Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN

OLEH
KELOMPOK 4

NAMA :
1. MARIA GORETI LILI 1710030026
2. TAMANG MEGA D. MALAYKARI 1710030182
3. ESTERVIN MELINDA MBUIK 1710030183
4. NOVIANI MATARATU 1710030043

PROGRAM STUDI MANAJAMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala hikmat
yang telah dilimpahkannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya, mengingat akan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan masukkan dari pembaca demi
menyempurnakan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “ Manajemen Lembaga Keuangan”
ini dapat menambah wawasan dan dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat menjadi motivasi khususnya bagi penulis.

Kupang, 23 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................
1.2 TUJUAN PENULISAN................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................
A. LEMBAGA DANA DAN KREDIT PEDESAAN.........................................
B. FUNGSI BANK PERKREDITAN RAKYAT................................................
C. BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA UU.7 TAHUN 1992.................
D. PENDIRIAN DAN MODAL DISTOR BPR...................................................
E. PEMBUKAAN KANTOR BPD.....................................................................
F. KEGIATAN USAHA BPR.............................................................................

BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................
2.1 KESIMPULAN.................................................................................................
2.2 SARAN..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Landasan hukum pendirian dan beroperasinya Bank Perkreditan Rakat (BPR) adalah
Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang No. 10 Tahun 1998. Keberadaan BPR dalam masyarakat di Indonesia
sudah ada jauh sebelumnya diundang-undangkannya undang-undang No. 14 Tahun 1967
yang kemudian digati dengan UU No.7 Tahun 1992.
Apabila ditelusuri jauh kebelakang, pendirian BPR ini dimulai pada abad
kesembilanbelas dimana pada saat sumber untuk memperoleh pinjaman, terutama di
wilayah pedesaan, hanya berasal dari para pelepas uang dengan bunga mencapai antara
100%-200% pertahun. Melihat kondisi masyarakat pedesaan saat itu, muncul beberapa
gagasan baik dari masyarakat di negeri Belanda maupun di Indonesia yang menghendaki
diadakannya lembaga perkreditan bagi masyarakat Indonesia dengan bunga yang ringan
guna meningkatkan atau mencegah kemerosotan lebih lanjut dari kesejahteraan para petani,
di samping untuk meningkatkan daya tahan mereka terhadap bencana-bencana yang
mungkin terjadi.

1.2 Tujuan Pembahasan


1. Untuk Mengetahui Lembaga Dana Dan Kredit Pedesaan
2. Untuk Mengetahui Fungsi Bank Perkreditan Rakyat
3. Untuk Mengetahui Bank Perkreditan Rakyat Pasca UU.7 Tahun 1992
4. Untuk Mengetahui Pendirian Dan Modal Distor Bpr
5. Untuk Mengetahui Pembukaan Kantor BPD
6. Untuk Mengetahui Kegiatan Usaha BPR
BAB II
PEMBAHASAN

A. LEMBAGA DANA DAN KREDIT PEDESAAN


Perubahan Bank-Bank Rakyat tidak menyurutkan kegiatan lembaga-lembaga
perkreditan pedesaan lainnya seperti Bank Kredit Desa, yang terdiri dari Bank Desa dan
lumbung Desa. Yang tetap merupakan unsur penting dalam sistem perkreditan rakyat
meskipun kondisinya mulai mengalami penurunan. Namun demikian muncul Bank Pasar Dan
Bank-Bank Desa. Di samping itu, muncul pula lembaga-lembaga perkreditan rakyat lain Yang
diselenggarakan dan dikembangkan oleh Pemerintah Daerah, seperti Bank Pasar yang banyak
ditemukan di berbagai daerah. Lembaga perkreditan Kecamatan dan Bank Karya Produksi
Desa di Jawa Barat, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil di
Jawa Timur. Lembaga Perkeditan Desa di Bali, serta Lumbung Piti Nagari di Sumatera Barat.
Lembaga-lembaga perkreditan di atas selanjutnya dimasukkan ke dalam kelompok Lembaga
Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP).
Pengelolaan lembaga-lembaga ini diserahkan sepenuhnya kepada organisasi struktural
dan atau fungsional yang ada di masing-masing desa. Tujuan Pengembanagn Lembaga
Perkreditan Rakyat tersebut adalah menyediakan berbagai kemudahan dalam mendapatkan
sumber permodalan bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, terutama di pedesan
guna mengembangkan usaha dan kemampuannya jasa-jasa perbankan yang dapat diberikan
antara lain kredit bagi pedagang/pengusaha kecil di pasar-pasar dan di desa-desa, serta
mobilisasi dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka.
Pengawasan dan pembinaan kegiatan usaha lembaga-lembaga ini dilakukan oleh Bank
Indonesia. Namun tugas pengawasan tersebut di delegasikan kepada Bank Rakyat Indonesia
yang kantornya tersebut di berbagai daerah. Fungsi pengawasan tersebut selanjutnya diambil
alih kembali oleh Bak Indonesia setelah dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan. Selanjutnya dengan diundangkannya Undang-undang, Bank Indonesia kemudian
melakukan pembenahan dan penataan terhadap kelembagaan dan kegiatan usaha Bank
Perkreditan Rakyat yang sebelum dikeluarkannya undang-undang tersebut hana diatur oleh
Keputusan Mnteri Keuangan. Bank Indonesia serta Menteri Dalam Negeri.
B. FUNGSI BANK PERKREDITAN RAKYAT
Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat dari sisi kepentingan pemerintah adalah untuk :
a. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki akses
ke bank umum.
b. Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar
akselerasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat.
c. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan.
d. Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga
keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan rentenir.

C. BANK PERKREDITAN RAKAT PASCA UU NO. 7 TAHUN 1992


Lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah
dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998, antara lain didasarkan pada pertimbangan bahwa
telah terjadi perkembangan dalam perekonomian nasional dan semakin gencarnya tantangan
dalam persaingan internasional sehinnga perbankan nasional harus benar-benar disiapkan
untuk menghadapi situasi lingkungan persaingan global. Dengan adanya undang-undang
perbankan ini, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menata kembali struktur kelembagaan sektor perbankan dengan memberikan
keleluasaan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
b. Memberi kesempatan kepada sektor perbankan untuk memperluas jangkauan
pekerjaannya, baik pelayanan perbankan umum yang menjangkau semua lapisan
masyarakat maupun pelayanan perbankan yang berkonsentrasi pada sektor ekonomi
berskala kecil atau usaha lemah terutama di wilayah pedesaan.
c. Memperkuat landasan hukum terhadap pengaturan, pengawasan dan pembinaan
perbankan.
Atas pertimbangan tersebut di atas, maka dalam UU No. 7 Tahun 1992 dilakukan
penyederhanaan sistem perbankan dengan melakukan penggolongan bank ke dalam dua jenis
saja, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Pengaturan operasional BPR lebih
lanjut ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia No. 6/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004
tentang Bank Perkredita Rakyat.
a. Pengertian BPR
Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 199, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atas berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara bank
menurut undang-undang ini adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

b. Bentuk Hukum dan Klasifikasi BPR


Pendirian BPR dapat dilakukan dengan memilih bentuk hukum sebagai berikut:
 Perusahaan Daerah
 Koperasi
 Perseroan Terbatas
 Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
“Bentuk lain” sebagaimana disebutkan pada butir di atas berdasarkan penjelasan pasal
21 ayat (2) UU No.7 Tahun 1992, dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi
penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari BPR, seperti Bank Desa, Lumbung
Desa, Badan Kredit Desa dan lembaga-lembaga lainnya yang dimaksud dalam pasal 58 UU
No. 7 Tahun 1992. Dengan demikian pengertian bentuk bank hukum BPR dengan “Bentuk
lain” diperuntukkan bagi lembaga-lembaga yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri
Keuangan, seperti Bank Desa, Badan Kredit Desa. Lumbung Desa dan lembaga-lembaga
lainnya (Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Lumbung
Pitih Nagari, LPN), yang telah dikukuhkan sebagai BPR yang bentuk hukumnnya bukan
berupa salah satu dari perusahaan Daerah, Koperasi atau Perseroan Terbatas.
Seiring dengan berkembangnya perekonomian, lembaga dana dan Kredit Pedesaan
(LDK) ikut pula mengalami pertumbuhan terutama dilingkungan masyarakat pedesaan.
Keberadaan lembaga keuangan mikroini dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan mereka, khususnya dalam bentuk jasa tabungan dan sumber kredit.
Oleh karena itu, lembaga ini perlu dipertahankan eksistensinya di dalam masyarakat desa.
Sehubungan dengan itu, untuk memperjelas status LDKP tersebut, berdasarkan pasal 58 UU
No. 7 Tahun 1992, keberadaan LDK yang terdiri dari:
a. Bank Desa Lumbung Desa
b. Bank Pasar
c. Bank Pegawai
d. Lumbung Pitih Nagari (LPN)
e. Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
f. Badan Kredit Desa (BKD)
g. Badan Kredit Kecamatan (BKK)
h. Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK)
i. Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK)
j. Bank Karya Desa (BKPD)
Selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 19 peraturan pemerintah No. 71 tahun 1992
tentu Bank Perkreditan Rakyat ditetapkan bahwa LDKP yang belum mendapat izin usaha
sebagai bank dari menteri keuangan wajib mengajukan permohonan izin usaha sebagai BPR
selambat-lambatnya tanggal 30 oktober 1997 dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Memilih salah satu bentuk hukum berupa perusahaan Daerah, Koperasi, atau
Perseroan terbatas.
b. Memenuhi keputusan bersama departemen. Dalam Negeri, Departemen Keuangan,
dan bank Indonesia tanggal 26 september 1994 mengenai ketentuan modal minimum
sebesar Rp 50 juta kualifikasi direksi yang berpengalaman di bidang perbankan,
memiliki tempat/gedung kewajiban membuka kantor setiap hari.

D. PENDIRI DAN MODAL DISETOR BPR


Sebagai konsekuensi dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998, semua proses perizinan di
bidang perbankan, termasuk BPR, yang sebelumnya dilakukan oleh Menteri Keuangan
dialihkan kepada Bank Indonesia. Dengan demikian setelah undang-undang ini dikeluarkan ,
maka semua pengaturan di bidang perbankan, termasuk perizinan, dilaksanakan oleh Bank
Indonesia. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.6/22/PBI/2004 tentang BPR, Bank
Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh :
a. Warga Negara Indonesia
b. Badan Hukum Indonesia
c. Pemerintah Daerah
d. Dua Pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b,dan huruf c.
Ketentuan modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit sebesar:
a. Rp5 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta.
b. Rp2 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di pulau Jawa, dan
Bali, serta di wilayah kabupaten atau Kodya Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
c. Rp 1 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di luar pulau Jawa
dan Bali dan wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut
dalam butir a dan b.
d. Rp500 juta bagi BPR ang didirikan di wilayah lain di luar wilayah sebagaiman
disebut dalam butir a, butir b dan butir c.
Sementara itu, modal disetor bagi BPR Yang berbentuk badan hukum koperasi adalah
simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang
tentang perkoperasian. Paling sedikit 50% dari modal disetor BPR wajib digunakan modal
kerja.
Salah satu pertimbangan dalam pemberian izin BPR oleh BI adalah hasil analisis atas
potensi dan kelayakan pendirian BPR yang harus disampaikan sebagai salah satu persyaratan,
yang meliputi penilaian terhadap:
a. aspek demografi dan ekonomi wilayah;
b. jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan termasuk lembaga keuangan mikro;
c. rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber dana dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana
dimaksud;
d. proyeksi keuangan secara bulanan untuk tahun pertama, dan secara tahunan untuk
dua tahun berikutnya, sejak BPR melakukan kegiatan operasional; dan perencanaan
sumber daya manusia.

E. ANGGOTA DIREKSI, DAN DEWAN KOMISARIS


Anggota Direksi dan Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan:
a. Kompetensi
b. Integritas; dan
c. Reputasi Keuangan.
Pemenuhan persyaratan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris di atas di
laksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and
proper lest) BPR. Jumlah anggota Direksi minimal berjumlah 2 orang dengan pendidikan
minimum D-3.
Anggota Direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan:
a. Anggota Direksi lainnya dalam hubungannya sebagai orang tua, anak, mertua, menantu,
suami, isteri, saudara kandung, atau ipar dan atau
b. Anggota Dewan Komisaris dalam hubungannya sebagai orang tua, anak, mertua,
menantu, suami, isteri atau saudara kandung.
c. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Direksi atau Pejabat
Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan, atau lembaga lain.
Jumlah anggota Dewan Komisaris minimal 2 orang dan minimal 50%anggota Dewan
Komisaris memiliki pengalaman di bidang perbankan. Anggota Dewan Komisaris hanya
dapat merangkap jabatan sebagai komisaris paling banyak pada 2 BPR atau pada satu Bank
Umum.

F. PEMBUKAAN KANTOR BPR


Pada dasarnya dapat membuka kantor cabang dan kantor kas. BPR hanya dapat membuka
pada kantor cabang di wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusatnya atas izin Bank
Indonesia.
Berdasarkan ketentuan, wilayah DKI dan Kabupaten atau Kotamadya Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, dan Karawangditetapkan sebagai satu wilayah provinsi untuk keperluan
pembukaan kantor cabang, sebagai konsekuensi dari penetapan wilayah tersebut, maka:
BPR di provinsi Jabar dan di luar Kabupaten atau Kodya Bogor, Depok, Bekasi, dan
Karawang.
BPR di provinsi Banten di luar Kabupaten atau Koda Tangerang tidak dapat membuka kantor
cabang di Kabupaten atau Kodya Tangerang.
G. KEGIATAN USAHA BPR
Perkreditan Rakyat sebagaimana halnya dengan bank umum dapat melakukan usaha sebagai
konvensional maupun bank berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan usaha yang diperkenankan
BPR secara umum adalah sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,
tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah;
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
sertifikat deposito dan tabungan pada bank lain.
Kegiatan usaha yang dilarang bagi BPR berdasarkan undang-undang adalah:
a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
b. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing;
c. Melakukan penyetoran modal;
d. Melakukan usah perasuransian;
e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang telah ditetapkan di atas.

H. PERATURAN DAN PENGAWASAN


Peraturan dikeluarkannya UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan UU
No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, fungsi perizinan, pengaturan, dan pengawasan
perbankan dilakukan sepenuhnya oleh Bank Indonesia. Sebelumnya, fungsi perizinan ini
dilaksanakn oleh Departemen keuangan. Sementara itu, fungsi pengawasan dan pembinaan
kegiatan operasional BPR yang sebelum dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992, yang
seharusnya dilakukan oleh Bank Indonesia, diserahkan kepada Bank Rakyat Indonesia.
Namun setelah dikeluarkannnya Undang-undang perbankan tersebut, fungsi pengawasan dan
pembinaan diambil alih kembali Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Pengawasan dan
pembinaan yang sebelumnya dilakukan oleh BPR menimbulkan ketidakpusan yang
berkepanjngan dikalangan BPR , mengingat BPR pada dasarnya merupakan kompetitor BPR
terutama di wilaah pedesan dimana kantr-kantor BPR juga beroperasi. Fungsi ganda yang
diemban BPR tersebut yaitu di samping beroperasi sebagai bank umum yang jaringan
kantornya menjangkau hampir semua wilayah pedesaan di Indonesia juga menjalankan
fungsinya supervisor terhadap BPR ang sudah barang tentu menimbulkan kekhawatiran
kalangan BPR akan kemungkinan timbulnya benturan kepentingan (conflict of interest) dalam
menjalankan fungsinya.
Pada prinsipnya, ketentuan operasional perbankan yang ditetapkan Bank Indonesia
untuk bank-bank umum juga berlaku bagi BPR, kecuali ketentuan operasional yang
berdasarkan peraturan tidak diperkenankan dilakukan oleh BPR, misalnya ketentuan Giro
Wajib MinimumValuta Asing dan posisi devisa neto.

 Badan Kredit Desa


Badan Kredit Desa (BKD) terdiri dari Bank Desa dan Lumbung Desayang didirikan
berdasarkan staatsblad Tahun 1929No.357,Risjksblad Tahun 1937 Nomor 9 dan Tahun 1938
N. 3/H yang berkedudukan di pulau Jawa dan Madura serta telah mendapat izin dari Menteri
Keuangan. Untuk lebih meningkatkan dan mengembangakn usaha Bank Kredit Desa,
berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 6/27/PBI/2004 tanggal 13 Desember 2004, Bank
Indonesia menyerahkan pembinaan dan pengawasan Badan Kredit Desa kepada PT Bak
Rakyat Indonesia (persero), yang kemudian berdasarkan UUNo.7 Tahun 1992 tentang
perbankan menjadi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Bank Indonesia. Penyerahan
kewenanagan pembinaan dan pengawasan kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) tersebut
didasarkan pada alasan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki. Atas dasar tersebut,
Bank Indonesia meminta BRI agar melakukan pengawasan terhadap Badan Kredit Desa
dengan pertimbangan bahwa selama ini BRI memiliki SDM serta jaringan kantor yang
memadai untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap Badan Kredit Desa. Pelimpahan
wewenang tersebut dengan sendirinya akan berakhir pada saat lembaga pengawas jasa
keuangan didirikan pelaksaan fungsi pengawasan tersebut dilakukan sesuai peraturan dan
pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya, BRI diwajibkan menyampaikan
laporan kepada Bank Inonesia secara triwulanan berupa:
a. Rekapitulasi neraca dan laporan laba rugi BKD
b. Analisis perkembangan BKD, permasalahan atau kendala yang dihadapi, tindakan
perbaikan yang telah dilakukan, serta usul/dan/atau pertimbangan mengenai tindak
lanjut yang diperlukan.
c. Analisis mengenai kemungkinan beroperasinya BKD sebagai Bank Perkreditan
Rakyat, baik dilihat dari jumlah permodalan maupun total asset.
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, dan telah diubah
dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998.
Sasaran BPR adalah melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang,
pengusaha kecil, pegawai dan pensiunan karena sasaran tidak dapat diakses oleh bank umum
dan untuk lebih membuat pemerataan layanan perbankan. Dalam menjalankan usahanya BPR
berasaskan demokrasi ekonomi menggunakan prinsip kehati-hatian.
Pemenuhan untuk anggota Dewan Komisaris dan Dewan Komisaris sesuai dengan
ketentuan persyaratan dan kepatutan BPR. Untuk memperoleh izin usah, seseorang harus
memenuhi persyaratan minimal tentang susunan organisasi dan kepengurusan, pemodalan,
kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja.
2.2 saran
Bank Perkreditan Rakyat semakin meningkat dimasyarakat kita, idealnya semakin
bergairah pula dunia usah kecil dan menengah sehingga BPR benar-benar berperan penting
dalam meningkatkan roda masyarakat. Dewasa ini telah muncul juga BPRS yang
menjalankan operasional berdasarlkan prinsip syariah semakin beragam pilihan masyarakat
untuk memanfaatkan fasilitas kredit yang dapat diambil untuk mengembangkan usahanya.
Permodalan, kita adalah masalah klasik yang terus menghantui dan menjadi barang mewah
bagi mereka, maka solusi terbaik adalah menggunakan BPR yang dapat menjalankan
program yang dapat membantu masyarakat dengan ekonomi ang aman dengan bantuan
yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bank Indonesia, peraturan Bank Indonesia No. 6/22/PBI/2004 Tahun 2004
tentang Bank Perkreditan Rakat.
2. Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 6/27/PBI/2004 Tahun 2004
tentang pelaksanaan pengawasan Badan Kredit Desa
3. Bank Indonesia, Statisik Ekonomi Keuangan Indonesia, Jakarta, Juni 2004.

Anda mungkin juga menyukai