Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan

hukum yang ditegaskan dalam konstitusi Indonesia pasal 1 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Negara

Indonesia adalah negara hukum.1 Hukum dijadikan sebagai dasar, aturan,

norma dan pijakan bagi setiap orang dalam melakukan suatu perbuatan dan

diyakini sebagai instrumen yang dapat memberikan suatu keadilan, kepastian

dan kemanfaatan sebagaimana yang menjadi tujuan hukum itu sendiri.

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki aturan sendiri, yakni tata

hukum Indonesia. Tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan

oleh pemerintah Indonesia dimana aturan hukum yang satu dengan aturan

hukum yang lainnya saling berkaitan dan saling menentukan satu sama lain.

Setiap pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang bersifat umum akan dijabarkan dalam bentuk peraturan perundang-

undangan yang bersifat khusus.

Di dalam pasal 28B ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa “setiap orang

berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

yang sah”.2 Didalam pasal 28B dijelaskan bahwa tiap orang berhak membentuk

keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, perkawinan

yang dimaksud adalah perkawinan yang sesuai dengan hukun agama dan

negara, jadi segala bentuk perkawinan dikatakn sah jika telah mengikuti segala

1
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Pasal 1 Ayat 3.
2
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pasal 28 B ayat
1.
bentuk peraturan termasuk diantaranya perkawinan campuran. Perkawinan

campuran adalah salah satu jenis perkawinan yang memiliki aturan hukum di

Indonesia. Perkawinan campuran dalam UU perkawinan diatur dalam pasal 57

yang menyatakan perkawinan campuran adalah “perkawinan antara dua orang

yang di indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan

kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan indonesia”.3 Maka

dari itu diketahui bahwa perkawinan yang terjadi diantaara para pihak tetaplah

harus tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Seperti yang terdapat

pada perkawinan campuran bahwa bagi orang-orang yang berlainan

kewarganegaraan melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh

kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula kehilangan

kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam undang-

undang Kewargangaraan Republik Indonesia yang berlaku.4 Dari sinilah lahir

istilah Perkawinan campuran yang dalam tata hukum indonesia kemudian

dituangkan dalam undang-undang yakni undang-undang Republik Indonesia

No. 16 tahun 2019 perubahan atas undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan.

Disisi lain, peraturan perundang-undangan yang tersusun dalam tata

hukum Indonesia kerap dipergunakan tidak sesuai sebagaimana mestinya, ini

disebabkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab yang ingin

mengambil keuntungan dibalik aturan yang ada. Oknum yang tak bertanggung

jawab tidak peduli dengan aturan perundang-undangan sehingga aturan itu

ibaratkan sebatas wacana yang tak berdasar. Melalui perkawinan lintas negara

atau perkawinan campuran yang terdapat pada undang-undang No.16 tahun

3
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tenang Perkawinan. Pasal
57.
Abdul Manan dan Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,
4

(Cet: 5; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 96.


2019 tentang perkawinan kerap dijadikan sebagai motif perdagangan

perempuan dengan modus pernikahan kemudian dijadikan sebagai bahan

traffick women atau perdagangan perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan pada dasarnya tidak berdiri sendiri,

melainkan selalu terkait dengan isu sosial lainnya. Kekerasan terhadap

perempuan juga merupakan fenomena global, misalnya saja kekerasan dalam

rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan, atau bahkan merujuk pada

perdagangan perempuan. Pada tahun 1993 di selenggarakan konferensi hak

asasi manusia di Viena yang secara resmi disepakati bahwa kekerasan terhadap

perempuan merupakan salah satu tindak pelanggaran hak asasi manusia. Hal

ini dinyatakan dalam deklarasi penghapusan segala bentuk penghapusan

kekerasan perempuan. Dalam deklarasi tersebut tidak hanya mendefinisikan

kekerasan terhadap perempuan, tetapi juga menuntut pertanggungjawaban

negara untuk menanggulangi kekerasan dan melindungi perempuan dari

kekerasan tersebut.5

Pendefinisisan terhadap kekerasan dalam perempuan setidaknya

memiliki empat ciri. Pertama, kekerasan yang dilakukan dengan fisik atau non

fisik (psikis). Kedua, kekerasan dapat dilakukan dengan aktif atau pasif (tidak

berbuat). Ketiga, kejahatan yang dilakukan oleh pelaku tersebut merupakan

suatu unsur kesengajaan. keempat, adanya akibat yang ditimbulkan dari

kekerasan sehingga merugikan korban.6

Hak paling utama dijamin dalam Islam adalah hak hidup, hak

kepemilikan, hak memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan

5
Samsidar, dkk., Perjalanan Perempuan Indonesia Menghadapi Kekerasan, (tc. Jakarta:
KOMNAS perempuan, 2004), h. 6.
6
Tapi Omas Ihroni, dkk., Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, (Bandung,
PT. Alumni, 2006), h. 267.
dan hak menuntut ilmu pendidikan.7 Hak asasi manusia adalah landasan dari

kebebasan, keadilan dan kedamaian. Sehingga hak asasi manusia mencakup

semua yang dibutuhkan manusia untuk tetap menjadi manusia, dari segi

kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hak asasi berlaku untuk

semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan

politik, atau asal usul sosial. Kita semua lahir dari hak dan martabat yang

sama.8

Jumlah korban trafiking sangat mencengangkan, dalam laporan

trafiking Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa “tak ada negara yang

bebas trafikin” dan memperkirakan bahwa kurang lebih 900.000 orang

diperdagangkan melintasi batas negara di Santaero dunia. Angka tersebut

melum mencakup trafick dalam negeri, yang oleh beberapa pengamat akan

memperbesarnya menjadi lebih daari 2 juta orang. Sayangnya laporan tersebut

dinyatakan bahwa perdagangan manusia bukan hanya akan berlanjut, tetapi

tampaknya akan meningkat diseluruh dunia dan hampir semua korbannya

adalah perempuan dan anak-anak.9

Di Indonesia jumlah kasus traficking juga kerap terjadi, LBH Jakarta

bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang tergabung dalam

jaringan buruh migran mengatakan bahwa sedikitnya sebanyak 13 perempuan

asal kabupaten Sanggau Kalimantan Barat dan 16 perempuan asal jawa barat

menjadi korban Tindak Pidana Perddagangan Orang (PTPPO) dengan modus

perkawinan dan akandi perjual belikan di Cina. Bukan hanya itu, dalam Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) kota

7
As-Sayyid Saiq, Fiqh as-Sunnah, (Libanon: Darl al-Kutb al-Arabiah, Beirut, 1971), h.
507
8
Muhammad Budairi, HAM Versus Kapitalisme, (Yogyakarta: INSIST Press, 2003), h.
xii
Victor Malarek, Natasha, Mengungkapkan Perdagangan Seks Dunia, (Cet.1. Jakarta:
9

Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 14.


Makassar pada tanggal 15 januari 2019 memberikan himbauan bahwa

perempuan dan anak harus selalu hati-hati karena kasus pemerkosaan dan

penculikan masih kerap terjadi di sekitar.

Indonesia tidak dipungkiri menjadi lahan subur menjamurnya praktik

tindak pidana perdagangan orang, jumlah penduduk berlimpah yang tidak

dibarengi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, mempermudah para pelaku

kejahatan ini untuk melancarkan aksinya. Iming-iming masa depan yang baik

pasca menjadi pekerja diluar negeri masih terdengar menjadi modus ampuh

untuk menipu para pencari kerja dan menjerumuskan mereka kejurang nista

perbudakan modern.10 Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak

adalah kelompok yang paling banyak dimintai korban Tindak Pidana

Perdagangan Orang, korban perdagangan orang tidak hanya untuk tujuan

pelacuran atau eksploitasi lain misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa,

perbudakannya atau praktisi sejenisnya.11 Trafficking adalah salah satu bentuk

perbudakan modern yang disertai dengan proses perekrutan, pengangkutan,

penindasan, penampungan atau penerimaan dengan cara ancaman, paksaan,

penculikan, penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan prostitusi,

kekerasan, eksploitasi seksual atau kerja paksa dengan upah yang tidak layak

atau praktek lain serupa perbudakan.12

Sebagaimana dalam undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) pasal 1 dinyatakan

bahwa tindak pidana perdagangan orang adalah setiap orang yang melakukan

perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau

10
Paul Sinlaeloe, Tindak Pidana Perdagangan Orang, (Malang: Setara Press, 2007), h.
xi
Moh. Hatta, Tindak Pidana Perdaganagan Orang dalam Teori dan Praktek, (Liberty
11

Yogyakarta, 2012), h. 2.
12
Suyanto, Modul Pendidikan Untuk Pencegahan Trafficking. Direktorat pendidikan
Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Luar Biasa. Departemen pendidikan nasional. 2008.
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan

atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat

walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas

tujuan orang lain, untuk mengeksploitasi orang tersebut diwilayah negara

Republik Indonesia.13

Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

pidana Perdagangan orang (PTPPO) diharapkan mampu dijadikan sebagai

acuan dan landasan hukum untuk menanggulangi tindak pidana perdagangan

orang dengan motif apapun termasuk perkawinan lintas negara atau

perkawinan campuran sehingga tidak terjadi di Indonesia.

Peranan undang-undan No. 21 Tahun 2007 diharapkan mampu menutup

ruang bagi pelaku perdagangan orang dengan motif perkawinan campuran dan

memberikan sanksi yang seadil adilnya bagi pelaku yang terbukti melanggar

aturan tersebut dengan harapan terwujudnya negara yang aman, damai, dan

terhindar dari ancaman manapun. Berdasarkan jumlah kejahatan terhadap

perempuan yang tak kunjung usai, maka penulis berinisiatif untuk melakukan

penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Komersialisasi Perkawinan

Lintas Negara Sebagai Motif Perdagangan Perempuan Perspektif

Undang-undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)”.

B. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa yang melatar belakangi terjadinya perdagangan

perempuan?

2. Bagaimana kasus perdagangan perempuan dengan motif perkawinan lintas

13
Republik Indonesia, Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2 ayat 1.
negara?

3. Bagaimana penerapan undang-undang No. 21 tahun 2007 dalam

menanggulangi komersialisasi perkawinan lintas negara sebagai motif

perdagangan perempuan?

C. Definisi Oprasional

Untuk mengetahui secara sistematis dan lebih jelasnya serta tidak

terjadi kesalahpahaman persepsi mengenai judul ini yakni Komersialisasi

Perkawinan Lintas Negara Sebagai Motif Perdagangan Perempuan Perspektif

Undang-undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dan Undang-undang

No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(PTPPO), maka penulis akan memberikan pengertian pada kata yang dianggap

perlu agar tidak ada pengertian ganda pada penelitian ini, adapaun

penjelasannya sebagai berikut:

Komersialisasi adalah perbuatan menghargai sesuatu barang

dagangan.14

Perkawinan lintas negara yang dimaksud adalah peerkawinan

campuran. Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-

undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di indonesia tunduk pada

hukum yang berlainan karena perbedaan kewarga-negaraan dan salah satu

pihak berkewarganegaraan Indonesia.15

Perdaganagan perempuan adalah semua usaha atau tindakan yang

berkaitan dengan perekrutan, transportasi didalam atau melintasi perbatasan,

penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan

menggunakan penipuan atau tekanan atau termasuk ancaman penggunaan

kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaaan atau lilitan hutang dengan tujuan


14
Tim Media, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (T.c; t.tp: Media Center, t.th), h. 321.
15
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia,(Cet.1;Jakarta: Prenadamedia Group,2015)
h.66-67.
untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar ataupun tidak,

untuk kerja yang tidak diinginkannya (domestik, seksual atau reproduktif),

dalam kerja paksa atau ikatan kerja atau dalam kondisi seperti perbudakan

dalam suatu lingkungan lain dari tempat orang itu tinggal pada waktu

penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.16

Tindak Pidana Perdagangan Orang menurut Undang-undang No. 21

tahun 2007 adalah setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan

ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,

pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan

utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan

dari orang yang memegang kendali atas tujuan orang lain, untuk

mengeksploitasi orang tersebut diwilayah negara Republik Indonesia.17

D. Tujuan dan Kegunaan

Sehubungan dengan kegiatan penelitian yang akan dilakukan oleh

penulis, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor apa yang melatar

belakangi sehingga terjadi perdagangan perempuan.

b. Untuk mengetahui dan menjelaskan kasus perdagangan perempuan

dengan motif perkawinan lintas negara!

16
Andy Yetriyani, Politik Perdaganagan Perempuan, (Galang Press, Jakarta: 2004), h.
11.
Republik Indonesia, Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
17

Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2 ayat 1.


c. Untuk mengetahui dan menjelaskan penerapan undang-undang No. 21

tahun 2007 dalam menanggulangi komersialisasi perkawinan lintas

negara sebagai motif perdagangan perempuan!

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Faktor- faktor

apa yang melatar belakangi sehingga terjadinya perdagangan perempuan,

kasus perdagangan perempuan di berbagai wilayah dengan motif

pernikahan, serta penerapan undang-undang No. 21 tahun 2007 dalam

menanggulangi komersialisasi perkawinan lintas negara sebagai motif

perdagangan perempuan.

b. Untuk mendapatkan jawaban yang faktual mengenai permasalahan yang

diangkat kemuadian dituangkan dalam bentuk skripsi.

Seperti halnya tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, penulis

sangat mengharapkan agar penelitian ini mempunyai kegunaan, adapun

kegunaan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Ilmiah, yakni hasil penelitian ini diharapkan mampu

memberikan kontribusi pengetahuan dan dapat menjadi kajian ilmu

pengetahuan hukum terkhusus pada Hukum Keluarga Islam. 18 Penelitian

ini dilakukan dalam rangka memberikan pengetahuan mengenai

penerapan undang-undang No. 21 tahun 2007 dalam menanggulangi

komersialisasi perkawinan lintas negara sebagai motif perdagangan

perempuan.

2. Kegunaan Praktis, secara praktis penelitian ini diharapkan mampu

memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca serta kepada

18
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi,
(Bandung: Alfabeta, 2017), h. 38.
seluruh pihak baik pemerintah Maupun masyarakat.19 Khususnya

mengenai sanksi pelaku perdagangan perempuan dengan motif

perkawinan lintas negara perspektif undang-undang No. 21 tahun 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian yang memuat uraian yang

sistematis dan logis tentang dogmatik hukum, teori hukum atau hasil penelitian

terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan berguna untuk mendapatkan

gambaran bahwa penelitian yang dilakukan bukan merupakan plagiat. Dalam

tinjauan pustaka harus dijelaskan perkembangan pemikiran atau hasil

penelitian terbaru terkait dengan masalah yang diangkat, sehingga dapat

diketaui posisi penulisan yang akan dilakukan dalam perkembangan ilmu

hukum. Dalam penulisan skripsi ini, penulis membutuhkan literatur yang dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian. Literatur yang dimaksud

adalah sumber bacaan yang berupa karya ilmiah atau skripsi yang telah ada

sebelumnya.20

Jurnal yang disusun oleh Mutiara Hikmah, dosen Fakulta Hukum

Unifersitas Indonesia yang berjudul “Perlindungan Hak-hak Perempuan dalam

Perkawinan Campuran Berdasarkan Instrumen-instrumen internasional

Berdasarkan Hak Asasi Manusia” pada tahun 2006. Dalam penelitian tersebut

ditemukan dua hal pokok yakni yang pertama hak-hak perempuan, dan yang

kedua perlindungan hak-hak perempuan dalam perkawinan campuran.21

Jurnal yang ditulis oleh Latifah Hanim dan Adityo Putro Prakoso dosen

Fakultas Hukum UNISSULA tahun 2012 yang berjudul “Perlindungan Hukum

Terhadap Korban Kejahatan Perdagangan Orang (Studi Tentang Implementasi


19
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, h. 38.
20
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, h. 38.
21
Mutiara Hikmah, Perlindungan Hak-hak Perempuan dalam Perkawinan Campuran
Berdasarkan Instrumen-instrumen internasional Berdasarkan Hak Asasi Manusia, (Jurnal,
Fakultas Hukum Unifersitas Indonesia, 2006) h. 1.
Undang-undang No. 21 Tahun 2007)”. dalam penelitiannya ditemukan bahwa

ada dua hasil penelitian. yang pertama, faktor yang menjadi penyebab

terjadinya perdagangan manusia yaitu kemiskinan, rendahnya pendidikan,

pergaulan bebas, dan kurangnya informasi. Yang kedua adalah kendala dalam

perlindungan hukum terhadap korban kejahatan perdagangan orang meskipun

pemerintah telaah mengeluarkan UU No. 21 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang namun sangat disayangkan bahwa undang-undang

tersebut belum mampu diberlakukan secara efektif, karena ada beberapa

kendala yaitu dari faktor non-yuridis yang meliputi faktor kemiskinan,

ekonomi, pendidikan yang rendah dan sosial budaya.22

Jurnal yang ditulis oleh Fitrotin Jamilah Institut Pesantren K.H Abdul

Chalim yang berjudul “Pernikahan beda kewarganegaraan studi analisis hukum

islam dan hukum positif”. Dalam penelitian ini bertujuan untuk membahas

beberapa hal. Yang pertama pernikahan dalam hukum islam, kedua pernikahan

dalam uu No. 1 tahun 1974, ketiga pernikahan dalam KUH Perdata BW,

keempat perkawinan campuran beda kewarganegaraan dalam hukum islam dan

hukum positif.23

Buku yang ditulis oleh Salih Susiana dkk, yang berjudul “Perdagangan

orang: pencegahan, penanganan, dan perlindungan korban” dalam buku ini

terdiri dari lima bab, pertama, berisi tentang perdagangan orang dan

perlindungan terhadap perempuan. kedua, berisi tentang pencegahan

perdagangan orang berbasis partisipasi masyarakat. Ketiga, perempuan korban

perdagangan orang dalam perspektif gender. Keempat, peran sektor pendidikan

dalam meningkatkan kualitas SDM sebagai upaya pencegahan perdagangan


22
Lathifah hanim dan Adityo Putro Prakoso., Perlindungan Hukum Terhadap Korban
Kejahatan Perdagangan Orang (Studi Tentang Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun
2007), (jurnal, Fakultas Hukum UNISSULA), 2015, h. 1.
23
Fitrotin Jamilah, Pernikahan Beda Kewarganegaraan Studi Analisis Hukum Islam dan
Hukum Positif, (Jurnal Institut Pesantren K.H Abdul Chalim), h. 1.
orang. Kelima, tokoh agama dalam melawan perdagangan orang: potret

partisipasi tokoh agama dalam penanganan perdagangan orang di Nusa

Tenggara Timur. 24

F. Kerangka Pikir

Kerangka berpikir merupakan serangkaian pola secara emplisit dalam

menjabarkan penelitian ini secara spesifik. Selain itu, kerangka pikir akan

memberikan interpretasi awal, agar secara tidak langsung pembaca bisa melihat

dan memahami maksud pemecahan masalah dalam karya ilmiah ini.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(PTPPO).

Perkawinan Lintas Negara

Perdagangan Perempuan

Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Kasus Perdagangan Perempuan Dengan


Terjadinya Perdagangan Perempuan Motif Perkawinan

Sanksi Pelaku Tindakan Perdagangan Perempuan dengan


Motif Perkawinan Lintas Negara.

Skema di atas menunjukkan bahwa komersialisasi perkawinan lintas

negara adalah objek penelitian terhadap motif perdagangan perempuan,

dengan melihat dari segi perspektif undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, kemudian dianalisis faktor-

24
Sali Susiana dkk, Perdagangan orang: pencegahan, penanganan, dan perlindungan
korban, (Cet.1; Jakarta: P3DI, 2015), h.4.
faktor yang melatar belakangi terjadinya perdagangan perempuan, kasus

perdagangan perempuan dengan motif perkawinan lintas negara, serta

penerapan UU No. 21 Tahun 2007 dalam menanggulangi perdagangan

perempuan dengan motif perkawinan dengan harapan terwujudnya tindakan

penanggulangan tindak pidana perdagangan orang dan sanksi kepada para

pelaku perkawinan lintas negara sebagai motif perdagamgan perempuan.

G. Metode Penelitian

Sebuah penelitia karya tulis ilmiah selalu ditopang oleh beberapa

metode baik dari pengumpulan bahan hukum maupun dari pengolahannya

seperti dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan sebagai berikut:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research),

metode library research yaitu suatu metode yang digunakan dengan

menelaah beberapa buku sebagai sumber bahan hukumnya.25 Dalam hal

ini peneliti menemukan sumber informasinya dari undang-undang, buku,

dan jurnal dan literatur yang berkaitan dengan objek penelitian.

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan

yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library

research) dengan cara membaca, mengutip, dan menganalisis teori-teori

hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

permasalahan dalam penelitian. Pendekatan yuridis normatif merupakan

jenis pendekatan yang dilakukan dan ditujukan kepada peraturan-

25
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, (Cet.
I; Jakarta: Prenamedia Group, 2014), h. 199.
peraturan tertulis dan penerapan dari peraturan perundang-undangan atau

norma-norma hukum positif yang erat kaitannya dengan permasalahan

yang dibahas.26 Pendekatan yuridis empiris dalam penelitian ini

maksudnya adalah dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan

cara memadukan bahan-bahan hukum yang merupakan data primer

dengan data sekunder yang diperoleh.

2. Data dan Sumber Data

Sumber data adalah asal perolehan data yang digunakan dalam

penelitian. Sumber data adalah segala keterangan (informasi) mengenai

segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Dengan demikian, tidak

segala informasi atau keterangan merupakan sumber penelitian. Hanya

sebagian saja dari informasi, yakni yang berkaitan dengan penelitian.27

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang mempunyai otoritas

(autoritatif). Sumber data tersebut terdiri atas peraturan perundang-

undangan, catatan penting atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan

perundang-undangan.28 Sumber data primer dalam penelitian ini berasal

dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

undang-undang No. 16 tahun 2019 tentang Perkawinan, undang-undang

No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Orang (PTPPO).

b. Sumber data sekunder

26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat (Cet. XVII; Rajawali Press, Jakarta, 2006), h. 15.
27
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian (Cet. III; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995), h. 130.
28
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Cet. XIII; Jakarta: Kencana, 2017), h. 181.
Sumber data sekunder adalah semua publikasi tentang data yang

merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas

buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa

permasalahan hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi dan jurnal. 29

Sumber data sekunder dalam penelitian ini merupakan sumber data yang

berfungsi sebagai pelengkap dari sumber data primer. Sumber data

sekunder dapat diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, dan

memahami media yang bersumber dari literatur, buku-buku serta catatan-

catatan kuliah yang menunjang penelitian ini.30

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini berguna untuk mendapatkan data

sebagaimana tersebut di atas digunakan, teknik pengumpulan data dilakukan

dengan cara studi kepustakaan. Tujuan dari studi kepustakaan pada dasarnya

merupakan jalan pemecahan masalah dalam penelitian.31 Studi kepustakaan

dilakukan dengan cara dokumentasi, membaca, mempelajari dan memahami

media yang bersumber dari literatur-literatur yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti. Literatur-literatur tersebut berupa

peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel ilmiah, karya tulis

ilmiah, jurnal, media cetak maupun media elektronik.

4. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul secara keseluruhan yang diperoleh dari hasil

penelitian studi pustaka (sumber data sekunder) kemudian dianalisis secara

analisis kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dalam

29
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Cet. VII; Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h.
54.
Husein Umar, Metode Penelitian Skripsi dan Tesis Bisnis, (Cet. II; Jakarta: Raja
30

Grafindo Persada, 1999), h. 51.


31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian hukum, (Cet. 3; Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), 1986), h. 52.
bentuk penjelasan atau uraian kalimat yang disusun secara sistematis. Dari

analisis data tersebut, dilanjutkan dengan menarik kesimpulan dengan

menggunakan metode deduktif yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan

fakta-fakta yang bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan secara

khusus yang merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil

penelitian.32 Dalam analisis kualitatif, teknis analisis data yang digunakan

sudah jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji

hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian. Karena datanya kualitatif,

maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah

tersedia.33 Kemudian ditarik sebuah kesimpulan secara khusus yang

merupakan kesimpulan dari jawaban dari masalah penelitian.

32
Moleong Lexy, Metode Penelitian Kualitatif (Cet, I; Bandung: Remaja Rozda Karya,
2009), hal. 219.
33
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Cet, 20; Bandung: Alfabeta, 2014), h. 333.

Anda mungkin juga menyukai