Anda di halaman 1dari 7

TUGAS AKUNTANSI SYARIAH 2

Pengertian dan Perbedaan Beserta Laporan Keuangan BPRS & BPRS Syariah

Nama : Suryaman Darusman


NIM : 1771021
Jurusan : Manajemen

1. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat


Dalam UU Pokok Perbankan No. 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dalam Undang-undang RI No. 10
Tahun 1998 Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Artinya disini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha
mikro, kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang
membutuhkan.BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998.
Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu BANK UMUM dan
BPR. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan
menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat
menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang
relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, rata penuh, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah.

2. Bank perkreditan rakyat konvensional


2.1. Pengertian BPR Konvensional
Bank Perkreditan Rakyat Konvensional adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional dan tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syari’ah.
2.2. Asas, Fungsi dan Tujuan Bank Perkreditan Rakyat
Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD
1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight
liberal-ism, etatisme, dan monopoli). Fungsi dari BPR adalah Sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat. Dan tujuannya adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
2.3. Usaha BPR Konvensional
Usaha BPR kovensional meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapat
keuntungan yang diperoleh dari spread effect dan pendapatan lain. Adapun usaha BPR Konvensional adalah
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito, tabungan dan/atau bentuk lain yang
persamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menerima dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada
BPR apabila BPR mengalami over llikuiditas.
2.3. Kegiatan usaha yang dilarang dilakukan BPR Konvensional
Agar peranan BPR meliputi usaha menghimpun dan menyalurkan dana khususnya untuk kelompok
masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah yang belum mampu melakukan
akses ke lembaga keuangan yang sudah ada dapat optimal, maka BPR dilaranng melakukan kegiatan usaha
sebagai berikut :
a. Menerima simpanan berupa giro.
b. Melakuakan kegiatan dalam valuta asing.
c. Melalukan usaha perasuransian.
d. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usahasebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

3. Bank perkreditan rakyat syari’ah (bprs)


3.1. Pengertian BPR Syari’ah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah,
yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah islam. BPRS berdiri
berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992
tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya
diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah
bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan
prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.
3.2. Kegiatan Usaha BPRS
Kegiatan usaha BPRS berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 meliputi hal-hal berikut ini :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk berupa simpanan deposito berjangka, tabungan
dan/atau bentuk lain yang persamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dalam ketentuan yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP).
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan tabungan pada bank lain.
3.3. Kegiatan Usaha yang Di larang
Berdasarkan pasal 14 UU No.7 Tahun 1992, kegiatan usaha yang tidak diperkenankan oleh BPR, termasuk
juga BPRS adalah sebagi berikut: [11]
a. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
b. Meneima kegiatan dalam bentuk valuta asing.
c. Melakukan penyertaan modal.
d. Melakukan usaha perasuransian.
e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 UU No. 7 Tahun
1992.
3.4. Produk-produk BPR Syari’ah
a.Mobilitas Dana Masyarakat.
Bank akan mengarahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti simpanan wadi’ah, menyediakan
fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat dipergunakan untuk menitip shadaqah, infaq,
zakat mempersiapkan ongkos naik haji (ONH), merencanakan Qurban, aqiqoh, khitanan, mempersiapkan
pendidikan, pemilikan rumah, kendaraan dan lain-lain.
a) Simpanan Amanah
Bank menerima titipan amanah (truste account) berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akad penerimaan
titipan ini adalah wadi’ah, yaitu titipan yang tidak menanggung resiko. Bank akan memberikan kadar profit
dari bagi hasil yang didapat bank melalui pembiayaan dari nasabah.
b) Tabungan Wadi’ah
Bank menerima tabungan (saving account), baik pribadi ataupun pengusaha dalam bentuk tabungan bebas.
Akad penerimaan dana ini adalah wadi’ah, dan bank akan memberikan kadar profit kepada penabung yang
diperhitungkan secara harian dan dibayar setiap bulan.
c) Deposito wadi’ah atau deposito mudharabah
Bank menerima deposito berjangka (time and investment account); baik pribadi maupun badan atau
lembaga, akad penerimaan deposito adalah wadi’ah atau mudharabah, di mana bank menerima dana
masyarakat berjangka satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dua belas bulan dan seterusnya sebagai penyertaan
sementara kepada bank. Deposan yang akad depositonya wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil lebih kecil dari
mudharabah bagi hasil yang diterima bank dalam pembiayaan/kredit nasabah yang dibayar setiap bulan.
b. Penyaluran Dana
a) Pembiayaan mudharabah
Adalah suatu perjanjian antara pemilik dana dan pengelola dana yang keuntungan dibagi menurut
resiko/nisbah telah disepakati bersama dimuka. Apabila terjadi kerugian maka pengusaha menanggung
kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan material dan kehilangan imbalan kerja.
b) Pembiayaan musyarakah
Adalah suatu perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal dari kedua belah pihak digabungkan
untuk usaha tertentu yang dikelola secara bersama-sama, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama
sesuai kesepakatan dimuka.
c) Pembiayaan bai bitsamal ajil
Adalah proses juan beli antara bank dengan nasabah, di mana bank akan menangalangi lebih dahulu kepada
nasabah dalam pembelian suatu barang tertentu yang dibutuhkan kemudian nasabah akan membayar harga
barang dan keuntungan yang disepakati bersama.
d) Pembiayaan murabahah
Adalah suatu perjanjian yang disepakati oleh bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan
untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali
oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan pada saan jatuh tempo).
Murabah hampir sama dengan bai bitsamal ajil (BBA), bedanya adalah dalam hal pembayaran, pada akad
murabahah dilakukan oleh nasabah sebelum jatuh tempo pada waktu yang telah disepakati.
e) Pembiayaan qardul hasan
Adalah perjanjian antara bank dengan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebijakan di mana
nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.
Adapun sasaran pembiayaan BPR syari’ah adalah pengusaha kecil dan sector informal serta masyarakat lain
yang menghadapi problem modal dengan prospek usaha yang layak. Jangkawaktu kredit meliputi jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Agunan yang diutamakan pada dasarnya adalah usaha atau
proyek yang dibiayai oleh pembiayaan sendiri.
c. Jasa Perbankan Lainnya
Secara betahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran dalam bentuk proses transfer
dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik, tetepon, angsuran KPR dan lainnya.
Perbedaan BPR dan BPR Syariah dalam hal melayani perbankan di Indonesia sebagai berikut ini:
1. Sistem Operasional BPR dan BPR Syariah
BPR Syariah merupakan lembaga keuangan yang dijalankan berdasarkan nilai dan prinsip syariah.
Sedangkan BPR konvensional tidak memakai sistem tersbut.
2.Investasi BPR dan BPR Syariah
Nasabah BPR boleh berinvestasi di semua usaha, namun hal tersebut tidak berlaku di BPR Syariah, dimana
mengharuskan kegiatan usaha yang didanai tidak melanggar aturan dan kaedah syariah.

3.Hukum yang berlaku di BPR dan BPR Syariah


Seluruh operasional BPR mengikuti hukum yang berlaku di Indonesia. Tapi, berbeda dengan BPR Syariah
yang berlandaskan kekuatan hukum berlandaskan hukum bedasarkan kaidah Syariah.

4.Sistem keuntungan BPR dan BPR Syariah


BPR Konvensional tidak menerapkan sistem bagi hasil. Sedangkan BPR Syariah menerapkan sistem bagi
hasil seperti pembiayaan mudharabah, musyarakah, murahabah, qardul hasan, bai bitsama ajil.

Dengan adanya BPR Konvensional dan BPR Syariah, masyarakat dapat memilih dimana diantara keduanya
sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Apabila tujuan bisnis anda dapat memilih BPR konvensional,
tetapi apabila anda mencari pembiayaan berdasarkan sistem Syariah tentu BPR Syariah adalah solusi untuk
anda.

Anda mungkin juga menyukai