalui Putusan pengadilan Niaga.
Menurut Pasal 1 UU Kepailitan, pengertian Utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia
maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari
atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi
oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

D. AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT


Pasal 21 UU Kepailitan menentukan bahwa:
Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan
pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.

Pasal 22
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 tidak berlaku terhadap :
a. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan,
79
80
________________________________________________________________________
tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan
bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di
tempat itu;
b. segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh
yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
c. uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang.

Pasal 24
(1) Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya
yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.

Oleh karena Debitur kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas
harta kekayaannya, maka Pengurusan dan pemberesan boedel pailit dilakukan oleh Balai
Harta Peninggalan (BHP) atau kurator lainnya yang ditetapkan dalam Putusan. Disamping
kurator, Pengadilan Niaga juga mengangkat Hakim Pengawas yang bertugas mengawasi
pengurusan dan pemberesan boedel pailit oleh kurator.

Dalam kepailitan terdapat beberapa golongan kreditur, yaitu :


1. Kreditur Separatis,
yaitu keditur yang tidak terkena akibat kepailitan, karena kreditur ini tetap dapat
melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitur pailit (dengan menjual
barang-barang debitur yang dipegangnya sebagai jaminan dan mengambil pelunasan
piutangnya).
2. Kreditur Preferen / Istimewa :
Adalah Kreditur yang (berdasarkan sifat piutangnya) oleh undang-undang diberi
tingkatan lebih tinggi dari kreditur-kreditur lain (diatur dalam Pasal 1139 dan 1149
KUHPer).
3. Kreditur Konkuren :

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Adalah Kreditur yang tidak termasuk kreditur separatis maupun kreditur preferen.
Kreditur ini satu sama lain punya kedudukan sama (paritas creditorum) dan punya
hak sama atas hasil eksekusi budel pailit, sesuai besarnya piutang masing-masing.

Sebelumnya dalam UU Kepailitan Tahun 1998 dikenalkan lembaga baru, yaitu


penangguhan pelaksanaan eksekusi bagi para kreditur tersebut (yang dikecualikan dari
eksekusi boedel pailit karena telah memegang benda jaminan atau hak didahulukan /
istimewa).
Penangguhan dilakukan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak
tanggal putusan pailit ditetapkan. Tujuannya adalah agar kurator dapat mengurus boedel
secara teratur.

Pelaksanaan Putusan Pengadilan Niaga atas permohonan pernyataan pailit


berdasarkan Undang-undang Kepailitan dilakukan melalui rangkaian mata acara yang
banyak melibatkan peranan kurator dan Hakim Pengawas di dalamnya, yaitu :
a) Rapat Kreditur,
b) Pencocokan Piutang (Verifikasi),
c) Penawaran Perdamaian (Akkoord),
d) Insolvensi,
e) Pemberesan harta pailit serta pembayaran hutang-hutang pailit pada para
Krediturnya, hingga berakhirnya kepailitan,
f) rehabilitasi bagi debitur pailit.

Rangkaian acara dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Niaga itu dilakukan dengan
tujuan mengadakan pembagian harta kekayaan si pailit (dalam boedel pailit) kepada para
kreditur sebagai realisasi Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata.

E. BERAKHIRNYA KEPAILITAN

81
82
________________________________________________________________________
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Kepailitan, maka kepailitan akan berakhir
karena beberapa sebab, yaitu :
a. Setelah adanya perdamaian (composition, akkord) yang dihomologasikan dan
berkekuatan pasti.
b. Setelah insolvensi dan pembagian.
c. Atas saran kurator karena harta debitur tidak cukup.
d. Kepailitan dicabut atas anjuran Hakim Pengawas.
e. Jika putusan pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

F. PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)


PKPU ini diatur dalam pengaturan tentang kepailitan, yaitu dari Pasal 222 sampai
dengan Pasal 279 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
Pasal 222
(1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih
dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.

(2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan
kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian
yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor.

(3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar
utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada
Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau
seluruh utang kepada Kreditornya.

Tujuan diadakannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) itu adalah :


________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

memberi kesempatan bagi debitur untuk memperbaiki kondisi keuangannya,


sehingga dapat membayar utang-utangnya tersebut .

Jadi PKPU ini berbeda dengan kepailitan, karena tidak berdasarkan pada keadaan-
keadaan dimana debitur tidak mampu membayar utangnya (insolven) dan tidak bertujuan
untuk dilakukannya pemberesan (boedel pailit).
PKPU tidak hanya bermanfaat untuk kepentingan debitur saja, tetapi juga untuk
kreditur (terutama Kreditur Konkuren), hal ini karena :
1. dengan PKPU, debitur mendapat waktu (selama 270 hari) dan kesempatan untuk
melakukan reorganisasi usaha serta menjalankan usahanya dengan didampingi
pengurus, sehingga diharapkan dapat membayar lunas utang-utangnya.
2. Selama PKPU, terbuka kemungkinan mengadakan perdamaian dengan para
krediturnya.

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PEMBENTUKAN GATT


GATT (General Agreement on Tariffs and Trade / Persetujuan Umum mengenai
Tarif dan Perdagangan). GATT ini dalam bentuk baru disebut WTO.

83
84
________________________________________________________________________
GATT merupakan Perjanjian Internasional di bidang perdagangan dan mengikat
lebih dari 120 negara anggota. Dalam kegiatannya GATT menangani masalah perdagangan
internasional dengan berfungsi sebagai suatu sistem dan sebagai forum internasional yang
menentukan secara multilateral aturan permainan untuk perdagangan internasional atas
dasar perjanjian yang disepakati oleh negara anggota.
Tujuan dibentuknya GATT adalah :
a. untuk meningkatkan taraf hidup umat manusia.
b. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
c. Untuk meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam dunia
d. Meningkatkan produksi dan tukar menukar barang.
Adapun fungsi GATT adalah sebagai :
a. seperangkat aturan bersifat multilateral yang mengatur tindak tanduk perdagangan
yang dilakukan para negara (pemerintah), dengan memberikan seperangkat
ketentuan perdagangan.
b. suatu forum perundingan perdagangan, agar praktek perdagangan bebas dari
rintangan-rintangan yang mengganggu.
c. Suatu pengadilan internasional dimana para anggotanya menyelesaikan sengketa
dagangnya dengan anggota-anggota GATT yang lain.

B. KOMPONEN UTAMA SISTEM GATT

Komponen utama GATT sebagai lembaga internasional antara lain terdiri dari :
a. GATT sebagai Perjanjian Internasional
Sebagai suatu perjanjian GATT meerupakan instrumen formal yang memberikan
batasan dan ruang gerak GATT sebagai suatu lembaga. Perjanjian ini merupakan

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

dokumen legal yang menentukan cakupan substansi yang menjadi aturan permainan
yang berlaku untuk semua negara peserta.
b. GATT sebagai forum pengambilan Keputusan
Forum ini merupakan forum negosiasi sejauh negara-negara yang berkepentingan
memerlukan penyelesaian informal serta forum penyelesaian sengketa informal,
sebelum masuk ke dalam forum penyelesaian sengketa yang bersifat lebih formal.
c. GATT sebagai Forum Penyelesaian Sengketa
GATT menyediakan forum penyelesaian sengketa yang semakin berkembang dan
disempurnakan, terutama setelah selesainya perundingan Uruguay Round. Salah
satu kegiatan utama GATT adalah sebagai penyelenggara forum penyelesaian
sengketa bila terjadi pelanggaran hak dan kewajiban negara anggota.
d. GATT sebagai Forum Negosiasi
Sebagai forum negosiasi, GATT menyelenggarakan serangkaian perundiangan
formal untuk meingkatkan perdagangan dunia melalui upaya pengurangan
hambatan perdagangan, baik berupa tariff atau non tariff.

GATT berdiri sejak tahun 1947, dan telah mensponsori berbagai macam
perundingan utama (Putaran/ Round), yaitu :
a. Putaran Jenewa (1947, diikuti oleh 23 negara),
b. Putaran Annecy (1947, diikuti oleh 13 negara).
c. Putaran Torquay (1951, didikuti oleh 33 negara)
d. Putaran Jenewa (1956, diikuti oleh 26 negara).
e. Putaran Jenewa (1960 sampai dengan 1961, diikuti oleh 26 negara)
f. Putaran Kennedy (1964 sampai dengan 1967, diikuti oleh 62 negara)
g. Putaran Tokyo (1973 sampai dengan 1979, diikuti oleh 102 negara)
h. Putaran Uruguay (1986 sampai dengan 1994, diikuti oleh 126 negara)

C. SEJARAH PEMBENTUKAN GATT

85
86
________________________________________________________________________
GATT dibentuk sebagai suatu dasar (wadah) bersifat sementara, karena kesadaran
masyarakat internasional tentang perlunya lembaga multilateral (selain the International
Bank for Reconstruction and Development / IBRD atau yang lebih dikenal dengan Bank
Dunia dan International Monetary Fund /IMF). Disamping itu karena ada kesulitan dalam
mencapai kata sepakat tentang pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan dan
diskriminasi perdagangan.
Pada tahun 1944 terdapat rencana untuk membentuk International Trade Organization
(ITO) yang dimaksudkan untuk mengatur perdagangan dunia.
Pada tahun 1947 dipersiapkan rancangan Piagam ITO tersebut, dan hasil
perundingan tentang konsensi timbal balik dicantumkan dalam GATT, yang ditanda
tangani tanggal 10 Oktober 1947. Berdasarkan persyaratan Protokol tanggal 10 Oktober
1947 tersebut, The General Agreement on Trade and Tariff (GATT) ditetapkan pada
tanggal 1 Januari 1948, untuk diberlakukan sampai berlakunya ITO.
Dalam pertemuan Havana pada tahun 1948 berhasil dibahas Piagam ITO, dan
disahkan dalam Piagam Havana. Namun hingga tahun 1950-an negara-negara peserta
mengalami kesulitan untuk meratifikasinya, karena Amerika Serikat sebagai pelaku utama
perdagangan dunia menolak meratifikasi pembentukan ITO tersebut. Sehingga disepakati
bahwa GATT tetap berlaku dan ditetapkan dengan The Protocol of Provisional Application.

D. PRINSIP PERDAGANGAN BEBAS DALAM GATT


GATT dimaksudkan untuk mengupayakan terselenggranya perdagangan bebas
dunia berdasarkan konsep keunggulan komparatif (comparative advantage), bahwa suatu
negara menjadi makmur melalui konsentrasi pada produk yang dapat diproduksi oleh
negara tersebut dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya untuk mencapai hal yang baik, produk
negara tersebut harus dapat menembus pasar luar negeri (pasar dunia).

Prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam dalam GATT :


a. Prinsip Most Favoured Nation (MFN)

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Prinsip ini dimaksudkan bahwa kebijakan perdagangan harus dilaksanakan atas


dasar non diskriminatif (prinsip perlakuan yang sama).
b. Prinsip National Treatment
Produk suatu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara harus
diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri.
c. Larangan restriksi kuantitatif
Pada prinsipnya setiap restriksi (pembatasan) terhadap ekspor impor dalam bentuk
apapun (baik dalam kuota, restriksi penggunaan lisensi ekspor impor dan
sebagainya), yang mengganggu praktek perdagangan dilarang .
d. Perlindungan melalui tarif
GATT hanya memperbolehkan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui
tariff (misalnya dengan menaikkan tariff bea masuk), dan tidak melalui upaya
perdagangan yang lain (non tariff commercial measures).
e. Prinsip Resiprositas.
Hubungan perdagangan antara bangsa didasarkan atas prinsip Resiprositas, artinya
perlakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara mitra dagangnya harus
pula diberikan oleh negara mitra dagang tersebut. Perlakuan tersebut dilakukan
secara bertimbal balik, dan saling menguntungkan..

E. HASIL URUGUAY ROUND


Pada Putaran Uruguay tahun 1993 terbentuklah organisasi baru sebagai penerus
GATT, yaitu The World Trade Organization (WTO) yang mempunyai wewenang lebih
luas dari GATT.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ini dilengkapi dengan organ-organ yang struktur
organisasinya adalah sebagai berikut :
87
88
________________________________________________________________________
a. Ministrial Conference (Konferensi Tingkat Menteri) yang merupakan forum
pengambilan keputusan tertuinggi yang mengadakan pertemuan secar areguler
setiap dua tahun sekali.
b. General Council (Dewan Umum) yang bertugas sebagai pelaksana harian, terdiri
atas wakil para anggota. Mereka mengadakan pertemuan sesuai kebutuhan.
c. Council for Trade in Goods (Dewan Perdagangan Barang) yang bertugas memantau
pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan barang.
d. Council for Trade in Services (Dewan Perdagangan Jasa) yang bertugas memantau
pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan jasa.
e. Council for Trade Related Aspects of Inttelectual Property Rights (Dewan untuk
Aspek-aspek Dagang yang terkait dengan hak-hak atas Kekayaan Intelektual).
Dewan ini bertugas memantau pelaksanaan persetujuan di bidang aspek
perdagangan dari hak-hak atas kekayaan intelektual.
f. Dispute Settlement Body (Badan penyelesaian Sengketa) yang menyelenggarakan
forum penyelesaian sengketa perdagangan antar anggota.

Terdapat limabelas agenda yang disepakati dalam persetujuan tersebut, yaitu :


a. Tariffs (Tarif)
b. Non Tariffs measures (tindakan non tarif)
c. Tropical products (produk-produk tropis)
d. Natural resources based product (produk-produk yang berasal dari sumber daya
alam)
e. Textiles and clothing (tekstil dan pakaian jadi)
f. Agriculture (pertanian)
g. GATT articles (Pasal-pasal GATT)
h. Multilateral trade negotiation agreement(persetujuan pengaturan hasil perundingan
multilateral)
i. Subsidies and countervailing measures (subsidi dan tindakan penyeimbang)

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

j. Dispute settlement (penyelesaian sengketa)


k. Trade related aspects intellectual property rights including trade in conterfeit
goods (aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak-hak atas kekayaan intelektual
termasuk perdagangan barang palsu)
l. Trade related investment measures (ketentuan investasi yang berkaitan dengan
perdagangan)
m. Fungtioning of the GATT system (fungsionalisasi sistem GATT)
n. Safe guards and service(tindakan pengamanan dan jasa).

Beberapa subtansi yang dihasilkan dalam perundingan Uruguay antara lain :


a. diupayakan perbaikan Market Access melalui Penurunan Tarif
b. Perjanjian khusus yang bersifat komprehensif di bidang service.
c. Perjanjian di bidang Intellectual Property Rights (Hak Atas Kekayaan Intelektual)
yaitu Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).
d. Perjanjian atau kebijakan di bidang investasi dan dampaknya terhadap perdagangan,
yaitu Trade Related Investment Measures (TRIMs).

Dalam menjalankan program-programnya, WTO mempunyai fungsi sebagai berikut :


a) Mendukung pelaksanaan, administrasi dan penyelenggaraan persetujuan yang telah
dicapai untuk mewujudka sasaran persetujuan-persetujuan tersebut.
b) Merupakan forum perundingan bagi negara anggota mengenai persetujuan-
persetujuan yang telah dicapai, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan
kemudian dalam pertemuan tingkat menteri.
c) Mengadministrasikan pelaksanaan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa
perdagangan.
d) Mengadministrasikan mekanisme tinjauan kebijakan di bidang perdagangan.
e) Menciptakan kerangka kerja sama internasional dengan Dana Moneter Internasional
(IMF) dan Bank Dunia serta badan-badan lain yang terafiliasi.

89
90
________________________________________________________________________
Indonesia telah meratifikasi WTO melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994
tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang disahkan pada tanggal 2 Nopember
1994.
Latar belakang Indonesia meratifikasi Agreement Establishing the World Trade
Organization adalah :
a. Amanat GBHN yang menyatakan bahwa perkembangan dunia yang mengandung
peluang yang mennjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu
dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan mendorong ekspor terutama komoditi non
migas, peningkatan daya saing dan penerobosan serta perluasan pasar luar negeri.
Oleh karena itu perlu segera diikuti secara seksama segala perkembangan,
perubahan dan kecenderungan global yang diperkirakan dapat mempengaruhi
stabilitas nasional dan pencapaian tujuan nasional;
b. Dalam rangka menghadapi perkembangan dan perubahan serta untuk memanfaatkan
peluang yang ada di pasar global, Indonesia berusaha untuk mempercepat
terwujudnya sistem perdagangan internasional yang terbuka, adil dan tertib serta
bebas hambatan dan pembatasan (restriksi).
c. Perubahan orientasi perekonomian nasional ke arah ekspor menuntut perlunya
peningkatan kegiatan perdagangan dengan luar negeri dan menghadapi banyak
hambatan dan tantangan antara lain berupa ketidakpastian pasar dan persaingan
antara negara.
d. Keberhasilan Indonesia meningkatkan ekspor dan pembangunan nasional
tergantung pula pada perkembangan tatanan ekonomi dunia serta kemantapan
sistem perdagangan internasional. Di antara faktor yang mempengaruhi ekonomi
dunia adalah tatanan perdagangan antar bangsa yang dikenal dengan General
Agreement on Tariff and Trade (GATT).
e. Manfaat sebagai anggota GATT bagi Indonesia adalah untuk membuka peluang
pasar internasional yang lebih luas dan untuk menyediakan kerangka perlindungan

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

multilateral yang lebih baik bagi kepentingan nasional dalam perdagangan


internasional.

Sebagai konsekuensi dari ratifikasi tersebut, Indonesia terikat dengan Agreement


Establishing the World Trade Organization yang ditanda tangani oleh seluruh anggota
GATT di Marakesh pada tanggal 15 April 1994. Di samping itu Indonesia harus siap
menghadapi liberalisasi perdagangan dunia, yang meliputi sektor pertanian, industri hingga
bisnis jasa.

DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir, Hukum Bisnis, Dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1996.
……………, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan UU Tahun 1998, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1999.
91
92
________________________________________________________________________
Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta, Sinar Grafika,
1992
Kartadjoemena, HS, GATT & WTO, Sistem, Forum dan Lembaga Internasional, UI Press,
1996
Margono, Suyud, ADR, Alternative Dispute Resolution & Arbitrase, Proses Pelembagaan
dan Aspek Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000.
Muhammad, Abdulkadir, Pengantar Hukum Pertanggungan, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1994
…………………………, Seri Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung,
(jangka panjang)
Citra Aditya Bakti, 2000.
Marzuki, Peter Mahmud, ed.,Surat berharga, Seri Dasar Hukum Ekonomi 6, Jakarta,
ELIPs, 1998
Pangaribuan, Emmy, Pembukaan Kredit Berdokumen, Yogyakarta, Sie Hukum Dagang
UGM, 1977
Purwosutjipto, HMN, Pokok-pokok Hukum Dagang Jilid III, IV, V, VI, VII & VIII,
Bandung, Djambatan, 1983.
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Jakarta, Rineka
Cipta, 1995.
Usman, Marzuki, ABC Pasar Modal, Jakarta, LP Perbankan Indonesia dan ISEI, 1990

DIKTAT KULIAH

________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

HUKUM DAGANG
Bagian 2

Oleh :

HENNI WIJAYANTI.SH.MHum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011

93
94
________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai